Deprecated: htmlspecialchars(): Passing null to parameter #1 ($string) of type string is deprecated in /home/gkigadingserpong/public_html/libraries/src/Document/Renderer/Feed/AtomRenderer.php on line 89
Renungan Mingguan - GKI Gading Serpong https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan 2025-09-16T23:01:17+07:00 GKI Gading Serpong web.gkigadingserpong@gkigadingserpong.org WinsCreations Sahabat Bagi yang Terpinggirkan (Lukas 14:12-14) 2025-09-11T09:59:31+07:00 2025-09-11T09:59:31+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/sahabat-bagi-yang-terpinggirkan-lukas-14-12-14 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 14 September 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Filipi 3:7-11</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Saudara-saudara yang terkasih dalam Kristus, ada sebuah kisah nyata tentang seorang anak kecil yang setiap hari duduk di depan sebuah restoran mewah di kota besar. Anak itu tidak pernah masuk ke restoran tersebut, hanya menatap orang-orang yang makan dengan lahap. Sesekali ia menutup hidungnya karena aroma masakan yang semakin membuatnya lapar. Namun yang paling menyakitkan bukanlah rasa lapar itu, melainkan kenyataan bahwa orang-orang yang lewat berpura-pura tidak melihatnya. Mereka berjalan terburu-buru, seolah anak itu tidak pernah ada. Namun suatu sore, seorang perempuan menghampirinya. Ia menepuk bahunya, mengajaknya masuk, dan duduk makan bersama. Anak itu bukan hanya kenyang, tetapi juga merasa dimanusiakan—ia tidak lagi menjadi “yang tak terlihat.”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kisah sederhana ini menggambarkan wajah dunia yang sering mengabaikan mereka yang ada di pinggiran. Tetapi justru di situlah kita ditantang oleh Yesus. Dalam Lukas 14:12–14, Yesus berkata: “Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasnya. Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang miskin, orang cacat, orang lumpuh dan orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Saudara-saudara, mari kita pahami konteks perkataan Yesus ini. Pada masa itu, jamuan makan bukan sekadar soal makan bersama, melainkan sebuah simbol status sosial. Dalam budaya Yahudi abad pertama, jamuan dipakai untuk mempertahankan honor—kehormatan. Orang biasanya hanya mengundang sahabat, kerabat, atau tetangga kaya yang bisa membalas dengan undangan serupa. Sistem ini disebut patron-client: siapa yang bisa memberi keuntungan, dialah yang layak diajak duduk bersama. Yesus datang menantang pola itu. Ia berkata: “Undanglah orang miskin, cacat, lumpuh, dan buta.” Dengan kata lain, undanglah mereka yang tidak mungkin membalas. Pernyataan ini terdengar radikal, karena Yesus membalik cara pandang manusia tentang kehormatan. Kehormatan sejati bukanlah ketika kita dihormati balik oleh sesama, melainkan ketika kita mengasihi tanpa pamrih dan menerima balasan dari Allah sendiri.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus menutup dengan janji: “Engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.” Inilah dimensi eskatologisnya: kasih yang tanpa pamrih itu adalah tanda Kerajaan Allah, dan Allah sendiri yang akan menghargai setiap perbuatan kasih itu.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Lalu apa yang dapat kita pelajari dan hidupi dari teks ini?<br>Pertama, kita dipanggil untuk bergeser dari logika balas jasa menuju logika kasih karunia. Dunia selalu mengukur dari untung-rugi. Kita sering menghitung: siapa yang bisa menguntungkan kita, siapa yang bisa membalas kebaikan kita. Tetapi Yesus menantang kita untuk memberi justru kepada mereka yang tidak mampu membalas. Itulah kasih yang mencerminkan kasih Allah—kasih yang gratis, kasih yang tidak berhitung laba.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kedua, kita diajak menjadi sahabat bagi yang tak terlihat. Yesus menyebut orang miskin, cacat, lumpuh, dan buta. Mereka adalah kelompok yang diabaikan dan dipinggirkan pada zamannya. Dalam konteks kita sekarang, itu bisa berarti kaum miskin kota, anak jalanan, buruh migran, lansia yang terlantar, bahkan juga mereka yang diasingkan dalam keluarga atau komunitasnya. Kita dipanggil bukan hanya memberi bantuan, tetapi juga memberi ruang: ruang untuk dihargai, ruang untuk duduk bersama, ruang untuk merasa dimanusiakan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Ketiga, kita dipanggil menghadirkan tanda Kerajaan Allah sejak sekarang. Yesus memang berkata bahwa balasan dari Allah ada pada hari kebangkitan. Namun sesungguhnya, tanda-tanda itu sudah mulai hadir setiap kali kita mengasihi tanpa pamrih. Setiap kali gereja membuka pintu bagi yang terpinggirkan, setiap kali kita duduk bersama mereka yang dilupakan, di situlah Kerajaan Allah mulai dirasakan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Saudara-saudara, menjadi sahabat bagi yang terpinggirkan bukanlah tugas tambahan bagi gereja, melainkan inti dari identitas gereja itu sendiri. Gereja yang setia kepada Kristus adalah gereja yang berani mengundang, merangkul, dan berjalan bersama mereka yang tidak dianggap oleh dunia. Jika dunia berkata: “Undanglah mereka yang bisa membalasmu,” Yesus berkata: “Undanglah mereka yang tidak bisa membalasmu.” Dengan cara itulah, kita sedang menghadirkan wajah Kristus di tengah dunia. Kristus yang datang bukan untuk duduk bersama orang kaya atau berkuasa, melainkan untuk mencari, menyelamatkan, dan bersahabat dengan yang hina dina. Kiranya kita semua dimampukan untuk hidup sebagai sahabat bagi yang terpinggirkan, agar melalui hidup kita, dunia boleh merasakan kasih Allah yang nyata. Amin.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Pramudya Hidayat</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 14 September 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Filipi 3:7-11</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Saudara-saudara yang terkasih dalam Kristus, ada sebuah kisah nyata tentang seorang anak kecil yang setiap hari duduk di depan sebuah restoran mewah di kota besar. Anak itu tidak pernah masuk ke restoran tersebut, hanya menatap orang-orang yang makan dengan lahap. Sesekali ia menutup hidungnya karena aroma masakan yang semakin membuatnya lapar. Namun yang paling menyakitkan bukanlah rasa lapar itu, melainkan kenyataan bahwa orang-orang yang lewat berpura-pura tidak melihatnya. Mereka berjalan terburu-buru, seolah anak itu tidak pernah ada. Namun suatu sore, seorang perempuan menghampirinya. Ia menepuk bahunya, mengajaknya masuk, dan duduk makan bersama. Anak itu bukan hanya kenyang, tetapi juga merasa dimanusiakan—ia tidak lagi menjadi “yang tak terlihat.”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kisah sederhana ini menggambarkan wajah dunia yang sering mengabaikan mereka yang ada di pinggiran. Tetapi justru di situlah kita ditantang oleh Yesus. Dalam Lukas 14:12–14, Yesus berkata: “Apabila engkau mengadakan perjamuan siang atau perjamuan malam, janganlah engkau mengundang sahabat-sahabatmu atau saudara-saudaramu atau kaum keluargamu atau tetangga-tetanggamu yang kaya, karena mereka akan membalasnya dengan mengundang engkau pula dan dengan demikian engkau mendapat balasnya. Tetapi apabila engkau mengadakan perjamuan, undanglah orang miskin, orang cacat, orang lumpuh dan orang buta. Dan engkau akan berbahagia, karena mereka tidak mempunyai apa-apa untuk membalasnya kepadamu. Sebab engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Saudara-saudara, mari kita pahami konteks perkataan Yesus ini. Pada masa itu, jamuan makan bukan sekadar soal makan bersama, melainkan sebuah simbol status sosial. Dalam budaya Yahudi abad pertama, jamuan dipakai untuk mempertahankan honor—kehormatan. Orang biasanya hanya mengundang sahabat, kerabat, atau tetangga kaya yang bisa membalas dengan undangan serupa. Sistem ini disebut patron-client: siapa yang bisa memberi keuntungan, dialah yang layak diajak duduk bersama. Yesus datang menantang pola itu. Ia berkata: “Undanglah orang miskin, cacat, lumpuh, dan buta.” Dengan kata lain, undanglah mereka yang tidak mungkin membalas. Pernyataan ini terdengar radikal, karena Yesus membalik cara pandang manusia tentang kehormatan. Kehormatan sejati bukanlah ketika kita dihormati balik oleh sesama, melainkan ketika kita mengasihi tanpa pamrih dan menerima balasan dari Allah sendiri.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus menutup dengan janji: “Engkau akan mendapat balasnya pada hari kebangkitan orang-orang benar.” Inilah dimensi eskatologisnya: kasih yang tanpa pamrih itu adalah tanda Kerajaan Allah, dan Allah sendiri yang akan menghargai setiap perbuatan kasih itu.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Lalu apa yang dapat kita pelajari dan hidupi dari teks ini?<br>Pertama, kita dipanggil untuk bergeser dari logika balas jasa menuju logika kasih karunia. Dunia selalu mengukur dari untung-rugi. Kita sering menghitung: siapa yang bisa menguntungkan kita, siapa yang bisa membalas kebaikan kita. Tetapi Yesus menantang kita untuk memberi justru kepada mereka yang tidak mampu membalas. Itulah kasih yang mencerminkan kasih Allah—kasih yang gratis, kasih yang tidak berhitung laba.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kedua, kita diajak menjadi sahabat bagi yang tak terlihat. Yesus menyebut orang miskin, cacat, lumpuh, dan buta. Mereka adalah kelompok yang diabaikan dan dipinggirkan pada zamannya. Dalam konteks kita sekarang, itu bisa berarti kaum miskin kota, anak jalanan, buruh migran, lansia yang terlantar, bahkan juga mereka yang diasingkan dalam keluarga atau komunitasnya. Kita dipanggil bukan hanya memberi bantuan, tetapi juga memberi ruang: ruang untuk dihargai, ruang untuk duduk bersama, ruang untuk merasa dimanusiakan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Ketiga, kita dipanggil menghadirkan tanda Kerajaan Allah sejak sekarang. Yesus memang berkata bahwa balasan dari Allah ada pada hari kebangkitan. Namun sesungguhnya, tanda-tanda itu sudah mulai hadir setiap kali kita mengasihi tanpa pamrih. Setiap kali gereja membuka pintu bagi yang terpinggirkan, setiap kali kita duduk bersama mereka yang dilupakan, di situlah Kerajaan Allah mulai dirasakan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Saudara-saudara, menjadi sahabat bagi yang terpinggirkan bukanlah tugas tambahan bagi gereja, melainkan inti dari identitas gereja itu sendiri. Gereja yang setia kepada Kristus adalah gereja yang berani mengundang, merangkul, dan berjalan bersama mereka yang tidak dianggap oleh dunia. Jika dunia berkata: “Undanglah mereka yang bisa membalasmu,” Yesus berkata: “Undanglah mereka yang tidak bisa membalasmu.” Dengan cara itulah, kita sedang menghadirkan wajah Kristus di tengah dunia. Kristus yang datang bukan untuk duduk bersama orang kaya atau berkuasa, melainkan untuk mencari, menyelamatkan, dan bersahabat dengan yang hina dina. Kiranya kita semua dimampukan untuk hidup sebagai sahabat bagi yang terpinggirkan, agar melalui hidup kita, dunia boleh merasakan kasih Allah yang nyata. Amin.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Pramudya Hidayat</strong></h5> Menemukan Sukacita dalam Kristus (Filipi 3:7-11) 2025-09-08T09:54:15+07:00 2025-09-08T09:54:15+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/menemukan-sukacita-dalam-kristus-filipi-3-7-11 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 7 September 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Filipi 3:7-11</strong></h5> <h5>Bulan September setiap tahun menjadi bulan Misi bagi GKI Gading Serpong. Bukan yang mengingatkan kita untuk melakukan tugas panggilan untuk bermisi. Minggu ini Tema kita adalah “Menemukan sukacita dalam Kristus" .<br>Manusia sering mencari sukacita ketika mendapat “Pencapaian” seperti gelar akademis, promosi jabatan, pengakuan dari orang lain, kepemilikan seperti Uang, mobil mewah, rumah besar, barang-barang terbaru dan Reputasi seperti disukai banyak orang, status sosial, pengaruh.</h5> <h5>Bagi Paulus Itu semua hanya kesenangan sesaat dan tidak abadi, hanya sementara, rapuh, dan cepat hilang ketika situasi berubah. Apa kata Paulus dalam Filipi 3:7-11:<br>1. Sukacita : Mengenal Kristus (ayat 7–8)<br>Filipi. 3:4–6 Paulus menyebutkan hal-hal yang secara manusia bisa menjadi kebanggaan seperti Disunat hari kedelapan, dari bangsa Israel, suku Benyamin, Orang Ibrani asli, Farisi dalam hal hukum Taurat, Sangat rajin membela tradisi Yahudi dan Tidak bercacat dalam kebenaran menurut hukum Taurat.</h5> <h5>Setelah kenal Kristus, semua dianggap kerugian dan sampah. “kerugian” kerugian nyata, kerusakan, kehilangan nilai. Segala pencapaian di luar Kristus bukan hanya tidak ada gunanya, tetapi bisa menjadi penghalang rohani.</h5> <h5>“sampah” sisa-sisa makanan, kotoran, atau sesuatu yang benar-benar tidak berharga. Paulus menegaskan segala kebanggaan daging (prestasi rohani atau jasmani) benar-benar tak bernilai dibandingkan Kristus. Pengenalan akan Kristus mengubah cara kita menilai segala sesuatu — Kristus menjadi pusat nilai, bukan keberhasilan manusia.</h5> <h5>2. Sukacita : hidup dalam kebenaran Kristus Filipi 3:9<br>Dunia mengajarkan kita mencari harga diri dari usaha sendiri. Tetapi Paulus sadar, kebenaran sejati hanya dari Kristus. Sukacita sejati lahir bukan dari prestasi kita, tetapi dari identitas kita dalam Kristus. Murid Kristus tidak lagi hidup tertekan untuk membuktikan diri. Kita dibenarkan oleh anugerah, bukan usaha. Sukacita kita berasal dari kasih karunia, bukan pencapaian.</h5> <h5>3. Sukacita : bertahan bahkan dalam penderitaan (ayat 10–11)<br>Mengenal melalui pengalaman langsung, bukan sekadar pengetahuan intelektual. artinya bukan hanya ingin tahu fakta tentang Yesus, tetapi hidup dalam relasi pribadi. Mengenal “Kuasa kebangkitan-Nya” Paulus ingin merasakan kuasa yang sama yang membangkitkan Kristus bekerja dalam dirinya, “Persekutuan dalam penderitaan-Nya” yaitu ikut ambil bagian dalam penderitaan Kristus. Ini bukan penderitaan karena salah pribadi, melainkan karena setia kepada Injil dan Serupa dengan Dia dalam kematian-Nya” yaitu siap mematikan ego, ambisi, dan keinginan daging. Serta “Supaya beroleh kebangkitan dari antara orang mati” yaitu kemuliaan bersama Kristus.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Em. Santoni</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 7 September 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Filipi 3:7-11</strong></h5> <h5>Bulan September setiap tahun menjadi bulan Misi bagi GKI Gading Serpong. Bukan yang mengingatkan kita untuk melakukan tugas panggilan untuk bermisi. Minggu ini Tema kita adalah “Menemukan sukacita dalam Kristus" .<br>Manusia sering mencari sukacita ketika mendapat “Pencapaian” seperti gelar akademis, promosi jabatan, pengakuan dari orang lain, kepemilikan seperti Uang, mobil mewah, rumah besar, barang-barang terbaru dan Reputasi seperti disukai banyak orang, status sosial, pengaruh.</h5> <h5>Bagi Paulus Itu semua hanya kesenangan sesaat dan tidak abadi, hanya sementara, rapuh, dan cepat hilang ketika situasi berubah. Apa kata Paulus dalam Filipi 3:7-11:<br>1. Sukacita : Mengenal Kristus (ayat 7–8)<br>Filipi. 3:4–6 Paulus menyebutkan hal-hal yang secara manusia bisa menjadi kebanggaan seperti Disunat hari kedelapan, dari bangsa Israel, suku Benyamin, Orang Ibrani asli, Farisi dalam hal hukum Taurat, Sangat rajin membela tradisi Yahudi dan Tidak bercacat dalam kebenaran menurut hukum Taurat.</h5> <h5>Setelah kenal Kristus, semua dianggap kerugian dan sampah. “kerugian” kerugian nyata, kerusakan, kehilangan nilai. Segala pencapaian di luar Kristus bukan hanya tidak ada gunanya, tetapi bisa menjadi penghalang rohani.</h5> <h5>“sampah” sisa-sisa makanan, kotoran, atau sesuatu yang benar-benar tidak berharga. Paulus menegaskan segala kebanggaan daging (prestasi rohani atau jasmani) benar-benar tak bernilai dibandingkan Kristus. Pengenalan akan Kristus mengubah cara kita menilai segala sesuatu — Kristus menjadi pusat nilai, bukan keberhasilan manusia.</h5> <h5>2. Sukacita : hidup dalam kebenaran Kristus Filipi 3:9<br>Dunia mengajarkan kita mencari harga diri dari usaha sendiri. Tetapi Paulus sadar, kebenaran sejati hanya dari Kristus. Sukacita sejati lahir bukan dari prestasi kita, tetapi dari identitas kita dalam Kristus. Murid Kristus tidak lagi hidup tertekan untuk membuktikan diri. Kita dibenarkan oleh anugerah, bukan usaha. Sukacita kita berasal dari kasih karunia, bukan pencapaian.</h5> <h5>3. Sukacita : bertahan bahkan dalam penderitaan (ayat 10–11)<br>Mengenal melalui pengalaman langsung, bukan sekadar pengetahuan intelektual. artinya bukan hanya ingin tahu fakta tentang Yesus, tetapi hidup dalam relasi pribadi. Mengenal “Kuasa kebangkitan-Nya” Paulus ingin merasakan kuasa yang sama yang membangkitkan Kristus bekerja dalam dirinya, “Persekutuan dalam penderitaan-Nya” yaitu ikut ambil bagian dalam penderitaan Kristus. Ini bukan penderitaan karena salah pribadi, melainkan karena setia kepada Injil dan Serupa dengan Dia dalam kematian-Nya” yaitu siap mematikan ego, ambisi, dan keinginan daging. Serta “Supaya beroleh kebangkitan dari antara orang mati” yaitu kemuliaan bersama Kristus.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Em. Santoni</strong></h5> Langkah Kecil, Hati Besar (Amsal 25:6-7) 2025-08-31T12:46:06+07:00 2025-08-31T12:46:06+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/langkah-kecil-hati-besar-amsal-25-6-7 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 31 Agustus 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Amsal 25:6-7</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">“Jangan berlagak di hadapan raja, atau berdiri di tempat para pembesar. Karena lebih baik orang berkata kepadamu: “Naiklah ke mari,” daripada engkau direndahkan di hadapan orang mulia. Apa matamu lihat, <br>Nats firman Tuhan dari Amsal 25:6-7 dengan tegas mengingatkan kita agar jangan berlagak (menyombongkan) diri di hadapan raja atau pembesar. Mengapa karena kesombongan yang demikian akan menghadirkan kehinaan bagi orang itu sendiri. Kita diingatkan agar menjadi orang kenal diri, tahu diri dan sadar diri. Tahu diri akan membuat orang menjadi rendah hati tahu menempatkan dirinya dengan baik. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Kisah yang sama juga diingatkan Tuhan Yesus kepada murid-muridnya demikian: “Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah.” (Lukas 14:8-9) pesan Tuhan Yesus ini jelas agar setiap orang jangan menilai dirinya lebih penting dari yang lain, karena dalam hati yang menilai dirinya tinggi justru bisa direndahkan. Sebaliknya orang merendahkan hati akan ditinggikan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Istilah “Flexing” Keinginan untuk dihormati dan dipuji menjadi sebuah gaya hidup modern. Orang yang suka untuk memamerkan dirinya dihadapan publik seperti dunia digital saat ini. Flexing ini sangat berbahaya selain menyombongkan diri juga tanpa sadar juga bisa menipu diri dengan membesar-besarkan hal-hal yang kecil. Sehingga memamerkan yang tidak sebenarnya. Sebagai pengikut Kristus kita diingatkan agar bisa menyadari diri kita dengan baik. Kita semua berharga di mata Tuhan sekalipun kita tidak memiliki harta dunia ini. Sebab harta yang terbesar yang kita miliki adalah Tuhan Yesus juru selamat hidup kita. Semua harta dunia, prestasi dan kehormatan di dunia ini akan berlalu namun Iman kepada Kristus bernilai kekal. Marilah kita hidup dengan nilai diri yang abadi yaitu Iman, pengharapan dan kasih. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Selaras dengan tema kita yaitu Langkah kecil, hati besar adalah sebuah ungkapan yang mengajak kita memulai hal-hal kecil dengan tekad hati yang besar. Tuhan Yesus berkata: </h5> <h5 style="text-align: justify;">Lukas 16:10 “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.”<br>Marilah kita melangkah dengan langkah kecil dalam kesetiaan dengan hati yang besar, kehormatan lahir dari kerendahan hati. Selamat hari Minggu dan Tuhan Yesus memberkati.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Lukman Sitorus</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 31 Agustus 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Amsal 25:6-7</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">“Jangan berlagak di hadapan raja, atau berdiri di tempat para pembesar. Karena lebih baik orang berkata kepadamu: “Naiklah ke mari,” daripada engkau direndahkan di hadapan orang mulia. Apa matamu lihat, <br>Nats firman Tuhan dari Amsal 25:6-7 dengan tegas mengingatkan kita agar jangan berlagak (menyombongkan) diri di hadapan raja atau pembesar. Mengapa karena kesombongan yang demikian akan menghadirkan kehinaan bagi orang itu sendiri. Kita diingatkan agar menjadi orang kenal diri, tahu diri dan sadar diri. Tahu diri akan membuat orang menjadi rendah hati tahu menempatkan dirinya dengan baik. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Kisah yang sama juga diingatkan Tuhan Yesus kepada murid-muridnya demikian: “Kalau seorang mengundang engkau ke pesta perkawinan, janganlah duduk di tempat kehormatan, sebab mungkin orang itu telah mengundang seorang yang lebih terhormat dari padamu, supaya orang itu, yang mengundang engkau dan dia, jangan datang dan berkata kepadamu: Berilah tempat ini kepada orang itu. Lalu engkau dengan malu harus pergi duduk di tempat yang paling rendah.” (Lukas 14:8-9) pesan Tuhan Yesus ini jelas agar setiap orang jangan menilai dirinya lebih penting dari yang lain, karena dalam hati yang menilai dirinya tinggi justru bisa direndahkan. Sebaliknya orang merendahkan hati akan ditinggikan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Istilah “Flexing” Keinginan untuk dihormati dan dipuji menjadi sebuah gaya hidup modern. Orang yang suka untuk memamerkan dirinya dihadapan publik seperti dunia digital saat ini. Flexing ini sangat berbahaya selain menyombongkan diri juga tanpa sadar juga bisa menipu diri dengan membesar-besarkan hal-hal yang kecil. Sehingga memamerkan yang tidak sebenarnya. Sebagai pengikut Kristus kita diingatkan agar bisa menyadari diri kita dengan baik. Kita semua berharga di mata Tuhan sekalipun kita tidak memiliki harta dunia ini. Sebab harta yang terbesar yang kita miliki adalah Tuhan Yesus juru selamat hidup kita. Semua harta dunia, prestasi dan kehormatan di dunia ini akan berlalu namun Iman kepada Kristus bernilai kekal. Marilah kita hidup dengan nilai diri yang abadi yaitu Iman, pengharapan dan kasih. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Selaras dengan tema kita yaitu Langkah kecil, hati besar adalah sebuah ungkapan yang mengajak kita memulai hal-hal kecil dengan tekad hati yang besar. Tuhan Yesus berkata: </h5> <h5 style="text-align: justify;">Lukas 16:10 “Barangsiapa setia dalam perkara-perkara kecil, ia setia juga dalam perkara-perkara besar. Dan barangsiapa tidak benar dalam perkara-perkara kecil, ia tidak benar juga dalam perkara-perkara besar.”<br>Marilah kita melangkah dengan langkah kecil dalam kesetiaan dengan hati yang besar, kehormatan lahir dari kerendahan hati. Selamat hari Minggu dan Tuhan Yesus memberkati.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Lukman Sitorus</strong></h5> Gereja yang Memanusiakan Manusia (Yesaya 58:9b-14; Mazmur 103:1-8; Ibrani 12:18-29; Lukas 13:10-17) 2025-08-23T14:48:06+07:00 2025-08-23T14:48:06+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/gereja-yang-memanusiakan-manusia-yesaya-58-9b-14-mazmur-103-1-8-ibrani-12-18-29-lukas-13-10-17 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 24 Agustus 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 58:9b-14; Mazmur 103:1-8; Ibrani 12:18-29; Lukas 13:10-17</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Untuk apa aturan dibuat? Seperti lampu merah, ia menjaga hidup. Tetapi ketika ambulans rumah sakit melintas, semua orang paham: kasih memerintahkan kita memberikan jalan. Bayangkan seandainya kendaraan menolak memberikan jalan dan menepi, dengan alasan ketaatan pada aturan, maka orang yang berada di ambulans bisa saja mati karena terlambat tiba di rumah sakit. Aturan yang baik berubah menjadi belenggu ketika terlepas dari tujuannya: memanusiakan manusia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Di sinagoga pada hari Sabat, Yesus melihat seorang perempuan yang delapan belas tahun membungkuk. Ia memanggilnya, menumpangkan tangan, dan membebaskannya. Kepala rumah ibadat justru gusar: “Ada enam hari untuk bekerja!” Baginya, aturan adalah tujuan akhir; huruf harus ditegakkan meski manusia tetap terikat.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus mengembalikan roh Sabat. Bagi-Nya, Sabat bukan penjara, melainkan ruang pemulihan. Aturan hanyalah sarana menuju kebaikan manusia dan kemuliaan Allah. Karena itu Ia berkata, “Seharusnyalah ia dilepaskan pada hari Sabat.” Logikanya sederhana: jika tali hewan saja boleh dilepas pada Sabat, apalagi seorang “anak Abraham”.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kontrasnya tajam. Legalisme melihat orang sebagai kasus dan menunda kebaikan: “Tunggu hari lain.” Kasih melihat pribadi dan bertindak hari ini: “Engkau dilepaskan.” Legalisme sibuk menjaga pagar; kasih sibuk membuka pintu. Legalisme mengeraskan hati; kasih meluruskan yang bengkok sampai manusia berdiri tegak memuliakan Allah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Bagaimana dengan kita? Aturan tetap perlu—ia melindungi. Namun ketika aturan menutup mata terhadap yang rapuh—lansia, difabel, dan mempunyai keterbatasan lain, maka kita harus kembali pada tujuan: memanusiakan manusia. Itu bisa berarti menyesuaikan liturgi agar lebih ramah, membuat jalur cepat pertolongan, atau sekadar duduk mendengar tanpa menghakimi.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pada Hari Ulang Tahun ke-37 penyatuan sinode Gereja Kristen Indonesia ini, marilah kita memeriksa diri: apakah gereja kita terus berjuang untuk memanusiakan manusia? Kiranya Tuhan menolong kita.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Wahyu Pramudya</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 24 Agustus 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 58:9b-14; Mazmur 103:1-8; Ibrani 12:18-29; Lukas 13:10-17</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Untuk apa aturan dibuat? Seperti lampu merah, ia menjaga hidup. Tetapi ketika ambulans rumah sakit melintas, semua orang paham: kasih memerintahkan kita memberikan jalan. Bayangkan seandainya kendaraan menolak memberikan jalan dan menepi, dengan alasan ketaatan pada aturan, maka orang yang berada di ambulans bisa saja mati karena terlambat tiba di rumah sakit. Aturan yang baik berubah menjadi belenggu ketika terlepas dari tujuannya: memanusiakan manusia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Di sinagoga pada hari Sabat, Yesus melihat seorang perempuan yang delapan belas tahun membungkuk. Ia memanggilnya, menumpangkan tangan, dan membebaskannya. Kepala rumah ibadat justru gusar: “Ada enam hari untuk bekerja!” Baginya, aturan adalah tujuan akhir; huruf harus ditegakkan meski manusia tetap terikat.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus mengembalikan roh Sabat. Bagi-Nya, Sabat bukan penjara, melainkan ruang pemulihan. Aturan hanyalah sarana menuju kebaikan manusia dan kemuliaan Allah. Karena itu Ia berkata, “Seharusnyalah ia dilepaskan pada hari Sabat.” Logikanya sederhana: jika tali hewan saja boleh dilepas pada Sabat, apalagi seorang “anak Abraham”.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kontrasnya tajam. Legalisme melihat orang sebagai kasus dan menunda kebaikan: “Tunggu hari lain.” Kasih melihat pribadi dan bertindak hari ini: “Engkau dilepaskan.” Legalisme sibuk menjaga pagar; kasih sibuk membuka pintu. Legalisme mengeraskan hati; kasih meluruskan yang bengkok sampai manusia berdiri tegak memuliakan Allah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Bagaimana dengan kita? Aturan tetap perlu—ia melindungi. Namun ketika aturan menutup mata terhadap yang rapuh—lansia, difabel, dan mempunyai keterbatasan lain, maka kita harus kembali pada tujuan: memanusiakan manusia. Itu bisa berarti menyesuaikan liturgi agar lebih ramah, membuat jalur cepat pertolongan, atau sekadar duduk mendengar tanpa menghakimi.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pada Hari Ulang Tahun ke-37 penyatuan sinode Gereja Kristen Indonesia ini, marilah kita memeriksa diri: apakah gereja kita terus berjuang untuk memanusiakan manusia? Kiranya Tuhan menolong kita.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Wahyu Pramudya</strong></h5> Kehadiran Kristen di Indonesia (Yeremia 23:23-29; Mazmur 82; Ibrani 11:29-12:2; Lukas 12:49-56) 2025-08-16T14:27:38+07:00 2025-08-16T14:27:38+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/kehadiran-kristen-di-indonesia-yeremia-23-23-29-mazmur-82-ibrani-11-29-12-2-lukas-12-49-56 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 17 Agustus 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 23:23-29; Mazmur 82; Ibrani 11:29-12:2; Lukas 12:49-56</strong></h5> <h5>Realitas Indonesia dan Pembelajaran Moral.<br>Saudara-saudara yang terkasih, beberapa bulan terakhir, kita menyaksikan maraknya berita tentang aksi gotong-royong warga di berbagai daerah yang dilanda bencana—mulai dari banjir bandang di Sumatera Barat, kebakaran di Kalimantan, hingga tanah longsor di Jawa Tengah. Di tengah minimnya bantuan resmi yang cepat datang, warga sekitar bergerak tanpa menunggu perintah: ada yang memasak untuk korban, ada yang mengangkut barang dengan perahu seadanya, ada yang membuka rumah mereka untuk pengungsi. Fenomena ini membuat banyak orang tersentuh—karena di saat yang sama, kita juga mendengar berita tentang orang-orang yang justru memanfaatkan situasi untuk keuntungan pribadi: menimbun bantuan, menaikkan harga kebutuhan pokok, atau menyebarkan hoaks demi kepentingan tertentu.</h5> <h5>Dua realitas ini mengajarkan kita satu hal penting: kemerdekaan bukan hanya soal bebas dari penjajahan, tetapi juga bebas untuk memilih sikap moral yang benar. Kita dihadapkan pada pilihan setiap hari—apakah kita akan menjadi bagian dari mereka yang membangun kehidupan bersama, atau mereka yang merusaknya demi kepentingan diri sendiri.<br>Sebagai umat Kristen yang hidup di Indonesia yang merayakan 80 tahun kemerdekaan, panggilan kita jelas: hadir di tengah bangsa bukan hanya sebagai penduduk, tetapi sebagai saksi kasih dan kebenaran Allah. Kita dipanggil untuk menjadi hadir seperti Allah yang “dekat” dalam Yeremia 23, berdoa seperti pemazmur dalam Mazmur 28, bertahan dalam iman seperti para saksi di Ibrani 11, dan membawa api pembaruan seperti Kristus dalam Lukas 12.</h5> <h5>1. Allah yang Dekat dan Kehadiran yang Mengubah (Yeremia 23:23–29)<br>Yeremia menyampaikan firman Tuhan: “Masakan Aku Allah yang dekat, dan bukan Allah yang jauh?” (ay. 23). Allah hadir secara aktif, bukan hanya mengamati dari jauh. Dia melihat setiap pikiran manusia dan menilai setiap tindakan kita.</h5> <h5>Kehadiran Allah yang dekat ini menjadi model bagi kita—umat Kristen di Indonesia—untuk hadir secara aktif di tengah masyarakat. Kita tidak cukup menjadi penonton peristiwa bangsa. Kehadiran Kristen harus seperti api dan palu (ay. 29):<br>• Api yang menghangatkan hati yang dingin karena ketidakpedulian.<br>• Palu yang memecahkan kebekuan moral dan mengoreksi ketidakbenaran.</h5> <h5>Jika kita diam, kita kehilangan kesempatan untuk menjadi wakil kehadiran Allah di tengah bangsa.</h5> <h5>2. Mengandalkan Tuhan di Tengah Ujian Bangsa (Mazmur 28)<br>Pemazmur berkata: “Kepadamu, ya TUHAN, gunung batuku, aku berseru” (ay. 1). Dalam konteks bangsa, doa ini mengingatkan kita bahwa kemerdekaan bukan berarti kita lepas dari tantangan. Tantangan baru selalu muncul: krisis moral, kesenjangan sosial, dan degradasi lingkungan. Kehadiran Kristen di Indonesia harus ditandai oleh doa yang konsisten dan keterlibatan yang nyata. Kita tidak hanya mengkritik pemerintah atau masyarakat dari pinggir, tetapi juga bersyafaat dan ikut bekerja membangun negeri. Bangsa ini butuh lebih banyak umat Kristen yang menghidupi semboyan: “Doakanlah mereka yang memerintah, supaya kita dapat hidup tenang dan tenteram” (1Tim. 2:2), sambil memberi kontribusi nyata dalam pekerjaan sehari-hari.</h5> <h5>3. Bertahan dengan Iman di Tengah Arus (Ibrani 11:29–12:2)<br>Penulis Ibrani mengingatkan bahwa para saksi iman bertahan dalam ujian—mereka berjalan di laut yang terbelah, meruntuhkan tembok Yerikho, bahkan bertahan dalam penderitaan.<br>Kehadiran Kristen di Indonesia menuntut keberanian untuk berbeda demi kebenaran. Iman membuat kita tidak hanyut dalam arus korupsi, intoleransi, atau hedonisme, tetapi tetap memandang kepada Yesus sebagai pusat hidup (12:2). Iman bukan sekadar keyakinan pribadi, tetapi komitmen publik yang terlihat dalam kejujuran bekerja, integritas dalam memimpin, dan kesetiaan melayani.</h5> <h5>4. Membawa Api Pembaruan dan Membaca Tanda Zaman (Lukas 12:49–56)<br>Yesus berkata: “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi” (ay. 49). Api Kristus adalah api yang memurnikan, membakar kebusukan moral, dan menerangi kegelapan. Kehadiran Kristen di Indonesia tidak selalu membuat semua orang nyaman—kadang justru memanggil pada pertobatan yang bisa memicu ketegangan. Yesus juga menegur orang yang bisa membaca cuaca tetapi tidak peka pada tanda zaman. Gereja harus peka terhadap konteks Indonesia hari ini—isu lingkungan, intoleransi, kesenjangan ekonomi, hingga tantangan generasi muda—dan memberi respons yang setia pada Injil.</h5> <h5>Panggilan di Usia 80 Tahun Kemerdekaan<br>Saudara-saudara, 80 tahun kemerdekaan adalah anugerah besar. Tapi anugerah itu datang dengan tanggung jawab: menghadirkan Allah yang dekat melalui kehidupan kita.<br>• Menjadi umat yang memperkuat persatuan, bukan menambah perpecahan.<br>• Menjadi umat yang menyalakan api pembaruan, bukan membiarkan apinya padam.<br>• Menjadi umat yang memegang iman teguh, bukan ikut arus yang merusak.</h5> <h5>Kiranya, ketika bangsa ini melihat kita, mereka bisa berkata: “Ada harapan, karena ada orang-orang yang menghadirkan kasih dan kebenaran Allah di sini.” Amin.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Pramudya Hidayat</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 17 Agustus 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 23:23-29; Mazmur 82; Ibrani 11:29-12:2; Lukas 12:49-56</strong></h5> <h5>Realitas Indonesia dan Pembelajaran Moral.<br>Saudara-saudara yang terkasih, beberapa bulan terakhir, kita menyaksikan maraknya berita tentang aksi gotong-royong warga di berbagai daerah yang dilanda bencana—mulai dari banjir bandang di Sumatera Barat, kebakaran di Kalimantan, hingga tanah longsor di Jawa Tengah. Di tengah minimnya bantuan resmi yang cepat datang, warga sekitar bergerak tanpa menunggu perintah: ada yang memasak untuk korban, ada yang mengangkut barang dengan perahu seadanya, ada yang membuka rumah mereka untuk pengungsi. Fenomena ini membuat banyak orang tersentuh—karena di saat yang sama, kita juga mendengar berita tentang orang-orang yang justru memanfaatkan situasi untuk keuntungan pribadi: menimbun bantuan, menaikkan harga kebutuhan pokok, atau menyebarkan hoaks demi kepentingan tertentu.</h5> <h5>Dua realitas ini mengajarkan kita satu hal penting: kemerdekaan bukan hanya soal bebas dari penjajahan, tetapi juga bebas untuk memilih sikap moral yang benar. Kita dihadapkan pada pilihan setiap hari—apakah kita akan menjadi bagian dari mereka yang membangun kehidupan bersama, atau mereka yang merusaknya demi kepentingan diri sendiri.<br>Sebagai umat Kristen yang hidup di Indonesia yang merayakan 80 tahun kemerdekaan, panggilan kita jelas: hadir di tengah bangsa bukan hanya sebagai penduduk, tetapi sebagai saksi kasih dan kebenaran Allah. Kita dipanggil untuk menjadi hadir seperti Allah yang “dekat” dalam Yeremia 23, berdoa seperti pemazmur dalam Mazmur 28, bertahan dalam iman seperti para saksi di Ibrani 11, dan membawa api pembaruan seperti Kristus dalam Lukas 12.</h5> <h5>1. Allah yang Dekat dan Kehadiran yang Mengubah (Yeremia 23:23–29)<br>Yeremia menyampaikan firman Tuhan: “Masakan Aku Allah yang dekat, dan bukan Allah yang jauh?” (ay. 23). Allah hadir secara aktif, bukan hanya mengamati dari jauh. Dia melihat setiap pikiran manusia dan menilai setiap tindakan kita.</h5> <h5>Kehadiran Allah yang dekat ini menjadi model bagi kita—umat Kristen di Indonesia—untuk hadir secara aktif di tengah masyarakat. Kita tidak cukup menjadi penonton peristiwa bangsa. Kehadiran Kristen harus seperti api dan palu (ay. 29):<br>• Api yang menghangatkan hati yang dingin karena ketidakpedulian.<br>• Palu yang memecahkan kebekuan moral dan mengoreksi ketidakbenaran.</h5> <h5>Jika kita diam, kita kehilangan kesempatan untuk menjadi wakil kehadiran Allah di tengah bangsa.</h5> <h5>2. Mengandalkan Tuhan di Tengah Ujian Bangsa (Mazmur 28)<br>Pemazmur berkata: “Kepadamu, ya TUHAN, gunung batuku, aku berseru” (ay. 1). Dalam konteks bangsa, doa ini mengingatkan kita bahwa kemerdekaan bukan berarti kita lepas dari tantangan. Tantangan baru selalu muncul: krisis moral, kesenjangan sosial, dan degradasi lingkungan. Kehadiran Kristen di Indonesia harus ditandai oleh doa yang konsisten dan keterlibatan yang nyata. Kita tidak hanya mengkritik pemerintah atau masyarakat dari pinggir, tetapi juga bersyafaat dan ikut bekerja membangun negeri. Bangsa ini butuh lebih banyak umat Kristen yang menghidupi semboyan: “Doakanlah mereka yang memerintah, supaya kita dapat hidup tenang dan tenteram” (1Tim. 2:2), sambil memberi kontribusi nyata dalam pekerjaan sehari-hari.</h5> <h5>3. Bertahan dengan Iman di Tengah Arus (Ibrani 11:29–12:2)<br>Penulis Ibrani mengingatkan bahwa para saksi iman bertahan dalam ujian—mereka berjalan di laut yang terbelah, meruntuhkan tembok Yerikho, bahkan bertahan dalam penderitaan.<br>Kehadiran Kristen di Indonesia menuntut keberanian untuk berbeda demi kebenaran. Iman membuat kita tidak hanyut dalam arus korupsi, intoleransi, atau hedonisme, tetapi tetap memandang kepada Yesus sebagai pusat hidup (12:2). Iman bukan sekadar keyakinan pribadi, tetapi komitmen publik yang terlihat dalam kejujuran bekerja, integritas dalam memimpin, dan kesetiaan melayani.</h5> <h5>4. Membawa Api Pembaruan dan Membaca Tanda Zaman (Lukas 12:49–56)<br>Yesus berkata: “Aku datang untuk melemparkan api ke bumi” (ay. 49). Api Kristus adalah api yang memurnikan, membakar kebusukan moral, dan menerangi kegelapan. Kehadiran Kristen di Indonesia tidak selalu membuat semua orang nyaman—kadang justru memanggil pada pertobatan yang bisa memicu ketegangan. Yesus juga menegur orang yang bisa membaca cuaca tetapi tidak peka pada tanda zaman. Gereja harus peka terhadap konteks Indonesia hari ini—isu lingkungan, intoleransi, kesenjangan ekonomi, hingga tantangan generasi muda—dan memberi respons yang setia pada Injil.</h5> <h5>Panggilan di Usia 80 Tahun Kemerdekaan<br>Saudara-saudara, 80 tahun kemerdekaan adalah anugerah besar. Tapi anugerah itu datang dengan tanggung jawab: menghadirkan Allah yang dekat melalui kehidupan kita.<br>• Menjadi umat yang memperkuat persatuan, bukan menambah perpecahan.<br>• Menjadi umat yang menyalakan api pembaruan, bukan membiarkan apinya padam.<br>• Menjadi umat yang memegang iman teguh, bukan ikut arus yang merusak.</h5> <h5>Kiranya, ketika bangsa ini melihat kita, mereka bisa berkata: “Ada harapan, karena ada orang-orang yang menghadirkan kasih dan kebenaran Allah di sini.” Amin.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Pramudya Hidayat</strong></h5> Melampaui Apa yang Kelihatan (Kejadian 15:1-6; Mazmur 33:12-22; Ibrani 11:1-3, 8-16; Lukas 12:32-40) 2025-08-09T15:25:05+07:00 2025-08-09T15:25:05+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/melampaui-apa-yang-kelihatan-kejadian-15-1-6-mazmur-33-12-22-ibrani-11-1-3-8-16-lukas-12-32-40 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 10 Agustus 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 15:1-6; Mazmur 33:12-22; Ibrani 11:1-3, 8-16; Lukas 12:32-40</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Hidup kita sering kali dibentuk oleh apa yang mata kita lihat. Kita merasa aman saat tabungan cukup, saat tubuh sehat, saat semua rencana berjalan sesuai harapan. Sebaliknya, kita mudah cemas ketika kenyataan tampak suram; usaha merugi, kesehatan menurun, relasi renggang. Padahal Tuhan sering kali bekerja di wilayah yang belum terlihat.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Abraham adalah contoh nyata. Di Kejadian 15, Tuhan berjanji akan memberinya keturunan seperti bintang di langit. Saat itu, Abraham sudah tua, istrinya mandul, dan secara manusia semua terlihat mustahil. Tetapi ia “percaya kepada Tuhan” (Kej. 15:6). Iman Abraham bukan hasil menutup mata dari kenyataan, melainkan keberanian memandang melampaui kenyataan; melihat Tuhan yang setia pada janji-Nya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pemazmur mengajak kita untuk berharap bukan pada kekuatan sendiri, tetapi pada kasih setia Tuhan yang mengawasi umat-Nya (Mzm. 33:18-22). Sementara penulis Ibrani mengingatkan: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibr. 11:1). Iman mengarahkan kita bukan pada apa yang ada di tangan sekarang, melainkan pada apa yang ada di tangan Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus dalam Lukas 12 menghibur murid-murid-Nya, “Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenan memberikan kamu Kerajaan itu.” Yesus mengajarkan agar kita berjaga-jaga, bukan dengan kecemasan, tetapi dengan keyakinan bahwa warisan kita di surga jauh lebih pasti daripada harta yang bisa rusak di bumi.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Namun, jika kita jujur, melampaui apa yang kelihatan itu tidak mudah. Kita hidup di dunia yang menuntut bukti instan. Saat doa belum terjawab, kita bertanya-tanya: “Apakah Tuhan mendengarkan?” Saat jalan terasa buntu, iman kita mudah goyah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Di sinilah iman menjadi perjalanan, bukan perasaan sesaat. Iman mengajak kita menafsir ulang realitas. Kita mungkin melihat sakit, tetapi iman melihat penghiburan yang Tuhan beri. Kita mungkin melihat kekurangan, tetapi iman melihat penyertaan yang cukup. Kita mungkin melihat masa depan yang buram, tetapi iman melihat janji Tuhan yang pasti. Kiranya kita terus berjalan dengan iman, seperti Abraham, yang percaya walau belum melihat. Sebab pada akhirnya, yang kelihatan itu sementara, tetapi yang tidak kelihatan itulah yang kekal.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Devina E. Minerva</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 10 Agustus 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 15:1-6; Mazmur 33:12-22; Ibrani 11:1-3, 8-16; Lukas 12:32-40</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Hidup kita sering kali dibentuk oleh apa yang mata kita lihat. Kita merasa aman saat tabungan cukup, saat tubuh sehat, saat semua rencana berjalan sesuai harapan. Sebaliknya, kita mudah cemas ketika kenyataan tampak suram; usaha merugi, kesehatan menurun, relasi renggang. Padahal Tuhan sering kali bekerja di wilayah yang belum terlihat.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Abraham adalah contoh nyata. Di Kejadian 15, Tuhan berjanji akan memberinya keturunan seperti bintang di langit. Saat itu, Abraham sudah tua, istrinya mandul, dan secara manusia semua terlihat mustahil. Tetapi ia “percaya kepada Tuhan” (Kej. 15:6). Iman Abraham bukan hasil menutup mata dari kenyataan, melainkan keberanian memandang melampaui kenyataan; melihat Tuhan yang setia pada janji-Nya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pemazmur mengajak kita untuk berharap bukan pada kekuatan sendiri, tetapi pada kasih setia Tuhan yang mengawasi umat-Nya (Mzm. 33:18-22). Sementara penulis Ibrani mengingatkan: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibr. 11:1). Iman mengarahkan kita bukan pada apa yang ada di tangan sekarang, melainkan pada apa yang ada di tangan Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus dalam Lukas 12 menghibur murid-murid-Nya, “Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenan memberikan kamu Kerajaan itu.” Yesus mengajarkan agar kita berjaga-jaga, bukan dengan kecemasan, tetapi dengan keyakinan bahwa warisan kita di surga jauh lebih pasti daripada harta yang bisa rusak di bumi.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Namun, jika kita jujur, melampaui apa yang kelihatan itu tidak mudah. Kita hidup di dunia yang menuntut bukti instan. Saat doa belum terjawab, kita bertanya-tanya: “Apakah Tuhan mendengarkan?” Saat jalan terasa buntu, iman kita mudah goyah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Di sinilah iman menjadi perjalanan, bukan perasaan sesaat. Iman mengajak kita menafsir ulang realitas. Kita mungkin melihat sakit, tetapi iman melihat penghiburan yang Tuhan beri. Kita mungkin melihat kekurangan, tetapi iman melihat penyertaan yang cukup. Kita mungkin melihat masa depan yang buram, tetapi iman melihat janji Tuhan yang pasti. Kiranya kita terus berjalan dengan iman, seperti Abraham, yang percaya walau belum melihat. Sebab pada akhirnya, yang kelihatan itu sementara, tetapi yang tidak kelihatan itulah yang kekal.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Devina E. Minerva</strong></h5> Menjaring Angin (Pengkhotbah 1:12-14, 2:18-23; Mazmur 49:1-12; Kolose 3:1-11; Lukas 12:13-21) 2025-08-02T15:52:01+07:00 2025-08-02T15:52:01+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/menjaring-angin-pengkhotbah-1-12-14-2-18-23-mazmur-49-1-12-kolose-3-1-11-lukas-12-13-21 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 3 Agustus 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Pengkhotbah 1:12-14, 2:18-23; Mazmur 49:1-12; Kolose 3:1-11; Lukas 12:13-21</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Bacaan Injil hari ini mengisahkan tentang seorang yang datang kepada Yesus dan meminta Yesus untuk menyelesaikan perkara pembagian warisan dengan saudaranya (Lukas 12:13-21). Namun Tuhan Yesus menolak, katanya: “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu? ... Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seseorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari kekayaannya itu.” Dari jawaban yang Yesus berikan secara implisit tampak di ayat 15 ada ketamakan dalam diri orang yang berperkara tersebut sehingga ingin punya harta yang berlimpah dan membuat hidupnya tergantung pada harta itu.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Selanjutnya Yesus mengajarkan perumpamaan tentang seorang yang kaya dan berlimpah-limpah hartanya. Ia terus memperluas lumbung-lumbungnya dan tempat-tempat penyimpanan kekayaannya. Dan karena banyak hartanya itulah ia bisa merasakan ketenangan dan kesenangan jiwanya. Namun pada malam itu juga, jiwanya diambil Tuhan. Lalu untuk apakah semua itu?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dari perumpamaan ini kita belajar beberapa hal:<br>(1). Yesus tidak anti kekayaan, tetapi Ia anti ketamakan<br>Mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan menjadi kaya tentu sah-sah saja dan tidak salah, namun ketamakan hanya membuat orang fokus pada mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya untuk diri sendiri. Pada gilirannya, orang yang tamak akan menghalalkan segala cara untuk memperbanyak hartanya: bisa dengan berlaku tidak adil pada para pekerjanya, memeras mereka yang lemah, menipu orang lain dan menjadi pribadi yang begitu egois dan pelit untuk berbagi dengan sesama<br>Yesus menegur orang yang sedang berperkara warisan dengan saudaranya itu, bisa jadi karena Ia tahu sebenarnya tanpa warisan itupun dibagi, orang tersebut sudah punya cukup harta untuk dinikmati; namun ia ingin lebih lagi dan mulai mengorek-ngorek bagian yang mestinya bisa dinikmati saudaranya yang lebih membutuhkan<br>Karena ketamakan untuk memperoleh harta yang lebih banyak lagi, kadang hubungan persaudaraan dikorbankan. Ketamakan itu membuat seseorang hanya memikirkan dirinya sendiri dan melupakan kebutuhan orang lain. Inilah yang Yesus tentang.</h5> <h5 style="text-align: justify;">(2). Yesus mendorong kita untuk kaya di hadapan Tuhan<br>Mengumpulkan harta di dunia, tidak Yesus larang. Ia tidak memerintahkan kita untuk berdiam diri saja dan jatuh miskin tanpa usaha. Namun kata-Nya: “Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat” (Luk 12:33). Karenanya bagi Yesus lebih penting mengumpulkan harta di sorga dan menjadi kaya di hadapan Tuhan: kaya dalam hal kasih. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Di sisi lain, hal mengumpulkan harta di dunia hanyalah berakhir dengan kesia-siaan. Seperti kata Pengkhotbah: “Kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia... Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin” (Pkh 1:2,14). </h5> <h5 style="text-align: justify;">Orang yang tamak dan hanya memikirkan diri sendiri tentu akan berpikiran: “sia-sia apa yang saya kumpulkan dengan jerih lelah ini, nanti yang nikmati orang lain”. Tidak demikian dengan orang yang mengumpulkan harta di sorga dan kaya di hadapan Tuhan. Kita berjerih lelah melakukan kebaikan dengan sukacita, tidak menyerah dengan berbagai pergumulan hidup, berusaha optimal untuk menjadi berkat bagi yang lain.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Menjadi kaya dan punya banyak uang bukanlah dosa dan tidak dilarang oleh Tuhan. Tuhan Yesus tidak anti kekayaan. Yang Tuhan Yesus ingatkan adalah jangan sampai kita jadi lupa diri, lupa sesama dan lupa Tuhan saat kita mengejar harta sehingga kerja keras dan usaha kita akhirnya sia-sia, seperti upaya menjaring angin.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mari nikmati hidup yang terberkati dalam pemeliharaan Tuhan. Hidup yang terberkati bukanlah melulu hidup yang berlimpah dengan kekayaan. Hidup yang terberkati adalah ketika dengan kekayaan yang kita punyai kita bisa berbagi dengan sesama sehingga menjadi kaya di hadapan Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Danny Purnama</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 3 Agustus 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Pengkhotbah 1:12-14, 2:18-23; Mazmur 49:1-12; Kolose 3:1-11; Lukas 12:13-21</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Bacaan Injil hari ini mengisahkan tentang seorang yang datang kepada Yesus dan meminta Yesus untuk menyelesaikan perkara pembagian warisan dengan saudaranya (Lukas 12:13-21). Namun Tuhan Yesus menolak, katanya: “Saudara, siapakah yang telah mengangkat Aku menjadi hakim atau pengantara atas kamu? ... Berjaga-jagalah dan waspadalah terhadap segala ketamakan, sebab walaupun seseorang berlimpah-limpah hartanya, hidupnya tidaklah tergantung dari kekayaannya itu.” Dari jawaban yang Yesus berikan secara implisit tampak di ayat 15 ada ketamakan dalam diri orang yang berperkara tersebut sehingga ingin punya harta yang berlimpah dan membuat hidupnya tergantung pada harta itu.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Selanjutnya Yesus mengajarkan perumpamaan tentang seorang yang kaya dan berlimpah-limpah hartanya. Ia terus memperluas lumbung-lumbungnya dan tempat-tempat penyimpanan kekayaannya. Dan karena banyak hartanya itulah ia bisa merasakan ketenangan dan kesenangan jiwanya. Namun pada malam itu juga, jiwanya diambil Tuhan. Lalu untuk apakah semua itu?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dari perumpamaan ini kita belajar beberapa hal:<br>(1). Yesus tidak anti kekayaan, tetapi Ia anti ketamakan<br>Mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya dan menjadi kaya tentu sah-sah saja dan tidak salah, namun ketamakan hanya membuat orang fokus pada mengumpulkan harta sebanyak-banyaknya untuk diri sendiri. Pada gilirannya, orang yang tamak akan menghalalkan segala cara untuk memperbanyak hartanya: bisa dengan berlaku tidak adil pada para pekerjanya, memeras mereka yang lemah, menipu orang lain dan menjadi pribadi yang begitu egois dan pelit untuk berbagi dengan sesama<br>Yesus menegur orang yang sedang berperkara warisan dengan saudaranya itu, bisa jadi karena Ia tahu sebenarnya tanpa warisan itupun dibagi, orang tersebut sudah punya cukup harta untuk dinikmati; namun ia ingin lebih lagi dan mulai mengorek-ngorek bagian yang mestinya bisa dinikmati saudaranya yang lebih membutuhkan<br>Karena ketamakan untuk memperoleh harta yang lebih banyak lagi, kadang hubungan persaudaraan dikorbankan. Ketamakan itu membuat seseorang hanya memikirkan dirinya sendiri dan melupakan kebutuhan orang lain. Inilah yang Yesus tentang.</h5> <h5 style="text-align: justify;">(2). Yesus mendorong kita untuk kaya di hadapan Tuhan<br>Mengumpulkan harta di dunia, tidak Yesus larang. Ia tidak memerintahkan kita untuk berdiam diri saja dan jatuh miskin tanpa usaha. Namun kata-Nya: “Buatlah bagimu pundi-pundi yang tidak dapat menjadi tua, suatu harta di sorga yang tidak akan habis, yang tidak dapat didekati pencuri dan yang tidak dirusakkan ngengat” (Luk 12:33). Karenanya bagi Yesus lebih penting mengumpulkan harta di sorga dan menjadi kaya di hadapan Tuhan: kaya dalam hal kasih. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Di sisi lain, hal mengumpulkan harta di dunia hanyalah berakhir dengan kesia-siaan. Seperti kata Pengkhotbah: “Kesia-siaan belaka, segala sesuatu adalah sia-sia... Aku telah melihat segala perbuatan yang dilakukan orang di bawah matahari, tetapi lihatlah segala sesuatu adalah kesia-siaan dan usaha menjaring angin” (Pkh 1:2,14). </h5> <h5 style="text-align: justify;">Orang yang tamak dan hanya memikirkan diri sendiri tentu akan berpikiran: “sia-sia apa yang saya kumpulkan dengan jerih lelah ini, nanti yang nikmati orang lain”. Tidak demikian dengan orang yang mengumpulkan harta di sorga dan kaya di hadapan Tuhan. Kita berjerih lelah melakukan kebaikan dengan sukacita, tidak menyerah dengan berbagai pergumulan hidup, berusaha optimal untuk menjadi berkat bagi yang lain.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Menjadi kaya dan punya banyak uang bukanlah dosa dan tidak dilarang oleh Tuhan. Tuhan Yesus tidak anti kekayaan. Yang Tuhan Yesus ingatkan adalah jangan sampai kita jadi lupa diri, lupa sesama dan lupa Tuhan saat kita mengejar harta sehingga kerja keras dan usaha kita akhirnya sia-sia, seperti upaya menjaring angin.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mari nikmati hidup yang terberkati dalam pemeliharaan Tuhan. Hidup yang terberkati bukanlah melulu hidup yang berlimpah dengan kekayaan. Hidup yang terberkati adalah ketika dengan kekayaan yang kita punyai kita bisa berbagi dengan sesama sehingga menjadi kaya di hadapan Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Danny Purnama</strong></h5> Dia Hanya Sejauh Doa (Kejadian 18:20-32; Mazmur 138; Kolose 2:6-15; Lukas 11:1-13) 2025-07-26T14:47:13+07:00 2025-07-26T14:47:13+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/dia-hanya-sejauh-doa-kejadian-18-20-32-mazmur-138-kolose-2-6-15-lukas-11-1-13 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 27 Juli 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 18:20-32; Mazmur 138; Kolose 2:6-15; Lukas 11:1-13</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Doa adalah nafas dalam kehidupan sebagai orang Kristen, berarti doa perlu dinaikkan tak putus-putusnya dalam tiap waktu dan segala situasi. Ketika dalam keadaan sukacita kita berdoa mengungkap syukur, apalagi dalam kesusahan kita akan lebih giat berdoa. Doa adalah nafas, berarti bagi kita doa adalah kebutuhan dasar untuk membangun relasi intim dengan Tuhan yang menghidupkan kita. Doa bukan hanya berisi sederetan permintaan/ keinginan kita, namun doa seharusnya sarana untuk semakin mengenal/ memahami Tuhan kita. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita diajarkan Tuhan Yesus menyebut Allah sebagai Bapa, itu berarti sapaan yang hangat dan akrab, sehingga kita tidak perlu ragu-ragu untuk berseru memohon pertolongan-Nya. Seorang Bapa pasti mengerti apa yang dibutuhkan oleh anak-anak-Nya, sehingga Ia pasti akan memberi yang terbaik, bahkan melebihi dari yang diminta. Relasi yang dekat antara anak dan Bapa membuat kita menjadikan doa sebagai percakapan yang dalam dan terbuka, menghasilkan ketenangan jiwa, sebagaimana disaksikan oleh Pemazmur; “Hanya dekat Allah saja aku tenang.” (Mzm 62:2) </h5> <h5 style="text-align: justify;">Doa yang sejati fokusnya justru bukan untuk kepentingan diri kita sendiri, namun untuk keselamatan orang lain. Seperti Abraham yang memohon kepada Allah agar Allah tidak melenyapkan orang benar bersama orang fasik yang ada di Sodom dan Gomora. Kedekatan Abraham dengan Allah membuat dia berani melakukan tawar menawar dengan Allah untuk keselamatan orang benar, mulai dari 50 orang benar, 45, 40, 30, 20, 10. Kepedulian Abraham terhadap orang benar membuat dia gigih dalam meminta kepada Allah, sampai ia disadarkan bahwa memang ternyata tidak ada sepuluh orang benar di Sodom dan Gomora. Doanya bukan tidak dijawab, namun keputusan Allah memang adil adanya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Karena itu marilah kita makin bersungguh-sungguh membangun relasi yang intim dengan Tuhan dalam doa, sehingga kita tahu bagaimana harus meminta kepada Tuhan. Yakinlah bahwa sang Bapa mengerti persoalan kita anak-Nya, sebagaimana dalam Efesus 3:20 “Bagi Dia yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita.” Amin.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Melani Ayub Egne</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 27 Juli 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 18:20-32; Mazmur 138; Kolose 2:6-15; Lukas 11:1-13</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Doa adalah nafas dalam kehidupan sebagai orang Kristen, berarti doa perlu dinaikkan tak putus-putusnya dalam tiap waktu dan segala situasi. Ketika dalam keadaan sukacita kita berdoa mengungkap syukur, apalagi dalam kesusahan kita akan lebih giat berdoa. Doa adalah nafas, berarti bagi kita doa adalah kebutuhan dasar untuk membangun relasi intim dengan Tuhan yang menghidupkan kita. Doa bukan hanya berisi sederetan permintaan/ keinginan kita, namun doa seharusnya sarana untuk semakin mengenal/ memahami Tuhan kita. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita diajarkan Tuhan Yesus menyebut Allah sebagai Bapa, itu berarti sapaan yang hangat dan akrab, sehingga kita tidak perlu ragu-ragu untuk berseru memohon pertolongan-Nya. Seorang Bapa pasti mengerti apa yang dibutuhkan oleh anak-anak-Nya, sehingga Ia pasti akan memberi yang terbaik, bahkan melebihi dari yang diminta. Relasi yang dekat antara anak dan Bapa membuat kita menjadikan doa sebagai percakapan yang dalam dan terbuka, menghasilkan ketenangan jiwa, sebagaimana disaksikan oleh Pemazmur; “Hanya dekat Allah saja aku tenang.” (Mzm 62:2) </h5> <h5 style="text-align: justify;">Doa yang sejati fokusnya justru bukan untuk kepentingan diri kita sendiri, namun untuk keselamatan orang lain. Seperti Abraham yang memohon kepada Allah agar Allah tidak melenyapkan orang benar bersama orang fasik yang ada di Sodom dan Gomora. Kedekatan Abraham dengan Allah membuat dia berani melakukan tawar menawar dengan Allah untuk keselamatan orang benar, mulai dari 50 orang benar, 45, 40, 30, 20, 10. Kepedulian Abraham terhadap orang benar membuat dia gigih dalam meminta kepada Allah, sampai ia disadarkan bahwa memang ternyata tidak ada sepuluh orang benar di Sodom dan Gomora. Doanya bukan tidak dijawab, namun keputusan Allah memang adil adanya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Karena itu marilah kita makin bersungguh-sungguh membangun relasi yang intim dengan Tuhan dalam doa, sehingga kita tahu bagaimana harus meminta kepada Tuhan. Yakinlah bahwa sang Bapa mengerti persoalan kita anak-Nya, sebagaimana dalam Efesus 3:20 “Bagi Dia yang dapat melakukan jauh lebih banyak daripada yang kita doakan atau pikirkan, seperti yang ternyata dari kuasa yang bekerja di dalam kita.” Amin.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Melani Ayub Egne</strong></h5> Keramahan, Bukan Kemarahan (Kejadian 18:1-10a; Mazmur 15; Kolose 1:15-28; Lukas 10:38-42) 2025-07-19T15:09:07+07:00 2025-07-19T15:09:07+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/keramahan-bukan-kemarahan-kejadian-18-1-10a-mazmur-15-kolose-1-15-28-lukas-10-38-42 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 20 Juli 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 18:1-10a; Mazmur 15; Kolose 1:15-28; Lukas 10:38-42</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;"><em>Kind words can be short and easy to speak, but their echoes are truly endless</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Ini merupakan quotes yang disampaikan oleh Mother Teresa. <em>Quotes</em> ini mengingatkan kepada kita bahwa kata-kata baik bisa singkat dan mudah diucapkan, tetapi gaungnya sungguh tak ada habisnya/dampaknya bisa sangat besar. Ya, benar adanya. Perkataan yang baik atau perbuatan yang penuh keramahtamahan bisa berdampak besar yakni memulihkan luka, memberikan harapan, menciptakan rasa nyaman, dihargai, dan dicintai. Lain halnya jika perkataan kasar atau perbuatan tidak ramah yang dilakukan, pasti menghadirkan luka, mematahkan pengharapan, dan membuat seseorang <em>insecure</em>. Oleh sebab itu, kita perlu terus hidup dalam keramahtamahan agar kehadiran kita dapat bermakna dan berdampak baik.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sikap ramah tamah turut diteladankan oleh Abraham saat menyambut tiga orang tamu asing di kemahnya. Ketika melihat ada tamu, Abraham langsung berlari dari pintu kemah menyongsong mereka. Lalu apa yang dilakukan Abraham? Ia bersujud, menawarkan air, tempat istirahat, dan makanan. Abraham mengizinkan tamunya beristirahat dan menjamu dengan makanan terbaik bertujuan agar para tamunya tetap sehat, kuat, dan segar sebelum melanjutkan kembali perjalanannya. Abraham pun meyakini bahwa kedatangan tamu merupakan sebuah kehormatan baginya, Abraham mendapatkan kasih serta perkenanan dari para tamu. Hospitalitas yang ditunjukan oleh Abraham membawa pemulihan; baik pemulihan fisik maupun batin bagi para tamunya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sikap keramahtamahan mulanya dilakukan juga oleh Maria dan Marta ketika menyambut Yesus di rumah mereka. Namun sayangnya sikap keramahtamahan Marta justru berujung dengan kemarahan. Maria menyambut Yesus dengan duduk dekat kaki Yesus dan mendengarkan perkataan-Nya, dan Marta menyambut Yesus dengan menyiapkan hidangan yang terbaik bagi Yesus dan murid-murid-Nya. Tidak ada yang keliru dari keduanya, mereka memang berbeda metode/cara dalam menyambut Yesus. Namun yang menjadi keliru ialah ketika Marta justru menegur Yesus dan Maria. Bisa jadi karena Marta merasa kelelahan dan repot dengan pelayanannya. Marta kehilangan fokus pelayanannya, sehingga panas hati dan diliputi rasa kesal. Sebuah keramahtamahan yang berubah menjadi sebuah kemarahan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Minggu ini kita diundang untuk menghadirkan sikap keramahtamahan kepada orang-orang disekitar kita. Belajar untuk tidak mudah marah-marah, tidak mengumpat, tidak menghakimi, dan mengesampingkan ego diri kita sendiri. Hidup dalam keramahtamahan akan menciptakan kedamaian, sedangkan hidup dalam kemarahan akan menciptakan pertikaian. Mazmur 37:8 “Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan geram, itu hanya membawa kepada kejahatan”</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Erma P. Kristiyono</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 20 Juli 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 18:1-10a; Mazmur 15; Kolose 1:15-28; Lukas 10:38-42</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;"><em>Kind words can be short and easy to speak, but their echoes are truly endless</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Ini merupakan quotes yang disampaikan oleh Mother Teresa. <em>Quotes</em> ini mengingatkan kepada kita bahwa kata-kata baik bisa singkat dan mudah diucapkan, tetapi gaungnya sungguh tak ada habisnya/dampaknya bisa sangat besar. Ya, benar adanya. Perkataan yang baik atau perbuatan yang penuh keramahtamahan bisa berdampak besar yakni memulihkan luka, memberikan harapan, menciptakan rasa nyaman, dihargai, dan dicintai. Lain halnya jika perkataan kasar atau perbuatan tidak ramah yang dilakukan, pasti menghadirkan luka, mematahkan pengharapan, dan membuat seseorang <em>insecure</em>. Oleh sebab itu, kita perlu terus hidup dalam keramahtamahan agar kehadiran kita dapat bermakna dan berdampak baik.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sikap ramah tamah turut diteladankan oleh Abraham saat menyambut tiga orang tamu asing di kemahnya. Ketika melihat ada tamu, Abraham langsung berlari dari pintu kemah menyongsong mereka. Lalu apa yang dilakukan Abraham? Ia bersujud, menawarkan air, tempat istirahat, dan makanan. Abraham mengizinkan tamunya beristirahat dan menjamu dengan makanan terbaik bertujuan agar para tamunya tetap sehat, kuat, dan segar sebelum melanjutkan kembali perjalanannya. Abraham pun meyakini bahwa kedatangan tamu merupakan sebuah kehormatan baginya, Abraham mendapatkan kasih serta perkenanan dari para tamu. Hospitalitas yang ditunjukan oleh Abraham membawa pemulihan; baik pemulihan fisik maupun batin bagi para tamunya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sikap keramahtamahan mulanya dilakukan juga oleh Maria dan Marta ketika menyambut Yesus di rumah mereka. Namun sayangnya sikap keramahtamahan Marta justru berujung dengan kemarahan. Maria menyambut Yesus dengan duduk dekat kaki Yesus dan mendengarkan perkataan-Nya, dan Marta menyambut Yesus dengan menyiapkan hidangan yang terbaik bagi Yesus dan murid-murid-Nya. Tidak ada yang keliru dari keduanya, mereka memang berbeda metode/cara dalam menyambut Yesus. Namun yang menjadi keliru ialah ketika Marta justru menegur Yesus dan Maria. Bisa jadi karena Marta merasa kelelahan dan repot dengan pelayanannya. Marta kehilangan fokus pelayanannya, sehingga panas hati dan diliputi rasa kesal. Sebuah keramahtamahan yang berubah menjadi sebuah kemarahan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Minggu ini kita diundang untuk menghadirkan sikap keramahtamahan kepada orang-orang disekitar kita. Belajar untuk tidak mudah marah-marah, tidak mengumpat, tidak menghakimi, dan mengesampingkan ego diri kita sendiri. Hidup dalam keramahtamahan akan menciptakan kedamaian, sedangkan hidup dalam kemarahan akan menciptakan pertikaian. Mazmur 37:8 “Berhentilah marah dan tinggalkanlah panas hati itu, jangan geram, itu hanya membawa kepada kejahatan”</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Erma P. Kristiyono</strong></h5> Menjadi Sesama Manusia (Ulangan 30:9-14; Mazmur 25:1-10; Kolose 1:1-14; Lukas 10:25-37) 2025-07-12T14:13:17+07:00 2025-07-12T14:13:17+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/menjadi-sesama-manusia-ulangan-30-9-14-mazmur-25-1-10-kolose-1-1-14-lukas-10-25-37 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 13 Juli 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Ulangan 30:9-14; Mazmur 25:1-10; Kolose 1:1-14; Lukas 10:25-37</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Saudara-saudari yang terkasih di dalam Kristus, beberapa waktu lalu, sebuah video menyentuh hati banyak orang di media sosial. Seorang pengemudi ojek online menghentikan motornya di tengah hujan lebat. Ia turun, berjalan tergesa-gesa, dan menolong seorang kakek renta yang kesulitan menyeberang jalan. Tidak ada kamera media, tidak ada panggung, tidak ada pamrih. Hanya tubuh yang basah kuyup dan hati yang rela mengasihi. Orang-orang menulis di kolom komentar: “Inilah sesama manusia yang sejati.” Video itu viral bukan karena dramanya, tetapi karena kelangkaan kasih yang tulus dalam kehidupan kita hari-hari ini.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hari ini kita merenungkan empat bacaan leksionaris yang mengarahkan hati kita kepada satu pesan yang sama: menjadi sesama manusia bukanlah perintah yang sulit atau jauh, melainkan panggilan hidup sehari-hari. Dalam Ulangan 30, Musa mengingatkan bahwa perintah Tuhan bukanlah sesuatu yang berada di langit atau tersembunyi di seberang laut. Firman itu dekat—di dalam mulut dan hati kita (ay.14). Artinya, hidup dalam kasih bukanlah hal yang mustahil. Kita tidak membutuhkan kekuatan luar biasa untuk mengasihi; kita hanya perlu kepekaan untuk hadir bagi sesama dalam momen sederhana namun bermakna.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mazmur 25 mengajarkan bahwa kasih dan kesetiaan adalah jalan Tuhan. Pemazmur memohon agar Tuhan menunjukkan jalannya—sebuah pengakuan bahwa manusia tidak bisa dengan sendirinya menjadi baik. Kita butuh dibentuk oleh kasih Tuhan agar hidup kita pun bisa memancarkan kasih itu kepada orang lain.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Kolose 1, Paulus berdoa agar jemaat dipenuhi hikmat dan pengertian supaya mereka hidup berkenan kepada Allah dan berbuah dalam segala pekerjaan yang baik. Perhatikan, buah tidak muncul begitu saja; ia tumbuh dari akar yang dalam. Menjadi sesama yang sejati hanya mungkin jika hidup kita tertanam dalam kasih dan pengenalan akan Kristus.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Akhirnya, dalam Lukas 10:25–37, Yesus membalikkan pertanyaan ahli Taurat. Bukan lagi, “Siapakah sesamaku?” melainkan, “Apakah aku menjadi sesama bagi orang lain?” Dalam perumpamaan itu, sang imam dan orang Lewi lewat begitu saja. Hanya orang Samaria—yang secara budaya dianggap asing—yang berhenti, mendekat, dan merawat luka si korban. Yesus menutup perumpamaan itu dengan berkata: “Pergilah, dan perbuatlah demikian!” (ay.37).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Menjadi sesama manusia berarti hadir di tengah dunia yang sibuk dengan wajah yang peduli, tangan yang terulur, dan hati yang bersedia mengasihi. Bukan demi pujian, bukan demi sorotan, tetapi karena Kristus telah lebih dahulu menjadi sesama bagi kita.<br>Saudara-saudari, jangan tunda untuk menjadi sesama. Jangan tunggu kondisi ideal atau momen besar. Kasih itu hadir dalam yang kecil: perhatian, pelukan, senyuman, mendengarkan, dan menemani. Sebab dalam setiap tindakan kasih, sesungguhnya kita sedang menghadirkan wajah Allah yang hidup di tengah dunia. Amin.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Pramudya Hidayat</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 13 Juli 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Ulangan 30:9-14; Mazmur 25:1-10; Kolose 1:1-14; Lukas 10:25-37</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Saudara-saudari yang terkasih di dalam Kristus, beberapa waktu lalu, sebuah video menyentuh hati banyak orang di media sosial. Seorang pengemudi ojek online menghentikan motornya di tengah hujan lebat. Ia turun, berjalan tergesa-gesa, dan menolong seorang kakek renta yang kesulitan menyeberang jalan. Tidak ada kamera media, tidak ada panggung, tidak ada pamrih. Hanya tubuh yang basah kuyup dan hati yang rela mengasihi. Orang-orang menulis di kolom komentar: “Inilah sesama manusia yang sejati.” Video itu viral bukan karena dramanya, tetapi karena kelangkaan kasih yang tulus dalam kehidupan kita hari-hari ini.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hari ini kita merenungkan empat bacaan leksionaris yang mengarahkan hati kita kepada satu pesan yang sama: menjadi sesama manusia bukanlah perintah yang sulit atau jauh, melainkan panggilan hidup sehari-hari. Dalam Ulangan 30, Musa mengingatkan bahwa perintah Tuhan bukanlah sesuatu yang berada di langit atau tersembunyi di seberang laut. Firman itu dekat—di dalam mulut dan hati kita (ay.14). Artinya, hidup dalam kasih bukanlah hal yang mustahil. Kita tidak membutuhkan kekuatan luar biasa untuk mengasihi; kita hanya perlu kepekaan untuk hadir bagi sesama dalam momen sederhana namun bermakna.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mazmur 25 mengajarkan bahwa kasih dan kesetiaan adalah jalan Tuhan. Pemazmur memohon agar Tuhan menunjukkan jalannya—sebuah pengakuan bahwa manusia tidak bisa dengan sendirinya menjadi baik. Kita butuh dibentuk oleh kasih Tuhan agar hidup kita pun bisa memancarkan kasih itu kepada orang lain.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Kolose 1, Paulus berdoa agar jemaat dipenuhi hikmat dan pengertian supaya mereka hidup berkenan kepada Allah dan berbuah dalam segala pekerjaan yang baik. Perhatikan, buah tidak muncul begitu saja; ia tumbuh dari akar yang dalam. Menjadi sesama yang sejati hanya mungkin jika hidup kita tertanam dalam kasih dan pengenalan akan Kristus.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Akhirnya, dalam Lukas 10:25–37, Yesus membalikkan pertanyaan ahli Taurat. Bukan lagi, “Siapakah sesamaku?” melainkan, “Apakah aku menjadi sesama bagi orang lain?” Dalam perumpamaan itu, sang imam dan orang Lewi lewat begitu saja. Hanya orang Samaria—yang secara budaya dianggap asing—yang berhenti, mendekat, dan merawat luka si korban. Yesus menutup perumpamaan itu dengan berkata: “Pergilah, dan perbuatlah demikian!” (ay.37).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Menjadi sesama manusia berarti hadir di tengah dunia yang sibuk dengan wajah yang peduli, tangan yang terulur, dan hati yang bersedia mengasihi. Bukan demi pujian, bukan demi sorotan, tetapi karena Kristus telah lebih dahulu menjadi sesama bagi kita.<br>Saudara-saudari, jangan tunda untuk menjadi sesama. Jangan tunggu kondisi ideal atau momen besar. Kasih itu hadir dalam yang kecil: perhatian, pelukan, senyuman, mendengarkan, dan menemani. Sebab dalam setiap tindakan kasih, sesungguhnya kita sedang menghadirkan wajah Allah yang hidup di tengah dunia. Amin.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Pramudya Hidayat</strong></h5> Ditunjuk, Diutus, dan Diperlengkapi (Yesaya 66:10-14; Mazmur 66:1-9; Galatia 6:7-16; Lukas 10:1-11, 16-20) 2025-07-05T08:14:50+07:00 2025-07-05T08:14:50+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/ditunjuk-diutus-dan-diperlengkapi-yesaya-66-10-14-mazmur-66-1-9-galatia-6-7-16-lukas-10-1-11-16-20 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 6 Juli 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 66:10-14; Mazmur 66:1-9; Galatia 6:7-16; Lukas 10:1-11, 16-20</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Tidak semua orang merasa dirinya benar-benar dipanggil oleh Tuhan. Banyak dari kita mungkin merasa terlalu biasa, terlalu lemah, terlalu sibuk, terlalu tidak layak. Tapi justru di situlah letak kekuatan panggilan Tuhan. Bahwa Tuhan tidak menunjuk mereka yang sempurna, melainkan mereka yang bersedia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Lukas 10, Yesus mengutus tujuh puluh murid-Nya, untuk pergi ke kota-kota yang akan Ia kunjungi. Ia tahu betul bahwa perjalanan mereka tidak akan mudah. Yesus berkata, “Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.” Ini bukan gambaran yang nyaman. Justru ini adalah peringatan bahwa hidup sebagai utusan Tuhan berarti berjalan di jalan yang tidak selalu nyaman.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Namun, yang menguatkan: Tuhan tidak pernah mengutus kita tanpa penyertaan-Nya. Ia tidak membekali para murid dengan senjata, melainkan dengan damai, kehadiran, dan otoritas atas nama-Nya. Tugas mereka bukan menaklukkan, tetapi membawa damai, menyatakan Kerajaan Allah, dan hidup dalam ketulusan yang nyata.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pemazmur dalam Mazmur 66 mengingatkan kita bahwa Tuhan memang tidak selalu menjauhkan kita dari api dan air, dari tekanan dan ujian hidup. Tapi Ia juga tidak pernah membiarkan kita sendirian di dalamnya. Justru dalam proses itulah, Ia membentuk, memurnikan, dan memperlengkapi kita untuk menghasilkan buah yang kekal.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hari ini, dan di minggu-minggu ke depan, mari kita jalani kehidupan dengan kesadaran yang baru: bahwa keberadaan kita bukan kebetulan. Di mana pun kita ditempatkan: di rumah, di kantor, di lingkungan sosial, Tuhan sudah lebih dulu menunjuk kita, mengutus kita, dan akan terus memperlengkapi kita.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita tidak harus mengerti segala sesuatu untuk bisa taat. Cukup melangkah setahap demi setahap, dan percaya bahwa Tuhan berjalan di depan kita.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Devina E. Minerva</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 6 Juli 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 66:10-14; Mazmur 66:1-9; Galatia 6:7-16; Lukas 10:1-11, 16-20</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Tidak semua orang merasa dirinya benar-benar dipanggil oleh Tuhan. Banyak dari kita mungkin merasa terlalu biasa, terlalu lemah, terlalu sibuk, terlalu tidak layak. Tapi justru di situlah letak kekuatan panggilan Tuhan. Bahwa Tuhan tidak menunjuk mereka yang sempurna, melainkan mereka yang bersedia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Lukas 10, Yesus mengutus tujuh puluh murid-Nya, untuk pergi ke kota-kota yang akan Ia kunjungi. Ia tahu betul bahwa perjalanan mereka tidak akan mudah. Yesus berkata, “Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.” Ini bukan gambaran yang nyaman. Justru ini adalah peringatan bahwa hidup sebagai utusan Tuhan berarti berjalan di jalan yang tidak selalu nyaman.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Namun, yang menguatkan: Tuhan tidak pernah mengutus kita tanpa penyertaan-Nya. Ia tidak membekali para murid dengan senjata, melainkan dengan damai, kehadiran, dan otoritas atas nama-Nya. Tugas mereka bukan menaklukkan, tetapi membawa damai, menyatakan Kerajaan Allah, dan hidup dalam ketulusan yang nyata.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pemazmur dalam Mazmur 66 mengingatkan kita bahwa Tuhan memang tidak selalu menjauhkan kita dari api dan air, dari tekanan dan ujian hidup. Tapi Ia juga tidak pernah membiarkan kita sendirian di dalamnya. Justru dalam proses itulah, Ia membentuk, memurnikan, dan memperlengkapi kita untuk menghasilkan buah yang kekal.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hari ini, dan di minggu-minggu ke depan, mari kita jalani kehidupan dengan kesadaran yang baru: bahwa keberadaan kita bukan kebetulan. Di mana pun kita ditempatkan: di rumah, di kantor, di lingkungan sosial, Tuhan sudah lebih dulu menunjuk kita, mengutus kita, dan akan terus memperlengkapi kita.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita tidak harus mengerti segala sesuatu untuk bisa taat. Cukup melangkah setahap demi setahap, dan percaya bahwa Tuhan berjalan di depan kita.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Devina E. Minerva</strong></h5> Serahkan, Jalani, Layani (Amsal 16:3) 2025-06-29T11:32:33+07:00 2025-06-29T11:32:33+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/serahkan-jalani-layani-amsal-16-3 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 29 Juni 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Amsal 16:3</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Bagaimana cara Anda belajar mengendarai sepeda? Dulu, saya belajar naik sepeda bersama papa saya. Awalnya papa memegang sadel di belakang, mengarahkan dan menjaga keseimbangannya. Lalu perlahan dilepas. Meski sedikit gemetar, saya tetap mengayuh dan sepeda bisa berjalan. Itu semua terjadi karena saya percaya papa tetap memegang sadel sepeda. Hidup kita seringkali seperti itu. Kita ingin maju, tetapi kesulitan dan tantangan membuat kita tidak yakin untuk maju. Amsal 16:3 mengarkan kita untuk menyerahkan pergumulan itu kepada Tuhan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Kata “serahkan” di sini bukan berarti kita pasrah tanpa usaha, tetapi percaya sepenuhnya bahwa Tuhan memegang kendali atas hasilnya. Menyerahkan pergumulan kepada Tuhan, berarti kita melakukan bagian kita dan Tuhan juga melakukan bagian-Nya. Mari kita fokus pada bagian kita. “Mengerjakan bagian kita” berarti menunjuk pada kesediaan menjalani kehidupan di tengah pergumulan tersebut, bukan meninggalkan pergumulannya. Ini bentuk kita beriman. Ketika kita beriman, Tuhan akan menolong kita, bukan berarti Tuhan langsung membuka jalan lebar dan lurus. Sebaliknya, jalannya mungkin tak lebar dan berkelok-kelok, tetapi Tuhan menyuruh kita untuk menjalaninya, selangkah demi selangkah. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak terus melangkah. Jika kita ragu, kita bisa tetap mengingat Tuhan tidak akan mengecewakan orang yang menaruh harapannya kepada Dia. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Ketika kita sudah menyerahkan pergumulan kita kepada Tuhan dan setia menjalani kehidupan kita bersama Tuhan, maka iman kita akan nyata dalam perbuatan kita. Dengan demikian, sekalipun hidup mungkin sulit, tidak berarti kita tidak bisa terus berkarya dan menjadi berkat bagi sesama. Karena, sejatinya Iman bukan hanya untuk kita nikmati sendiri, tapi juga untuk dibagikan lewat tindakan kasih.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Verawati Hia</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 29 Juni 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Amsal 16:3</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Bagaimana cara Anda belajar mengendarai sepeda? Dulu, saya belajar naik sepeda bersama papa saya. Awalnya papa memegang sadel di belakang, mengarahkan dan menjaga keseimbangannya. Lalu perlahan dilepas. Meski sedikit gemetar, saya tetap mengayuh dan sepeda bisa berjalan. Itu semua terjadi karena saya percaya papa tetap memegang sadel sepeda. Hidup kita seringkali seperti itu. Kita ingin maju, tetapi kesulitan dan tantangan membuat kita tidak yakin untuk maju. Amsal 16:3 mengarkan kita untuk menyerahkan pergumulan itu kepada Tuhan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Kata “serahkan” di sini bukan berarti kita pasrah tanpa usaha, tetapi percaya sepenuhnya bahwa Tuhan memegang kendali atas hasilnya. Menyerahkan pergumulan kepada Tuhan, berarti kita melakukan bagian kita dan Tuhan juga melakukan bagian-Nya. Mari kita fokus pada bagian kita. “Mengerjakan bagian kita” berarti menunjuk pada kesediaan menjalani kehidupan di tengah pergumulan tersebut, bukan meninggalkan pergumulannya. Ini bentuk kita beriman. Ketika kita beriman, Tuhan akan menolong kita, bukan berarti Tuhan langsung membuka jalan lebar dan lurus. Sebaliknya, jalannya mungkin tak lebar dan berkelok-kelok, tetapi Tuhan menyuruh kita untuk menjalaninya, selangkah demi selangkah. Oleh karena itu, tidak ada alasan bagi kita untuk tidak terus melangkah. Jika kita ragu, kita bisa tetap mengingat Tuhan tidak akan mengecewakan orang yang menaruh harapannya kepada Dia. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Ketika kita sudah menyerahkan pergumulan kita kepada Tuhan dan setia menjalani kehidupan kita bersama Tuhan, maka iman kita akan nyata dalam perbuatan kita. Dengan demikian, sekalipun hidup mungkin sulit, tidak berarti kita tidak bisa terus berkarya dan menjadi berkat bagi sesama. Karena, sejatinya Iman bukan hanya untuk kita nikmati sendiri, tapi juga untuk dibagikan lewat tindakan kasih.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Verawati Hia</strong></h5> Siapa yang Lebih Berharga? (Yesaya 65:1-9; Mazmur 22:19-28; Galatia 3:23-29; Lukas 8:26-39) 2025-06-20T15:33:44+07:00 2025-06-20T15:33:44+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/siapa-yang-lebih-berharga-yesaya-65-1-9-mazmur-22-19-28-galatia-3-23-29-lukas-8-26-39 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 22 Juni 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 65:1-9; Mazmur 22:19-28; Galatia 3:23-29; Lukas 8:26-39</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Setelah membaca cerita Lukas 8:26-39 dan melihat pertanyaan tema saat ini, “siapa yang lebih berharga?”), apa jawaban spontan kita? Sebenarnya pertanyaan, “siapa yang lebih berharga”, sangat bergantung dari sudut pandang dan makna apa yang akan kita ambil. Coba kita lihat beberapa kemungkinan yang bisa muncul. Pertama, perhitungan ekonomis. Biaya penyembuhan orang kerasukan setan ternyata mahal kalau minta tolong Yesus, karena bisa seharga banyak babi yang dikorbankan. Berarti di sini bagi Yesus persoalan uang/materi dianggap tidak lebih penting daripada urusan menolong manusia. Kemungkinan kedua, mereka yang membela hak hewan akan merasa terganggu. Pertanyaan yang muncul adalah, mengapa Yesus mengorbankan babi yang tidak berdosa itu? Kelihatannya hewan (babi) tidak dianggap berharga di sini. Pandangan ini memunculkan kemungkinan lanjutan, dari para penyayang babi. Mengapa babi, mengapa bukan binatang lain? Kemungkinan ketiga, konsekuensi dari yang pertama dan kedua, nampaknya manusia lebih menjadi pusat perhatian. Manusia lebih berharga daripada setan dan apapun. Prinsipnya lebih berharga manusia yang sehat/pulih daripada sakit dan menderita. Tidak menjadi soal jika babi-babi harus dikorbankan, atau ada biaya mahal yang harus dikeluarkan (apakah ada kemungkinan lain, anda bisa menambahkannya kalau ada kesempatan Pemahaman Alkitab). Mungkin kita merasa jawaban bahwa manusia dengan kesembuhannya adalah yang paling utama dan paling berharga dibandingkan setan, babi dan materi lainnya adalah jawaban yang paling baik. Tindakan Yesus menolong laki-laki Gerasa itu adalah wujud cinta kasih-Nya kepada kehidupan manusia, dan itulah yang paling penting. Rasanya hal ini dapat kita amini dengan cepat. Tetapi kita juga dapat mempertimbangkan satu hal lain yang mungkin akan melengkapi pemahaman reflektif kita atas cerita dan pertanyaan tema. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Ketegangan pilihan yang biasa diangkat seperti pendapat-pendapat di atas adalah antara manusia, setan, dan babi (materi). Dari ketiganya, jika ditanya mana yang paling berharga, maka dari cerita kita dapat melihat arahnya adalah manusia. Tetapi jika kita juga memperhatikan ay. 38-39 ada hal menarik yang nampaknya dapat dilihat sebagai pesan penting. Peristiwa pengusiran setan itu justru menghasilkan ketakutan orang di Gerasa. Ketakutan ini bisa jadi karena mereka belum mengerti terkait keberadaan dan kuasa Yesus itu. Ingat, para gembala di padang, Maria dan Yusuf, para murid ketika berjumpa dengan Yesus yang berjalan di atas air, para perempuan di kubur Yesus, adalah orang-orang yang juga ketakutan ketika menerima berita atau berjumpa dengan apa yang belum mereka pahami sekalipun itu adalah hal yang baik. Karena itu respon Yesus (ay. 39) ketika laki-laki Gerasa itu mau ikut adalah hal yang penting. Yesus meminta laki-laki Gerasa yang sudah mendapatkan pertolongan dan berkat Allah itu untuk membagikan dan mengajarkan banyak orang agar ikut merasakan dan mengerti. Di sini kita mendapatkan tambahan perspektif tentang apa yang paling berharga dalam cerita ini, yaitu bagaimana setiap orang dapat memahami apa yang Yesus ingin ajarkan dan hadirkan di tengah dunia, yaitu cinta kasih, kebenaran, kehidupan dan pengampunan. Hal yang seringkali justru diabaikan, baik di tengah kesusahan maupun kegembiraan hidup.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Handi Hadiwitanto</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 22 Juni 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 65:1-9; Mazmur 22:19-28; Galatia 3:23-29; Lukas 8:26-39</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Setelah membaca cerita Lukas 8:26-39 dan melihat pertanyaan tema saat ini, “siapa yang lebih berharga?”), apa jawaban spontan kita? Sebenarnya pertanyaan, “siapa yang lebih berharga”, sangat bergantung dari sudut pandang dan makna apa yang akan kita ambil. Coba kita lihat beberapa kemungkinan yang bisa muncul. Pertama, perhitungan ekonomis. Biaya penyembuhan orang kerasukan setan ternyata mahal kalau minta tolong Yesus, karena bisa seharga banyak babi yang dikorbankan. Berarti di sini bagi Yesus persoalan uang/materi dianggap tidak lebih penting daripada urusan menolong manusia. Kemungkinan kedua, mereka yang membela hak hewan akan merasa terganggu. Pertanyaan yang muncul adalah, mengapa Yesus mengorbankan babi yang tidak berdosa itu? Kelihatannya hewan (babi) tidak dianggap berharga di sini. Pandangan ini memunculkan kemungkinan lanjutan, dari para penyayang babi. Mengapa babi, mengapa bukan binatang lain? Kemungkinan ketiga, konsekuensi dari yang pertama dan kedua, nampaknya manusia lebih menjadi pusat perhatian. Manusia lebih berharga daripada setan dan apapun. Prinsipnya lebih berharga manusia yang sehat/pulih daripada sakit dan menderita. Tidak menjadi soal jika babi-babi harus dikorbankan, atau ada biaya mahal yang harus dikeluarkan (apakah ada kemungkinan lain, anda bisa menambahkannya kalau ada kesempatan Pemahaman Alkitab). Mungkin kita merasa jawaban bahwa manusia dengan kesembuhannya adalah yang paling utama dan paling berharga dibandingkan setan, babi dan materi lainnya adalah jawaban yang paling baik. Tindakan Yesus menolong laki-laki Gerasa itu adalah wujud cinta kasih-Nya kepada kehidupan manusia, dan itulah yang paling penting. Rasanya hal ini dapat kita amini dengan cepat. Tetapi kita juga dapat mempertimbangkan satu hal lain yang mungkin akan melengkapi pemahaman reflektif kita atas cerita dan pertanyaan tema. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Ketegangan pilihan yang biasa diangkat seperti pendapat-pendapat di atas adalah antara manusia, setan, dan babi (materi). Dari ketiganya, jika ditanya mana yang paling berharga, maka dari cerita kita dapat melihat arahnya adalah manusia. Tetapi jika kita juga memperhatikan ay. 38-39 ada hal menarik yang nampaknya dapat dilihat sebagai pesan penting. Peristiwa pengusiran setan itu justru menghasilkan ketakutan orang di Gerasa. Ketakutan ini bisa jadi karena mereka belum mengerti terkait keberadaan dan kuasa Yesus itu. Ingat, para gembala di padang, Maria dan Yusuf, para murid ketika berjumpa dengan Yesus yang berjalan di atas air, para perempuan di kubur Yesus, adalah orang-orang yang juga ketakutan ketika menerima berita atau berjumpa dengan apa yang belum mereka pahami sekalipun itu adalah hal yang baik. Karena itu respon Yesus (ay. 39) ketika laki-laki Gerasa itu mau ikut adalah hal yang penting. Yesus meminta laki-laki Gerasa yang sudah mendapatkan pertolongan dan berkat Allah itu untuk membagikan dan mengajarkan banyak orang agar ikut merasakan dan mengerti. Di sini kita mendapatkan tambahan perspektif tentang apa yang paling berharga dalam cerita ini, yaitu bagaimana setiap orang dapat memahami apa yang Yesus ingin ajarkan dan hadirkan di tengah dunia, yaitu cinta kasih, kebenaran, kehidupan dan pengampunan. Hal yang seringkali justru diabaikan, baik di tengah kesusahan maupun kegembiraan hidup.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Handi Hadiwitanto</strong></h5> Allah Trinitas Sumber Kebenaran (Amsal 8:1-4, 22-31; Mazmur 8; Roma 5:1-5; Yohanes 16:12-15) 2025-06-14T14:52:11+07:00 2025-06-14T14:52:11+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/allah-trinitas-sumber-kebenaran-amsal-8-1-4-22-31-mazmur-8-roma-5-1-5-yohanes-16-12-15 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 15 Juni 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Amsal 8:1-4, 22-31; Mazmur 8; Roma 5:1-5; Yohanes 16:12-15</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Minggu ini kita merayakan Minggu Trinitas, yaitu hari Minggu pertama setelah Pentakosta. Minggu Trinitas adalah momen yang sangat baik untuk menegaskan kembali dasar iman Kristen pada Allah Trinitas: Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita memahami ada keterjalinan dari ketiga pribadi Allah yang saling menarik mengungkapkan kasih ilahi dan mencurahkan rahmat keselamatan kepada seluruh ciptaan, khususnya kepada umat manusia. Sederhananya, ketika Allah Bapa berkarya, Anak dan Roh Kudus juga ikut berkarya dalam persekutuan kasih. Ketika Anak berkarya, Bapa dan Roh Kudus juga ada dalam persekutuan. Ketika Roh Kudus berkarya, Ia tak sendirian, tapi karena Bapa dan Anak ikut di dalam persekutuan kasih.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Yohanes 16:12-15 disebutkan hadirnya Roh Kebenaran dalam hidup umat Tuhan. Ada beberapa karya yang dilakukan Roh Kebenaran itu dalam hidup manusia, yaitu:<br>- memimpin kita ke dalam kebenaran yang sesungguhnya, bukan menurut ukuran dunia, tapi menurut kehendak Tuhan<br>- mengatakan kebenaran yang berasal dari Tuhan Yesus sendiri, termasuk akan hal-hal di masa yang akan datang dan menjelaskannya<br>- memuliakan Sang Anak dengan memberitakan apa yang Ia terima dari Sang Anak sendiri, sementara Sang Anak datang dari Bapa yang mengutus-Nya ke dalam dunia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Di sini kita belajar tentang peran Roh Kudus dalam hubungan dengan Allah Bapa dan Anak. Ada Yesus yang datang dari Bapa dan memuliakan Bapa dengan melakukan apa yang dikehendaki Sang Bapa. Ada Roh Kudus yang memuliakan Sang Anak dengan memberitakan apa yang Yesus katakan dan menolong para murid mengerti kebenaran ini.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Ada prinsip yang sangat penting dalam karya Allah Trinitas, yaitu ketika satu Pribadi Allah hadir dan mendekati manusia, maka kedua Pribadi Ilahi yang lain hadir bersamaan. Sang Bapa dan Roh Kudus hadir di dalam Kristus (Sang Anak) yang menyatakan diri kepada manusia; Sang Bapa dan Sang Anak hadir di dalam Roh Kudus yang memimpin manusia dalam kebenaran; Sang Anak dan Roh Kudus hadir di dalam Sang Bapa yang mencipta dunia dengan kuasa-Nya. Kita tidak pernah boleh memisahkan ketiga Pribadi ilahi ini. Ketiganya berkarya dalam persekutuan kasih yang saling mengisi dan mendukung. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Karenanya hidup kita sebagai umat Allah, juga dipanggil untuk meneladan Allah dengan hidup benar dalam persekutuan penuh kasih di tengah komunitas yang saling mengisi dan mendukung satu sama lain.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Danny Purnama</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 15 Juni 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Amsal 8:1-4, 22-31; Mazmur 8; Roma 5:1-5; Yohanes 16:12-15</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Minggu ini kita merayakan Minggu Trinitas, yaitu hari Minggu pertama setelah Pentakosta. Minggu Trinitas adalah momen yang sangat baik untuk menegaskan kembali dasar iman Kristen pada Allah Trinitas: Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita memahami ada keterjalinan dari ketiga pribadi Allah yang saling menarik mengungkapkan kasih ilahi dan mencurahkan rahmat keselamatan kepada seluruh ciptaan, khususnya kepada umat manusia. Sederhananya, ketika Allah Bapa berkarya, Anak dan Roh Kudus juga ikut berkarya dalam persekutuan kasih. Ketika Anak berkarya, Bapa dan Roh Kudus juga ada dalam persekutuan. Ketika Roh Kudus berkarya, Ia tak sendirian, tapi karena Bapa dan Anak ikut di dalam persekutuan kasih.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Yohanes 16:12-15 disebutkan hadirnya Roh Kebenaran dalam hidup umat Tuhan. Ada beberapa karya yang dilakukan Roh Kebenaran itu dalam hidup manusia, yaitu:<br>- memimpin kita ke dalam kebenaran yang sesungguhnya, bukan menurut ukuran dunia, tapi menurut kehendak Tuhan<br>- mengatakan kebenaran yang berasal dari Tuhan Yesus sendiri, termasuk akan hal-hal di masa yang akan datang dan menjelaskannya<br>- memuliakan Sang Anak dengan memberitakan apa yang Ia terima dari Sang Anak sendiri, sementara Sang Anak datang dari Bapa yang mengutus-Nya ke dalam dunia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Di sini kita belajar tentang peran Roh Kudus dalam hubungan dengan Allah Bapa dan Anak. Ada Yesus yang datang dari Bapa dan memuliakan Bapa dengan melakukan apa yang dikehendaki Sang Bapa. Ada Roh Kudus yang memuliakan Sang Anak dengan memberitakan apa yang Yesus katakan dan menolong para murid mengerti kebenaran ini.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Ada prinsip yang sangat penting dalam karya Allah Trinitas, yaitu ketika satu Pribadi Allah hadir dan mendekati manusia, maka kedua Pribadi Ilahi yang lain hadir bersamaan. Sang Bapa dan Roh Kudus hadir di dalam Kristus (Sang Anak) yang menyatakan diri kepada manusia; Sang Bapa dan Sang Anak hadir di dalam Roh Kudus yang memimpin manusia dalam kebenaran; Sang Anak dan Roh Kudus hadir di dalam Sang Bapa yang mencipta dunia dengan kuasa-Nya. Kita tidak pernah boleh memisahkan ketiga Pribadi ilahi ini. Ketiganya berkarya dalam persekutuan kasih yang saling mengisi dan mendukung. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Karenanya hidup kita sebagai umat Allah, juga dipanggil untuk meneladan Allah dengan hidup benar dalam persekutuan penuh kasih di tengah komunitas yang saling mengisi dan mendukung satu sama lain.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Danny Purnama</strong></h5> Babel Memisahkan, Pentakosta Menyatukan (Kejadian 11:1-9; Mazmur 104:24-34,35b; Kisah Para Rasul 2:1-21; Yohanes 14:8-17,25-27) 2025-06-05T09:00:05+07:00 2025-06-05T09:00:05+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/babel-memisahkan-pentakosta-menyatukan-kejadian-11-1-9-mazmur-104-24-34-35b-kisah-para-rasul-2-1-21-yohanes-14-8-17-25-27 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 8 Juni 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 11:1-9; Mazmur 104:24-34,35b; Kisah Para Rasul 2:1-21; Yohanes 14:8-17,25-27</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Pada hari Pentakosta ini, kita membaca empat bagian Alkitab yang menyingkapkan dua kenyataan yang bertolak belakang: Babel yang memecah belah, dan Pentakosta yang menyatukan kembali. Di tengah kenyataan dunia yang makin individualistis dan terpecah, gereja diundang untuk menjadi tanda dari penyatuan itu—tanda yang konkret, termasuk melalui kesediaan memberi, berbagi, dan berkorban secara nyata, bahkan dalam bentuk persembahan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mari kita mulai dari Kejadian 11:1-9. Bangsa-bangsa saat itu bersatu, tetapi kesatuan mereka dibangun bukan untuk memuliakan Allah, melainkan untuk meninggikan nama mereka sendiri: “Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama” (ayat 4). Ini adalah kesatuan semu, yang hanya kelihatan kuat dari luar, tetapi pada hakikatnya berdasar pada ego kolektif. Apa yang dilakukan Allah? Ia mengacaukan bahasa mereka, bukan karena Allah anti persatuan, melainkan karena kesatuan itu tidak dibangun atas dasar kehendak-Nya, melainkan kehendak manusia yang tamak dan ingin berkuasa. Akibatnya: manusia tersebar, saling tidak memahami, dan kehilangan misi yang sejati.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Bukankah itu yang sering terjadi dalam kehidupan umat Allah juga? Kita bisa berada dalam satu gereja, satu struktur, satu ruang ibadah, tetapi masing-masing masih bicara dalam “bahasanya sendiri”: bahasa gengsi, bahasa prestise, bahasa status sosial, bahkan bahasa kekikiran. Kita tidak sedang membangun Kerajaan Allah, melainkan menara Babel versi kekinian. “Engkau yang memberi makanan pada waktu yang tepat, yang membuka tangan-Mu dan semua kenyang oleh kebaikan” (ayat 27–28). Jadi, kita ini bukan pemilik. Kita adalah penatalayan, dan yang Allah kehendaki dari kita bukan hanya ucapan syukur, melainkan tindakan nyata: ikut menyuburkan kehidupan, memberi sebagaimana Allah telah memberi.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Ketika Roh Kudus dicurahkan, semua bangsa mendengar Injil dalam bahasanya masing-masing. Perhatikan: Allah tidak menghapus perbedaan, tetapi menyatukan melalui pemahaman. Di Babel, manusia diserakkan karena ingin membangun kuasa. Di Yerusalem, manusia disatukan karena Allah membangun Kerajaan-Nya melalui pemberitaan Injil. Inilah kesatuan sejati: kesatuan dalam Roh, yang melampaui suku, bahasa, dan kepentingan pribadi. Kesatuan ini menggerakkan misi, bukan memperkuat identitas kelompok. Maka tidak heran, dalam Kisah Para Rasul 2 dan seterusnya, kita membaca bahwa jemaat mula-mula hidup saling berbagi dan tidak ada yang berkekurangan (lih. Kis. 2:44–45). Mereka memberi, karena mereka telah ditransformasi oleh kasih Allah. Mereka tidak lagi takut kehilangan, karena tahu hidup mereka ada dalam tangan Allah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Yohanes 14:8–17, Yesus menjanjikan Roh Kebenaran yang akan menyertai dan diam di dalam mereka (ayat 17). Ia juga berjanji: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu” (ayat 27). Damai sejahtera itu bukan hanya rasa tenang, tetapi keberanian untuk melangkah—termasuk dalam hal memberi. Kita bisa memberikan persembahan tahunan dengan jumlah besar, bukan karena kita kaya, tetapi karena kita memiliki damai dari Roh Kudus bahwa hidup kita akan cukup. Kita memberi bukan karena berlebih, tetapi karena kita tahu kepunyaan kita bukan milik kita.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Saudara-saudari, jika hari ini kita mengaku telah menerima Roh Kudus, pertanyaannya bukan sekadar: “Apakah kita merasa terberkati?”, tetapi: “Apakah kita sudah menjadi berkat yang nyata?” Persembahan tahunan bukan sekadar tradisi, melainkan kesempatan untuk menyatakan bahwa kita bersatu dalam misi Allah. Dalam setiap lembar uang yang kita persembahkan, kita sedang berkata: “Tuhan, kami satu dalam Roh, satu dalam kasih, satu dalam misi-Mu.”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Memberi besar bukanlah soal angka semata, tetapi soal pengakuan bahwa kita hidup bukan dari hasil usaha kita sendiri, melainkan dari Roh yang menopang segala hidup. Ketika kita memberi besar, kita berkata pada diri sendiri: “Aku percaya, Tuhan sanggup memenuhi semua kebutuhanku.” “Aku percaya, gereja ini adalah alat karya Allah.” “Aku percaya, hidup yang disatukan oleh Roh akan berani berkorban demi karya-Nya.”</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Pramudya Hidayat</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 8 Juni 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 11:1-9; Mazmur 104:24-34,35b; Kisah Para Rasul 2:1-21; Yohanes 14:8-17,25-27</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Pada hari Pentakosta ini, kita membaca empat bagian Alkitab yang menyingkapkan dua kenyataan yang bertolak belakang: Babel yang memecah belah, dan Pentakosta yang menyatukan kembali. Di tengah kenyataan dunia yang makin individualistis dan terpecah, gereja diundang untuk menjadi tanda dari penyatuan itu—tanda yang konkret, termasuk melalui kesediaan memberi, berbagi, dan berkorban secara nyata, bahkan dalam bentuk persembahan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mari kita mulai dari Kejadian 11:1-9. Bangsa-bangsa saat itu bersatu, tetapi kesatuan mereka dibangun bukan untuk memuliakan Allah, melainkan untuk meninggikan nama mereka sendiri: “Marilah kita dirikan bagi kita sebuah kota dengan sebuah menara yang puncaknya sampai ke langit, dan marilah kita cari nama” (ayat 4). Ini adalah kesatuan semu, yang hanya kelihatan kuat dari luar, tetapi pada hakikatnya berdasar pada ego kolektif. Apa yang dilakukan Allah? Ia mengacaukan bahasa mereka, bukan karena Allah anti persatuan, melainkan karena kesatuan itu tidak dibangun atas dasar kehendak-Nya, melainkan kehendak manusia yang tamak dan ingin berkuasa. Akibatnya: manusia tersebar, saling tidak memahami, dan kehilangan misi yang sejati.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Bukankah itu yang sering terjadi dalam kehidupan umat Allah juga? Kita bisa berada dalam satu gereja, satu struktur, satu ruang ibadah, tetapi masing-masing masih bicara dalam “bahasanya sendiri”: bahasa gengsi, bahasa prestise, bahasa status sosial, bahkan bahasa kekikiran. Kita tidak sedang membangun Kerajaan Allah, melainkan menara Babel versi kekinian. “Engkau yang memberi makanan pada waktu yang tepat, yang membuka tangan-Mu dan semua kenyang oleh kebaikan” (ayat 27–28). Jadi, kita ini bukan pemilik. Kita adalah penatalayan, dan yang Allah kehendaki dari kita bukan hanya ucapan syukur, melainkan tindakan nyata: ikut menyuburkan kehidupan, memberi sebagaimana Allah telah memberi.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Ketika Roh Kudus dicurahkan, semua bangsa mendengar Injil dalam bahasanya masing-masing. Perhatikan: Allah tidak menghapus perbedaan, tetapi menyatukan melalui pemahaman. Di Babel, manusia diserakkan karena ingin membangun kuasa. Di Yerusalem, manusia disatukan karena Allah membangun Kerajaan-Nya melalui pemberitaan Injil. Inilah kesatuan sejati: kesatuan dalam Roh, yang melampaui suku, bahasa, dan kepentingan pribadi. Kesatuan ini menggerakkan misi, bukan memperkuat identitas kelompok. Maka tidak heran, dalam Kisah Para Rasul 2 dan seterusnya, kita membaca bahwa jemaat mula-mula hidup saling berbagi dan tidak ada yang berkekurangan (lih. Kis. 2:44–45). Mereka memberi, karena mereka telah ditransformasi oleh kasih Allah. Mereka tidak lagi takut kehilangan, karena tahu hidup mereka ada dalam tangan Allah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Yohanes 14:8–17, Yesus menjanjikan Roh Kebenaran yang akan menyertai dan diam di dalam mereka (ayat 17). Ia juga berjanji: “Damai sejahtera Kutinggalkan bagimu. Damai sejahtera-Ku Kuberikan kepadamu” (ayat 27). Damai sejahtera itu bukan hanya rasa tenang, tetapi keberanian untuk melangkah—termasuk dalam hal memberi. Kita bisa memberikan persembahan tahunan dengan jumlah besar, bukan karena kita kaya, tetapi karena kita memiliki damai dari Roh Kudus bahwa hidup kita akan cukup. Kita memberi bukan karena berlebih, tetapi karena kita tahu kepunyaan kita bukan milik kita.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Saudara-saudari, jika hari ini kita mengaku telah menerima Roh Kudus, pertanyaannya bukan sekadar: “Apakah kita merasa terberkati?”, tetapi: “Apakah kita sudah menjadi berkat yang nyata?” Persembahan tahunan bukan sekadar tradisi, melainkan kesempatan untuk menyatakan bahwa kita bersatu dalam misi Allah. Dalam setiap lembar uang yang kita persembahkan, kita sedang berkata: “Tuhan, kami satu dalam Roh, satu dalam kasih, satu dalam misi-Mu.”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Memberi besar bukanlah soal angka semata, tetapi soal pengakuan bahwa kita hidup bukan dari hasil usaha kita sendiri, melainkan dari Roh yang menopang segala hidup. Ketika kita memberi besar, kita berkata pada diri sendiri: “Aku percaya, Tuhan sanggup memenuhi semua kebutuhanku.” “Aku percaya, gereja ini adalah alat karya Allah.” “Aku percaya, hidup yang disatukan oleh Roh akan berani berkorban demi karya-Nya.”</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Pramudya Hidayat</strong></h5> Dipersatukan untuk Diutus (Kisah Para Rasul 16:16-34; Mazmur 97; Wahyu 22:12-21; Yohanes 17:20-26) 2025-06-02T13:27:35+07:00 2025-06-02T13:27:35+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/dipersatukan-untuk-diutus-kisah-para-rasul-16-16-34-mazmur-97-wahyu-22-12-21-yohanes-17-20-26 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 1 Juni 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 16:16-34; Mazmur 97; Wahyu 22:12-21; Yohanes 17:20-26</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Yohanes 17:20-26 doa Yesus yang sangat dalam dan menyentuh hati, mengharukan, doa yang terakhir sebelum Yesus ditangkap. Di dalam doa ini, kita melihat isi hati-Nya yang terdalam – bukan hanya bagi murid-murid-Nya saat itu, tetapi juga bagi kita yang percaya di masa depan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yohanes 17:20 “Bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku melalui pemberitaan mereka”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus sedang berdoa untuk kita semua hari ini. Sebelum Ia mati, Ia memikirkan kita. Dan isi utama doanya adalah kesatuan. Tapi bukan kesatuan demi kenyamanan, melainkan kesatuan demi pengutusan. William Barclay mengatakan Yohanes 17 “salah satu dari kata-kata yang paling menyentuh dalam seluruh Injil,” karena Yesus tidak hanya berdoa untuk para murid-Nya yang ada di dekat-Nya, tetapi juga untuk kita—orang-orang yang percaya kepada-Nya melalui pemberitaan mereka. Dengan kata lain, Yesus mendoakan kita, saudara-saudari, dua ribu tahun yang lalu.</h5> <h5 style="text-align: justify;">1. Umat Dipersatukan dalam Kristus<br>Yohanes 17:21 “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar dunia percaya bahwa Engkaulah yang mengutus Aku…”<br>Kesatuan yang Yesus doakan bukanlah kesatuan yang dangkal. Ini adalah kesatuan yang mencerminkan hubungan Bapa dan Anak – kesatuan ilahi yang dalam dan tidak terputus. Kesatuan ini bukan karena kita sama suku, bahasa, atau kebiasaan – tapi karena kita semua berada “di dalam Kristus”. Kesatuan sejati hanya terjadi jika semua kita tinggal dalam kasih dan kebenaran Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">2. Kesatuan Adalah Kesaksian<br>Yohanes 17:23 “supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka...”<br>Yesus menghubungkan langsung kesatuan gereja dengan kepercayaan dunia kepada-Nya. Dunia akan percaya bukan hanya karena khotbah yang hebat atau pelayanan yang besar, tetapi karena kasih dan kesatuan di antara orang percaya. Artinya Yesus menegaskan bahwa kasih Allah menjadi nyata lewat kesatuan umat-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Em. Santoni</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 1 Juni 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 16:16-34; Mazmur 97; Wahyu 22:12-21; Yohanes 17:20-26</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Yohanes 17:20-26 doa Yesus yang sangat dalam dan menyentuh hati, mengharukan, doa yang terakhir sebelum Yesus ditangkap. Di dalam doa ini, kita melihat isi hati-Nya yang terdalam – bukan hanya bagi murid-murid-Nya saat itu, tetapi juga bagi kita yang percaya di masa depan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yohanes 17:20 “Bukan untuk mereka ini saja Aku berdoa, tetapi juga untuk orang-orang, yang percaya kepada-Ku melalui pemberitaan mereka”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus sedang berdoa untuk kita semua hari ini. Sebelum Ia mati, Ia memikirkan kita. Dan isi utama doanya adalah kesatuan. Tapi bukan kesatuan demi kenyamanan, melainkan kesatuan demi pengutusan. William Barclay mengatakan Yohanes 17 “salah satu dari kata-kata yang paling menyentuh dalam seluruh Injil,” karena Yesus tidak hanya berdoa untuk para murid-Nya yang ada di dekat-Nya, tetapi juga untuk kita—orang-orang yang percaya kepada-Nya melalui pemberitaan mereka. Dengan kata lain, Yesus mendoakan kita, saudara-saudari, dua ribu tahun yang lalu.</h5> <h5 style="text-align: justify;">1. Umat Dipersatukan dalam Kristus<br>Yohanes 17:21 “supaya mereka semua menjadi satu, sama seperti Engkau, ya Bapa, di dalam Aku dan Aku di dalam Engkau, agar dunia percaya bahwa Engkaulah yang mengutus Aku…”<br>Kesatuan yang Yesus doakan bukanlah kesatuan yang dangkal. Ini adalah kesatuan yang mencerminkan hubungan Bapa dan Anak – kesatuan ilahi yang dalam dan tidak terputus. Kesatuan ini bukan karena kita sama suku, bahasa, atau kebiasaan – tapi karena kita semua berada “di dalam Kristus”. Kesatuan sejati hanya terjadi jika semua kita tinggal dalam kasih dan kebenaran Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">2. Kesatuan Adalah Kesaksian<br>Yohanes 17:23 “supaya mereka sempurna menjadi satu, agar dunia tahu bahwa Engkau yang telah mengutus Aku dan bahwa Engkau mengasihi mereka...”<br>Yesus menghubungkan langsung kesatuan gereja dengan kepercayaan dunia kepada-Nya. Dunia akan percaya bukan hanya karena khotbah yang hebat atau pelayanan yang besar, tetapi karena kasih dan kesatuan di antara orang percaya. Artinya Yesus menegaskan bahwa kasih Allah menjadi nyata lewat kesatuan umat-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Em. Santoni</strong></h5> Ketaatan Sebagai Pemberian Allah (Kisah Para Rasul 16:9-15; Mazmur 67; Wahyu 21:10,22 - 22:5; Yohanes 14:23-29) 2025-05-24T15:18:18+07:00 2025-05-24T15:18:18+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/ketaatan-sebagai-pemberian-allah-kisah-para-rasul-16-9-15-mazmur-67-wahyu-21-10-22-22-5-yohanes-14-23-29 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 25 Mei 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 16:9-15; Mazmur 67; Wahyu 21:10,22 - 22:5; Yohanes 14:23-29</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Shalom saudara-saudari terkasih, ketaatan adalah dasar penting dalam kehidupan: di rumah, masyarakat, pekerjaan, bahkan dalam perjalanan iman. Namun, kenyataannya kita sering bergumul untuk taat. Tidak jarang, ketaatan terasa seperti beban bagi kita. Bahkan saat kita tahu apa yang benar, kita kerap memilih yang salah dengan berbagai alasan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Mengapa hal ini terjadi? Karena hati manusia telah dikeraskan oleh dosa. Sebenarnya kita tidak taat bukan karena perintah Tuhan terlalu berat, melainkan karena keinginan daging yang lebih kuat daripada kerinduan untuk menyenangkan Tuhan. Kita sadari atau tidak, ketidaktaatan itulah yang menghancurkan tatanan hidup—baik pribadi, relasi, maupun komunitas. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Namun ada kabar baik yang patut kita syukuri: Tuhan tidak membiarkan kita terperangkap dalam ketidaktaatan. Ia datang sebagai manusia—Yesus Kristus—yang menunjukkan teladan ketaatan sempurna yaitu harus mati demi menebus dosa manusia. Berat tapi Yesus sanggup untuk taat, karena Ia hidup dalam kasih dan relasi yang utuh dengan Bapa-Nya. Ketaatan-Nya bukan paksaan, melainkan buah kasih. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Mungkin sampai sini kita bepikir “Itu kan Tuhan. Beda dong dengan saya.” Namun peristiwa Yesus naik ke surga dan mengutus Roh Kudus kepada para murid-Nya, seharusnya mematahkan pikiran tersebut. Sebab Roh Kudus inilah yang memampukan kita untuk hidup taat. Seperti Lidia yang hatinya dibuka oleh Tuhan untuk mendengarkan Paulus (Kis. 16:14), ketaatan dimulai bukan dari usaha manusia, tetapi dari anugerah Allah. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Maka, untuk dapat hidup dalam ketaatan berarti kita harus hidup di bawah tuntunan Roh Kudus setiap hari. Kita harus mendisiplinkan diri dalam doa, pembacaan Firman, dan kepekaan terhadap pimpinan-Nya. Itulah yang memampukan kita memilih untuk taat, bahkan saat tidak mudah. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Dan kelak, seperti tertulis dalam Wahyu 22, mereka yang hidup taat akan bersukacita dalam terang kekal, memerintah bersama Allah selamanya. Saudara mau hidup taat dan menyenangkan Tuhan, bukan? Taatlah, bukan karena harus—tetapi karena kasih telah lebih dulu mengubah hati kita.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Em. Meitha Sartika</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 25 Mei 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 16:9-15; Mazmur 67; Wahyu 21:10,22 - 22:5; Yohanes 14:23-29</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Shalom saudara-saudari terkasih, ketaatan adalah dasar penting dalam kehidupan: di rumah, masyarakat, pekerjaan, bahkan dalam perjalanan iman. Namun, kenyataannya kita sering bergumul untuk taat. Tidak jarang, ketaatan terasa seperti beban bagi kita. Bahkan saat kita tahu apa yang benar, kita kerap memilih yang salah dengan berbagai alasan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Mengapa hal ini terjadi? Karena hati manusia telah dikeraskan oleh dosa. Sebenarnya kita tidak taat bukan karena perintah Tuhan terlalu berat, melainkan karena keinginan daging yang lebih kuat daripada kerinduan untuk menyenangkan Tuhan. Kita sadari atau tidak, ketidaktaatan itulah yang menghancurkan tatanan hidup—baik pribadi, relasi, maupun komunitas. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Namun ada kabar baik yang patut kita syukuri: Tuhan tidak membiarkan kita terperangkap dalam ketidaktaatan. Ia datang sebagai manusia—Yesus Kristus—yang menunjukkan teladan ketaatan sempurna yaitu harus mati demi menebus dosa manusia. Berat tapi Yesus sanggup untuk taat, karena Ia hidup dalam kasih dan relasi yang utuh dengan Bapa-Nya. Ketaatan-Nya bukan paksaan, melainkan buah kasih. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Mungkin sampai sini kita bepikir “Itu kan Tuhan. Beda dong dengan saya.” Namun peristiwa Yesus naik ke surga dan mengutus Roh Kudus kepada para murid-Nya, seharusnya mematahkan pikiran tersebut. Sebab Roh Kudus inilah yang memampukan kita untuk hidup taat. Seperti Lidia yang hatinya dibuka oleh Tuhan untuk mendengarkan Paulus (Kis. 16:14), ketaatan dimulai bukan dari usaha manusia, tetapi dari anugerah Allah. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Maka, untuk dapat hidup dalam ketaatan berarti kita harus hidup di bawah tuntunan Roh Kudus setiap hari. Kita harus mendisiplinkan diri dalam doa, pembacaan Firman, dan kepekaan terhadap pimpinan-Nya. Itulah yang memampukan kita memilih untuk taat, bahkan saat tidak mudah. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Dan kelak, seperti tertulis dalam Wahyu 22, mereka yang hidup taat akan bersukacita dalam terang kekal, memerintah bersama Allah selamanya. Saudara mau hidup taat dan menyenangkan Tuhan, bukan? Taatlah, bukan karena harus—tetapi karena kasih telah lebih dulu mengubah hati kita.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Em. Meitha Sartika</strong></h5> Kasih Allah yang Menginspirasi (Kisah Para Rasul 11:1-18; Mazmur 148; Wahyu 21:1-6; Yohanes 13:31-35) 2025-05-16T14:31:09+07:00 2025-05-16T14:31:09+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/kasih-allah-yang-menginspirasi-kisah-para-rasul-11-1-18-mazmur-148-wahyu-21-1-6-yohanes-13-31-35 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 18 Mei 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 11:1-18; Mazmur 148; Wahyu 21:1-6; Yohanes 13:31-35</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;"><em>Not all of us can do great things. But we can do small things with great love</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Ini merupakan quotes yang pernah disampaikan oleh Mother Teresa. Quotes ini mengingatkan kepada kita untuk melakukan apapun dengan cinta kasih. Jika cinta kasih hidup dalam setiap laku kita, maka orang lain pun akan merasakannya dan terinspirasi. Ya, kasih memang menjadi dasar dalam kehidupan kita. Jika kita tak memiliki kasih, maka kita serupa gong yang menggema dan canang yang gemerincing.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mengapa kasih menjadi dasar dalam kehidupan orang Kristen? Karena kita sudah lebih dulu mengetahui dan merasakan kasih Tuhan Yesus. Kasih yang tak tanpa syarat, kasih yang mendobrak berbagai sekat/tembok, dan kasih yang rela berkorban. Dalam bacaan Injil, Yesus mengundang dan memberikan perintah kepada para murid-Nya untuk menerapkan dan melanjutkan kasih-Nya di tengah dunia ini. Oleh sebab itu Ia memberikan perintah kepada para murid <em>“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi. Sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, jikalau kamu saling mengasihi”</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Sebagaimana Yesus mengasihi para murid, maka para murid pun harus saling mengasihi satu sama lain. Sesunguhnya Yesus tak hanya sekedar pandai berkata-kata dan memberikan perintah, namun Yesus pun membuktikan dan melakukan segala perkataan-Nya. Dan kelak ini menjadi teladan serta inspirasi bagi para murid untuk turut melakukan dan menyebarkan kasih Yesus dimanapun mereka berada.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Minggu ini kita diundang untuk menghayati dan mengingat kembali kasih Tuhan Yesus dalam kehidupan kita. Kasih Yesus-lah yang memberikan kita hidup. Tak ada yang sebanding untuk membalas kasih Yesus, namun yang dapat kita kerjakan saat ini ialah meneladani kasih-Nya dalam kehidupan kita sehari-hari dan hidup saling mengasihi dengan orang-orang disekitar kita, bahkan mengasihi juga orang-orang yang telah melukai hati kita. Mari, kasihilah sesamamu seperti Yesus telah mengasihimu lebih dahulu. Tuhan memampukan dan memberkati.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Erma P. Kristiyono</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 18 Mei 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 11:1-18; Mazmur 148; Wahyu 21:1-6; Yohanes 13:31-35</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;"><em>Not all of us can do great things. But we can do small things with great love</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Ini merupakan quotes yang pernah disampaikan oleh Mother Teresa. Quotes ini mengingatkan kepada kita untuk melakukan apapun dengan cinta kasih. Jika cinta kasih hidup dalam setiap laku kita, maka orang lain pun akan merasakannya dan terinspirasi. Ya, kasih memang menjadi dasar dalam kehidupan kita. Jika kita tak memiliki kasih, maka kita serupa gong yang menggema dan canang yang gemerincing.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mengapa kasih menjadi dasar dalam kehidupan orang Kristen? Karena kita sudah lebih dulu mengetahui dan merasakan kasih Tuhan Yesus. Kasih yang tak tanpa syarat, kasih yang mendobrak berbagai sekat/tembok, dan kasih yang rela berkorban. Dalam bacaan Injil, Yesus mengundang dan memberikan perintah kepada para murid-Nya untuk menerapkan dan melanjutkan kasih-Nya di tengah dunia ini. Oleh sebab itu Ia memberikan perintah kepada para murid <em>“Aku memberikan perintah baru kepada kamu, yaitu supaya kamu saling mengasihi. Sama seperti Aku telah mengasihi kamu demikian pula kamu harus saling mengasihi. Dengan demikian semua orang akan tahu bahwa kamu adalah murid-murid-Ku, jikalau kamu saling mengasihi”</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Sebagaimana Yesus mengasihi para murid, maka para murid pun harus saling mengasihi satu sama lain. Sesunguhnya Yesus tak hanya sekedar pandai berkata-kata dan memberikan perintah, namun Yesus pun membuktikan dan melakukan segala perkataan-Nya. Dan kelak ini menjadi teladan serta inspirasi bagi para murid untuk turut melakukan dan menyebarkan kasih Yesus dimanapun mereka berada.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Minggu ini kita diundang untuk menghayati dan mengingat kembali kasih Tuhan Yesus dalam kehidupan kita. Kasih Yesus-lah yang memberikan kita hidup. Tak ada yang sebanding untuk membalas kasih Yesus, namun yang dapat kita kerjakan saat ini ialah meneladani kasih-Nya dalam kehidupan kita sehari-hari dan hidup saling mengasihi dengan orang-orang disekitar kita, bahkan mengasihi juga orang-orang yang telah melukai hati kita. Mari, kasihilah sesamamu seperti Yesus telah mengasihimu lebih dahulu. Tuhan memampukan dan memberkati.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Erma P. Kristiyono</strong></h5> Suara Allah yang Senantiasa Menuntun (Kisah Para Rasul 9:36-43; Mazmur 23; Wahyu 7:9-17; Yohanes 10:22-30) 2025-05-10T10:40:02+07:00 2025-05-10T10:40:02+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/suara-allah-yang-senantiasa-menuntun-kisah-para-rasul-9-36-43-mazmur-23-wahyu-7-9-17-yohanes-10-22-30 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 11 Mei 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 9:36-43; Mazmur 23; Wahyu 7:9-17; Yohanes 10:22-30</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;"><em>Kisah ini saya kutip dari laman Facebook Pdt. Wahyu Pramudya – GKI Ngagel Surabaya.</em><br>Berapa harga sebuah kalkulator? Cukup murah. Tapi, bagi anak yang tinggal di Amanuban Timur ini, kalkulator bukan barang yang mudah dan murah. Daerah ini terletak delapan jam perjalanan darat dari Kupang. Setahun, Yunita berdoa agar bisa mendapatkan kalkulator untuk studinya sebagai siswa SMP. <br>Hari ini, sebagai salah satu aktivitas mission trip, kami berbagi hadiah dari samaritan purse. Semua hadiah terbungkus rapi, tak terlihat apa isinya. Kami hanya diberitahu kalau isi 200 paket ini tidaklah sama. Kami membagi 200-an lebih paket. Apa yang didapatkan Yunita malam ini? Ada beberapa barang dalam kotak itu. Tapi, yang terpenting ada sebuah kalkulator!<br>Mungkin ada yang menyebut ini sebagai kebetulan. Namun, bagi saya, inilah adalah sebuah kecupan surgawi. Ia ada. Ia mendengar doa. Lewat kalkulator itu, Ia mengecup anak itu dengan kecupan yang menyentuh relung hati terdalam.<br>Hidup ini kadang bisa kita lihat sebagai serangkaian kebetulan yang sambung menyambung memintal jalinan hidup yang penuh warna. Namun dalam keyakinan iman kita, kita meyakini itu semua terjadi karena tuntunan Tuhan yang mempertemukan kita dengan orang-orang yang tak terduga dan membuat kita terbelalak dengan apa yang terjadi.<br>Suara Tuhan senantiasa menuntun umat-Nya untuk menjalani hidup dengan benar dalam rahmat Tuhan. Apa yang diminta dari domba-domba kepunyaan-Nya?<br><strong>Yohanes 10:27</strong> menegaskan: “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku.. dan mereka mengikut Aku.” Apakah kita sebagai domba-domba kepunyaan Allah saat ini sungguh mendengar dan mengenali suara Tuhan kita, Yesus Kristus, dan bersedia mengikuti tuntunan-Nya?<br>Sang Gembala Agung itu sebenarnya sampai sekarang <strong>tetap bersuara menuntun umat-Nya senantiasa.</strong> Namun suara Tuhan Yesus itu kadang tercampur oleh bisingnya “suara-suara” lain yang menjelma lewat: kepentingan diri, kesibukan kerja, ketakutan, kekuatiran, kecemasan, godaan untuk memilih mendengar ajakan lain.<br>Hari ini kita belajar dan diingatkan kembali tentang besarnya rahmat yang sudah kita terima. Kita jadi domba milik kepunyaan Sang Gembala yang baik, yang bahkan rela berkorban untuk kebaikan domba-domba-Nya. Kita juga dituntun oleh suara-Nya senantiasa yang mengingatkan, menegur, menguatkan, meneguhkan supaya kita tetap hidup dalam rahmat dan anugerah-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Danny Purnama</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 11 Mei 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 9:36-43; Mazmur 23; Wahyu 7:9-17; Yohanes 10:22-30</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;"><em>Kisah ini saya kutip dari laman Facebook Pdt. Wahyu Pramudya – GKI Ngagel Surabaya.</em><br>Berapa harga sebuah kalkulator? Cukup murah. Tapi, bagi anak yang tinggal di Amanuban Timur ini, kalkulator bukan barang yang mudah dan murah. Daerah ini terletak delapan jam perjalanan darat dari Kupang. Setahun, Yunita berdoa agar bisa mendapatkan kalkulator untuk studinya sebagai siswa SMP. <br>Hari ini, sebagai salah satu aktivitas mission trip, kami berbagi hadiah dari samaritan purse. Semua hadiah terbungkus rapi, tak terlihat apa isinya. Kami hanya diberitahu kalau isi 200 paket ini tidaklah sama. Kami membagi 200-an lebih paket. Apa yang didapatkan Yunita malam ini? Ada beberapa barang dalam kotak itu. Tapi, yang terpenting ada sebuah kalkulator!<br>Mungkin ada yang menyebut ini sebagai kebetulan. Namun, bagi saya, inilah adalah sebuah kecupan surgawi. Ia ada. Ia mendengar doa. Lewat kalkulator itu, Ia mengecup anak itu dengan kecupan yang menyentuh relung hati terdalam.<br>Hidup ini kadang bisa kita lihat sebagai serangkaian kebetulan yang sambung menyambung memintal jalinan hidup yang penuh warna. Namun dalam keyakinan iman kita, kita meyakini itu semua terjadi karena tuntunan Tuhan yang mempertemukan kita dengan orang-orang yang tak terduga dan membuat kita terbelalak dengan apa yang terjadi.<br>Suara Tuhan senantiasa menuntun umat-Nya untuk menjalani hidup dengan benar dalam rahmat Tuhan. Apa yang diminta dari domba-domba kepunyaan-Nya?<br><strong>Yohanes 10:27</strong> menegaskan: “Domba-domba-Ku mendengarkan suara-Ku.. dan mereka mengikut Aku.” Apakah kita sebagai domba-domba kepunyaan Allah saat ini sungguh mendengar dan mengenali suara Tuhan kita, Yesus Kristus, dan bersedia mengikuti tuntunan-Nya?<br>Sang Gembala Agung itu sebenarnya sampai sekarang <strong>tetap bersuara menuntun umat-Nya senantiasa.</strong> Namun suara Tuhan Yesus itu kadang tercampur oleh bisingnya “suara-suara” lain yang menjelma lewat: kepentingan diri, kesibukan kerja, ketakutan, kekuatiran, kecemasan, godaan untuk memilih mendengar ajakan lain.<br>Hari ini kita belajar dan diingatkan kembali tentang besarnya rahmat yang sudah kita terima. Kita jadi domba milik kepunyaan Sang Gembala yang baik, yang bahkan rela berkorban untuk kebaikan domba-domba-Nya. Kita juga dituntun oleh suara-Nya senantiasa yang mengingatkan, menegur, menguatkan, meneguhkan supaya kita tetap hidup dalam rahmat dan anugerah-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Danny Purnama</strong></h5> Gembalakanlah Domba-domba-Ku (Kisah Para Rasul 9:1-20; Mazmur 30; Wahyu 5:11-14; Yohanes 21:1-19) 2025-05-03T15:32:43+07:00 2025-05-03T15:32:43+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/gembalakanlah-domba-domba-ku-kisah-para-rasul-9-1-20-mazmur-30-wahyu-5-11-14-yohanes-21-1-19 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 4 Mei 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 9:1-20; Mazmur 30; Wahyu 5:11-14; Yohanes 21:1-19</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Yohanes 21, Yesus yang bangkit memulihkan Petrus dan memerintahkannya, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Ini bukan sekadar tugas bagi Petrus, tetapi juga bagi kita semua yang telah menerima kasih karunia-Nya. <br>Petrus dipulihkan dan dipanggil untuk melayani semata-mata karena kasih karunia-Nya (Yoh. 21:1-19). Petrus pernah menyangkal Tuhan Yesus. Namun kegagalannya tidak menghalangan kasih karunia Tuhan. Di tepi danau Tiberias, Yesus memulihkannya dengan pertanyaan yang penuh kasih: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Tiga kali Ia menanyakan hal itu agar Petrus sungguh-sungguh menggali kedalaman isi hatinya, mengakuinya di hadapan Tuhan, serta mendapatkan pemulihan dari-Nya. Setiap jawaban Petrus, “Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau,” diikuti dengan perintah-Nya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Petrus dipulihkan serta dipanggil melayani dan menggembalakan domba-domba-Nya karena kasih karunia Tuhan semata, namun Ia menghendaki agar Petrus melakukannya dengan dasar kasih.<br>Paulus ditransformasi dan dipakai untuk melayani karena kasih karunia-Nya (Kis. 9:1-21). Saulus, seorang penganiaya gereja, diubah-Nya menjadi Paulus, pemberita Injil. Di tengah kebenciannya, Tuhan menjumpainya dan mengubah hidupnya secara radikal. Sesudah bertobat, Paulus dipersiapkan untuk melayani. Setelah tiba waktunya, ia diutus pergi ke berbagai tempat untuk memberitakan Injil, memuridkan dan menggembalakan. Pengalaman Paulus menunjukkan bahwa tidak ada orang yang terlalu jahat untuk dipakai oleh Tuhan. Allah sanggup mengubah siapapun, dan pertobatan sejati menghasilkan pelayanan. Seperti Paulus, kita pun dipanggil untuk mengalami transformasi dan dipakai Tuhan untuk memberitakan Injil, memuridkan dan menggembalakan.<br>Percayalah akan penyertaan-Nya, sebab Ia adalah Gembala Agung yang memimpin kita. Setelah memberikan Amanat Agung-Nya, Tuhan Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya: “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:20b). Mazmur 30 mengingatkan bahwa di dalam kesesakan pun Tuhan tetap menyertai, menyelamatkan, dan mengangkat orang-orang percaya yang dikasihi-Nya. Orang yang meratap diubah-Nya menjadi orang yang menari-nari, dan kain kabung diganti-Nya dengan ikat pinggang sukacita. Wahyu 5 menunjukkan seluruh surga memuji Anak Domba yang layak menerima penyembahan. Ketika kita melayani dan menggembalakan domba-domba Tuhan, kita tidak sendirian. Tuhan menyertai, dan seluruh sorga bersorak-sorai.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Em. Andreas Loanka</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 4 Mei 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 9:1-20; Mazmur 30; Wahyu 5:11-14; Yohanes 21:1-19</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Yohanes 21, Yesus yang bangkit memulihkan Petrus dan memerintahkannya, “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Ini bukan sekadar tugas bagi Petrus, tetapi juga bagi kita semua yang telah menerima kasih karunia-Nya. <br>Petrus dipulihkan dan dipanggil untuk melayani semata-mata karena kasih karunia-Nya (Yoh. 21:1-19). Petrus pernah menyangkal Tuhan Yesus. Namun kegagalannya tidak menghalangan kasih karunia Tuhan. Di tepi danau Tiberias, Yesus memulihkannya dengan pertanyaan yang penuh kasih: “Simon, anak Yohanes, apakah engkau mengasihi Aku?” Tiga kali Ia menanyakan hal itu agar Petrus sungguh-sungguh menggali kedalaman isi hatinya, mengakuinya di hadapan Tuhan, serta mendapatkan pemulihan dari-Nya. Setiap jawaban Petrus, “Engkau tahu bahwa aku mengasihi Engkau,” diikuti dengan perintah-Nya: “Gembalakanlah domba-domba-Ku.” Petrus dipulihkan serta dipanggil melayani dan menggembalakan domba-domba-Nya karena kasih karunia Tuhan semata, namun Ia menghendaki agar Petrus melakukannya dengan dasar kasih.<br>Paulus ditransformasi dan dipakai untuk melayani karena kasih karunia-Nya (Kis. 9:1-21). Saulus, seorang penganiaya gereja, diubah-Nya menjadi Paulus, pemberita Injil. Di tengah kebenciannya, Tuhan menjumpainya dan mengubah hidupnya secara radikal. Sesudah bertobat, Paulus dipersiapkan untuk melayani. Setelah tiba waktunya, ia diutus pergi ke berbagai tempat untuk memberitakan Injil, memuridkan dan menggembalakan. Pengalaman Paulus menunjukkan bahwa tidak ada orang yang terlalu jahat untuk dipakai oleh Tuhan. Allah sanggup mengubah siapapun, dan pertobatan sejati menghasilkan pelayanan. Seperti Paulus, kita pun dipanggil untuk mengalami transformasi dan dipakai Tuhan untuk memberitakan Injil, memuridkan dan menggembalakan.<br>Percayalah akan penyertaan-Nya, sebab Ia adalah Gembala Agung yang memimpin kita. Setelah memberikan Amanat Agung-Nya, Tuhan Yesus mengatakan kepada murid-murid-Nya: “Dan ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai kepada akhir zaman” (Mat. 28:20b). Mazmur 30 mengingatkan bahwa di dalam kesesakan pun Tuhan tetap menyertai, menyelamatkan, dan mengangkat orang-orang percaya yang dikasihi-Nya. Orang yang meratap diubah-Nya menjadi orang yang menari-nari, dan kain kabung diganti-Nya dengan ikat pinggang sukacita. Wahyu 5 menunjukkan seluruh surga memuji Anak Domba yang layak menerima penyembahan. Ketika kita melayani dan menggembalakan domba-domba Tuhan, kita tidak sendirian. Tuhan menyertai, dan seluruh sorga bersorak-sorai.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Em. Andreas Loanka</strong></h5> Tak Berhenti Bersaksi (Kisah Para Rasul 5:27-32; Mazmur 118:14-29; Wahyu 1:4-8; Yohanes 20:19-31) 2025-04-26T16:46:52+07:00 2025-04-26T16:46:52+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/tak-berhenti-bersaksi-kisah-para-rasul-5-27-32-mazmur-118-14-29-wahyu-1-4-8-yohanes-20-19-31 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 27 April 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 5:27-32; Mazmur 118:14-29; Wahyu 1:4-8; Yohanes 20:19-31</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Salah satu tugas umat Tuhan adalah menyaksikan keberadaan dan karya Tuhan di sepanjang kehidupannya. Kesaksian itu dimaksudkan agar yang lain mengenal Allah, mengakui kedaulatan-Nya, dan beroleh berkat atau kasih karunia yang menyelamatkan. Untuk itu, sejak awal Allah memanggil umat-Nya, mereka telah diberi tugas untuk bersaksi, dan menjadi berkat di mana pun mereka berada. Hal ini tampak dari apa yang disampaikan dalam Wahyu 1:5 dan 8, “dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini… “Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.”<br>Artinya, bukan hanya umat Tuhan yang bersaksi namun Tuhan Yesus pun bersaksi dan kesaksian Tuhan Yesus telah berlangsung sejak awal dunia hingga akhir dunia. Maka bersaksi tentang kehadiran dan karya Tuhan di dalam hidup manusia tidak akan berhenti. Apa pun yang terjadi dengan umat Tuhan atau saksi Tuhan, Tuhan terus berkarya melalui berbagai peristiwa itu dan diteruskan oleh orang-orang lain yang dipanggil untuk itu. <br>Kita dapat belajar dari apa yang dikatakan dalam Mazmur 118:22-23 <em>Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Hal itu terjadi dari pihak TUHAN, suatu perbuatan ajaib di mata kita.</em> Dalam hal ini, saat orang tidak menerima kesaksian kita, mereka akan dituntut pertanggungjawaban karena Tuhan hadir dan orang yang menolak kesaksian itu akan dihakimi berdasarkan sikapnya. Sementara itu, dalam Yohanes 20:19-31, tampak pada kita bahwa saat Tuhan Yesus disalibkan dan mati, harapan mereka yang membunuh-Nya, Ia berhenti bersaksi. Namun tidak, Ia tak berhenti bersaksi, Ia bangkit dan Ia menampakkan diri. Ia meminta murid-murid-Nya untuk bersaksi tentang hidup dan karya-Nya. Bahkan, Ia berkata <em>berbahagialah orang yang tidak melihat namun percaya.</em><br>Dengan demikian, orang-orang percaya tidak berhenti bersaksi sebagaimana Tuhan Yesus terus bersaksi di dalam dan melalui mereka dan dalam kehadiran-Nya oleh Roh Kudus. Inilah yang ditegaskan oleh para rasul, Kis. 5:29, 30, 32, <em>Tetapi Petrus dan rasul-rasul itu menjawab, katanya: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia. Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh. Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang mentaati Dia.”</em><br>Kini, hendaklah kita melihat bahwa tak seorang pun yang mampu menghentikan kesaksian tentang kehadiran dan karya Allah. Apa pun tantangan dan godaan yang dihadapi, bahkan kematian tidak menghentikan kesaksian itu. Sebaliknya, kematian Kristus telah menjadi kesaksian yang indah bagi dunia dan kebangkitan-Nya memperlihatkan karya Allah yang tak berkesudahan. Maka, marilah kita tak berhenti bersaksi apa pun keadaan dan kenyataan yang kita hadapi karena kita adalah murid-murid Tuhan, saksi-saksi Tuhan, seperti yang dikatakan Simon Petrus <em>kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus.</em> Kiranya Roh Kudus memampukan kita untuk tak berhenti bersaksi tentang hidup dan karya Kristus di dalam dan melalui kata dan perbuatan kita demi kemuliaan Allah kini dan selamanya. Amin.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Yeryandri Wilson Tungga</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 27 April 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 5:27-32; Mazmur 118:14-29; Wahyu 1:4-8; Yohanes 20:19-31</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Salah satu tugas umat Tuhan adalah menyaksikan keberadaan dan karya Tuhan di sepanjang kehidupannya. Kesaksian itu dimaksudkan agar yang lain mengenal Allah, mengakui kedaulatan-Nya, dan beroleh berkat atau kasih karunia yang menyelamatkan. Untuk itu, sejak awal Allah memanggil umat-Nya, mereka telah diberi tugas untuk bersaksi, dan menjadi berkat di mana pun mereka berada. Hal ini tampak dari apa yang disampaikan dalam Wahyu 1:5 dan 8, “dan dari Yesus Kristus, Saksi yang setia, yang pertama bangkit dari antara orang mati dan yang berkuasa atas raja-raja bumi ini… “Aku adalah Alfa dan Omega, firman Tuhan Allah, yang ada dan yang sudah ada dan yang akan datang, Yang Mahakuasa.”<br>Artinya, bukan hanya umat Tuhan yang bersaksi namun Tuhan Yesus pun bersaksi dan kesaksian Tuhan Yesus telah berlangsung sejak awal dunia hingga akhir dunia. Maka bersaksi tentang kehadiran dan karya Tuhan di dalam hidup manusia tidak akan berhenti. Apa pun yang terjadi dengan umat Tuhan atau saksi Tuhan, Tuhan terus berkarya melalui berbagai peristiwa itu dan diteruskan oleh orang-orang lain yang dipanggil untuk itu. <br>Kita dapat belajar dari apa yang dikatakan dalam Mazmur 118:22-23 <em>Batu yang dibuang oleh tukang-tukang bangunan telah menjadi batu penjuru. Hal itu terjadi dari pihak TUHAN, suatu perbuatan ajaib di mata kita.</em> Dalam hal ini, saat orang tidak menerima kesaksian kita, mereka akan dituntut pertanggungjawaban karena Tuhan hadir dan orang yang menolak kesaksian itu akan dihakimi berdasarkan sikapnya. Sementara itu, dalam Yohanes 20:19-31, tampak pada kita bahwa saat Tuhan Yesus disalibkan dan mati, harapan mereka yang membunuh-Nya, Ia berhenti bersaksi. Namun tidak, Ia tak berhenti bersaksi, Ia bangkit dan Ia menampakkan diri. Ia meminta murid-murid-Nya untuk bersaksi tentang hidup dan karya-Nya. Bahkan, Ia berkata <em>berbahagialah orang yang tidak melihat namun percaya.</em><br>Dengan demikian, orang-orang percaya tidak berhenti bersaksi sebagaimana Tuhan Yesus terus bersaksi di dalam dan melalui mereka dan dalam kehadiran-Nya oleh Roh Kudus. Inilah yang ditegaskan oleh para rasul, Kis. 5:29, 30, 32, <em>Tetapi Petrus dan rasul-rasul itu menjawab, katanya: “Kita harus lebih taat kepada Allah dari pada kepada manusia. Allah nenek moyang kita telah membangkitkan Yesus, yang kamu gantungkan pada kayu salib dan kamu bunuh. Dan kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus, yang dikaruniakan Allah kepada semua orang yang mentaati Dia.”</em><br>Kini, hendaklah kita melihat bahwa tak seorang pun yang mampu menghentikan kesaksian tentang kehadiran dan karya Allah. Apa pun tantangan dan godaan yang dihadapi, bahkan kematian tidak menghentikan kesaksian itu. Sebaliknya, kematian Kristus telah menjadi kesaksian yang indah bagi dunia dan kebangkitan-Nya memperlihatkan karya Allah yang tak berkesudahan. Maka, marilah kita tak berhenti bersaksi apa pun keadaan dan kenyataan yang kita hadapi karena kita adalah murid-murid Tuhan, saksi-saksi Tuhan, seperti yang dikatakan Simon Petrus <em>kami adalah saksi dari segala sesuatu itu, kami dan Roh Kudus.</em> Kiranya Roh Kudus memampukan kita untuk tak berhenti bersaksi tentang hidup dan karya Kristus di dalam dan melalui kata dan perbuatan kita demi kemuliaan Allah kini dan selamanya. Amin.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Yeryandri Wilson Tungga</strong></h5> Yesus Sudah Bangkit, Wartakanlah (Yesaya 50:4-9a; Mazmur 31:10-17; Filipi 2:5-11; Lukas 23:1-49) 2025-04-19T14:45:20+07:00 2025-04-19T14:45:20+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/yesus-sudah-bangkit-wartakanlah-yesaya-50-4-9a-mazmur-31-10-17-filipi-2-5-11-lukas-23-1-49 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 20 April 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 50:4-9a; Mazmur 31:10-17; Filipi 2:5-11; Lukas 23:1-49</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Paskah dimulai dari sebuah kabar yang mengejutkan: <strong>“Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit!”</strong> (Luk. 24:6). Kubur kosong bukanlah akhir, melainkan awal dari harapan baru. Kebangkitan Kristus bukan sekadar mukjizat, melainkan titik balik sejarah manusia. Allah sendiri turun tangan mengalahkan maut dan membuka jalan hidup yang baru.<br>Yesaya mengajak kita membayangkan dunia yang diperbarui oleh Allah. Tanpa tangis dan derita (Yes. 65:17-25). Petrus mewartakan bahwa Yesus yang mati di kayu salib kini hidup dan menjadi sumber keselamatan bagi semua orang (Kis. 10:34-43). Mazmur 118 mengajak kita bersukacita, sebab kasih setia Tuhan tidak pernah gagal: <strong>“Inilah hari yang dijadikan Tuhan!”</strong> (ay. 24).<br>Kebangkitan Yesus mengubah murid-murid yang takut menjadi saksi yang berani. Hari ini, kita pun dipanggil bukan hanya untuk merayakan Paskah, tetapi juga <strong>mewartakan-Nya</strong> melalui tutur kata, sikap hidup, dan kasih yang nyata. Dunia butuh kabar ini. Dunia menantikan terang itu.<br>Yesus sudah bangkit. Jangan diam. Wartakanlah! Selamat Paskah. Kristus hidup dan kita pun hidup dalam harapan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Devina E. Minerva</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 20 April 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 50:4-9a; Mazmur 31:10-17; Filipi 2:5-11; Lukas 23:1-49</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Paskah dimulai dari sebuah kabar yang mengejutkan: <strong>“Ia tidak ada di sini, Ia telah bangkit!”</strong> (Luk. 24:6). Kubur kosong bukanlah akhir, melainkan awal dari harapan baru. Kebangkitan Kristus bukan sekadar mukjizat, melainkan titik balik sejarah manusia. Allah sendiri turun tangan mengalahkan maut dan membuka jalan hidup yang baru.<br>Yesaya mengajak kita membayangkan dunia yang diperbarui oleh Allah. Tanpa tangis dan derita (Yes. 65:17-25). Petrus mewartakan bahwa Yesus yang mati di kayu salib kini hidup dan menjadi sumber keselamatan bagi semua orang (Kis. 10:34-43). Mazmur 118 mengajak kita bersukacita, sebab kasih setia Tuhan tidak pernah gagal: <strong>“Inilah hari yang dijadikan Tuhan!”</strong> (ay. 24).<br>Kebangkitan Yesus mengubah murid-murid yang takut menjadi saksi yang berani. Hari ini, kita pun dipanggil bukan hanya untuk merayakan Paskah, tetapi juga <strong>mewartakan-Nya</strong> melalui tutur kata, sikap hidup, dan kasih yang nyata. Dunia butuh kabar ini. Dunia menantikan terang itu.<br>Yesus sudah bangkit. Jangan diam. Wartakanlah! Selamat Paskah. Kristus hidup dan kita pun hidup dalam harapan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Devina E. Minerva</strong></h5> Yesus Menanggung Sengsara (Yesaya 50:4-9a; Mazmur 31:10-17; Filipi 2:5-11; Lukas 23:1-25) 2025-04-12T23:52:28+07:00 2025-04-12T23:52:28+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/yesus-menanggung-sengsara-yesaya-50-4-9a-mazmur-31-10-17-filipi-2-5-11-lukas-23-1-25 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 13 April 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 50:4-9a; Mazmur 31:10-17; Filipi 2:5-11; Lukas 23:1-25</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Hari ini kita memasuki rangkaian Minggu Pra Paskah yang terakhir yakni Minggu Pra Paskah 6. Minggu Pra Paskah 6 dapat dimaknai dengan dua cara yakni Minggu Palma dan Minggu Sengsara. <br>• Minggu Palma : Menggambarkan bagaimana Yesus ketika memasuki Yerusalem, Ia disambut dengan sorak-sorai dan gegap gempita oleh penduduk Yerusalem.<br>• Minggu Sengsara : Menggambarkan bagaimana penduduk Yerusalem yang semula menyambut dengan sorak-sorai dan mengagungkan Yesus berubah menjadi Kumpulan orang yang menolak dan menyalibkan Yesus.<br>Dengan demikian, Minggu Pra Paskah 6 menghantarkan kita pada dua makna yang paradoksal. Ya, Yesus yang dielu-elukan ketika memasuki Yerusalem, lalu Yesus diperhadapkan pada peradilan dan disalib.<br>Yesus diperhadapkan pada proses pengadilan. Yesus dibawa di hadapan Pilatus, lalu ke hadapan Herodes dan kembali lagi ke hadapan Pilatus. Sebuah proses yang memilukan dan sengsara. Namun, dalam kepiluan dan kesengsaraan yang Yesus alami, Ia tidak lari dan memberontak. Yesus memilih untuk tetap taat menempuh jalan kesengsaraan. Kesengsaraan yang Yesus alami ialah demi kita semua. Yesus memenuhi panggilan-Nya yakni menyelamatkan kita dari jeratan dosa.<br>Dihadapan Pilatus dan Herodes, Yesus ditemukan tidak bersalah. Namun orang banyak menolak keputusan Pilatus dan justru memilih untuk membebaskan Barabas. Desakan orang banyak berhasil memenangkan hati Pilatus, hingga akhirnya Pilatus tunduk pada keinginan mereka. Yesus disalibkan!<br>Minggu Pra Paskah 6 menghantarkan kita untuk menghayati kesengsaraan yang Yesus alami. Dalam kesengsaraan Yesus tak memberontak, Ia memilih taat dan setia menghadapinya. Demikian pun dengan kita, marilah kita meneladani apa yang Yesus telah lakukan yakni tetap taat dan setia pada-Nya meskipun kita sedang diperhadapkan pada kesengsaraan dan kepiluan kehidupan. Dan, marilah berjuang membela sebuah kebenaran tidak seperti Pilatus yang kalah dengan teriakan orang banyak yang mendesaknya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Erma P. Kristiyono</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 13 April 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 50:4-9a; Mazmur 31:10-17; Filipi 2:5-11; Lukas 23:1-25</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Hari ini kita memasuki rangkaian Minggu Pra Paskah yang terakhir yakni Minggu Pra Paskah 6. Minggu Pra Paskah 6 dapat dimaknai dengan dua cara yakni Minggu Palma dan Minggu Sengsara. <br>• Minggu Palma : Menggambarkan bagaimana Yesus ketika memasuki Yerusalem, Ia disambut dengan sorak-sorai dan gegap gempita oleh penduduk Yerusalem.<br>• Minggu Sengsara : Menggambarkan bagaimana penduduk Yerusalem yang semula menyambut dengan sorak-sorai dan mengagungkan Yesus berubah menjadi Kumpulan orang yang menolak dan menyalibkan Yesus.<br>Dengan demikian, Minggu Pra Paskah 6 menghantarkan kita pada dua makna yang paradoksal. Ya, Yesus yang dielu-elukan ketika memasuki Yerusalem, lalu Yesus diperhadapkan pada peradilan dan disalib.<br>Yesus diperhadapkan pada proses pengadilan. Yesus dibawa di hadapan Pilatus, lalu ke hadapan Herodes dan kembali lagi ke hadapan Pilatus. Sebuah proses yang memilukan dan sengsara. Namun, dalam kepiluan dan kesengsaraan yang Yesus alami, Ia tidak lari dan memberontak. Yesus memilih untuk tetap taat menempuh jalan kesengsaraan. Kesengsaraan yang Yesus alami ialah demi kita semua. Yesus memenuhi panggilan-Nya yakni menyelamatkan kita dari jeratan dosa.<br>Dihadapan Pilatus dan Herodes, Yesus ditemukan tidak bersalah. Namun orang banyak menolak keputusan Pilatus dan justru memilih untuk membebaskan Barabas. Desakan orang banyak berhasil memenangkan hati Pilatus, hingga akhirnya Pilatus tunduk pada keinginan mereka. Yesus disalibkan!<br>Minggu Pra Paskah 6 menghantarkan kita untuk menghayati kesengsaraan yang Yesus alami. Dalam kesengsaraan Yesus tak memberontak, Ia memilih taat dan setia menghadapinya. Demikian pun dengan kita, marilah kita meneladani apa yang Yesus telah lakukan yakni tetap taat dan setia pada-Nya meskipun kita sedang diperhadapkan pada kesengsaraan dan kepiluan kehidupan. Dan, marilah berjuang membela sebuah kebenaran tidak seperti Pilatus yang kalah dengan teriakan orang banyak yang mendesaknya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Erma P. Kristiyono</strong></h5> Yesus Memuliakan Karya Insani (Yesaya 43:16-21; Mazmur 126; Filipi 3:4b-14; Yohanes 12:1-8) 2025-04-06T07:48:34+07:00 2025-04-06T07:48:34+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/yesus-memuliakan-karya-insani-yesaya-43-16-21-mazmur-126-filipi-3-4b-14-yohanes-12-1-8 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 6 April 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 43:16-21; Mazmur 126; Filipi 3:4b-14; Yohanes 12:1-8</strong></h5> <h5>Yohanes 12:1-8 mengambarkan 3 pribadi yang masing-masing melayani Tuhan dengan karakter yang berbeda.<br>1. Karakter Martha.<br>Martha menjadi pelayan meja untuk makan. Dia mengasihi Yesus, sebagai seorang yang praktis, ia hanya dapat menyatakan kasihnya melalui pekerjaan tangannya. Martha selalu memberikan apa yang dapat ia berikan. Di mata Tuhan, melayani di dalam rumah tangga, di dapur maupun di mimbar sama baiknya di hadapan Allah asal motivasi untuk melayani Tuhan tak ada perbedaan status dan jabatan. Di dalam melayani Tuhan anda dan saya tidak dapat menghakimi pelayanan orang dalam status dan jabatannya.</h5> <h5>2. Karakter Maria.<br>Maria adalah seorang wanita yang mengasihi Yesus di atas segala sesuatu. Nampak dalam sikapnya :<br>• Memberikan miliknya yang terbaik<br>Maria memberikan yang terbaik, sangat mahal, yang paling berharga, 300 dinar kurang lebih gajinya 10 bulan. Kasihnya kepada Kristus membuat dia memberikan yang terbaik ketimbang untuk dirinya sendiri. Ini adalah tanda bahwa maria: menyerahkan dirinya, merendahkan dirinya dan mengambil sikap sebagai pelayan dengan mengurapi Yesus. <br>• Kerendahan hatinya.<br>Suatu kehormatan untuk mengurapi Yesus, bagi Maria tindakannya adalah tindakan yang melayani secara total sebagai tanda hormat dan kagum kepada Yesus yang dengan rela merendahkan diri baginya. Demikian juga dalam Filipi 3:4b-14 Paulus menggambarkan siapa dirinya sesungguhnya. Pribadinya di mata orang Yahudi adalah suatu kebanggaan yang tak terkira. Tetapi perjumpaan dengan Kristus merubah secara total pandangan Paulus dan sikap hidup pelayanannya. Ia belajar terus meneladan pada penderitaan Kristus.<br>• Tidak mengutamakan rasa harga dirinya.<br>Kasih maria kepada Yesus sampai menyeka kaki Yesus dengan rambutnya. Padahal tabu mengurai rambut di depan umum ini adalah gambaran dari Maria yang rela di cela, rela dipergunjingkan, siap menanggung resiko asal dapat melayani Tuhan.</h5> <h5>3. Karakter Yudas<br>Yudas menempatkan diri sebagai pribadi yang suka menghakimi, pengkritik atau lebih suka mencela pelayanan orang lain ketimbang berbuat nyata. Lebih suka menyalahkan orang lain ketimbang mendoakan orang lain. Ia memiliki sifat yang tidak jujur atau tidak tulus, terbukti dengan ucapan seakan-akan ia peduli terhadap orang miskin padahal ia berharap uang dari minyak itu untuk dapat digunakan olehnya. Ia tidak dapat mengendalikan lidahnya, tidak dapat melihat perbuatan baik, dan dengan cepat ia mencela perbuatan atau pelayanan orang lain.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Em. Santoni</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 6 April 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 43:16-21; Mazmur 126; Filipi 3:4b-14; Yohanes 12:1-8</strong></h5> <h5>Yohanes 12:1-8 mengambarkan 3 pribadi yang masing-masing melayani Tuhan dengan karakter yang berbeda.<br>1. Karakter Martha.<br>Martha menjadi pelayan meja untuk makan. Dia mengasihi Yesus, sebagai seorang yang praktis, ia hanya dapat menyatakan kasihnya melalui pekerjaan tangannya. Martha selalu memberikan apa yang dapat ia berikan. Di mata Tuhan, melayani di dalam rumah tangga, di dapur maupun di mimbar sama baiknya di hadapan Allah asal motivasi untuk melayani Tuhan tak ada perbedaan status dan jabatan. Di dalam melayani Tuhan anda dan saya tidak dapat menghakimi pelayanan orang dalam status dan jabatannya.</h5> <h5>2. Karakter Maria.<br>Maria adalah seorang wanita yang mengasihi Yesus di atas segala sesuatu. Nampak dalam sikapnya :<br>• Memberikan miliknya yang terbaik<br>Maria memberikan yang terbaik, sangat mahal, yang paling berharga, 300 dinar kurang lebih gajinya 10 bulan. Kasihnya kepada Kristus membuat dia memberikan yang terbaik ketimbang untuk dirinya sendiri. Ini adalah tanda bahwa maria: menyerahkan dirinya, merendahkan dirinya dan mengambil sikap sebagai pelayan dengan mengurapi Yesus. <br>• Kerendahan hatinya.<br>Suatu kehormatan untuk mengurapi Yesus, bagi Maria tindakannya adalah tindakan yang melayani secara total sebagai tanda hormat dan kagum kepada Yesus yang dengan rela merendahkan diri baginya. Demikian juga dalam Filipi 3:4b-14 Paulus menggambarkan siapa dirinya sesungguhnya. Pribadinya di mata orang Yahudi adalah suatu kebanggaan yang tak terkira. Tetapi perjumpaan dengan Kristus merubah secara total pandangan Paulus dan sikap hidup pelayanannya. Ia belajar terus meneladan pada penderitaan Kristus.<br>• Tidak mengutamakan rasa harga dirinya.<br>Kasih maria kepada Yesus sampai menyeka kaki Yesus dengan rambutnya. Padahal tabu mengurai rambut di depan umum ini adalah gambaran dari Maria yang rela di cela, rela dipergunjingkan, siap menanggung resiko asal dapat melayani Tuhan.</h5> <h5>3. Karakter Yudas<br>Yudas menempatkan diri sebagai pribadi yang suka menghakimi, pengkritik atau lebih suka mencela pelayanan orang lain ketimbang berbuat nyata. Lebih suka menyalahkan orang lain ketimbang mendoakan orang lain. Ia memiliki sifat yang tidak jujur atau tidak tulus, terbukti dengan ucapan seakan-akan ia peduli terhadap orang miskin padahal ia berharap uang dari minyak itu untuk dapat digunakan olehnya. Ia tidak dapat mengendalikan lidahnya, tidak dapat melihat perbuatan baik, dan dengan cepat ia mencela perbuatan atau pelayanan orang lain.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Em. Santoni</strong></h5> Yesus Menerima Orang Berdosa (Yosua 5:9-12; Mazmur 32; 2 Korintus 5:16-21; Lukas 15:1-3, 11b-32) 2025-03-29T22:18:26+07:00 2025-03-29T22:18:26+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/yesus-menerima-orang-berdosa-yosua-5-9-12-mazmur-32-2-korintus-5-16-21-lukas-15-1-3-11b-32 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 30 Maret 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yosua 5:9-12; Mazmur 32; 2 Korintus 5:16-21; Lukas 15:1-3, 11b-32</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Di sebuah kota kecil, hiduplah seorang nenek. Ia memiliki seorang cucu laki-laki. Namun, ketika remaja, cucunya mulai bergaul dengan teman-teman yang salah. Ia jarang pulang, mulai mencoba hal-hal yang tidak baik, dan akhirnya meninggalkan rumah tanpa kabar. Jam demi jam berlalu. Oma tetap menunggu di teras rumahnya. Hari pun berganti. Ia berdoa, berharap cucu kembali. Orang-orang menertawakannya, berkata, “Buang saja harapanmu, Nek! Ia memang tidak baik. Ia sudah tidak menghargaimu.” Tapi Oma tetap percaya bahwa cucunya pada dasarnya baik.<br>Larut malam, seorang pemuda kurus dan lusuh berdiri di depan rumah itu. Matanya penuh air mata. Ia ragu, takut ditolak. Tapi sebelum ia sempat mengetuk pintu Oma sudah berlari memeluknya. “Cucuku, kau pulang!” serunya sambil menangis. Di tengah pelukan neneknya, ia bertanya, “Oma, apakah kau masih mau menerimaku setelah semua yang kulakukan?” Dengan suara lembut, Oma menjawab, <strong>“Kamu selalu punya tempat di sini, Nak. Kasih sayangku tidak pernah berubah.”</strong><br>Dalam Yosua 5, bangsa Israel baru saja memasuki Tanah Perjanjian setelah 40 tahun mengembara di padang gurun. Mereka pernah menjadi budak di Mesir, dan generasi sebelumnya dihukum karena ketidaktaatan mereka. Namun, di Gilgal, Tuhan berkata, <strong>“Hari ini telah Kuhapus cela Mesir itu daripadamu.”</strong> (Yosua 5:9). Kalimat ini sangat kuat. "Cela" dalam bahasa Ibrani adalah <em>cherpah</em>, yang berarti kehinaan atau rasa malu yang dalam. Tuhan tidak hanya membawa mereka ke tanah baru, tetapi juga menghapus beban masa lalu mereka. Banyak dari kita hidup dengan rasa bersalah. Mungkin ada orang tua yang merasa gagal mendidik anak, pemuda yang menyesali keputusan buruk, atau lansia yang terbebani oleh penyesalan lama. Tetapi Tuhan berkata, <strong>“Cela masa lalu telah dihapus!”</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Mazmur 32 menggambarkan kebahagiaan orang yang menerima pengampunan Tuhan. Daud berkata, <strong>“Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!”</strong> (Mazmur 32:1). Kita sering mencari kebahagiaan dalam hal-hal duniawi—uang, status, atau hiburan. Tapi Mazmur ini mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukan datang dari kesempurnaan hidup, melainkan dari pengampunan Tuhan. Dari anak-anak hingga lansia, kita semua pernah berbuat salah. Tapi Tuhan menawarkan kebahagiaan sejati: bukan dengan menghapus kesalahan kita secara ajaib, tetapi dengan mengampuni dan memulihkan kita. Rasul Paulus mengatakan bahwa di dalam Kristus, kita adalah <strong>ciptaan baru</strong> (2 Korintus 5:17). Kata "ciptaan" di sini memakai kata Yunani <em>ktisis</em>, yang berarti sesuatu yang benar-benar diperbarui, bukan hanya diperbaiki. Lebih dari itu, kita tidak hanya diampuni, tetapi diberi tugas sebagai <strong>"duta-duta Kristus"</strong> (ayat 20). Tuhan tidak hanya menerima kita kembali, tetapi juga mengutus kita menjadi agen rekonsiliasi bagi dunia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dari perspektif psikologi, konsep penerimaan dan rekonsiliasi ini bisa dikaitkan dengan <strong>Teori Attachment (Kelekatan)</strong> <strong>dari John Bowlby.</strong> Bowlby menjelaskan bahwa manusia memiliki kebutuhan mendasar untuk merasa aman dan diterima dalam hubungan mereka. Ketika seseorang mengalami keterpisahan atau penolakan dalam kehidupan, hal itu bisa menyebabkan luka emosional yang mendalam. Namun, penelitian dalam psikologi juga menunjukkan bahwa pengalaman rekonsiliasi—seperti yang terjadi dalam kasih karunia Allah—dapat membawa penyembuhan emosional. Saat kita merasa diterima, bahkan setelah kegagalan, kita mengalami pemulihan psikologis yang mendalam. Inilah yang ditawarkan Kristus: bukan hanya pengampunan, tetapi juga pemulihan hubungan. Tuhan tidak hanya berkata, "Aku mengampunimu," tetapi juga, "Aku ingin bersamamu kembali." Kini kita masuk ke perumpamaan Yesus yang sangat terkenal: <strong>anak yang hilang</strong>. Namun, mari kita melihat dari perspektif yang lebih mendalam.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>Mengapa Sang Bapa Berlari?</strong> Dalam budaya Yahudi, seorang patriark (kepala keluarga) tidak pernah berlari. Berlari dianggap sebagai tindakan yang memalukan bagi orang tua. Tetapi ketika melihat anaknya pulang, <strong>sang bapa berlari!</strong> Ini bukan sekadar tindakan emosional, tetapi juga tindakan penyelamatan. Menurut hukum Yahudi, seorang anak yang mempermalukan keluarganya bisa dihukum <em>kezazah</em>—dilempari batu oleh penduduk desa. Dengan berlari lebih dulu, sang bapa mencegah anaknya dihukum oleh orang-orang. Inilah yang Yesus lakukan bagi kita. Ia turun dari surga, mengambil rupa manusia, dan berlari menuju kita, bahkan mati di kayu salib agar kita tidak mengalami penghukuman. <strong>Anak Sulung: Gambaran Orang yang Sulit Menerima Kasih Karunia</strong>. Kita sering melihat diri kita dalam anak bungsu. Tapi bagaimana dengan anak sulung? Ia tidak bisa menerima bahwa ayahnya begitu mudah mengampuni adiknya. Ini adalah gambaran dari orang-orang yang merasa lebih benar, yang sulit memahami bahwa kasih Tuhan tidak tergantung pada jasa manusia. Kita bisa menjadi seperti anak sulung ketika kita merasa lebih baik dari orang lain, atau ketika kita sulit mengampuni orang yang pernah menyakiti kita. Tapi kasih Allah lebih besar dari keadilan manusia. Bagi-Nya, setiap orang yang kembali berhak mendapat kasih yang sama.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>Dalam Kebaktian Intergenerasional kita hari ini sepatutnya kita merenungkan:</strong> <br>Bagi <strong>anak-anak:</strong> Tuhan selalu mengasihi kalian. Jika kalian melakukan kesalahan, jangan takut. Tuhan siap mengampuni dan menerima kalian kembali.<br><strong>Youth, teens dan Dewasa Muda:</strong> Dunia menawarkan banyak kesenangan yang bisa menjauhkan kalian dari Tuhan. Jangan menunggu sampai kalian jatuh untuk kembali. Kasih Tuhan selalu terbuka.<br><strong>Dewasa:</strong> Mungkin ada orang-orang yang sulit kalian maafkan. Ingatlah, jika Tuhan menerima kita tanpa syarat, kita juga harus belajar menerima dan mengampuni orang lain.<br><strong>Lansia:</strong> Tidak ada kata terlambat untuk mengalami pemulihan. Tuhan masih bekerja dalam hidup kalian dan tetap menanti setiap pertobatan dengan penuh kasih.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Apakah ada di antara kita yang merasa jauh dari Tuhan? Apakah ada yang merasa sulit untuk menerima kasih karunia? Hari ini, kita diundang untuk kembali. Jangan takut. Tuhan tidak akan menolak. Sebaliknya, Ia akan berlari kepada kita, memeluk kita, dan berkata: <strong>"Kamu selalu punya tempat di sini."</strong></h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Pramudya Hidayat</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 30 Maret 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yosua 5:9-12; Mazmur 32; 2 Korintus 5:16-21; Lukas 15:1-3, 11b-32</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Di sebuah kota kecil, hiduplah seorang nenek. Ia memiliki seorang cucu laki-laki. Namun, ketika remaja, cucunya mulai bergaul dengan teman-teman yang salah. Ia jarang pulang, mulai mencoba hal-hal yang tidak baik, dan akhirnya meninggalkan rumah tanpa kabar. Jam demi jam berlalu. Oma tetap menunggu di teras rumahnya. Hari pun berganti. Ia berdoa, berharap cucu kembali. Orang-orang menertawakannya, berkata, “Buang saja harapanmu, Nek! Ia memang tidak baik. Ia sudah tidak menghargaimu.” Tapi Oma tetap percaya bahwa cucunya pada dasarnya baik.<br>Larut malam, seorang pemuda kurus dan lusuh berdiri di depan rumah itu. Matanya penuh air mata. Ia ragu, takut ditolak. Tapi sebelum ia sempat mengetuk pintu Oma sudah berlari memeluknya. “Cucuku, kau pulang!” serunya sambil menangis. Di tengah pelukan neneknya, ia bertanya, “Oma, apakah kau masih mau menerimaku setelah semua yang kulakukan?” Dengan suara lembut, Oma menjawab, <strong>“Kamu selalu punya tempat di sini, Nak. Kasih sayangku tidak pernah berubah.”</strong><br>Dalam Yosua 5, bangsa Israel baru saja memasuki Tanah Perjanjian setelah 40 tahun mengembara di padang gurun. Mereka pernah menjadi budak di Mesir, dan generasi sebelumnya dihukum karena ketidaktaatan mereka. Namun, di Gilgal, Tuhan berkata, <strong>“Hari ini telah Kuhapus cela Mesir itu daripadamu.”</strong> (Yosua 5:9). Kalimat ini sangat kuat. "Cela" dalam bahasa Ibrani adalah <em>cherpah</em>, yang berarti kehinaan atau rasa malu yang dalam. Tuhan tidak hanya membawa mereka ke tanah baru, tetapi juga menghapus beban masa lalu mereka. Banyak dari kita hidup dengan rasa bersalah. Mungkin ada orang tua yang merasa gagal mendidik anak, pemuda yang menyesali keputusan buruk, atau lansia yang terbebani oleh penyesalan lama. Tetapi Tuhan berkata, <strong>“Cela masa lalu telah dihapus!”</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Mazmur 32 menggambarkan kebahagiaan orang yang menerima pengampunan Tuhan. Daud berkata, <strong>“Berbahagialah orang yang diampuni pelanggarannya, yang dosanya ditutupi!”</strong> (Mazmur 32:1). Kita sering mencari kebahagiaan dalam hal-hal duniawi—uang, status, atau hiburan. Tapi Mazmur ini mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati bukan datang dari kesempurnaan hidup, melainkan dari pengampunan Tuhan. Dari anak-anak hingga lansia, kita semua pernah berbuat salah. Tapi Tuhan menawarkan kebahagiaan sejati: bukan dengan menghapus kesalahan kita secara ajaib, tetapi dengan mengampuni dan memulihkan kita. Rasul Paulus mengatakan bahwa di dalam Kristus, kita adalah <strong>ciptaan baru</strong> (2 Korintus 5:17). Kata "ciptaan" di sini memakai kata Yunani <em>ktisis</em>, yang berarti sesuatu yang benar-benar diperbarui, bukan hanya diperbaiki. Lebih dari itu, kita tidak hanya diampuni, tetapi diberi tugas sebagai <strong>"duta-duta Kristus"</strong> (ayat 20). Tuhan tidak hanya menerima kita kembali, tetapi juga mengutus kita menjadi agen rekonsiliasi bagi dunia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dari perspektif psikologi, konsep penerimaan dan rekonsiliasi ini bisa dikaitkan dengan <strong>Teori Attachment (Kelekatan)</strong> <strong>dari John Bowlby.</strong> Bowlby menjelaskan bahwa manusia memiliki kebutuhan mendasar untuk merasa aman dan diterima dalam hubungan mereka. Ketika seseorang mengalami keterpisahan atau penolakan dalam kehidupan, hal itu bisa menyebabkan luka emosional yang mendalam. Namun, penelitian dalam psikologi juga menunjukkan bahwa pengalaman rekonsiliasi—seperti yang terjadi dalam kasih karunia Allah—dapat membawa penyembuhan emosional. Saat kita merasa diterima, bahkan setelah kegagalan, kita mengalami pemulihan psikologis yang mendalam. Inilah yang ditawarkan Kristus: bukan hanya pengampunan, tetapi juga pemulihan hubungan. Tuhan tidak hanya berkata, "Aku mengampunimu," tetapi juga, "Aku ingin bersamamu kembali." Kini kita masuk ke perumpamaan Yesus yang sangat terkenal: <strong>anak yang hilang</strong>. Namun, mari kita melihat dari perspektif yang lebih mendalam.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>Mengapa Sang Bapa Berlari?</strong> Dalam budaya Yahudi, seorang patriark (kepala keluarga) tidak pernah berlari. Berlari dianggap sebagai tindakan yang memalukan bagi orang tua. Tetapi ketika melihat anaknya pulang, <strong>sang bapa berlari!</strong> Ini bukan sekadar tindakan emosional, tetapi juga tindakan penyelamatan. Menurut hukum Yahudi, seorang anak yang mempermalukan keluarganya bisa dihukum <em>kezazah</em>—dilempari batu oleh penduduk desa. Dengan berlari lebih dulu, sang bapa mencegah anaknya dihukum oleh orang-orang. Inilah yang Yesus lakukan bagi kita. Ia turun dari surga, mengambil rupa manusia, dan berlari menuju kita, bahkan mati di kayu salib agar kita tidak mengalami penghukuman. <strong>Anak Sulung: Gambaran Orang yang Sulit Menerima Kasih Karunia</strong>. Kita sering melihat diri kita dalam anak bungsu. Tapi bagaimana dengan anak sulung? Ia tidak bisa menerima bahwa ayahnya begitu mudah mengampuni adiknya. Ini adalah gambaran dari orang-orang yang merasa lebih benar, yang sulit memahami bahwa kasih Tuhan tidak tergantung pada jasa manusia. Kita bisa menjadi seperti anak sulung ketika kita merasa lebih baik dari orang lain, atau ketika kita sulit mengampuni orang yang pernah menyakiti kita. Tapi kasih Allah lebih besar dari keadilan manusia. Bagi-Nya, setiap orang yang kembali berhak mendapat kasih yang sama.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>Dalam Kebaktian Intergenerasional kita hari ini sepatutnya kita merenungkan:</strong> <br>Bagi <strong>anak-anak:</strong> Tuhan selalu mengasihi kalian. Jika kalian melakukan kesalahan, jangan takut. Tuhan siap mengampuni dan menerima kalian kembali.<br><strong>Youth, teens dan Dewasa Muda:</strong> Dunia menawarkan banyak kesenangan yang bisa menjauhkan kalian dari Tuhan. Jangan menunggu sampai kalian jatuh untuk kembali. Kasih Tuhan selalu terbuka.<br><strong>Dewasa:</strong> Mungkin ada orang-orang yang sulit kalian maafkan. Ingatlah, jika Tuhan menerima kita tanpa syarat, kita juga harus belajar menerima dan mengampuni orang lain.<br><strong>Lansia:</strong> Tidak ada kata terlambat untuk mengalami pemulihan. Tuhan masih bekerja dalam hidup kalian dan tetap menanti setiap pertobatan dengan penuh kasih.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Apakah ada di antara kita yang merasa jauh dari Tuhan? Apakah ada yang merasa sulit untuk menerima kasih karunia? Hari ini, kita diundang untuk kembali. Jangan takut. Tuhan tidak akan menolak. Sebaliknya, Ia akan berlari kepada kita, memeluk kita, dan berkata: <strong>"Kamu selalu punya tempat di sini."</strong></h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Pramudya Hidayat</strong></h5> Yesus Pemberi Kesempatan (Yesaya 55:1-9; Mazmur 63:1-8; 1 Korintus 10:1-13; Lukas 13:1-9) 2025-03-21T16:03:20+07:00 2025-03-21T16:03:20+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/yesus-pemberi-kesempatan-yesaya-55-1-9-mazmur-63-1-8-1-korintus-10-1-13-lukas-13-1-9 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 23 Maret 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 55:1-9; Mazmur 63:1-8; 1 Korintus 10:1-13; Lukas 13:1-9</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Adakah di antara kita yang tidak pernah melakukan kesalahan? Adakah yang tidak pernah jatuh dalam hidupnya? Saya rasa, kita semua pasti pernah. Dan terkadang, kita merasa begitu gagal sehingga kita berpikir: <em>“Mungkin Tuhan sudah menyerah pada saya.”</em><br>Tetapi, perumpamaan Yesus tentang pohon ara yang tidak berbuah (Lukas 13:1-9) memberikan kita pengharapan yang luar biasa. Pohon itu seharusnya ditebang karena tidak berbuah selama tiga tahun. Namun, tukang kebunnya berkata kepada pemiliknya, <em>“Biarkan aku mengurusnya lagi, memberi pupuk, mungkin tahun depan akan berbuah.”</em> Ini seperti Yesus yang berbicara kepada kita. Ia tidak langsung menyerah. Ia memberikan kita kesempatan, bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali. Ia memberi kita waktu untuk berubah, bertumbuh, dan berbuah.<br>Namun, kesempatan yang diberikan Tuhan bukan untuk diabaikan. Dalam 1 Korintus 10:1-13, kita melihat bahwa meskipun bangsa Israel mendapatkan banyak anugerah—mereka diselamatkan, diberi makan, dipelihara oleh Tuhan—banyak juga dari mereka yang tetap jatuh dalam dosa. Ini peringatan bagi kita. Kesempatan yang diberikan Tuhan adalah kesempatan untuk berubah, bukan untuk terus-menerus jatuh di tempat yang sama.<br>Selain itu, melalui Yesaya 55:1-9, Tuhan berbicara langsung kepada kita. Ia mengundang kita dengan penuh kasih: <em>“Hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah!”</em> Tuhan memberi kita kesempatan untuk datang kepada-Nya, untuk hidup dalam kasih-Nya, dan menerima berkat-Nya secara cuma-cuma. Tapi Dia juga berkata, <em>“Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui.”</em> Ini berarti kesempatan itu tidak selamanya ada. Kita dipanggil untuk segera merespons kasih-Nya, bukan menundanya.<br>Yesus adalah Pemberi Kesempatan. Mungkin kita merasa hidup kita seperti pohon ara yang tidak berbuah, atau seperti Israel yang sering kali jatuh dalam kesalahan yang sama. Tapi Yesus, Sang Tukang Kebun, terus mencangkul dan memberi pupuk pada hidup kita. Dia memberi kita waktu. Namun, jangan biarkan kesempatan itu lewat begitu saja. Tuhan mengundang kita untuk berbalik kepada-Nya, hidup dalam jalan-Nya, dan menghasilkan buah dalam hidup kita. Mari kita gunakan kesempatan ini dengan sungguh-sungguh.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Devina E. Minerva</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 23 Maret 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 55:1-9; Mazmur 63:1-8; 1 Korintus 10:1-13; Lukas 13:1-9</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Adakah di antara kita yang tidak pernah melakukan kesalahan? Adakah yang tidak pernah jatuh dalam hidupnya? Saya rasa, kita semua pasti pernah. Dan terkadang, kita merasa begitu gagal sehingga kita berpikir: <em>“Mungkin Tuhan sudah menyerah pada saya.”</em><br>Tetapi, perumpamaan Yesus tentang pohon ara yang tidak berbuah (Lukas 13:1-9) memberikan kita pengharapan yang luar biasa. Pohon itu seharusnya ditebang karena tidak berbuah selama tiga tahun. Namun, tukang kebunnya berkata kepada pemiliknya, <em>“Biarkan aku mengurusnya lagi, memberi pupuk, mungkin tahun depan akan berbuah.”</em> Ini seperti Yesus yang berbicara kepada kita. Ia tidak langsung menyerah. Ia memberikan kita kesempatan, bukan hanya sekali, tetapi berkali-kali. Ia memberi kita waktu untuk berubah, bertumbuh, dan berbuah.<br>Namun, kesempatan yang diberikan Tuhan bukan untuk diabaikan. Dalam 1 Korintus 10:1-13, kita melihat bahwa meskipun bangsa Israel mendapatkan banyak anugerah—mereka diselamatkan, diberi makan, dipelihara oleh Tuhan—banyak juga dari mereka yang tetap jatuh dalam dosa. Ini peringatan bagi kita. Kesempatan yang diberikan Tuhan adalah kesempatan untuk berubah, bukan untuk terus-menerus jatuh di tempat yang sama.<br>Selain itu, melalui Yesaya 55:1-9, Tuhan berbicara langsung kepada kita. Ia mengundang kita dengan penuh kasih: <em>“Hai semua orang yang haus, marilah dan minumlah air, dan hai orang yang tidak mempunyai uang, marilah!”</em> Tuhan memberi kita kesempatan untuk datang kepada-Nya, untuk hidup dalam kasih-Nya, dan menerima berkat-Nya secara cuma-cuma. Tapi Dia juga berkata, <em>“Carilah TUHAN selama Ia berkenan ditemui.”</em> Ini berarti kesempatan itu tidak selamanya ada. Kita dipanggil untuk segera merespons kasih-Nya, bukan menundanya.<br>Yesus adalah Pemberi Kesempatan. Mungkin kita merasa hidup kita seperti pohon ara yang tidak berbuah, atau seperti Israel yang sering kali jatuh dalam kesalahan yang sama. Tapi Yesus, Sang Tukang Kebun, terus mencangkul dan memberi pupuk pada hidup kita. Dia memberi kita waktu. Namun, jangan biarkan kesempatan itu lewat begitu saja. Tuhan mengundang kita untuk berbalik kepada-Nya, hidup dalam jalan-Nya, dan menghasilkan buah dalam hidup kita. Mari kita gunakan kesempatan ini dengan sungguh-sungguh.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Devina E. Minerva</strong></h5> Yesus Menolak Jalan Pintas (Kejadian 15:1-12, 17-18; Mazmur 27; Filipi 3:17 - 4:1; Lukas 13:31-35) 2025-03-15T13:50:31+07:00 2025-03-15T13:50:31+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/yesus-menolak-jalan-pintas-kejadian-15-1-12-17-18-mazmur-27-filipi-3-17-4-1-lukas-13-31-35 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 16 Maret 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 15:1-12, 17-18; Mazmur 27; Filipi 3:17 - 4:1; Lukas 13:31-35</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Banyak orang menginginkan kesuksesan di dalam hidupnya. Namun celakanya banyak yang ingin sukses dengan jalan pintas atau instan. Mereka tidak mau bertekun dalam disiplin dan perjuangan, apalagi memperhatikan kehendak Tuhan. Proses tidak penting bagi mereka, yang penting adalah hasilnya. Kehendak Tuhan tidak diperhatikan, tapi yang diutamakan adalah kehendak ego mereka. Tentu saja mengambil jalan pintas ada resikonya, baik ditegur atasan, berurusan dengan yang berwajib, kehilangan karakter, kecelakaan, ataupun maut. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam kehidupan, kita sering dihadapkan pada pilihan: mengambil jalan pintas yang terlihat mudah, atau menempuh jalan yang lebih panjang tetapi sesuai dengan kehendak Tuhan. Hari ini, kita akan belajar dari kehidupan Yesus dan tokoh-tokoh Alkitab lainnya tentang pentingnya menolak jalan pintas dan tetap setia pada rencana Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Abram tidak mengambil jalan pintas, tetapi tetap percaya dan menantikan Tuhan (Kej. 15). Dalam Kejadian 15, kita melihat bagaimana Tuhan mengadakan perjanjian dengan Abram. Tuhan menjanjikan bahwa Abram akan memiliki keturunan yang banyaknya seperti bintang di langit, dan ia diperintahkan untuk mempersiapkan korban untuk perjanjian itu. Abram percaya Tuhan, mentaati perintah-Nya untuk mempersiapkan korban, dan setia menantikan-Nya. Tuhan sendiri yang melewati potongan-potongan hewan korban itu sebagai tanda kesetiaan-Nya. Abram tidak mengambil jalan pintas dengan mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi ia percaya dan menunggu penggenapan janji Tuhan, mekipun waktu penantian itu lama dan tidak mudah. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Tuhan punya waktu yang tepat untuk setiap rencana-Nya, maka hendaklah kita memiliki iman dan pengharapan untuk menantikan Tuhan. Pemazmur menulis, "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14). Mazmur ini mengajarkan kita untuk tetap berharap dan bersabar, bahkan ketika situasi terasa sulit. Jalan pintas seringkali menggoda, tetapi menantikan Tuhan akan membawa kita pada kemenangan yang sejati.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Marilah kita mengikuti teladan Tuhan Yesus (Filipi 3:17 - 4:1). Rasul Paulus mengajak jemaat di Filipi untuk mengikuti teladan Kristus. Yesus tidak mencari kemuliaan duniawi atau jalan pintas untuk mencapai tujuan-Nya. Ia rela menderita dan taat sampai mati di kayu salib. Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk hidup dengan integritas dan rela memikul salib kita (Mat. 16:24), bukan mencari kemudahan duniawi dan jalan pintas. Jalan salib mungkin berat, tetapi itulah jalan yang membawa kita kepada kemuliaan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hendaklah kita belajar dari Tuhan Yesus yang menolak jalan pintas (Luk. 13:31-35). Dalam Lukas 13, beberapa orang Farisi mencoba menakut-nakuti Yesus dengan mengatakan bahwa Herodes ingin membunuh-Nya. Namun, Yesus tidak takut atau mencari jalan pintas untuk menyelamatkan diri-Nya. Ia tetap melanjutkan pelayanan-Nya, bahkan menjawab ancaman Herodes tersebut dengan berkata: ”Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai” (Luk. 13:32). Yesus tahu bahwa misi-Nya bukan untuk menghindari bahaya, tetapi untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Bapa kepada-Nya. Yesus menolak jalan pintas karena Ia tahu bahwa rencana Bapa-Nya harus digenapi. Kita pun harus belajar untuk menolak jalan pintas, dan tetap setia pada panggilan Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam kehidupan kita, godaan untuk mengambil jalan pintas selalu ada. Namun, sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk hidup dengan kesetiaan, kesabaran, dan ketekunan. Percayalah bahwa Tuhan punya rencana terbaik untuk hidup kita. Mari kita belajar dari Yesus, yang menolak jalan pintas dan tetap setia pada rencana Bapa sampai akhir.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Em. Andreas Loanka</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 16 Maret 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 15:1-12, 17-18; Mazmur 27; Filipi 3:17 - 4:1; Lukas 13:31-35</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Banyak orang menginginkan kesuksesan di dalam hidupnya. Namun celakanya banyak yang ingin sukses dengan jalan pintas atau instan. Mereka tidak mau bertekun dalam disiplin dan perjuangan, apalagi memperhatikan kehendak Tuhan. Proses tidak penting bagi mereka, yang penting adalah hasilnya. Kehendak Tuhan tidak diperhatikan, tapi yang diutamakan adalah kehendak ego mereka. Tentu saja mengambil jalan pintas ada resikonya, baik ditegur atasan, berurusan dengan yang berwajib, kehilangan karakter, kecelakaan, ataupun maut. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam kehidupan, kita sering dihadapkan pada pilihan: mengambil jalan pintas yang terlihat mudah, atau menempuh jalan yang lebih panjang tetapi sesuai dengan kehendak Tuhan. Hari ini, kita akan belajar dari kehidupan Yesus dan tokoh-tokoh Alkitab lainnya tentang pentingnya menolak jalan pintas dan tetap setia pada rencana Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Abram tidak mengambil jalan pintas, tetapi tetap percaya dan menantikan Tuhan (Kej. 15). Dalam Kejadian 15, kita melihat bagaimana Tuhan mengadakan perjanjian dengan Abram. Tuhan menjanjikan bahwa Abram akan memiliki keturunan yang banyaknya seperti bintang di langit, dan ia diperintahkan untuk mempersiapkan korban untuk perjanjian itu. Abram percaya Tuhan, mentaati perintah-Nya untuk mempersiapkan korban, dan setia menantikan-Nya. Tuhan sendiri yang melewati potongan-potongan hewan korban itu sebagai tanda kesetiaan-Nya. Abram tidak mengambil jalan pintas dengan mengandalkan kekuatannya sendiri, tetapi ia percaya dan menunggu penggenapan janji Tuhan, mekipun waktu penantian itu lama dan tidak mudah. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Tuhan punya waktu yang tepat untuk setiap rencana-Nya, maka hendaklah kita memiliki iman dan pengharapan untuk menantikan Tuhan. Pemazmur menulis, "Nantikanlah TUHAN! Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu! Ya, nantikanlah TUHAN!" (Mazmur 27:14). Mazmur ini mengajarkan kita untuk tetap berharap dan bersabar, bahkan ketika situasi terasa sulit. Jalan pintas seringkali menggoda, tetapi menantikan Tuhan akan membawa kita pada kemenangan yang sejati.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Marilah kita mengikuti teladan Tuhan Yesus (Filipi 3:17 - 4:1). Rasul Paulus mengajak jemaat di Filipi untuk mengikuti teladan Kristus. Yesus tidak mencari kemuliaan duniawi atau jalan pintas untuk mencapai tujuan-Nya. Ia rela menderita dan taat sampai mati di kayu salib. Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk hidup dengan integritas dan rela memikul salib kita (Mat. 16:24), bukan mencari kemudahan duniawi dan jalan pintas. Jalan salib mungkin berat, tetapi itulah jalan yang membawa kita kepada kemuliaan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hendaklah kita belajar dari Tuhan Yesus yang menolak jalan pintas (Luk. 13:31-35). Dalam Lukas 13, beberapa orang Farisi mencoba menakut-nakuti Yesus dengan mengatakan bahwa Herodes ingin membunuh-Nya. Namun, Yesus tidak takut atau mencari jalan pintas untuk menyelamatkan diri-Nya. Ia tetap melanjutkan pelayanan-Nya, bahkan menjawab ancaman Herodes tersebut dengan berkata: ”Pergilah dan katakanlah kepada si serigala itu: Aku mengusir setan dan menyembuhkan orang, pada hari ini dan besok, dan pada hari yang ketiga Aku akan selesai” (Luk. 13:32). Yesus tahu bahwa misi-Nya bukan untuk menghindari bahaya, tetapi untuk menyelesaikan pekerjaan yang diberikan Bapa kepada-Nya. Yesus menolak jalan pintas karena Ia tahu bahwa rencana Bapa-Nya harus digenapi. Kita pun harus belajar untuk menolak jalan pintas, dan tetap setia pada panggilan Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam kehidupan kita, godaan untuk mengambil jalan pintas selalu ada. Namun, sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk hidup dengan kesetiaan, kesabaran, dan ketekunan. Percayalah bahwa Tuhan punya rencana terbaik untuk hidup kita. Mari kita belajar dari Yesus, yang menolak jalan pintas dan tetap setia pada rencana Bapa sampai akhir.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Em. Andreas Loanka</strong></h5> Yesus Berani Menghadapi Pencobaan (Ulangan 26:1-11; Mazmur 91:1-2, 9-16; Roma 10:8b-13; Lukas 4:1-13) 2025-03-08T14:41:42+07:00 2025-03-08T14:41:42+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/yesus-berani-menghadapi-pencobaan-ulangan-26-1-11-mazmur-91-1-2-9-16-roma-10-8b-13-lukas-4-1-13 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 9 Maret 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Ulangan 26:1-11; Mazmur 91:1-2, 9-16; Roma 10:8b-13; Lukas 4:1-13</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">MMinggu ini merupakan Minggu pertama masa Prapaskah, sesudah Rabu Abu. Bacaan Injil hari ini tentang Yesus dicobai oleh Iblis. Setelah dibaptis, Yesus dibawa Roh Kudus ke padang gurun untuk dicobai Iblis. Dalam tiga kali pencobaan Iblis menguji apakah Yesus itu benar Anak Allah. Maka ia memulai pencobaannya dengan kalimat “jika engkau Anak Allah….” Setelah 40 hari berpuasa, tentu saja Yesus lapar. Saat itulah Iblis mulai mencobai Yesus, dengan menyuruh Yesus mengubah batu menjadi roti. Pencobaan yang pertama ini kelihatannya menyenangkan dan sesuai kebutuhan Yesus saat itu. Namun Yesus menolaknya karena Ia tidak mau taat kepada Iblis. Pencobaan kedua menurut Injil Lukas (yang berbeda dari Injil Matius) adalah untuk menyembah Iblis agar diberi kemuliaan dunia. Lagi-lagi Yesus menolaknya. Yang terakhir adalah Yesus dibawa ke bubungan (bagian tertinggi) Bait Allah dan disuruh menjatuhkan diri dengan keyakinan malaikat-malaikat akan melindung-Nya. Yesus menolak untuk mencobai Tuhan. Dengan demikian Yesus mengawali karya-Nya dengan berani menghadapi pencobaan dan Ia berhasil mengalahkan Iblis dengan menggunakan Firman Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pencobaan yang dihadapi Yesus tidak mudah untuk dilawan, sebab menggiurkan bagi manusia, dan dibutuhkan: roti, kekuasaan, dan perlindungan. Bagaimana jika kita yang menghadapi pencobaan-pencobaan yang telah dialami Yesus? Dapatkah kita mengatasi pencobaan dan mengalahkan Iblis? Barangkali tidak mudah. Maka Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami, di mana kita mengucapkan “dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” Kita sendiri tidak akan mampu melawan pencobaan. Namun kemenangan Yesus dalam menghadapi pencobaan menjadi kekuatan iman bagi kita untuk berani menghadapi pencobaan dengan penyertaan dan pertolongan-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Tabita Kartika Christiani</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 9 Maret 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Ulangan 26:1-11; Mazmur 91:1-2, 9-16; Roma 10:8b-13; Lukas 4:1-13</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">MMinggu ini merupakan Minggu pertama masa Prapaskah, sesudah Rabu Abu. Bacaan Injil hari ini tentang Yesus dicobai oleh Iblis. Setelah dibaptis, Yesus dibawa Roh Kudus ke padang gurun untuk dicobai Iblis. Dalam tiga kali pencobaan Iblis menguji apakah Yesus itu benar Anak Allah. Maka ia memulai pencobaannya dengan kalimat “jika engkau Anak Allah….” Setelah 40 hari berpuasa, tentu saja Yesus lapar. Saat itulah Iblis mulai mencobai Yesus, dengan menyuruh Yesus mengubah batu menjadi roti. Pencobaan yang pertama ini kelihatannya menyenangkan dan sesuai kebutuhan Yesus saat itu. Namun Yesus menolaknya karena Ia tidak mau taat kepada Iblis. Pencobaan kedua menurut Injil Lukas (yang berbeda dari Injil Matius) adalah untuk menyembah Iblis agar diberi kemuliaan dunia. Lagi-lagi Yesus menolaknya. Yang terakhir adalah Yesus dibawa ke bubungan (bagian tertinggi) Bait Allah dan disuruh menjatuhkan diri dengan keyakinan malaikat-malaikat akan melindung-Nya. Yesus menolak untuk mencobai Tuhan. Dengan demikian Yesus mengawali karya-Nya dengan berani menghadapi pencobaan dan Ia berhasil mengalahkan Iblis dengan menggunakan Firman Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pencobaan yang dihadapi Yesus tidak mudah untuk dilawan, sebab menggiurkan bagi manusia, dan dibutuhkan: roti, kekuasaan, dan perlindungan. Bagaimana jika kita yang menghadapi pencobaan-pencobaan yang telah dialami Yesus? Dapatkah kita mengatasi pencobaan dan mengalahkan Iblis? Barangkali tidak mudah. Maka Yesus mengajarkan Doa Bapa Kami, di mana kita mengucapkan “dan janganlah membawa kami ke dalam pencobaan.” Kita sendiri tidak akan mampu melawan pencobaan. Namun kemenangan Yesus dalam menghadapi pencobaan menjadi kekuatan iman bagi kita untuk berani menghadapi pencobaan dengan penyertaan dan pertolongan-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Tabita Kartika Christiani</strong></h5> Dengarkanlah Dia yang Dimuliakan (Keluaran 34:29-35; Mazmur 99; 2 Korintus 3:12 - 4:2; Lukas 9:28-43) 2025-03-01T15:26:20+07:00 2025-03-01T15:26:20+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/dengarkanlah-dia-yang-dimuliakan-keluaran-34-29-35-mazmur-99-2-korintus-3-12-4-2-lukas-9-28-43 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 2 Maret 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Keluaran 34:29-35; Mazmur 99; 2 Korintus 3:12 - 4:2; Lukas 9:28-43</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Minggu ini merupakan Minggu Transfigurasi. Minggu Transfigurasi terletak pada hari Minggu sebelum memasuki rangkaian Masa Raya Paskah yang dimulai dari Rabu Abu. Secara harfiah, transfigurasi artinya perubahan bentuk atau rupa. Transfigurasi dialami oleh Yesus ketika Ia berada di atas gunung untuk berdoa. Pada masa itu naik ke atas gunung merupakan hal yang lazim dilakukan, karena di atas gunung mereka biasa beribadah, berdoa, atau berziarah. Di atas gunung tersebut Yesus menyatakan kemuliaan-Nya, rupa wajah-Nya berubah dan jubah-Nya menjadi putih berkilau-kilauan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam kemuliaan-Nya Yesus hadir bersama dengan Musa dan Elia. Mengapa ada Musa dan Elia? Musa adalah orang yang membawa hukum Allah, sedangkan Elia adalah sang penegak kehendak Allah, dan Yesus datang untuk menggenapi janji Allah. Musa membelah Laut Teberau yang merupakan simbol batas Mesir sebagai wilayah perbudakan, Elia membelah Sungai Yordan simbol batas umat memasuki negeri perjanjian. Sementara Yesus kelak membelah tabir Allah ketika penyaliban-Nya terjadi yang merupakan simbol batas kekudusan Allah dan manusia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Murid-murid Yesus yakni Petrus, Yakobus, dan Yohanes merupakan saksi yang melihat peristiwa transfigurasi. Peristiwa menakjubkan dan menggetaran hati itu membuat Petrus berinisiatif untuk mendirikan kemah bagi Yesus, Musa, dan Elia. Inisiatif ini lahir karena Petrus pun ingin menikmati perjumpaan tersebut lebih lama lagi. Sementara Petrus mengatakan demikian, datanglah awan menaungi mereka dan terdengarlah suara dari dalam awan itu dan berkata “Inilah Anak-Ku, pilihan-Ku, dengarkanlah Dia”, lalu murid-murid Yesus tidak melihat seorangpun, kecuali Yesus seorang diri. Seketika para murid terdiam dan tidak menceritakan kepada siapa pun mengenai apa yang telah mereka lihat.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Peristiwa Transfigurasi menunjukan kemuliaan dan kemahakuasaan Yesus, sekaligus mengawali jalan penderitaan yang akan ditempuh Yesus. Dalam peristiwa kemuliaan maupun penderitaan, para murid diminta untuk selalu mendengarkan suara Yesus dan menaatinya. Mendengarkan suara Yesus berarti percaya, fokus, taat, dan sungguh-sungguh melakukan apa yang diperintahkan. Mari, dengarkanlah suara Yesus.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Erma P. Kristiyono</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 2 Maret 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Keluaran 34:29-35; Mazmur 99; 2 Korintus 3:12 - 4:2; Lukas 9:28-43</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Minggu ini merupakan Minggu Transfigurasi. Minggu Transfigurasi terletak pada hari Minggu sebelum memasuki rangkaian Masa Raya Paskah yang dimulai dari Rabu Abu. Secara harfiah, transfigurasi artinya perubahan bentuk atau rupa. Transfigurasi dialami oleh Yesus ketika Ia berada di atas gunung untuk berdoa. Pada masa itu naik ke atas gunung merupakan hal yang lazim dilakukan, karena di atas gunung mereka biasa beribadah, berdoa, atau berziarah. Di atas gunung tersebut Yesus menyatakan kemuliaan-Nya, rupa wajah-Nya berubah dan jubah-Nya menjadi putih berkilau-kilauan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam kemuliaan-Nya Yesus hadir bersama dengan Musa dan Elia. Mengapa ada Musa dan Elia? Musa adalah orang yang membawa hukum Allah, sedangkan Elia adalah sang penegak kehendak Allah, dan Yesus datang untuk menggenapi janji Allah. Musa membelah Laut Teberau yang merupakan simbol batas Mesir sebagai wilayah perbudakan, Elia membelah Sungai Yordan simbol batas umat memasuki negeri perjanjian. Sementara Yesus kelak membelah tabir Allah ketika penyaliban-Nya terjadi yang merupakan simbol batas kekudusan Allah dan manusia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Murid-murid Yesus yakni Petrus, Yakobus, dan Yohanes merupakan saksi yang melihat peristiwa transfigurasi. Peristiwa menakjubkan dan menggetaran hati itu membuat Petrus berinisiatif untuk mendirikan kemah bagi Yesus, Musa, dan Elia. Inisiatif ini lahir karena Petrus pun ingin menikmati perjumpaan tersebut lebih lama lagi. Sementara Petrus mengatakan demikian, datanglah awan menaungi mereka dan terdengarlah suara dari dalam awan itu dan berkata “Inilah Anak-Ku, pilihan-Ku, dengarkanlah Dia”, lalu murid-murid Yesus tidak melihat seorangpun, kecuali Yesus seorang diri. Seketika para murid terdiam dan tidak menceritakan kepada siapa pun mengenai apa yang telah mereka lihat.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Peristiwa Transfigurasi menunjukan kemuliaan dan kemahakuasaan Yesus, sekaligus mengawali jalan penderitaan yang akan ditempuh Yesus. Dalam peristiwa kemuliaan maupun penderitaan, para murid diminta untuk selalu mendengarkan suara Yesus dan menaatinya. Mendengarkan suara Yesus berarti percaya, fokus, taat, dan sungguh-sungguh melakukan apa yang diperintahkan. Mari, dengarkanlah suara Yesus.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Erma P. Kristiyono</strong></h5> Lebih dari yang Biasa (Kejadian 45:3-11, 15; Mazmur 37:1-11, 39-40; 1 Korintus 15:35-50; Lukas 6:27-38) 2025-02-22T14:23:25+07:00 2025-02-22T14:23:25+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/lebih-dari-yang-biasa-kejadian-45-3-11-15-mazmur-37-1-11-39-40-1-korintus-15-35-50-lukas-6-27-38 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 23 Februari 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 45:3-11, 15; Mazmur 37:1-11, 39-40; 1 Korintus 15:35-50; Lukas 6:27-38</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Pada umumnya musuh adalah orang yang pantas dibenci, karena telah menyebabkan kerugian, menimbulkan rasa kecewa dan menjadi ancaman bagi diri. Karena itu musuh tidak layak untuk diampuni, apalagi dikasihi. Bisa kita bayangkan, musuh yang kita benci mengalami masalah, malapetaka atau setidaknya problema, tidakkah hal itu akan memuaskan hati kita? Banyak orang akan sangat menikmati hal tersebut, bahkan mungkin sampai memanjatkan syukur pada Tuhan ketika musuhnya sedang menderita.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus mengajak kita mengasihi sesama sampai ketahap yang tidak umum. Ajakan Yesus ini tidak sangat radikal, jauh dari yang biasa berlaku karena yang berlaku adalah balas dendam gigi ganti gigi. Bagi Yesus, Kasih bukan hanya terbatas kepada keluarga, bukan hanya terbatas kepada sahabat, bukan hanya terbatas pada yang segolongan atau seide tetapi mencapai musuh.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kata “kasihilah” dapat juga diartikan memperhatikan kebutuhannya, memedulikannya, memerhatikan dengan penuh perasaan atau berbaiklah atau berbaik hatilah. Jadi kita diajak memerdulikan, memerhatikan, berbuat baik dengan perasaan dan hati kepada musuh (yang tidak menyukai) dan orang yang membenci (muntah melihat kita) dan mencaci (jahat terhadapmu dengan mengunakan kata-kata atau memperlakukan dengan cara yang buruk.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Bahkan “mintalah berkat bagi yang mengutuk kamu”, ada dua kata yang berlawanan berkat dan kutuk. Minta berkat berarti berdoa kepada Allah agar Allah memberikan yang baik kepada yang mengutuk kita. Sedangkan mengutuk adalah orang yang berdoa agar orang mendapat celaka. Jadi berdoalah kepada Allah bagi orang yang ingin kita celaka agar Tuhan memberikan hal-hal yang baik kepadanya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Santoni</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 23 Februari 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 45:3-11, 15; Mazmur 37:1-11, 39-40; 1 Korintus 15:35-50; Lukas 6:27-38</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Pada umumnya musuh adalah orang yang pantas dibenci, karena telah menyebabkan kerugian, menimbulkan rasa kecewa dan menjadi ancaman bagi diri. Karena itu musuh tidak layak untuk diampuni, apalagi dikasihi. Bisa kita bayangkan, musuh yang kita benci mengalami masalah, malapetaka atau setidaknya problema, tidakkah hal itu akan memuaskan hati kita? Banyak orang akan sangat menikmati hal tersebut, bahkan mungkin sampai memanjatkan syukur pada Tuhan ketika musuhnya sedang menderita.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus mengajak kita mengasihi sesama sampai ketahap yang tidak umum. Ajakan Yesus ini tidak sangat radikal, jauh dari yang biasa berlaku karena yang berlaku adalah balas dendam gigi ganti gigi. Bagi Yesus, Kasih bukan hanya terbatas kepada keluarga, bukan hanya terbatas kepada sahabat, bukan hanya terbatas pada yang segolongan atau seide tetapi mencapai musuh.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kata “kasihilah” dapat juga diartikan memperhatikan kebutuhannya, memedulikannya, memerhatikan dengan penuh perasaan atau berbaiklah atau berbaik hatilah. Jadi kita diajak memerdulikan, memerhatikan, berbuat baik dengan perasaan dan hati kepada musuh (yang tidak menyukai) dan orang yang membenci (muntah melihat kita) dan mencaci (jahat terhadapmu dengan mengunakan kata-kata atau memperlakukan dengan cara yang buruk.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Bahkan “mintalah berkat bagi yang mengutuk kamu”, ada dua kata yang berlawanan berkat dan kutuk. Minta berkat berarti berdoa kepada Allah agar Allah memberikan yang baik kepada yang mengutuk kita. Sedangkan mengutuk adalah orang yang berdoa agar orang mendapat celaka. Jadi berdoalah kepada Allah bagi orang yang ingin kita celaka agar Tuhan memberikan hal-hal yang baik kepadanya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Santoni</strong></h5> Berbahagia Sekarang dan Mendatang (Yeremia 17:5-10; Mazmur 1; 1 Korintus 15:12-20; Lukas 6:17-26) 2025-02-14T16:43:09+07:00 2025-02-14T16:43:09+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/berbahagia-sekarang-dan-mendatang-yeremia-17-5-10-mazmur-1-1-korintus-15-12-20-lukas-6-17-26 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 16 Februari 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 17:5-10; Mazmur 1; 1 Korintus 15:12-20; Lukas 6:17-26</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">SSetiap orang pasti menginginkan kebahagiaan. Namun, apa sebenarnya kebahagiaan itu? Apakah kebahagiaan ditentukan oleh harta, kesehatan, atau keberhasilan kita? Firman Tuhan mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati berasal dari hubungan kita dengan Tuhan, bukan dari apa yang kita miliki di dunia ini. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Yeremia 17:5-10, Tuhan memperingatkan bahwa mengandalkan kekuatan manusia akan membawa pada kekecewaan. Orang yang hanya bersandar pada manusia digambarkan seperti semak di padang gurun yang kering dan tandus. Tetapi orang yang menaruh kepercayaan pada Tuhan akan seperti pohon yang ditanam di tepi air—selalu berbuah, tak takut saat kesulitan datang. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Mazmur 1 melanjutkan tema ini dengan menegaskan bahwa orang yang berbahagia adalah mereka yang hidup dalam kebenaran Tuhan, yang merenungkan firman-Nya siang dan malam. Hidup mereka akan berbuah lebat seperti pohon yang subur di aliran sungai, sedangkan jalan orang fasik akan binasa. <br>Dalam 1 Korintus 15:12-20, Rasul Paulus menegaskan bahwa kebahagiaan kita juga terletak pada kebangkitan Kristus. Jika Kristus tidak bangkit, sia-sialah iman kita. Tetapi karena Kristus telah bangkit, kita memiliki pengharapan akan hidup yang kekal—kebahagiaan yang abadi. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Terakhir, Yesus dalam Lukas 6:17-26 mengingatkan bahwa berkat dan kebahagiaan sejati sering kali tidak terlihat dari apa yang kita miliki sekarang. Mereka yang miskin, lapar, dan berduka, jika mereka mengandalkan Tuhan, akan mengalami sukacita yang besar di Kerajaan Allah. Sebaliknya, mereka yang terlalu terikat pada kekayaan dan kepuasan duniawi justru akan menghadapi kekecewaan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Maka dari itu, marilah kita mengejar kebahagiaan yang sejati dengan selalu bersandar kepada Tuhan dan menjalani hidup sesuai dengan firman-Nya. Kebahagiaan yang berasal dari Tuhan adalah kebahagiaan yang abadi, baik untuk sekarang maupun untuk masa yang akan datang. Tuhan memberkati.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Devina E. Minerva</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 16 Februari 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 17:5-10; Mazmur 1; 1 Korintus 15:12-20; Lukas 6:17-26</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">SSetiap orang pasti menginginkan kebahagiaan. Namun, apa sebenarnya kebahagiaan itu? Apakah kebahagiaan ditentukan oleh harta, kesehatan, atau keberhasilan kita? Firman Tuhan mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati berasal dari hubungan kita dengan Tuhan, bukan dari apa yang kita miliki di dunia ini. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Yeremia 17:5-10, Tuhan memperingatkan bahwa mengandalkan kekuatan manusia akan membawa pada kekecewaan. Orang yang hanya bersandar pada manusia digambarkan seperti semak di padang gurun yang kering dan tandus. Tetapi orang yang menaruh kepercayaan pada Tuhan akan seperti pohon yang ditanam di tepi air—selalu berbuah, tak takut saat kesulitan datang. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Mazmur 1 melanjutkan tema ini dengan menegaskan bahwa orang yang berbahagia adalah mereka yang hidup dalam kebenaran Tuhan, yang merenungkan firman-Nya siang dan malam. Hidup mereka akan berbuah lebat seperti pohon yang subur di aliran sungai, sedangkan jalan orang fasik akan binasa. <br>Dalam 1 Korintus 15:12-20, Rasul Paulus menegaskan bahwa kebahagiaan kita juga terletak pada kebangkitan Kristus. Jika Kristus tidak bangkit, sia-sialah iman kita. Tetapi karena Kristus telah bangkit, kita memiliki pengharapan akan hidup yang kekal—kebahagiaan yang abadi. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Terakhir, Yesus dalam Lukas 6:17-26 mengingatkan bahwa berkat dan kebahagiaan sejati sering kali tidak terlihat dari apa yang kita miliki sekarang. Mereka yang miskin, lapar, dan berduka, jika mereka mengandalkan Tuhan, akan mengalami sukacita yang besar di Kerajaan Allah. Sebaliknya, mereka yang terlalu terikat pada kekayaan dan kepuasan duniawi justru akan menghadapi kekecewaan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Maka dari itu, marilah kita mengejar kebahagiaan yang sejati dengan selalu bersandar kepada Tuhan dan menjalani hidup sesuai dengan firman-Nya. Kebahagiaan yang berasal dari Tuhan adalah kebahagiaan yang abadi, baik untuk sekarang maupun untuk masa yang akan datang. Tuhan memberkati.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Devina E. Minerva</strong></h5> Dicintai dan Dipanggil-Nya (Yesaya 6:1-13; Mazmur 138; 1 Korintus 15:1-11; Lukas 5:1-11) 2025-02-08T14:57:38+07:00 2025-02-08T14:57:38+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/dicintai-dan-dipanggil-nya-yesaya-6-1-13-mazmur-138-1-korintus-15-1-11-lukas-5-1-11 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 9 Februari 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 6:1-13; Mazmur 138; 1 Korintus 15:1-11; Lukas 5:1-11</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Seusai mengajar dari atas perahu, Yesus menyuruh Simon bertolak ke tempat yang lebih dalam dan menangkap ikan. Frase “bertolak ke tempat yang dalam” ini sesuatu yang mengesankan, sehingga ada salah satu ensikili Papal yang berjudul “Duc in Altum”, artinya persis seperti ucapan Yesus: “bertolaklah ke tempat yang dalam”. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Diksi “altum” (Latin) secara harfiah berarti : ketinggian (altitude), namun terjemahannya dalam konteks narasi menjadi terkait dengan suatu kedalaman. Frase indah sarat makna itu yang disabdakan Yesus agar para murid menghela perahu mereka sedikit lebih menjorok ke tengah danau, ke tempat yang (lebih) dalam. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Protes dari si nelayan kawakan ini segera berhamburan keluar, namun....akhirnya ia toh patuh. Hasilnya? Mujizat. Perahunya penuh ikan hingga hampir tenggelam. Lalu kita membaca sebuah adanya sesuatu hal menarik yang terjadi di dalam diri Simon. Ia menyadari ketidaklayakannya mengalami rahmat, sebab ia orang berdosa. Perjumpaan dengan mukjizat malah menghasikan pengakuan keberdosaan. Biasanya bila orang mengalami ia akan merasa senang bahkan bisa jadi sangat bangga. Namun Simon justru direngkuh kegentaran dan sadar akan ketidaklayakan. Demikianlah, pengalamannya dengan Yesus membuatnya mengalami fascinosum et tremendum, rasa terpesona sekaligus takut. Katanya, “Tuhan pergilah daripadaku karena aku ini orang berdosa.”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pergikah Yesus? Tidak. Yesus justru mengajak Simon yang meminta untuk dijauhi, untuk menjadi lebih dekat kepada-Nya. Bahkan sangat dekat. Yesus ingin mentransformasi Simon yang sadar diri sebagai yang tidak layak, menjadi Petrus yang akan “menjala” manusia-manusia lain dalam “jala” rahmat Tuhan. Bagaimana dengan anda? Pernahkah tergetar karena karya Tuhan? Mungkin pernah bahkan sering. Permasalahannya apa yang menjadi buah ketergetaran itu? Rasa bangga dan pongah rohani sembari membanding-bandingkan dengan pengalaman orang lain? Atau justru sebaliknya: kerendahan hati yang menebarkan rahmat Tuhan bagi semua orang? </h5> <h5 style="text-align: justify;">Apa yang hendak dikritisi oleh narasi ini (dan juga narasi dalam spiritualitas kita ketika merespon panggilan Tuhan) adalah: ke-stagnan-an. Secara metaforis, panggilan kita dalam perziarahan hidup di doronng untuk dinamis, pantang berhenti, jangan stagnan dalam puas diri di satu titik. Sikap batin semacam ini tidaklah tepat, karena akan membuat kita kehilangan kesempatan untuk semakin mendalam dan mengalami temuan bahkan kejutan. Kita mesti berani berdinamika dan bergerak menuju ke kedalaman hidup, kedalaman peristiwa, kedalaman diri sendiri yang berolah batin, dan pula ke dalam kedalama karya Allah dan panggilan-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Daniel K. Listijabudi</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 9 Februari 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 6:1-13; Mazmur 138; 1 Korintus 15:1-11; Lukas 5:1-11</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Seusai mengajar dari atas perahu, Yesus menyuruh Simon bertolak ke tempat yang lebih dalam dan menangkap ikan. Frase “bertolak ke tempat yang dalam” ini sesuatu yang mengesankan, sehingga ada salah satu ensikili Papal yang berjudul “Duc in Altum”, artinya persis seperti ucapan Yesus: “bertolaklah ke tempat yang dalam”. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Diksi “altum” (Latin) secara harfiah berarti : ketinggian (altitude), namun terjemahannya dalam konteks narasi menjadi terkait dengan suatu kedalaman. Frase indah sarat makna itu yang disabdakan Yesus agar para murid menghela perahu mereka sedikit lebih menjorok ke tengah danau, ke tempat yang (lebih) dalam. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Protes dari si nelayan kawakan ini segera berhamburan keluar, namun....akhirnya ia toh patuh. Hasilnya? Mujizat. Perahunya penuh ikan hingga hampir tenggelam. Lalu kita membaca sebuah adanya sesuatu hal menarik yang terjadi di dalam diri Simon. Ia menyadari ketidaklayakannya mengalami rahmat, sebab ia orang berdosa. Perjumpaan dengan mukjizat malah menghasikan pengakuan keberdosaan. Biasanya bila orang mengalami ia akan merasa senang bahkan bisa jadi sangat bangga. Namun Simon justru direngkuh kegentaran dan sadar akan ketidaklayakan. Demikianlah, pengalamannya dengan Yesus membuatnya mengalami fascinosum et tremendum, rasa terpesona sekaligus takut. Katanya, “Tuhan pergilah daripadaku karena aku ini orang berdosa.”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pergikah Yesus? Tidak. Yesus justru mengajak Simon yang meminta untuk dijauhi, untuk menjadi lebih dekat kepada-Nya. Bahkan sangat dekat. Yesus ingin mentransformasi Simon yang sadar diri sebagai yang tidak layak, menjadi Petrus yang akan “menjala” manusia-manusia lain dalam “jala” rahmat Tuhan. Bagaimana dengan anda? Pernahkah tergetar karena karya Tuhan? Mungkin pernah bahkan sering. Permasalahannya apa yang menjadi buah ketergetaran itu? Rasa bangga dan pongah rohani sembari membanding-bandingkan dengan pengalaman orang lain? Atau justru sebaliknya: kerendahan hati yang menebarkan rahmat Tuhan bagi semua orang? </h5> <h5 style="text-align: justify;">Apa yang hendak dikritisi oleh narasi ini (dan juga narasi dalam spiritualitas kita ketika merespon panggilan Tuhan) adalah: ke-stagnan-an. Secara metaforis, panggilan kita dalam perziarahan hidup di doronng untuk dinamis, pantang berhenti, jangan stagnan dalam puas diri di satu titik. Sikap batin semacam ini tidaklah tepat, karena akan membuat kita kehilangan kesempatan untuk semakin mendalam dan mengalami temuan bahkan kejutan. Kita mesti berani berdinamika dan bergerak menuju ke kedalaman hidup, kedalaman peristiwa, kedalaman diri sendiri yang berolah batin, dan pula ke dalam kedalama karya Allah dan panggilan-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Daniel K. Listijabudi</strong></h5> Berani Menjawab Panggilan-Nya (Yeremia 1:4-10; Mazmur 71:1-6; 1 Korintus 13:1-13; Lukas 4:21-30) 2025-02-01T15:40:34+07:00 2025-02-01T15:40:34+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/berani-menjawab-panggilan-nya-yeremia-1-4-10-mazmur-71-1-6-1-korintus-13-1-13-lukas-4-21-30 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 2 Februari 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 1:4-10; Mazmur 71:1-6; 1 Korintus 13:1-13; Lukas 4:21-30</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Kebanyakan kita umumnya dengan enteng mengatakan bahwa kita melayani dan bekerja keras dalam pelayanan karena panggilan dari Tuhan. Kata "panggilan" dari Tuhan kemudian menjadi kata yang enteng dan mudah diucapkan namun kehilangan kedalaman makna. Apa itu panggilan atau vocation? Vocation punya akar kata dalam bahasa Latin, vox yang berarti voice atau suara. Karenanya pertama-tama kalau bicara soal ‘panggilan’ pastilah berkaitan dengan mendengarkan suara. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Tema Kebaktian Minggu hari ini adalah “Berani Menjawab Panggilan-Nya”. Kita belajar beberapa hal berkait panggilan Tuhan lewat pengalaman hidup nabi Yeremia (Yeremia. 1:4-10). Pertama, berani menjawab panggilan dimulai dengan mengenal diri dengan segala potensi dan talenta yang Tuhan berikan. Yeremia mengenal dirinya, terutama kekurangan yang ada, yaitu tidak pandai bicara dan masih muda. Karena itu ia mula-mula menolak panggilan dan pengutusan Tuhan. Kekurangannya membuat ia minder dan menolak panggilan Allah untuk menjadi utusan-Nya di tengah bangsa-bangsa. Orang yang mengenal diri adalah orang yang bukan hanya tahu betul kelebihan dan kekuatan dirinya, tetapi juga bisa menerima kekurangan yang ada pada dirinya. Kelebihan itu tidak dipakai untuk merendahkan yang lain, melainkan justru digunakan untuk kebaikan bersama; sebaliknya kekurangan tidak menjadi halangan untuk terus maju dan memperbaiki diri.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kedua, menyambut panggilan Tuhan dengan penuh syukur. Tuhan memanggil seseorang pasti bukan dengan asal-asalan. Ia menyiapkan dan merancang dengan amat baik pribadi yang akan dipanggil untuk menjadi rekan sekerja-Nya. Yer. 1:5 menegaskan bahwa Yeremia sudah dipersiapkan sebelum ia ada dalam rahim ibunya, ia sudah Tuhan kuduskan untuk menjadi nabi. Tuhan masih terus berkarya sampai saat ini bagi kebaikan dunia. Dia bekerja mengikutsertakan kita. Dia memanggil kita. Ketika Dia memanggil kita, Dia mempersiapkan segala sesuatunya dengan terencana. Pemilihan dan pemanggilan Tuhan terhadap seseorang bukanlah sesuatu yang tanpa perhitungan dan asal-asalan, melainkan sesuatu yang sudah Tuhan persiapkan matang-matang. Bagian kita adalah menerima panggilan itu dengan penuh syukur dan memperlengkapi diri untuk optimal dalam berkarya memenuhi panggilan Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Ketiga, yakin Tuhan menyertai dan melengkapi kita dalam memenuhi panggilan-Nya. Yeremia diutus Tuhan ke tengah bangsa Israel yang saat itu penuh dosa karena ketidaksetiaan dan kekurangpercayaan kepada Allah. Yeremia merasa tidak sanggup. Di ayat 6 ia mengatakan,”Ah, Tuhan Allah! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.” Tuhan tahu kelemahan dan kekurangan itu. Karenanya saat memanggil seseorang, Tuhan juga akan melengkapi dan menolongnya. Ayat 9: Allah menolong Yeremia untuk mengatasi kelemahannya: Ia menjamah mulut Yeremia dan menaruh perkataan-perkataan Allah di dalamnya sehingga Yeremia tidak perlu minder lagi karena kini ia tidak lagi susah bicara. Allah juga berjanji menyertai atau mengiring langkah Yeremia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yohanes Calvin mengatakan,“Tuhan menetapkan tugas-tugas bagi setiap orang menurut jalan hidupnya masing-masing. Dan masing-masing jalan hidup itu dinamakan-Nya panggilan. Tidak ada pekerjaan apapun betapapun kecil dan hinanya yang tidak akan bersinar-sinar dan dinilai berharga di mata Tuhan.” Mari jawab panggilan Tuhan untuk menjadi kepanjangan tangan-Nya di tengah keluarga, kerja, usaha, pelayanan, dan kehidupan sosial di lingkungan kita berada. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita pasti punya kelemahan dan kekurangan. Tapi itu tidak menghalangi kita untuk memenuhi panggilan Tuhan menjadi rekan sekerja-Nya. Kita yakin Tuhan yang memanggil, Tuhan juga yang akan menyertai dan melengkapi dengan berbagai kemampuan supaya kita bisa memenuhi tugas panggilan kita. Yang diperlukan dari kita adalah terus mendengar suara, vocation-vocare, panggilan dalam diri kita dan tidak memadamkan suara itu, sebaliknya memakai suara itu sebagai pengingat dan sumber kekuatan dalam menjalani tiap tugas yang Tuhan percaya. Soli Deo gloria.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Danny Purnama</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 2 Februari 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 1:4-10; Mazmur 71:1-6; 1 Korintus 13:1-13; Lukas 4:21-30</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Kebanyakan kita umumnya dengan enteng mengatakan bahwa kita melayani dan bekerja keras dalam pelayanan karena panggilan dari Tuhan. Kata "panggilan" dari Tuhan kemudian menjadi kata yang enteng dan mudah diucapkan namun kehilangan kedalaman makna. Apa itu panggilan atau vocation? Vocation punya akar kata dalam bahasa Latin, vox yang berarti voice atau suara. Karenanya pertama-tama kalau bicara soal ‘panggilan’ pastilah berkaitan dengan mendengarkan suara. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Tema Kebaktian Minggu hari ini adalah “Berani Menjawab Panggilan-Nya”. Kita belajar beberapa hal berkait panggilan Tuhan lewat pengalaman hidup nabi Yeremia (Yeremia. 1:4-10). Pertama, berani menjawab panggilan dimulai dengan mengenal diri dengan segala potensi dan talenta yang Tuhan berikan. Yeremia mengenal dirinya, terutama kekurangan yang ada, yaitu tidak pandai bicara dan masih muda. Karena itu ia mula-mula menolak panggilan dan pengutusan Tuhan. Kekurangannya membuat ia minder dan menolak panggilan Allah untuk menjadi utusan-Nya di tengah bangsa-bangsa. Orang yang mengenal diri adalah orang yang bukan hanya tahu betul kelebihan dan kekuatan dirinya, tetapi juga bisa menerima kekurangan yang ada pada dirinya. Kelebihan itu tidak dipakai untuk merendahkan yang lain, melainkan justru digunakan untuk kebaikan bersama; sebaliknya kekurangan tidak menjadi halangan untuk terus maju dan memperbaiki diri.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kedua, menyambut panggilan Tuhan dengan penuh syukur. Tuhan memanggil seseorang pasti bukan dengan asal-asalan. Ia menyiapkan dan merancang dengan amat baik pribadi yang akan dipanggil untuk menjadi rekan sekerja-Nya. Yer. 1:5 menegaskan bahwa Yeremia sudah dipersiapkan sebelum ia ada dalam rahim ibunya, ia sudah Tuhan kuduskan untuk menjadi nabi. Tuhan masih terus berkarya sampai saat ini bagi kebaikan dunia. Dia bekerja mengikutsertakan kita. Dia memanggil kita. Ketika Dia memanggil kita, Dia mempersiapkan segala sesuatunya dengan terencana. Pemilihan dan pemanggilan Tuhan terhadap seseorang bukanlah sesuatu yang tanpa perhitungan dan asal-asalan, melainkan sesuatu yang sudah Tuhan persiapkan matang-matang. Bagian kita adalah menerima panggilan itu dengan penuh syukur dan memperlengkapi diri untuk optimal dalam berkarya memenuhi panggilan Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Ketiga, yakin Tuhan menyertai dan melengkapi kita dalam memenuhi panggilan-Nya. Yeremia diutus Tuhan ke tengah bangsa Israel yang saat itu penuh dosa karena ketidaksetiaan dan kekurangpercayaan kepada Allah. Yeremia merasa tidak sanggup. Di ayat 6 ia mengatakan,”Ah, Tuhan Allah! Sesungguhnya aku tidak pandai berbicara, sebab aku ini masih muda.” Tuhan tahu kelemahan dan kekurangan itu. Karenanya saat memanggil seseorang, Tuhan juga akan melengkapi dan menolongnya. Ayat 9: Allah menolong Yeremia untuk mengatasi kelemahannya: Ia menjamah mulut Yeremia dan menaruh perkataan-perkataan Allah di dalamnya sehingga Yeremia tidak perlu minder lagi karena kini ia tidak lagi susah bicara. Allah juga berjanji menyertai atau mengiring langkah Yeremia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yohanes Calvin mengatakan,“Tuhan menetapkan tugas-tugas bagi setiap orang menurut jalan hidupnya masing-masing. Dan masing-masing jalan hidup itu dinamakan-Nya panggilan. Tidak ada pekerjaan apapun betapapun kecil dan hinanya yang tidak akan bersinar-sinar dan dinilai berharga di mata Tuhan.” Mari jawab panggilan Tuhan untuk menjadi kepanjangan tangan-Nya di tengah keluarga, kerja, usaha, pelayanan, dan kehidupan sosial di lingkungan kita berada. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita pasti punya kelemahan dan kekurangan. Tapi itu tidak menghalangi kita untuk memenuhi panggilan Tuhan menjadi rekan sekerja-Nya. Kita yakin Tuhan yang memanggil, Tuhan juga yang akan menyertai dan melengkapi dengan berbagai kemampuan supaya kita bisa memenuhi tugas panggilan kita. Yang diperlukan dari kita adalah terus mendengar suara, vocation-vocare, panggilan dalam diri kita dan tidak memadamkan suara itu, sebaliknya memakai suara itu sebagai pengingat dan sumber kekuatan dalam menjalani tiap tugas yang Tuhan percaya. Soli Deo gloria.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Danny Purnama</strong></h5> Ecclesia Hospitalis (Efesus 4:1-16) 2025-01-24T14:31:51+07:00 2025-01-24T14:31:51+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/ecclesia-hospitalis-efesus-4-1-16 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 26 Januari 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Efesus 4:1-16</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Saudara-saudara terkasih dalam Kristus, Hari ini kita bersyukur atas perayaan hari ulang tahun GKI Gading Serpong. Di tengah sukacita ini, kita diingatkan kembali bahwa gereja bukan hanya tempat peribadahan, tetapi juga tubuh Kristus yang hidup. Tema kita, Eklesia Hospitalis, mengarahkan kita pada panggilan gereja sebagai komunitas yang menyembuhkan—tempat di mana kasih, penerimaan, dan pemulihan menjadi ciri khas hidup bersama.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Namun, dalam perjalanan hidup bergereja, ada tantangan yang harus kita hadapi bersama. Salah satu tantangan terbesar adalah iri hati—sebuah dosa yang sering kali tersembunyi namun berpotensi merusak komunitas. Dalam perikop Efesus 4:1-16, Rasul Paulus memberikan arahan yang sangat relevan bagi kita dalam membangun gereja yang sehat, terutama dalam menghadapi masalah iri hati.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Iri hati adalah perasaan tidak senang atas keberhasilan atau kelebihan orang lain. Dalam konteks bergereja, iri hati dapat muncul dalam berbagai bentuk: Iri terhadap talenta yang dimiliki orang lain, iri terhadap pelayanan yang terlihat lebih menonjol, iri terhadap pengakuan yang diterima oleh sesama anggota jemaat. Iri hati ini, jika tidak diatasi, dapat menciptakan persaingan yang tidak sehat, mengurangi keharmonisan, dan bahkan memecah tubuh Kristus. Paulus mengingatkan kita dalam ayat 3, "Berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera." Iri hati adalah lawan dari damai sejahtera dan menghambat terciptanya hospitalitas sejati di dalam gereja.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Paulus memulai perikop ini dengan menasihati jemaat untuk hidup sesuai dengan panggilan mereka sebagai orang percaya. Dalam ayat 2, ia menekankan pentingnya kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran sebagai dasar hidup bersama. Kerendahan hati adalah kunci untuk hidup bersama dalam berbagai kondisi. Ketika kita rendah hati, kita tidak lagi memusatkan perhatian pada diri sendiri, tetapi pada kebutuhan dan kesejahteraan orang lain. Kita mampu bersukacita atas keberhasilan saudara kita dan memberikan dukungan. Selain itu, Paulus juga menekankan kesatuan dalam tubuh Kristus. Ayat 4-6 mengingatkan bahwa kita adalah satu tubuh, satu Roh, satu Tuhan, satu iman, dan satu baptisan. Kesadaran ini menolong kita untuk melihat bahwa keberhasilan satu anggota adalah keberhasilan seluruh tubuh Kristus.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam ayat 7, Paulus menjelaskan bahwa setiap orang percaya menerima anugerah sesuai dengan ukuran pemberian Kristus. Karunia-karunia ini diberikan bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk membangun tubuh Kristus. Paulus mengingatkan bahwa karunia yang diberikan kepada setiap orang adalah unik. Seperti tubuh memiliki banyak anggota dengan fungsi berbeda, demikian juga gereja. Tidak ada satu pun anggota yang lebih penting daripada yang lain. Kita dipanggil untuk memandang karunia orang lain bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai berkat yang memperkaya gereja. Dalam ayat 12-13, tujuan dari semua karunia ini adalah untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan dan membangun tubuh Kristus hingga mencapai kesatuan iman.</h5> <h5 style="text-align: justify;">HUT ke 21 GKI gading Serpong berdekatan dengan peayaan Imlek 2025, kita diingatkan akan tradisi yang sarat dengan nilai-nilai kebersamaan dan penghormatan terhadap keluarga. Sama seperti kita merayakan Imlek dengan berbagi makanan, berkumpul dengan keluarga, dan saling memberi angpao sebagai simbol berkat, gereja juga dipanggil untuk menghadirkan kebersamaan dan berbagi berkat kepada sesama. Momen ini menjadi kesempatan untuk memperlihatkan bahwa gereja adalah tempat di mana tidak ada perbedaan suku, budaya, atau status sosial—semua diterima dalam kasih Allah. Kedewasaan relasi: kematangan hubungan sehingga berlangsung secara kekal.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hospitalitas yang kita gumulkan dalam tahun pelayanan GKI Gading Serpong berarti kita belajar membuka hati bagi komunitas kita, seperti halnya terjalin hubungan keluarga, saling mendukung, memulihkan, dan membangun persekutuan yang lebih erat. Marilah kita terus berkomitmen untuk menjadi gereja yang memancarkan hospitalitas Kristus. Dengan kasih, kita tidak hanya membangun gedung fisik, tetapi juga membangun persekutuan yang hidup dan memulihkan bagi semua orang. Sebagaimana Rasul Paulus mengajarkan dalam Efesus 4:3: “Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera.” Inilah tugas kita sebagai Eklesia Hospitalis. Mari kita lakukan bersama, demi kemuliaan nama-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Pramudya Hidayat</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 26 Januari 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Efesus 4:1-16</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Saudara-saudara terkasih dalam Kristus, Hari ini kita bersyukur atas perayaan hari ulang tahun GKI Gading Serpong. Di tengah sukacita ini, kita diingatkan kembali bahwa gereja bukan hanya tempat peribadahan, tetapi juga tubuh Kristus yang hidup. Tema kita, Eklesia Hospitalis, mengarahkan kita pada panggilan gereja sebagai komunitas yang menyembuhkan—tempat di mana kasih, penerimaan, dan pemulihan menjadi ciri khas hidup bersama.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Namun, dalam perjalanan hidup bergereja, ada tantangan yang harus kita hadapi bersama. Salah satu tantangan terbesar adalah iri hati—sebuah dosa yang sering kali tersembunyi namun berpotensi merusak komunitas. Dalam perikop Efesus 4:1-16, Rasul Paulus memberikan arahan yang sangat relevan bagi kita dalam membangun gereja yang sehat, terutama dalam menghadapi masalah iri hati.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Iri hati adalah perasaan tidak senang atas keberhasilan atau kelebihan orang lain. Dalam konteks bergereja, iri hati dapat muncul dalam berbagai bentuk: Iri terhadap talenta yang dimiliki orang lain, iri terhadap pelayanan yang terlihat lebih menonjol, iri terhadap pengakuan yang diterima oleh sesama anggota jemaat. Iri hati ini, jika tidak diatasi, dapat menciptakan persaingan yang tidak sehat, mengurangi keharmonisan, dan bahkan memecah tubuh Kristus. Paulus mengingatkan kita dalam ayat 3, "Berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera." Iri hati adalah lawan dari damai sejahtera dan menghambat terciptanya hospitalitas sejati di dalam gereja.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Paulus memulai perikop ini dengan menasihati jemaat untuk hidup sesuai dengan panggilan mereka sebagai orang percaya. Dalam ayat 2, ia menekankan pentingnya kerendahan hati, kelemahlembutan, dan kesabaran sebagai dasar hidup bersama. Kerendahan hati adalah kunci untuk hidup bersama dalam berbagai kondisi. Ketika kita rendah hati, kita tidak lagi memusatkan perhatian pada diri sendiri, tetapi pada kebutuhan dan kesejahteraan orang lain. Kita mampu bersukacita atas keberhasilan saudara kita dan memberikan dukungan. Selain itu, Paulus juga menekankan kesatuan dalam tubuh Kristus. Ayat 4-6 mengingatkan bahwa kita adalah satu tubuh, satu Roh, satu Tuhan, satu iman, dan satu baptisan. Kesadaran ini menolong kita untuk melihat bahwa keberhasilan satu anggota adalah keberhasilan seluruh tubuh Kristus.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam ayat 7, Paulus menjelaskan bahwa setiap orang percaya menerima anugerah sesuai dengan ukuran pemberian Kristus. Karunia-karunia ini diberikan bukan untuk kepentingan pribadi, melainkan untuk membangun tubuh Kristus. Paulus mengingatkan bahwa karunia yang diberikan kepada setiap orang adalah unik. Seperti tubuh memiliki banyak anggota dengan fungsi berbeda, demikian juga gereja. Tidak ada satu pun anggota yang lebih penting daripada yang lain. Kita dipanggil untuk memandang karunia orang lain bukan sebagai ancaman, tetapi sebagai berkat yang memperkaya gereja. Dalam ayat 12-13, tujuan dari semua karunia ini adalah untuk memperlengkapi orang-orang kudus bagi pekerjaan pelayanan dan membangun tubuh Kristus hingga mencapai kesatuan iman.</h5> <h5 style="text-align: justify;">HUT ke 21 GKI gading Serpong berdekatan dengan peayaan Imlek 2025, kita diingatkan akan tradisi yang sarat dengan nilai-nilai kebersamaan dan penghormatan terhadap keluarga. Sama seperti kita merayakan Imlek dengan berbagi makanan, berkumpul dengan keluarga, dan saling memberi angpao sebagai simbol berkat, gereja juga dipanggil untuk menghadirkan kebersamaan dan berbagi berkat kepada sesama. Momen ini menjadi kesempatan untuk memperlihatkan bahwa gereja adalah tempat di mana tidak ada perbedaan suku, budaya, atau status sosial—semua diterima dalam kasih Allah. Kedewasaan relasi: kematangan hubungan sehingga berlangsung secara kekal.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hospitalitas yang kita gumulkan dalam tahun pelayanan GKI Gading Serpong berarti kita belajar membuka hati bagi komunitas kita, seperti halnya terjalin hubungan keluarga, saling mendukung, memulihkan, dan membangun persekutuan yang lebih erat. Marilah kita terus berkomitmen untuk menjadi gereja yang memancarkan hospitalitas Kristus. Dengan kasih, kita tidak hanya membangun gedung fisik, tetapi juga membangun persekutuan yang hidup dan memulihkan bagi semua orang. Sebagaimana Rasul Paulus mengajarkan dalam Efesus 4:3: “Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera.” Inilah tugas kita sebagai Eklesia Hospitalis. Mari kita lakukan bersama, demi kemuliaan nama-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Pramudya Hidayat</strong></h5> Tuhan Tidak Pernah Tinggal Diam (Yesaya 62:1-5; Mazmur 36:6-11; 1 Korintus 12:1-11; Yohanes 2:1-11) 2025-01-17T14:53:34+07:00 2025-01-17T14:53:34+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/tuhan-tidak-pernah-tinggal-diam-yesaya-62-1-5-mazmur-36-6-11-1-korintus-12-1-11-yohanes-2-1-11 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 19 Januari 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 62:1-5; Mazmur 36:6-11; 1 Korintus 12:1-11; Yohanes 2:1-11</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;"><em>“Gusti ora sare”</em> sebuah ungkapan yang rasanya tidak asing lagi dipendengaran kita. <em>“Gusti ora sare”</em> merupakan ungkapan dalam bahasa Jawa yang artinya “Tuhan tidak tidur”. Sebuah ungkapan sekaligus pernyataan iman bahwa sejatinya Tuhan tidak tidur. Ya memang benar! Tuhan tidak tidur, Tuhan selalu mengawasi, Tuhan tidak pernah meninggalkan, dan Tuhan tidak pernah tinggal diam melihat anak-anak-Nya hidup dalam kesulitan. Tuhan yang tidak tidur dan tidak pernah tinggal diam tergambar dalam bacaan Alkitab pada hari ini.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus, Maria, dan murid-murid Yesus datang menghadiri perjamuan perkawinan di Kana. Ciri khas perjamuan perkawinan ialah tuan rumah menyuguhkan air anggur kepada para tamu. Tak diduga, ternyata tuan rumah kehabisan air anggur. Kehabisan air anggur merupakan hal yang sangat memalukan dan bisa membuat tuan rumah kehilangan muka. Melihat hal ini, Maria Ibu Yesus langsung memohon bantuan kepada Anaknya yang ia tahu pasti akan berbuat sesuatu dalam situasi genting ini. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus memang tidak langsung bertindak, Ia justru berkata <em>“Mau apakah engkau dari Aku, ibu? Saat-Ku belum tiba.”</em>&nbsp;Namun Maria tidak putus pengharapan, Maria menitip pesan kepada para pelayan <em>“Apa yang dikatakan-Nya kepadamu, lakukanlah itu!”</em> Para pelayan mendengarkan pesan Maria, mereka pun menaati apa yang Yesus perintahkan. Sebuah sikap yang patut kita teladani :<br>(1) Maria tetap yakin bahwa Yesus pasti tak tinggal diam, Yesus pasti akan bertindak seturut waktu-Nya, semua pasti tepat waktu.<br>(2) Para pelayan mendengarkan dan taat pada perintah Yesus serta Maria. Ya benar saja, Yesus nyatanya tidak tinggal diam, Ia bertindak seturut waktu-Nya, Ia melakukan sebuah mukjizat yakni merubah air menjadi anggur. Pada akhirnya semua tamu dapat menikmati air anggur. Yesus menyelamatkan perjamuan perkawinan di Kana.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Perenungan hari ini mengingatkan kita bahwa Yesus tidak pernah tinggal diam, Ia bekerja seturut dengan waktu-Nya, dan pertolongan-Nya tidak akan terlambat. Kita diminta untuk selalu berpengharapan, percaya, dan taat dengan waktu-Nya serta rancangan-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Erma P. Kristiyono</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 19 Januari 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 62:1-5; Mazmur 36:6-11; 1 Korintus 12:1-11; Yohanes 2:1-11</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;"><em>“Gusti ora sare”</em> sebuah ungkapan yang rasanya tidak asing lagi dipendengaran kita. <em>“Gusti ora sare”</em> merupakan ungkapan dalam bahasa Jawa yang artinya “Tuhan tidak tidur”. Sebuah ungkapan sekaligus pernyataan iman bahwa sejatinya Tuhan tidak tidur. Ya memang benar! Tuhan tidak tidur, Tuhan selalu mengawasi, Tuhan tidak pernah meninggalkan, dan Tuhan tidak pernah tinggal diam melihat anak-anak-Nya hidup dalam kesulitan. Tuhan yang tidak tidur dan tidak pernah tinggal diam tergambar dalam bacaan Alkitab pada hari ini.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus, Maria, dan murid-murid Yesus datang menghadiri perjamuan perkawinan di Kana. Ciri khas perjamuan perkawinan ialah tuan rumah menyuguhkan air anggur kepada para tamu. Tak diduga, ternyata tuan rumah kehabisan air anggur. Kehabisan air anggur merupakan hal yang sangat memalukan dan bisa membuat tuan rumah kehilangan muka. Melihat hal ini, Maria Ibu Yesus langsung memohon bantuan kepada Anaknya yang ia tahu pasti akan berbuat sesuatu dalam situasi genting ini. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus memang tidak langsung bertindak, Ia justru berkata <em>“Mau apakah engkau dari Aku, ibu? Saat-Ku belum tiba.”</em>&nbsp;Namun Maria tidak putus pengharapan, Maria menitip pesan kepada para pelayan <em>“Apa yang dikatakan-Nya kepadamu, lakukanlah itu!”</em> Para pelayan mendengarkan pesan Maria, mereka pun menaati apa yang Yesus perintahkan. Sebuah sikap yang patut kita teladani :<br>(1) Maria tetap yakin bahwa Yesus pasti tak tinggal diam, Yesus pasti akan bertindak seturut waktu-Nya, semua pasti tepat waktu.<br>(2) Para pelayan mendengarkan dan taat pada perintah Yesus serta Maria. Ya benar saja, Yesus nyatanya tidak tinggal diam, Ia bertindak seturut waktu-Nya, Ia melakukan sebuah mukjizat yakni merubah air menjadi anggur. Pada akhirnya semua tamu dapat menikmati air anggur. Yesus menyelamatkan perjamuan perkawinan di Kana.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Perenungan hari ini mengingatkan kita bahwa Yesus tidak pernah tinggal diam, Ia bekerja seturut dengan waktu-Nya, dan pertolongan-Nya tidak akan terlambat. Kita diminta untuk selalu berpengharapan, percaya, dan taat dengan waktu-Nya serta rancangan-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Erma P. Kristiyono</strong></h5> Baptisan: Hidup Berkenan Kepada-Nya (Yesaya 43:1-7; Mazmur 29; Kisah Para Rasul 8:14-17; Lukas 3:15-17,21-22) 2025-01-11T13:50:25+07:00 2025-01-11T13:50:25+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/baptisan-hidup-berkenan-kepada-nya-yesaya-43-1-7-mazmur-29-kisah-para-rasul-8-14-17-lukas-3-15-17-21-22 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 12 Januari 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 43:1-7; Mazmur 29; Kisah Para Rasul 8:14-17; Lukas 3:15-17,21-22</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Baptisan adalah lebih dari sekadar ritual. Ini adalah tanda kasih Tuhan yang memperkenalkan kita sebagai anak-anak-Nya dan mengarahkan kita pada panggilan hidup baru yang berkenan kepada-Nya. Dalam Lukas 3, ketika Yesus dibaptis, suara Tuhan berkata, “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi.” Demikian juga, dalam baptisan, kita dipanggil oleh Tuhan untuk hidup dalam kasih dan kehendak-Nya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesaya 43 mengingatkan kita bahwa Tuhan memanggil kita dengan nama dan menebus kita. Baptisan adalah tanda bahwa kita berharga di mata Tuhan dan dipanggil untuk hidup seturut dengan kehendak-Nya, bahkan dalam berbagai tantangan hidup. Dalam Mazmur 29, kita melihat kuasa Tuhan yang menggetarkan alam semesta, namun tetap memberikan damai kepada umat-Nya. Kuasa Tuhan yang dahsyat inilah yang menyertai kita dalam perjalanan hidup setelah baptisan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Terakhir, dalam Kisah Para Rasul 8, kita diajarkan bahwa baptisan bukan hanya sekadar pernyataan iman, tetapi juga penerimaan Roh Kudus, yang memampukan kita untuk hidup dalam ketaatan dan setia pada Tuhan. Roh Kudus adalah pemberian terbesar dari Tuhan yang membantu kita menjalani panggilan hidup yang baru ini.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sebagai orang percaya, mari kita terus menghidupi makna baptisan dalam kehidupan sehari-hari — hidup sebagai anak-anak Allah, berkenan di hadapan-Nya, dan dipimpin oleh kuasa Roh Kudus.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Devina E. Minerva</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 12 Januari 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 43:1-7; Mazmur 29; Kisah Para Rasul 8:14-17; Lukas 3:15-17,21-22</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Baptisan adalah lebih dari sekadar ritual. Ini adalah tanda kasih Tuhan yang memperkenalkan kita sebagai anak-anak-Nya dan mengarahkan kita pada panggilan hidup baru yang berkenan kepada-Nya. Dalam Lukas 3, ketika Yesus dibaptis, suara Tuhan berkata, “Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi.” Demikian juga, dalam baptisan, kita dipanggil oleh Tuhan untuk hidup dalam kasih dan kehendak-Nya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesaya 43 mengingatkan kita bahwa Tuhan memanggil kita dengan nama dan menebus kita. Baptisan adalah tanda bahwa kita berharga di mata Tuhan dan dipanggil untuk hidup seturut dengan kehendak-Nya, bahkan dalam berbagai tantangan hidup. Dalam Mazmur 29, kita melihat kuasa Tuhan yang menggetarkan alam semesta, namun tetap memberikan damai kepada umat-Nya. Kuasa Tuhan yang dahsyat inilah yang menyertai kita dalam perjalanan hidup setelah baptisan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Terakhir, dalam Kisah Para Rasul 8, kita diajarkan bahwa baptisan bukan hanya sekadar pernyataan iman, tetapi juga penerimaan Roh Kudus, yang memampukan kita untuk hidup dalam ketaatan dan setia pada Tuhan. Roh Kudus adalah pemberian terbesar dari Tuhan yang membantu kita menjalani panggilan hidup yang baru ini.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sebagai orang percaya, mari kita terus menghidupi makna baptisan dalam kehidupan sehari-hari — hidup sebagai anak-anak Allah, berkenan di hadapan-Nya, dan dipimpin oleh kuasa Roh Kudus.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Devina E. Minerva</strong></h5> Hak Menjadi Anak-anak Allah (Yeremia 31:7-14; Mazmur 147:12-20; Efesus 1:3-14; Yohanes 1:10-18) 2025-01-04T14:23:25+07:00 2025-01-04T14:23:25+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/hak-menjadi-anak-anak-allah-yeremia-31-7-14-mazmur-147-12-20-efesus-1-3-14-yohanes-1-10-18 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 5 Januari 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 31:7-14; Mazmur 147:12-20; Efesus 1:3-14; Yohanes 1:10-18</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">ASetiap orang yang percaya dan menerima Tuhan Yesus mendapat hak menjadi anak-anak Allah. Hal ini dinyatakan dengan tegas oleh firman Allah. Dalam Yohanes 1:12 dinyatakan: “Semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya hak supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya.”<br>Kita mendapatkan hak menjadi anak-anak Allah karena karunia dan karya Allah Trinitas. Allah Bapa yang telah memilih kita sebelum dunia dijadikan (Ef. 1:4), menentukan kita sejak semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya (Ef. 1:5) serta mengasihi kita (Ef. 1:6). <br>Anak Allah, yaitu Yesus Kristus, yang telah menebus kita dengan darah-Nya (Ef. 1:7a), memberi pengampunan dosa menurut kekayaan karunia-Nya (Ef. 1:7b), menyatakan kehendak Allah kepada kita (Ef. 1:8-10), dan melayakkan kita menerima bagian yang telah dijanjikan Allah (Ef. 1:11-12). <br>Roh Kudus yang telah memeteraikan kita (Ef. 1:13) dan menjadi jaminan bagian kita sampai kita menerima seluruh janji Alah (Ef. 1:14). <br> Menjadi anak-anak Allah bukan hanya hak, tetapi juga identitas baru setiap orang yang percaya dan menerima Tuhan Yesus. Alkitab menyatakan: “Sebab, kamu semua adalah anak-anak Allah melalui iman di dalam Kristus Yesus” (Gal. 3:26). Identitas baru itu kita miliki karena kasih karunia Allah (1Yoh. 3:1a). Dulu kita hidup dalam dosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Dosa membuat kita mati secara rohani dan terpisah dari Allah (Rm. 6:23; Ef. 2:1). Tetapi karena kasih karunia Allah, kita diselamatkan dalam Kristus (Yoh. 3:16) dan diangkat menjadi anak-anak Allah karena iman dalam Kristus Yesus (Yoh. 1:12; Gal. 3:26). Alkitab mengatakatan, “Lihatlah, Betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah” (1Yoh. 3:1a).<br> Memiliki hak menjadi anak-anak Allah mengandung konsekuensi. Ya, menjadi anak-anak Allah itu merupakan hak yang dikaruniakan Bapa kepada kita (1Yoh. 3:1a), tetapi ada konsekwensinya (1Yoh. 3:1b). Apakah konsekuensinya? Konsekuensi pertama adalah siap untuk tidak dikenal oleh dunia, bahkan dihina oleh dunia (1Yoh. 3: 1b). Apa yang terjadi pada anak-anak Allah itu, sebelumnya terjadi pada Yesus Kristus, Anak Tunggal Bapa (Yoh. 3:16). Ketika Ia datang ke dalam dunia, Ia tidak dikenal oleh dunia. Dunia menolak-Nya, pemimpin-pemimpin agama mencari-cari kesalahan-Nya, para ulama mendakwa-Nya dan umat berteriak keras untuk menuntut peyaliban atas diri-Nya. Maka janganlah kita heran bila pada masa kini dunia tidak mengenal kita dan menolak kita karena kita iman percaya kepada Yesus.<br>Konsekuensi kedua adalah selalu menaruh pengharapan kepada-Nya (1Yoh. 3:2-3). Kasih Bapa kepada kita bukan hanya sampai kepada pengangkatan sebagai anak dan kelahiran baru menjadi anak-anak Allah saja, melainkan terus berlangsung sepanjang hidup sampai parousia, kedatangan Kristus yang kedua kali. Anak-anak Allah harus menaruh pengharapan kepada-Nya, dengan menyucikan diri, sama seperti Dia yang adalah suci.<br>Konsekuensi ketiga adalah pola kebiasaan yang berubah, yaitu tidak lagi hidup dalam dosa, melainkan hidup sesuai dengan jati diri kita sebagai anak-anak Allah (1Yoh. 3:4-9). Alkitab menyatakan bahwa setiap orang yang tetap berbuat dosa, sesungguhnya tidak melihat dan tidak mengenal Dia. Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak terus-menerus berbuat dosa lagi, sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia. Jadi diri sebagai anak-anak Allah harus dinyatakan pola kebiasaan hidup sehari-hari, baik dalam reaksi diri melawan dosa maupun dalam meresponi kehendak-Nya. <br>Konsekuensi keempat adalah mengasihi saudara-saudara kita (1Yoh. 3:10). Mengasihi saudara-saudara seiman di dalam Tuhan dan sesama dalam pengertian yang luas adalah tugas-kewajiban yang diajarkan terus-menerus oleh firman Allah (Yoh. 13:34-35; Mat. 22:37-40). Sebagai anak-anak Allah hendaklah kita menerapkannya dalam kehidupan dan relasi kita sehari-hari.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Andreas Loanka</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 5 Januari 2025</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 31:7-14; Mazmur 147:12-20; Efesus 1:3-14; Yohanes 1:10-18</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">ASetiap orang yang percaya dan menerima Tuhan Yesus mendapat hak menjadi anak-anak Allah. Hal ini dinyatakan dengan tegas oleh firman Allah. Dalam Yohanes 1:12 dinyatakan: “Semua orang yang menerima-Nya diberi-Nya hak supaya menjadi anak-anak Allah, yaitu mereka yang percaya dalam nama-Nya.”<br>Kita mendapatkan hak menjadi anak-anak Allah karena karunia dan karya Allah Trinitas. Allah Bapa yang telah memilih kita sebelum dunia dijadikan (Ef. 1:4), menentukan kita sejak semula oleh Yesus Kristus untuk menjadi anak-anak-Nya (Ef. 1:5) serta mengasihi kita (Ef. 1:6). <br>Anak Allah, yaitu Yesus Kristus, yang telah menebus kita dengan darah-Nya (Ef. 1:7a), memberi pengampunan dosa menurut kekayaan karunia-Nya (Ef. 1:7b), menyatakan kehendak Allah kepada kita (Ef. 1:8-10), dan melayakkan kita menerima bagian yang telah dijanjikan Allah (Ef. 1:11-12). <br>Roh Kudus yang telah memeteraikan kita (Ef. 1:13) dan menjadi jaminan bagian kita sampai kita menerima seluruh janji Alah (Ef. 1:14). <br> Menjadi anak-anak Allah bukan hanya hak, tetapi juga identitas baru setiap orang yang percaya dan menerima Tuhan Yesus. Alkitab menyatakan: “Sebab, kamu semua adalah anak-anak Allah melalui iman di dalam Kristus Yesus” (Gal. 3:26). Identitas baru itu kita miliki karena kasih karunia Allah (1Yoh. 3:1a). Dulu kita hidup dalam dosa dan kehilangan kemuliaan Allah. Dosa membuat kita mati secara rohani dan terpisah dari Allah (Rm. 6:23; Ef. 2:1). Tetapi karena kasih karunia Allah, kita diselamatkan dalam Kristus (Yoh. 3:16) dan diangkat menjadi anak-anak Allah karena iman dalam Kristus Yesus (Yoh. 1:12; Gal. 3:26). Alkitab mengatakatan, “Lihatlah, Betapa besarnya kasih yang dikaruniakan Bapa kepada kita, sehingga kita disebut anak-anak Allah, dan memang kita adalah anak-anak Allah” (1Yoh. 3:1a).<br> Memiliki hak menjadi anak-anak Allah mengandung konsekuensi. Ya, menjadi anak-anak Allah itu merupakan hak yang dikaruniakan Bapa kepada kita (1Yoh. 3:1a), tetapi ada konsekwensinya (1Yoh. 3:1b). Apakah konsekuensinya? Konsekuensi pertama adalah siap untuk tidak dikenal oleh dunia, bahkan dihina oleh dunia (1Yoh. 3: 1b). Apa yang terjadi pada anak-anak Allah itu, sebelumnya terjadi pada Yesus Kristus, Anak Tunggal Bapa (Yoh. 3:16). Ketika Ia datang ke dalam dunia, Ia tidak dikenal oleh dunia. Dunia menolak-Nya, pemimpin-pemimpin agama mencari-cari kesalahan-Nya, para ulama mendakwa-Nya dan umat berteriak keras untuk menuntut peyaliban atas diri-Nya. Maka janganlah kita heran bila pada masa kini dunia tidak mengenal kita dan menolak kita karena kita iman percaya kepada Yesus.<br>Konsekuensi kedua adalah selalu menaruh pengharapan kepada-Nya (1Yoh. 3:2-3). Kasih Bapa kepada kita bukan hanya sampai kepada pengangkatan sebagai anak dan kelahiran baru menjadi anak-anak Allah saja, melainkan terus berlangsung sepanjang hidup sampai parousia, kedatangan Kristus yang kedua kali. Anak-anak Allah harus menaruh pengharapan kepada-Nya, dengan menyucikan diri, sama seperti Dia yang adalah suci.<br>Konsekuensi ketiga adalah pola kebiasaan yang berubah, yaitu tidak lagi hidup dalam dosa, melainkan hidup sesuai dengan jati diri kita sebagai anak-anak Allah (1Yoh. 3:4-9). Alkitab menyatakan bahwa setiap orang yang tetap berbuat dosa, sesungguhnya tidak melihat dan tidak mengenal Dia. Setiap orang yang lahir dari Allah, tidak terus-menerus berbuat dosa lagi, sebab benih ilahi tetap ada di dalam dia. Jadi diri sebagai anak-anak Allah harus dinyatakan pola kebiasaan hidup sehari-hari, baik dalam reaksi diri melawan dosa maupun dalam meresponi kehendak-Nya. <br>Konsekuensi keempat adalah mengasihi saudara-saudara kita (1Yoh. 3:10). Mengasihi saudara-saudara seiman di dalam Tuhan dan sesama dalam pengertian yang luas adalah tugas-kewajiban yang diajarkan terus-menerus oleh firman Allah (Yoh. 13:34-35; Mat. 22:37-40). Sebagai anak-anak Allah hendaklah kita menerapkannya dalam kehidupan dan relasi kita sehari-hari.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Andreas Loanka</strong></h5> Makin Disukai Allah dan Sesama (1 Samuel 2:18-20,26; Mazmur 148; Kolose 3:12-17; Lukas 2:41-52) 2024-12-28T17:51:34+07:00 2024-12-28T17:51:34+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/makin-disukai-allah-dan-sesama-1-samuel-2-18-20-26-mazmur-148-kolose-3-12-17-lukas-2-41-52 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 29 Desember 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;1 Samuel 2:18-20,26; Mazmur 148; Kolose 3:12-17; Lukas 2:41-52</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Ada Empat hal penting dalam diri Yesus yang membuat Yesus disukai Allah dan manusia: <br><strong>1. Secara fisik (Bertambah dewasa/besar)</strong><br>“Yesus makin bertambah dewasa/besar”<br>....bagaimana mungkin Yesus bisa bertumbuh dan bertambah besar? Saya yakin kedua orangtua-Nya memperhatikan kesehatan-Nya. Yesus tumbuh besar (secara fisik) berkat proses pertumbuhan alami. Kesehatan adalah hal yang penting tetapi sering diabaikan oleh kita. Kita menjadi orang yang terlalu dan sangat sibuk: sibuk melayani, sehingga tidak lagi memperhatikan kesehatan kita.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>2. Secara Intelektual (bertambah hikmat)</strong><br>Dicatat di dalam Lukas 2:40 dan 52 di atas bahwa Ia bertambah hikmat-Nya, bahkan penuh dengan hikmat. Kata hikmat atau dalam bahasa Yunani sophia ini memiliki makna intelegensia yang luas serta kemampuan untuk menggunakan pengetahuan untuk memecahkan berbagai masalah yang sangat ragam dengan bijak. Yesus bertumbuh secara intelektual dimana ia bertambah hikmat-Nya. Memang hikmat pengetahuan berasal dari Allah (Yakobus 1:5). </h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>3. Secara rohani (tambah dikasihi Allah)</strong><br>Kehidupan Rohani Yesus juga sangat baik, dimana Yesus semakin dikasihi Allah. Secara umum Allah mengasihi manusia tetapi secara khusus Allah mengasihi Anak-Nya. Kenapa Yesus dikasihi Allah? Saya yakin Yesus belajar Firman Tuhan, karena Alkitab mencatat Ia sering berdiskusi dengan ahli-ahli Taurat. </h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>4. Secara sosial (bertambah dikasihi oleh manusia).</strong><br>Pertumbuhan relasi yang bersifat vertikal dengan Tuhan berjalan serasi dengan pertumbuhan relasi yang bersifat horizontal, yaitu dengan sesama manusia. Yesus semakin disukai oleh sesama (secara sosial) berkat keterlibatan-Nya di masyarakat sekitar-Nya, komunitas, dan sinagoga, juga karena Ia belajar untuk melayani dan mengasihi.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Santoni</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 29 Desember 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;1 Samuel 2:18-20,26; Mazmur 148; Kolose 3:12-17; Lukas 2:41-52</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Ada Empat hal penting dalam diri Yesus yang membuat Yesus disukai Allah dan manusia: <br><strong>1. Secara fisik (Bertambah dewasa/besar)</strong><br>“Yesus makin bertambah dewasa/besar”<br>....bagaimana mungkin Yesus bisa bertumbuh dan bertambah besar? Saya yakin kedua orangtua-Nya memperhatikan kesehatan-Nya. Yesus tumbuh besar (secara fisik) berkat proses pertumbuhan alami. Kesehatan adalah hal yang penting tetapi sering diabaikan oleh kita. Kita menjadi orang yang terlalu dan sangat sibuk: sibuk melayani, sehingga tidak lagi memperhatikan kesehatan kita.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>2. Secara Intelektual (bertambah hikmat)</strong><br>Dicatat di dalam Lukas 2:40 dan 52 di atas bahwa Ia bertambah hikmat-Nya, bahkan penuh dengan hikmat. Kata hikmat atau dalam bahasa Yunani sophia ini memiliki makna intelegensia yang luas serta kemampuan untuk menggunakan pengetahuan untuk memecahkan berbagai masalah yang sangat ragam dengan bijak. Yesus bertumbuh secara intelektual dimana ia bertambah hikmat-Nya. Memang hikmat pengetahuan berasal dari Allah (Yakobus 1:5). </h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>3. Secara rohani (tambah dikasihi Allah)</strong><br>Kehidupan Rohani Yesus juga sangat baik, dimana Yesus semakin dikasihi Allah. Secara umum Allah mengasihi manusia tetapi secara khusus Allah mengasihi Anak-Nya. Kenapa Yesus dikasihi Allah? Saya yakin Yesus belajar Firman Tuhan, karena Alkitab mencatat Ia sering berdiskusi dengan ahli-ahli Taurat. </h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>4. Secara sosial (bertambah dikasihi oleh manusia).</strong><br>Pertumbuhan relasi yang bersifat vertikal dengan Tuhan berjalan serasi dengan pertumbuhan relasi yang bersifat horizontal, yaitu dengan sesama manusia. Yesus semakin disukai oleh sesama (secara sosial) berkat keterlibatan-Nya di masyarakat sekitar-Nya, komunitas, dan sinagoga, juga karena Ia belajar untuk melayani dan mengasihi.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Santoni</strong></h5> Yang Kecil Beroleh Kasih Karunia (Mikha 5:2-5; Lukas 1:46b-55; Ibrani 10:5-10; Lukas 1:39-45) 2024-12-20T14:59:28+07:00 2024-12-20T14:59:28+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/yang-kecil-beroleh-kasih-karunia-mikha-5-2-5-lukas-1-46b-55-ibrani-10-5-10-lukas-1-39-45 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 22 Desember 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Mikha 5:2-5; Lukas 1:46b-55; Ibrani 10:5-10; Lukas 1:39-45</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Rakyat kecil atau orang sederhana seringkali menjadi sosok yang tidak terlalu dianggap bahkan diremehkan dalam kehidupan masyarakat. Bacaan dan tema ibadah hari ini mengingatkan hal yang sebaliknya. Tuhan memuliakan dan memakai orang-orang bahkan hal yang dianggap kecil untuk menghadirkan karya besarnya. Mikha 5:2 misalnya tentang Betlehem yang disebut sebagai yang terkecil di antara yang lain. Lukas 1:39-55 menarasikan Maria dan Elisabeth yang adalah dua sosok yang karena keberadaannya tersingkirkan dari standar sosial masyarakat Yahudi pada saat itu. Kita kemudian memahami melalui Elisabeth dan Maria lahir tokoh besar dan berpengaruh bukan hanya bagi masayarakat Yahudi namun juga tatanan dunia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Melalui bacaan dan thema ini kita kita diajak menghayati 3 hal:<br><strong>a. Tuhan mengijinkan karya besar-Nya melalui kesederhanaan</strong><br>Kita bersyukur karena Kasih-Nya kepada manusia, Tuhan tidak menyerah untuk terus berkarya menyelamatkan manusia. Puncak kasih karya Allah adalah melalui kehadiran Yesus dan didahului oleh Yohanes Pembaptis, yang hadir melalui berbagai situasi kesederhanaan.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>b. Menghidupi Spiritualitas kecil dan kesederhanaan</strong><br>Sebagai para pengikut Kristus kita diajak untuk juga menghayati dan menghidupi spiritualitas kesederhanaan itu dalam seluruh keseharian kita. Kita boleh belajar dari Tuhan yang Maha Tinggi bersedia hadir dalam kesederhaan untuk memenangkan sebanyak mungkin orang.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>c. Menjadi alat Tuhan untuk menghadirkan karya-Nya bagi mereka yang membutuhkan</strong><br>Allah memanggil kita untuk kita ikut serta dalam karya-Nya. Siapapun kita apapun status kita, Allah bersedia menjadikan kawan sekerja untuk menghadirkan karya dan kasih-Nya kepada dunia dan kehidupan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Suhud Setyo Wardono</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 22 Desember 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Mikha 5:2-5; Lukas 1:46b-55; Ibrani 10:5-10; Lukas 1:39-45</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Rakyat kecil atau orang sederhana seringkali menjadi sosok yang tidak terlalu dianggap bahkan diremehkan dalam kehidupan masyarakat. Bacaan dan tema ibadah hari ini mengingatkan hal yang sebaliknya. Tuhan memuliakan dan memakai orang-orang bahkan hal yang dianggap kecil untuk menghadirkan karya besarnya. Mikha 5:2 misalnya tentang Betlehem yang disebut sebagai yang terkecil di antara yang lain. Lukas 1:39-55 menarasikan Maria dan Elisabeth yang adalah dua sosok yang karena keberadaannya tersingkirkan dari standar sosial masyarakat Yahudi pada saat itu. Kita kemudian memahami melalui Elisabeth dan Maria lahir tokoh besar dan berpengaruh bukan hanya bagi masayarakat Yahudi namun juga tatanan dunia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Melalui bacaan dan thema ini kita kita diajak menghayati 3 hal:<br><strong>a. Tuhan mengijinkan karya besar-Nya melalui kesederhanaan</strong><br>Kita bersyukur karena Kasih-Nya kepada manusia, Tuhan tidak menyerah untuk terus berkarya menyelamatkan manusia. Puncak kasih karya Allah adalah melalui kehadiran Yesus dan didahului oleh Yohanes Pembaptis, yang hadir melalui berbagai situasi kesederhanaan.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>b. Menghidupi Spiritualitas kecil dan kesederhanaan</strong><br>Sebagai para pengikut Kristus kita diajak untuk juga menghayati dan menghidupi spiritualitas kesederhanaan itu dalam seluruh keseharian kita. Kita boleh belajar dari Tuhan yang Maha Tinggi bersedia hadir dalam kesederhaan untuk memenangkan sebanyak mungkin orang.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>c. Menjadi alat Tuhan untuk menghadirkan karya-Nya bagi mereka yang membutuhkan</strong><br>Allah memanggil kita untuk kita ikut serta dalam karya-Nya. Siapapun kita apapun status kita, Allah bersedia menjadikan kawan sekerja untuk menghadirkan karya dan kasih-Nya kepada dunia dan kehidupan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Suhud Setyo Wardono</strong></h5> Sukacita Dalam Pertobatan (Zefanya 3:14-20; Yesaya 12:2-6; Filipi 4:4-7; Lukas 3:7-18) 2024-12-13T09:25:00+07:00 2024-12-13T09:25:00+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/sukacita-dalam-pertobatan-zefanya-3-14-20-yesaya-12-2-6-filipi-4-4-7-lukas-3-7-18 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 15 Desember 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Zefanya 3:14-20; Yesaya 12:2-6; Filipi 4:4-7; Lukas 3:7-18</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Pada bacaan kita terungkap istilah “Puteri Sion”. Ada tiga makna yang terkandung di dalamnya. Pertama, umat Allah yang terpilih: bangsa yang dipilih Allah, bersorak sorai dan menunjukkan kedekatan dan perhatian Allah yang lembut terhadap mereka. Kedua, kaitannya dengan Gereja atau orang yang percaya. Yakni semua orang, termasuk yang non Israel, bersatu padu untuk menantikan kedatangan Mesias. Ketiga, simbol kerinduan akan pemulihan: menderita akibat perbuatan dosa namun dipulihkan Allah, layak berpengharapan karena Mesias akan datang. Warna merah muda, melambangkan kegembiraan, karena sudah semakin dekat saja akan kedatangan Sang Mesias.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mesias yang dinanti merupakan sosok besar. Bacaan pertama kita menggambarkannya dengan istilah “gibbor” : Sosok yang pahlawan, gagah berani namun menunjukkan hubungan yang begitu intim dengan umat-Nya. Sebab Sang Mesias merupakan “yassha” : Sosok yang memulihkan, membebaskan umat dari penghukuman dan kesemena-menaan para musuh. Bahkan bukan hanya itu saja Ialah juga Sang “go’el”&gt; Hal senada yang dipersaksikan Ayub bahwa, “..tetapi penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu..”. Mesias, berarti penebus, yang demi pemulihan akan mengalami pederitaan dan rela dirinya mengalami kehancuran.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam bacaan Injil kita melihat bagaimana Yohanes Pembaptis mewartakan pertobatan. Ia menuturkan, “keturunan ular beludak”. Klausa ini merupakan sindiran keras, mengacu pada orang yang menganggap diri mereka sebagai orang benar hanya karena berasal dari garis keturunan Abraham, tanpa menunjukkan perubahan hidup yang sejati. Yohanes memperingatkan bahwa kebenaran dan kesalehan tidak cukup hanya dinyatakan secara lisan ataupun ritual, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan yang nyata. Yang disebut dengan pertobatan bukan sekedar mengubah hati tetapi ternyata berdampak dalam hubungan sosial dan ekonomi. Tuhan Yesus yang datang akan menghadirkan pembaruan besar dan pemulihan yang mendalam. Dengan demikian panggilan bagi kita semua adalah mari dengan gembira kita tulus hati dalam menghidupi iman. Konkretnya tidak memanfaatkan posisi sosial untuk keuntungan diri, justru memakainya untuk kepentingan mereka yang membutuhkan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">“Jangan biarkan pertobatan menjadi suatu ritual kosong, tetapi biarkan itu menjadi perjalanan hati yang benar-benar berbalik kepada Tuhan. Jika hati kita tidak berubah, maka pengakuan kita hanyalah suara kosong. Keikhlasan dalam pertobatan adalah mendengarkan suara Tuhan dan mengubah hidup kita sesuai dengan kehendak-Nya” (Gregorius Agung, 540 sd 604M)</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Pramudya Hidayat</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 15 Desember 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Zefanya 3:14-20; Yesaya 12:2-6; Filipi 4:4-7; Lukas 3:7-18</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Pada bacaan kita terungkap istilah “Puteri Sion”. Ada tiga makna yang terkandung di dalamnya. Pertama, umat Allah yang terpilih: bangsa yang dipilih Allah, bersorak sorai dan menunjukkan kedekatan dan perhatian Allah yang lembut terhadap mereka. Kedua, kaitannya dengan Gereja atau orang yang percaya. Yakni semua orang, termasuk yang non Israel, bersatu padu untuk menantikan kedatangan Mesias. Ketiga, simbol kerinduan akan pemulihan: menderita akibat perbuatan dosa namun dipulihkan Allah, layak berpengharapan karena Mesias akan datang. Warna merah muda, melambangkan kegembiraan, karena sudah semakin dekat saja akan kedatangan Sang Mesias.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mesias yang dinanti merupakan sosok besar. Bacaan pertama kita menggambarkannya dengan istilah “gibbor” : Sosok yang pahlawan, gagah berani namun menunjukkan hubungan yang begitu intim dengan umat-Nya. Sebab Sang Mesias merupakan “yassha” : Sosok yang memulihkan, membebaskan umat dari penghukuman dan kesemena-menaan para musuh. Bahkan bukan hanya itu saja Ialah juga Sang “go’el”&gt; Hal senada yang dipersaksikan Ayub bahwa, “..tetapi penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu..”. Mesias, berarti penebus, yang demi pemulihan akan mengalami pederitaan dan rela dirinya mengalami kehancuran.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam bacaan Injil kita melihat bagaimana Yohanes Pembaptis mewartakan pertobatan. Ia menuturkan, “keturunan ular beludak”. Klausa ini merupakan sindiran keras, mengacu pada orang yang menganggap diri mereka sebagai orang benar hanya karena berasal dari garis keturunan Abraham, tanpa menunjukkan perubahan hidup yang sejati. Yohanes memperingatkan bahwa kebenaran dan kesalehan tidak cukup hanya dinyatakan secara lisan ataupun ritual, tetapi harus diwujudkan dalam tindakan yang nyata. Yang disebut dengan pertobatan bukan sekedar mengubah hati tetapi ternyata berdampak dalam hubungan sosial dan ekonomi. Tuhan Yesus yang datang akan menghadirkan pembaruan besar dan pemulihan yang mendalam. Dengan demikian panggilan bagi kita semua adalah mari dengan gembira kita tulus hati dalam menghidupi iman. Konkretnya tidak memanfaatkan posisi sosial untuk keuntungan diri, justru memakainya untuk kepentingan mereka yang membutuhkan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">“Jangan biarkan pertobatan menjadi suatu ritual kosong, tetapi biarkan itu menjadi perjalanan hati yang benar-benar berbalik kepada Tuhan. Jika hati kita tidak berubah, maka pengakuan kita hanyalah suara kosong. Keikhlasan dalam pertobatan adalah mendengarkan suara Tuhan dan mengubah hidup kita sesuai dengan kehendak-Nya” (Gregorius Agung, 540 sd 604M)</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Pramudya Hidayat</strong></h5> Persiapkanlah Jalan Bagi Tuhan! (Maleakhi 3:1-4; Lukas 1:68-79; Filipi 1:3-11; Lukas 3:1-6) 2024-12-08T15:35:02+07:00 2024-12-08T15:35:02+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/persiapkanlah-jalan-bagi-tuhan-maleakhi-3-1-4-lukas-1-68-79-filipi-1-3-11-lukas-3-1-6 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 8 Desember 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Maleakhi 3:1-4; Lukas 1:68-79; Filipi 1:3-11; Lukas 3:1-6</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Minggu ini memasuki minggu Adven kedua. Tema Adven kedua adalah Kasih (ajaran moral) dan kesetiaan (inti iman) menyambut kedatangan Tuhan. Lilin Betlehem: Yesus lahir dalam hati kita. Bagaimana Yesus lahir dihati kita? Yohanes mengajak umat diri mempersiapkan kedatangan Yesus (Natal).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Lukas 3:1-14 Yohanes menjadi perintis kedatangan Yesus dengan menyiapkan bangsa Israel dan bangsa bangsa lain untuk menyambut kedatangan Yesus.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kenapa bangsa Yahudi harus disiapkan untuk menyambut kedatangan Yesus? Mereka berpikir, sebagai keturunan Abraham, umat pilihan Allah yang diistimewakan maka otomatis akan menerima keselamatan dari Allah, sehingga mereka boleh berbuat semaunya. Itu sebabnya Yohanes menyebut mereka sebagai “keturunan ular beludak” Ular beludak adalah jenis ular tanah, sangat berbisa dan mematikan. (Mengubah Firman Allah, Berdusta, Menuntun orang-orang ke dalam dosa, rakus, egois dan mencari sanjungan).</h5> <h5>1. PERTOBATAN<br>Kata “bertobat” dalam bahasa Yunani dipakai kata “Metanoia” yang berasal dari kata “Metha” dan “Noos”. Meta artinya perubahan yang terus menerus kearah yang lebih baik. Metamorfosis : ulat emenjadi kupu kupu. Noos artinya mind, understanding, reason.</h5> <h5>Metanoia berarti perubahan yang terus menerus dalam cara berpikir, cara hidup dan pengertian dalam mengambil keputusan hidup.</h5> <h5>2. PERUBAHAN KARAKTER<br>Perubahan yang seperti apa yang dituntut? Perubahan untuk hidup secara baru. “jalan-jalan harus diluruskan. Bukit dan lembah harus ditimbuni. Gunung-gunung harus diratakan. Yang berlika-liku harus diluruskan dan berlekak-lekuk harus diratakan.” Artinya ada perubahan yang konkret. Jalan itu terletak di dalam hati manusia. Itu berarti kalau ada yang bengkok dan tidak rata di dalam hati manusia supaya itu diluruskan dan diratakan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Santoni</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 8 Desember 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Maleakhi 3:1-4; Lukas 1:68-79; Filipi 1:3-11; Lukas 3:1-6</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Minggu ini memasuki minggu Adven kedua. Tema Adven kedua adalah Kasih (ajaran moral) dan kesetiaan (inti iman) menyambut kedatangan Tuhan. Lilin Betlehem: Yesus lahir dalam hati kita. Bagaimana Yesus lahir dihati kita? Yohanes mengajak umat diri mempersiapkan kedatangan Yesus (Natal).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Lukas 3:1-14 Yohanes menjadi perintis kedatangan Yesus dengan menyiapkan bangsa Israel dan bangsa bangsa lain untuk menyambut kedatangan Yesus.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kenapa bangsa Yahudi harus disiapkan untuk menyambut kedatangan Yesus? Mereka berpikir, sebagai keturunan Abraham, umat pilihan Allah yang diistimewakan maka otomatis akan menerima keselamatan dari Allah, sehingga mereka boleh berbuat semaunya. Itu sebabnya Yohanes menyebut mereka sebagai “keturunan ular beludak” Ular beludak adalah jenis ular tanah, sangat berbisa dan mematikan. (Mengubah Firman Allah, Berdusta, Menuntun orang-orang ke dalam dosa, rakus, egois dan mencari sanjungan).</h5> <h5>1. PERTOBATAN<br>Kata “bertobat” dalam bahasa Yunani dipakai kata “Metanoia” yang berasal dari kata “Metha” dan “Noos”. Meta artinya perubahan yang terus menerus kearah yang lebih baik. Metamorfosis : ulat emenjadi kupu kupu. Noos artinya mind, understanding, reason.</h5> <h5>Metanoia berarti perubahan yang terus menerus dalam cara berpikir, cara hidup dan pengertian dalam mengambil keputusan hidup.</h5> <h5>2. PERUBAHAN KARAKTER<br>Perubahan yang seperti apa yang dituntut? Perubahan untuk hidup secara baru. “jalan-jalan harus diluruskan. Bukit dan lembah harus ditimbuni. Gunung-gunung harus diratakan. Yang berlika-liku harus diluruskan dan berlekak-lekuk harus diratakan.” Artinya ada perubahan yang konkret. Jalan itu terletak di dalam hati manusia. Itu berarti kalau ada yang bengkok dan tidak rata di dalam hati manusia supaya itu diluruskan dan diratakan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Santoni</strong></h5> Memaknai Hari Tuhan (Yeremia 33:14-16; Mazmur 25:1-10; 1 Tesalonika 3:9-13; Lukas 21:25-36) 2024-11-30T11:45:00+07:00 2024-11-30T11:45:00+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/memaknai-hari-tuhan-yeremia-33-14-16-mazmur-25-1-10-1-tesalonika-3-9-13-lukas-21-25-36 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 1 Desember 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 33:14-16; Mazmur 25:1-10; 1 Tesalonika 3:9-13; Lukas 21:25-36</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Kalender Gerejawi, awal tahun dimulai bukan pada tanggal 1 Januari, melainkan pada Minggu Adven I. Hari ini kita mulai memasuki Minggu-minggu Adven. <strong>Adven</strong> sendiri berasal dari kata Latin, <strong><em>adventus</em></strong> yang berarti: kedatangan. Masa Adven mempunyai dua karakter, yaitu sebagai masa mempersiapkan perayaan Natal untuk 1). mengingat kedatangan Yesus yang pertama kali; dan sekaligus 2). mengarahkan hati dan pikiran untuk menyongsong kedatangan-Nya kembali, bukan sebagai bayi yang tak berdaya melainkan sebagai Hakim semua orang yang hidup dan yang mati.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Saat ini, kita sebagai umat Allah ada di dalam masa antara kenaikan Tuhan Yesus dan kedatangan-Nya kembali pada akhir zaman, atau yang biasa disebut juga dengan tibanya hari Tuhan. Banyak cara dilakukan untuk mengisi masa adven atau masa penantian kedatangan-Nya kembali itu. Ada orang yang begitu getol menghitung-hitung waktu dan mencari-cari tanda untuk memastikan kapan Yesus datang kembali; ada pula yang cenderung tidak peduli, karena sepanjang sejarah gereja berkali-kali kedatangan Yesus kembali telah dinubuatkan namun pada akhirnya tidak pernah jadi kenyataan. Yang satu <strong>cari-cari</strong>, yang lain <strong>tidak peduli.</strong> </h5> <h5 style="text-align: justify;">Matius 24:36 menegaskan: <em>“Tentang hari dan saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di surga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa sendiri.”</em> Karenanya semangat yang mesti ada dalam masa penantian yang kita jalani ini bukanlah semangat <strong>mencari-cari</strong> tanda sehingga jadi parno akan suatu gejala alam (gempa, tsunami, banjir bandang, gunung meletus), bukan pula <strong>menghitung-hitung</strong> tanggal untuk meramalkan waktu kedatangan-Nya kembali. Semangat dalam masa penantian ini adalah <strong>berjaga-jaga.</strong> Menjaga hidup kita sebagai anak-anak Tuhan tetap kudus dan berkenan kepada Allah, menjauhkan diri dari rupa-rupa hawa nafsu keduniawian.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hari Tuhan pasti akan tiba. Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya untuk datang kembali. Yang pasti hari Tuhan akan datang seperti pencuri (2 Petrus 3:10). Kalau hari Tuhan itu belum tiba sampai saat itu, seperti kata penulis surat 2 Petrus: “… tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (2 Petrus 3:9).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mari isi hidup di tengah masa “adven”, masa penantian kedatangan-Nya kembali dengan jalani hidup sehari-hari sebagai anak-anak yang taat pada tuntunan dan kehendak Allah, jangan dibebani dengan pesta pora, kemabukan, dan kekhawatiran hidup. Melainkan, “berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu dan berdiri di hadapan Anak Manusia” (Lukas 21:36).</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Danny Purnama</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 1 Desember 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 33:14-16; Mazmur 25:1-10; 1 Tesalonika 3:9-13; Lukas 21:25-36</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Kalender Gerejawi, awal tahun dimulai bukan pada tanggal 1 Januari, melainkan pada Minggu Adven I. Hari ini kita mulai memasuki Minggu-minggu Adven. <strong>Adven</strong> sendiri berasal dari kata Latin, <strong><em>adventus</em></strong> yang berarti: kedatangan. Masa Adven mempunyai dua karakter, yaitu sebagai masa mempersiapkan perayaan Natal untuk 1). mengingat kedatangan Yesus yang pertama kali; dan sekaligus 2). mengarahkan hati dan pikiran untuk menyongsong kedatangan-Nya kembali, bukan sebagai bayi yang tak berdaya melainkan sebagai Hakim semua orang yang hidup dan yang mati.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Saat ini, kita sebagai umat Allah ada di dalam masa antara kenaikan Tuhan Yesus dan kedatangan-Nya kembali pada akhir zaman, atau yang biasa disebut juga dengan tibanya hari Tuhan. Banyak cara dilakukan untuk mengisi masa adven atau masa penantian kedatangan-Nya kembali itu. Ada orang yang begitu getol menghitung-hitung waktu dan mencari-cari tanda untuk memastikan kapan Yesus datang kembali; ada pula yang cenderung tidak peduli, karena sepanjang sejarah gereja berkali-kali kedatangan Yesus kembali telah dinubuatkan namun pada akhirnya tidak pernah jadi kenyataan. Yang satu <strong>cari-cari</strong>, yang lain <strong>tidak peduli.</strong> </h5> <h5 style="text-align: justify;">Matius 24:36 menegaskan: <em>“Tentang hari dan saat itu tidak seorang pun yang tahu, malaikat-malaikat di surga tidak, dan Anak pun tidak, hanya Bapa sendiri.”</em> Karenanya semangat yang mesti ada dalam masa penantian yang kita jalani ini bukanlah semangat <strong>mencari-cari</strong> tanda sehingga jadi parno akan suatu gejala alam (gempa, tsunami, banjir bandang, gunung meletus), bukan pula <strong>menghitung-hitung</strong> tanggal untuk meramalkan waktu kedatangan-Nya kembali. Semangat dalam masa penantian ini adalah <strong>berjaga-jaga.</strong> Menjaga hidup kita sebagai anak-anak Tuhan tetap kudus dan berkenan kepada Allah, menjauhkan diri dari rupa-rupa hawa nafsu keduniawian.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hari Tuhan pasti akan tiba. Tuhan tidak lalai menepati janji-Nya untuk datang kembali. Yang pasti hari Tuhan akan datang seperti pencuri (2 Petrus 3:10). Kalau hari Tuhan itu belum tiba sampai saat itu, seperti kata penulis surat 2 Petrus: “… tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa, melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat” (2 Petrus 3:9).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mari isi hidup di tengah masa “adven”, masa penantian kedatangan-Nya kembali dengan jalani hidup sehari-hari sebagai anak-anak yang taat pada tuntunan dan kehendak Allah, jangan dibebani dengan pesta pora, kemabukan, dan kekhawatiran hidup. Melainkan, “berjaga-jagalah senantiasa sambil berdoa, supaya kamu beroleh kekuatan untuk luput dari semua yang akan terjadi itu dan berdiri di hadapan Anak Manusia” (Lukas 21:36).</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Danny Purnama</strong></h5> Kristus, Raja di Atas Segala Raja (Daniel 7:9-10, 13-14; Mazmur 93; Wahyu 1:4-8; Yohanes 18:33-37) 2024-11-22T14:44:39+07:00 2024-11-22T14:44:39+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/kristus-raja-di-atas-segala-raja-daniel-7-9-10-13-14-mazmur-93-wahyu-1-4-8-yohanes-18-33-37 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 24 November 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Daniel 7:9-10, 13-14; Mazmur 93; Wahyu 1:4-8; Yohanes 18:33-37</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Injil Yohanes 18:33-37 menunjukkan percakapan menarik antara Yesus dan Pilatus. Pilatus bertanya apakah Yesus adalah Raja orang Yahudi. Yesus menjawab, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini” (Yoh.18:36a). Jawaban Tuhan Yesus ini mengajak Pilatus dan juga kita mengenal lebih jauh mengenai Yesus dan kerajaan-Nya. Dan ternyata apa yang Yesus katakan sangat berbeda dengan bayangan dunia tentang raja dan kerajaannya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Raja yang berbeda: Tuhan Yesus adalah Raja, tapi kerajaan-Nya bukan seperti kerajaan dunia yang penuh intrik dan kekuasaan. Kerajaan-Nya adalah tentang kebenaran, kasih, dan damai. Raja dan kerajaan dunia dipenuhi perebutan kekuasaan, saling menjatuhkan dan memfitnah serta saling menyingkirkan dan membunuh.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Tujuan kedatangan: Tuhan Yesus datang bukan untuk menguasai dunia secara fisik, melainkan untuk menyelamatkan umat manusia dari dosa dan memberikan hidup yang kekal. Raja dan kerajaan dunia sering mnegalahkan, menaklukkan, menguasai dan menjajah. Mereka menjadi ancaman bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kebenaran sejati: Tuhan Yesus adalah kebenaran itu sendiri. Ia datang untuk bersaksi tentang kebenaran, agar kita semua dapat mengenal kebenaran dan memperoleh kebebasan. Tuhan Yesus adalah Sang Kebenaran, tetapi ia tidak ingin memaksa setiap orang untuk mengakui kebenaran yang ia bawa. Ia ingin mereka melihat dan mengenal kebenaran yang ada dlam diri-Nya dengan kesadaran. Dan inilah yang membawa orang pada kemerdekaan hidup. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Untuk kita: Hidup sesuai kerajaan-Nya: Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai kerajaan-Nya. Artinya, kita harus hidup dalam kebenaran, mengasihi sesama, dan membawa damai di mana pun kita berada.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Menjadi saksi: Kita adalah saksi Kristus di dunia. Kita dipanggil untuk memberitakan Kabar Baik tentang keselamatan kepada orang lain.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Tidak takut: Meski dunia ini penuh dengan tantangan, kita tidak perlu takut. Kristus adalah Raja kita, dan Ia selalu menyertai kita.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Renungkan: Apakah Saudara sudah benar-benar menyerahkan hidup pada Kristus sebagai Raja? Bagaimana Saudara bisa menjadi saksi Kristus yang lebih baik? Apa yang Saudara lakukan saat mengahadapi berbagai pergulatan hidup yang seringkali berat untuk dihadapi?</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Tri Santoso</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 24 November 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Daniel 7:9-10, 13-14; Mazmur 93; Wahyu 1:4-8; Yohanes 18:33-37</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Injil Yohanes 18:33-37 menunjukkan percakapan menarik antara Yesus dan Pilatus. Pilatus bertanya apakah Yesus adalah Raja orang Yahudi. Yesus menjawab, “Kerajaan-Ku bukan dari dunia ini” (Yoh.18:36a). Jawaban Tuhan Yesus ini mengajak Pilatus dan juga kita mengenal lebih jauh mengenai Yesus dan kerajaan-Nya. Dan ternyata apa yang Yesus katakan sangat berbeda dengan bayangan dunia tentang raja dan kerajaannya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Raja yang berbeda: Tuhan Yesus adalah Raja, tapi kerajaan-Nya bukan seperti kerajaan dunia yang penuh intrik dan kekuasaan. Kerajaan-Nya adalah tentang kebenaran, kasih, dan damai. Raja dan kerajaan dunia dipenuhi perebutan kekuasaan, saling menjatuhkan dan memfitnah serta saling menyingkirkan dan membunuh.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Tujuan kedatangan: Tuhan Yesus datang bukan untuk menguasai dunia secara fisik, melainkan untuk menyelamatkan umat manusia dari dosa dan memberikan hidup yang kekal. Raja dan kerajaan dunia sering mnegalahkan, menaklukkan, menguasai dan menjajah. Mereka menjadi ancaman bagi orang-orang yang ada di sekitarnya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kebenaran sejati: Tuhan Yesus adalah kebenaran itu sendiri. Ia datang untuk bersaksi tentang kebenaran, agar kita semua dapat mengenal kebenaran dan memperoleh kebebasan. Tuhan Yesus adalah Sang Kebenaran, tetapi ia tidak ingin memaksa setiap orang untuk mengakui kebenaran yang ia bawa. Ia ingin mereka melihat dan mengenal kebenaran yang ada dlam diri-Nya dengan kesadaran. Dan inilah yang membawa orang pada kemerdekaan hidup. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Untuk kita: Hidup sesuai kerajaan-Nya: Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk hidup sesuai dengan nilai-nilai kerajaan-Nya. Artinya, kita harus hidup dalam kebenaran, mengasihi sesama, dan membawa damai di mana pun kita berada.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Menjadi saksi: Kita adalah saksi Kristus di dunia. Kita dipanggil untuk memberitakan Kabar Baik tentang keselamatan kepada orang lain.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Tidak takut: Meski dunia ini penuh dengan tantangan, kita tidak perlu takut. Kristus adalah Raja kita, dan Ia selalu menyertai kita.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Renungkan: Apakah Saudara sudah benar-benar menyerahkan hidup pada Kristus sebagai Raja? Bagaimana Saudara bisa menjadi saksi Kristus yang lebih baik? Apa yang Saudara lakukan saat mengahadapi berbagai pergulatan hidup yang seringkali berat untuk dihadapi?</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Tri Santoso</strong></h5> Persembahkan yang Terbaik (Roma 12:1) 2024-11-16T08:27:04+07:00 2024-11-16T08:27:04+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/persembahkan-yang-terbaik-roma-12-1 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 17 November 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Roma 12:1</strong></h5> <h5 style="text-align: center;"><em>Sudahkah yang terbaik kuberikan</em><br><em>kepada Yesus Tuhanku?</em><br><em>Besar pengurbanan-Nya di Kalvari</em><br><em>Diharap-Nya terbaik dariku</em><br><em>Berapa yang terhilang t’lah kucari</em><br><em>Dan kulepaskan yang terbelenggu?</em><br><em>Sudahkah yang terbaik kuberikan</em><br><em>Kepada Yesus Tuhanku?</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">“Sudahkah Yang Terbaik Kuberikan”, sebuah lagu dari NKB 199 Yang menghantarkan kita untuk merefleksikan kehidupan kita masing-masing, sudahkah kita memberikan segala yang terbaik bagi Tuhan? sudahkah kita memberikan diri kita bagi kemuliaan Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama? atau kita masih berkutat dengan pemenuhan kepuasan diri sendiri, sibuk dengan diri sendiri, sehingga lupa untuk melayani dan memberi yang terbaik bagi Tuhan?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Jika kita coba renungkan, begitu banyak berkat dan kasih Tuhan dalam kehidupan kita. Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi kita, maka kita pun semestinya terus belajar untuk memberikan yang terbaik juga bagi Tuhan. Bagaimana cara memberikan yang terbaik bagi Tuhan? Roma 12:1 menyatakan “Karena itu, Saudara-saudara, oleh kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah: Itulah ibadahmu yang sejati”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan dapat kita lakukan dengan mempersembahkan tubuh kita. Mempersembahkan tubuh artinya mempersembahkan atau memberikan apapun yang ada dalam diri kita atau yang kita miliki kepada Tuhan. Sebuah penyerahan total kepada Tuhan. Mempersembahkan tubuh adalah ibadah yang sejati. Ibadah sejati/logike latreia mengandung makna pengabdian. Dalam hidup ini, kita bersama-sama dipanggil untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan dengan cara mempersembahkan apapun yang ada dalam diri kita dan apapun yang kita miliki kepada Tuhan sebagai bentuk pengabdian kita kepada Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Erma P. Kristiyono</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 17 November 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Roma 12:1</strong></h5> <h5 style="text-align: center;"><em>Sudahkah yang terbaik kuberikan</em><br><em>kepada Yesus Tuhanku?</em><br><em>Besar pengurbanan-Nya di Kalvari</em><br><em>Diharap-Nya terbaik dariku</em><br><em>Berapa yang terhilang t’lah kucari</em><br><em>Dan kulepaskan yang terbelenggu?</em><br><em>Sudahkah yang terbaik kuberikan</em><br><em>Kepada Yesus Tuhanku?</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">“Sudahkah Yang Terbaik Kuberikan”, sebuah lagu dari NKB 199 Yang menghantarkan kita untuk merefleksikan kehidupan kita masing-masing, sudahkah kita memberikan segala yang terbaik bagi Tuhan? sudahkah kita memberikan diri kita bagi kemuliaan Tuhan dan menjadi berkat bagi sesama? atau kita masih berkutat dengan pemenuhan kepuasan diri sendiri, sibuk dengan diri sendiri, sehingga lupa untuk melayani dan memberi yang terbaik bagi Tuhan?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Jika kita coba renungkan, begitu banyak berkat dan kasih Tuhan dalam kehidupan kita. Tuhan selalu memberikan yang terbaik bagi kita, maka kita pun semestinya terus belajar untuk memberikan yang terbaik juga bagi Tuhan. Bagaimana cara memberikan yang terbaik bagi Tuhan? Roma 12:1 menyatakan “Karena itu, Saudara-saudara, oleh kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup, yang kudus, dan yang berkenan kepada Allah: Itulah ibadahmu yang sejati”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan dapat kita lakukan dengan mempersembahkan tubuh kita. Mempersembahkan tubuh artinya mempersembahkan atau memberikan apapun yang ada dalam diri kita atau yang kita miliki kepada Tuhan. Sebuah penyerahan total kepada Tuhan. Mempersembahkan tubuh adalah ibadah yang sejati. Ibadah sejati/logike latreia mengandung makna pengabdian. Dalam hidup ini, kita bersama-sama dipanggil untuk memberikan yang terbaik bagi Tuhan dengan cara mempersembahkan apapun yang ada dalam diri kita dan apapun yang kita miliki kepada Tuhan sebagai bentuk pengabdian kita kepada Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Erma P. Kristiyono</strong></h5> Berbahagia Mereka yang Mendengar Firman Allah dan Melakukannya (Yakobus 1:19-27) 2024-11-08T14:34:12+07:00 2024-11-08T14:34:12+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/berbahagia-mereka-yang-mendengar-firman-allah-dan-melakukannya-yakobus-1-19-27 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 10 November 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yakobus 1:19-27</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Perikop yang kita baca, di bagian awal, menekankan kebijaksanaan dalam mendengarkan dengan sabar dan mengendalikan kemarahan sangat penting dalam konteks kehidupan komunitas Kristen. Dalam kebudayaan Yahudi, mendengarkan sering dikaitkan dengan kebijaksanaan. Orang Yahudi percaya bahwa mendengarkan adalah tanda kerendahan hati, kesediaan untuk belajar, dan ketundukan kepada kehendak Allah. Kemarahan manusia sering kali dianggap tidak produktif dan malah dapat menyebabkan dosa. Oleh karena itu, Yakobus mendorong jemaat untuk menahan amarah dan mengutamakan damai sejahtera.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam konteks historis saat itu banyak anggota jemaat mungkin menghadapi tekanan eksternal yang memicu kemarahan, baik dari penganiayaan maupun diskriminasi sosial. Namun, Yakobus mengingatkan bahwa kemarahan semacam itu tidak membawa pada “kebenaran di hadapan Allah,” yang menekankan pentingnya kedamaian dan kesabaran sebagai buah dari iman yang sejati.<br>Selanjutnya surat ini membicarakan tentang mendengarkan Firman. Dalam konteks keagamaan Yahudi, mendengar firman bukanlah sekadar mendengarkan, melainkan menyerap dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Frasa “firman yang tertanam” mungkin merujuk pada firman Allah yang telah diterima oleh umat melalui pengajaran dan penyampaian Injil, yang diharapkan tumbuh dan menghasilkan buah. Yakobus menggunakan perumpamaan tentang menjadi pelaku firman untuk menegaskan bahwa iman yang sejati harus terlihat melalui tindakan. Bagi pembaca Yahudi Kristen, ini mengingatkan mereka pada prinsip Taurat yang menuntut ketaatan, bukan hanya pengetahuan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Gereja Kristen Indonesia (GKI) menghayati bahwa pemberitaan Firman sebagai sarana perjumpaan dengan Allah dan sarana untuk membentuk spiritualitas umat. Pemberitaan Firman bukan hanya sekadar pengetahuan dan perasaan, tetapi merupakan momen sakral yang melibatkan kehadiran Roh Kudus. Pemberita dan pendengar perlu persiapan, pemahaman, dan doa pada setiap pemberitaan agar Firman dapat meresap dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari jemaat.<br>Di GKI, pemberitaan Firman diatur secara leksionari, yang bertujuan agar jemaat mendapatkan pembelajaran yang konsisten dan komprehensif dari seluruh Alkitab selama siklus tiga tahun. Penggunaan leksionari juga mempromosikan keseragaman dan dialog ekumenis karena jemaat dari berbagai gereja dapat bersama-sama merenungkan bagian Alkitab yang sama. Dengan demikian, ada keselarasan dalam pemilihan bacaan yang membantu jemaat melihat kesinambungan antara Perjanjian Lama dan Baru serta relevansi Firman dengan tema liturgi tahunan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Bacaan kita juga menyinggung tentang cermin. Tentu ini cermin yang tidak setajam atau sejelas yang kita kenal sekarang. Karena itu, perumpamaan ini menggambarkan orang yang melihat sekilas gambaran dirinya yang samar, namun segera melupakan seperti apa dirinya. Yakobus menggunakan ilustrasi ini untuk menyoroti betapa sia-sianya “mendengar” firman tanpa melakukannya, seperti seseorang yang melupakan gambaran dirinya. Dalam pengertian teologis, cermin ini melambangkan firman Allah yang mengungkapkan kondisi batin manusia. Mendengar firman tanpa melakukannya berarti mengabaikan pengetahuan yang sudah diberikan Allah, menunjukkan ketidaksetiaan dalam menjalankan kebenaran yang sudah diketahui.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Ayat 26 dan 27 memberikan petunjuk konkret bagaimana Firman Allah selayaknya mewujud. Pada masa itu, janda dan yatim piatu adalah simbol dari orang-orang yang rentan dan membutuhkan perlindungan sosial. Mereka tidak memiliki penghasilan atau perlindungan dan kerap dipinggirkan oleh masyarakat. Perintah untuk merawat mereka menunjukkan bahwa “ibadah yang murni” tidak hanya terletak pada ritual keagamaan, tetapi dalam tindakan kasih terhadap mereka yang tertindas dan terpinggirkan. Yakobus juga menekankan pentingnya menjaga kemurnian diri dari pencemaran dunia. Ini berarti bahwa orang percaya dipanggil untuk hidup berbeda dari standar moral dunia pada zamannya, yang mungkin mencakup pengaruh hedonisme, ketamakan, atau kompromi moral lainnya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pengajaran tentang Pemberitaan Firman Tuhan pada akhirnya adalah ajakan yang kuat untuk menjalani iman yang aktif dan berbuah, bukan hanya dalam ritual atau pengetahuan, tetapi dalam tindakan kasih dan ketaatan yang nyata. Pemberitaan Firman juga merupakan momentum di mana komunitas Kristen, yang hidup di tengah tantangan zaman, diarahkan untuk menjalani hidup yang merefleksikan iman kepada Kristus, dan memastikan bahwa setiap aspek kehidupan mereka menjadi kesaksian yang hidup dari kasih Allah.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Pramudya Hidayat</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 10 November 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yakobus 1:19-27</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Perikop yang kita baca, di bagian awal, menekankan kebijaksanaan dalam mendengarkan dengan sabar dan mengendalikan kemarahan sangat penting dalam konteks kehidupan komunitas Kristen. Dalam kebudayaan Yahudi, mendengarkan sering dikaitkan dengan kebijaksanaan. Orang Yahudi percaya bahwa mendengarkan adalah tanda kerendahan hati, kesediaan untuk belajar, dan ketundukan kepada kehendak Allah. Kemarahan manusia sering kali dianggap tidak produktif dan malah dapat menyebabkan dosa. Oleh karena itu, Yakobus mendorong jemaat untuk menahan amarah dan mengutamakan damai sejahtera.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam konteks historis saat itu banyak anggota jemaat mungkin menghadapi tekanan eksternal yang memicu kemarahan, baik dari penganiayaan maupun diskriminasi sosial. Namun, Yakobus mengingatkan bahwa kemarahan semacam itu tidak membawa pada “kebenaran di hadapan Allah,” yang menekankan pentingnya kedamaian dan kesabaran sebagai buah dari iman yang sejati.<br>Selanjutnya surat ini membicarakan tentang mendengarkan Firman. Dalam konteks keagamaan Yahudi, mendengar firman bukanlah sekadar mendengarkan, melainkan menyerap dan menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Frasa “firman yang tertanam” mungkin merujuk pada firman Allah yang telah diterima oleh umat melalui pengajaran dan penyampaian Injil, yang diharapkan tumbuh dan menghasilkan buah. Yakobus menggunakan perumpamaan tentang menjadi pelaku firman untuk menegaskan bahwa iman yang sejati harus terlihat melalui tindakan. Bagi pembaca Yahudi Kristen, ini mengingatkan mereka pada prinsip Taurat yang menuntut ketaatan, bukan hanya pengetahuan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Gereja Kristen Indonesia (GKI) menghayati bahwa pemberitaan Firman sebagai sarana perjumpaan dengan Allah dan sarana untuk membentuk spiritualitas umat. Pemberitaan Firman bukan hanya sekadar pengetahuan dan perasaan, tetapi merupakan momen sakral yang melibatkan kehadiran Roh Kudus. Pemberita dan pendengar perlu persiapan, pemahaman, dan doa pada setiap pemberitaan agar Firman dapat meresap dan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari jemaat.<br>Di GKI, pemberitaan Firman diatur secara leksionari, yang bertujuan agar jemaat mendapatkan pembelajaran yang konsisten dan komprehensif dari seluruh Alkitab selama siklus tiga tahun. Penggunaan leksionari juga mempromosikan keseragaman dan dialog ekumenis karena jemaat dari berbagai gereja dapat bersama-sama merenungkan bagian Alkitab yang sama. Dengan demikian, ada keselarasan dalam pemilihan bacaan yang membantu jemaat melihat kesinambungan antara Perjanjian Lama dan Baru serta relevansi Firman dengan tema liturgi tahunan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Bacaan kita juga menyinggung tentang cermin. Tentu ini cermin yang tidak setajam atau sejelas yang kita kenal sekarang. Karena itu, perumpamaan ini menggambarkan orang yang melihat sekilas gambaran dirinya yang samar, namun segera melupakan seperti apa dirinya. Yakobus menggunakan ilustrasi ini untuk menyoroti betapa sia-sianya “mendengar” firman tanpa melakukannya, seperti seseorang yang melupakan gambaran dirinya. Dalam pengertian teologis, cermin ini melambangkan firman Allah yang mengungkapkan kondisi batin manusia. Mendengar firman tanpa melakukannya berarti mengabaikan pengetahuan yang sudah diberikan Allah, menunjukkan ketidaksetiaan dalam menjalankan kebenaran yang sudah diketahui.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Ayat 26 dan 27 memberikan petunjuk konkret bagaimana Firman Allah selayaknya mewujud. Pada masa itu, janda dan yatim piatu adalah simbol dari orang-orang yang rentan dan membutuhkan perlindungan sosial. Mereka tidak memiliki penghasilan atau perlindungan dan kerap dipinggirkan oleh masyarakat. Perintah untuk merawat mereka menunjukkan bahwa “ibadah yang murni” tidak hanya terletak pada ritual keagamaan, tetapi dalam tindakan kasih terhadap mereka yang tertindas dan terpinggirkan. Yakobus juga menekankan pentingnya menjaga kemurnian diri dari pencemaran dunia. Ini berarti bahwa orang percaya dipanggil untuk hidup berbeda dari standar moral dunia pada zamannya, yang mungkin mencakup pengaruh hedonisme, ketamakan, atau kompromi moral lainnya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pengajaran tentang Pemberitaan Firman Tuhan pada akhirnya adalah ajakan yang kuat untuk menjalani iman yang aktif dan berbuah, bukan hanya dalam ritual atau pengetahuan, tetapi dalam tindakan kasih dan ketaatan yang nyata. Pemberitaan Firman juga merupakan momentum di mana komunitas Kristen, yang hidup di tengah tantangan zaman, diarahkan untuk menjalani hidup yang merefleksikan iman kepada Kristus, dan memastikan bahwa setiap aspek kehidupan mereka menjadi kesaksian yang hidup dari kasih Allah.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Pramudya Hidayat</strong></h5> Hai Mari Berhimpun (Yesaya 6:1-8) 2024-11-02T15:31:11+07:00 2024-11-02T15:31:11+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/hai-mari-berhimpun-yesaya-6-1-8 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 3 November 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 6:1-8</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Apa arti ibadah Minggu bagi kita? Apa sebagai suatu kebiasaaan sebagai orang Kristen harus ke gereja? Apa ibadah menurut Yesaya? Kita akan belajar dari perjumpaan Yesaya dengan Tuhan.<br>Menurut Yesaya 6:1-8 ibadah mengandung tiga unsur pokok yaitu :<br><strong>1. Yesaya 6:1-3 terjadinya perjumpaan dengan Tuhan.</strong><br>Perjumpaan dengan Allah dalam ibadah bukan formalitas tapi perjumpaan yang didasarkan karena kerinduan, kerendahan hati dan ingin berserah total kepada Allah. Mengapa?? Sebab Allah adalah Allah yang kudus dan besar. Karena kita beribadah ingin berjumpa dengan Allah yang besar dan kudus maka hati (pikiran, perasaan, kehendak, seluruh hidup) hanya tertuju kepada Allah, sehingga puji-pujian yang kita naikan adalah pujian yang didasarkan pada penyerahan diri.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>2. Yesaya 6:3-7 adanya kesadaran akan diri sendiri dan kesediaan diperbaharui.</strong><br>Pengenalan Yesaya akan siapa Tuhan melalui pengalaman dramatisnya melihat dan berhadapan langsung dengan keagungan dan kekudusan Tuhan, memberikan dampak yang besar bagi pengenalan akan siapa dirinya di hadapan Tuhan. Yesaya menyadari betapa hina dan hancurnya ia sebagai manusia berdosa ketika berhadapan dengan kekudusan Tuhan. Yesaya berkata: “Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam.” Yesaya menyerukan kata ini, ia sedang menempatkan dirinya berada di bawah penghukuman Tuhan oleh karena keberdosaannya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam perjumpaan dengan Allah, Yesaya melihat bahwa dirinya tidak layak. Ia adalah umat yang berdosa. Itu sebabnya dengan kesungguhan Yesaya menyesal, dan merintih, serta memohon ampun atas dosa dan perbuatannya dan Yesaya bertekad hidup baru.<br>Bagaimana penyesalan dosa kita, saat doa pengakuan dosa dan nyanyian pengakuan dosa? Kesungguhan atau formalitas? Ibadah yang kita lakukan akan sia-sia belaka jika penyesalan hanya formalitas tidak disertai kesungguhan untuk diperbaharui dan menjadi baru.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>3. Yesaya 6:7-8 memiliki kehidupan baru dan menjadi duta Allah.</strong><br>Yesaya harus merasakan api kudus Tuhan membakar bibirnya. Dalam kesakitan itu, anugerah Tuhan justru dinyatakan. Tindakan Serafim ini merupakan sebuah anugerah pengampunan dosa yang Tuhan berikan. Yesaya harus mengalami tindakan pembersihan Ilahi yang menyakitkan Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: ”Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Maka sahutku: Ini aku, utuslah aku!” (Yesaya 6:8).</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Santoni</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 3 November 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 6:1-8</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Apa arti ibadah Minggu bagi kita? Apa sebagai suatu kebiasaaan sebagai orang Kristen harus ke gereja? Apa ibadah menurut Yesaya? Kita akan belajar dari perjumpaan Yesaya dengan Tuhan.<br>Menurut Yesaya 6:1-8 ibadah mengandung tiga unsur pokok yaitu :<br><strong>1. Yesaya 6:1-3 terjadinya perjumpaan dengan Tuhan.</strong><br>Perjumpaan dengan Allah dalam ibadah bukan formalitas tapi perjumpaan yang didasarkan karena kerinduan, kerendahan hati dan ingin berserah total kepada Allah. Mengapa?? Sebab Allah adalah Allah yang kudus dan besar. Karena kita beribadah ingin berjumpa dengan Allah yang besar dan kudus maka hati (pikiran, perasaan, kehendak, seluruh hidup) hanya tertuju kepada Allah, sehingga puji-pujian yang kita naikan adalah pujian yang didasarkan pada penyerahan diri.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>2. Yesaya 6:3-7 adanya kesadaran akan diri sendiri dan kesediaan diperbaharui.</strong><br>Pengenalan Yesaya akan siapa Tuhan melalui pengalaman dramatisnya melihat dan berhadapan langsung dengan keagungan dan kekudusan Tuhan, memberikan dampak yang besar bagi pengenalan akan siapa dirinya di hadapan Tuhan. Yesaya menyadari betapa hina dan hancurnya ia sebagai manusia berdosa ketika berhadapan dengan kekudusan Tuhan. Yesaya berkata: “Celakalah aku! Aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam.” Yesaya menyerukan kata ini, ia sedang menempatkan dirinya berada di bawah penghukuman Tuhan oleh karena keberdosaannya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam perjumpaan dengan Allah, Yesaya melihat bahwa dirinya tidak layak. Ia adalah umat yang berdosa. Itu sebabnya dengan kesungguhan Yesaya menyesal, dan merintih, serta memohon ampun atas dosa dan perbuatannya dan Yesaya bertekad hidup baru.<br>Bagaimana penyesalan dosa kita, saat doa pengakuan dosa dan nyanyian pengakuan dosa? Kesungguhan atau formalitas? Ibadah yang kita lakukan akan sia-sia belaka jika penyesalan hanya formalitas tidak disertai kesungguhan untuk diperbaharui dan menjadi baru.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>3. Yesaya 6:7-8 memiliki kehidupan baru dan menjadi duta Allah.</strong><br>Yesaya harus merasakan api kudus Tuhan membakar bibirnya. Dalam kesakitan itu, anugerah Tuhan justru dinyatakan. Tindakan Serafim ini merupakan sebuah anugerah pengampunan dosa yang Tuhan berikan. Yesaya harus mengalami tindakan pembersihan Ilahi yang menyakitkan Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: ”Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Maka sahutku: Ini aku, utuslah aku!” (Yesaya 6:8).</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Santoni</strong></h5> Keluarga yang Dipulihkan Allah (Yeremia 31:7-9; Mazmur 126; Ibrani 7:23-28; Markus 10:46-52) 2024-10-26T09:04:29+07:00 2024-10-26T09:04:29+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/keluarga-yang-dipulihkan-allah-yeremia-31-7-9-mazmur-126-ibrani-7-23-28-markus-10-46-52 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 27 Oktober 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 31:7-9; Mazmur 126; Ibrani 7:23-28; Markus 10:46-52</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">David James Peltzer lahir di California 29 Desember 1960. David hidup dengan ibunya sebagai orang tua tunggal yang mengalami berbagai kekerasan di masa lalunya. Kesedihan dan berbagai kepahitan sang ibu terus terbawa sehingga mengalami gangguan kejiwaan dan mendidik David dengan berbagai kekerasan. Bekas luka-luka akibat kekerasan fisik membuat David kemudian diambil oleh dinas sosial dan kemudian tinggal di panti asuhan. Di panti asuhan kekerasan demi kekerasan terus di alami, karena kebanyakan anak-anak juga mengalami luka dan masa lalu yang buruk. David tidak menyerah dan terus berproses dan mengalami pemulihan hingga dia berkarir menjadi seorang pilot sekaligus menjadi penulis buku motivasi bagi banyak orang.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Banyak orang dalam perjalanan hidup pribadi dan keluarga mengalami pergumulan dan bahkan kekerasan. Pergumulan dan kekerasan bisa membuat seseorang membawa luka sepanjang perjalanan hidupnya, dan jika tidak ditolong maka ybs bisa menjadi pelaku kekerasan bagi sesamanya. Beberapa proses yang perlu dilewati agar orang mengalami pemulihan:</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>a. Kesadaran dan penyadaran</strong><br>Hampir setiap orang punya kelemahan dan juga sisi gelap. Kelemahan dan sisi gelap itu bisa muncul saat ini dan membuat kita menghadirkan beberapa sifat dan kebiasaan buruk yang juga bisa berdampak kepada orang-orang di sekitarnya. Jika seseorang memiliki satu atau dua kebiasaan yang buruk maka ybs perlu mengalami proses penyadaran dan kesadaran. Ia perlu melihat kepada kelemahannya bahkan mungkin juga masa lalunya untuk selanjutnya berdamai dengannya.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>b. Berproses untuk bersedia untuk ditolong</strong><br>Tidak ada persoalan yang tidak ada solusinya. Jika kita tidak bisa menyelesaikannya Tuhan bisa. Yang perlu dilakukan adalah berani untuk meminta tolong kepada pribadi yang bisa menolong. Penolong yang terpenting dalam hidup adalah Tuhan. Dalam Markus 10:46–52 kita bisa belajar dari Bartimeus yang mengalami kebutaan. Ia berani bangkit dan berteriak. Dari sudut pandang dunia pada saat itu, barangkali mustahil untuk Bartimeus bisa sembuh. Tapi faktanya Bartimeus disembuhkan oleh Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>c. Berpulih dan memulihkan diri sendiri dan orang lain</strong><br>Proses terakhir adalah berpulih. Dalam kisah Bartimeus kelemahan yang dihadapi adalah kebutaan yang merupakan kelemahan fisik. Dalam dunia nyata saat ini kelemahan tubuh tidak hanya fisik namun juga relasi dan mental. Persoalan yang hadir dalam keluarga ternyata bukan hanya soal kelemahan fisik dan materi. Lebih banyak ada komunikasi dan relasi dan retak. Untuk mengalami pemulihan salah satu yang penting adalah mengalami pengampunan. Seseorang harus berani mengampuni. Jika kita ingin dipulihkan oleh Tuhan maka kita juga harus berani memulihkan relasi kita Tuhan dan sesama. Selanjutnya pemulihan itu sebaiknya bukan hanya untuk diri pribadi tapi kita juga dipanggil untuk menghadirkan pemulihan bagi orang lain.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Suhud Setyo Wardono (Sekum BPMS GKI)</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 27 Oktober 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 31:7-9; Mazmur 126; Ibrani 7:23-28; Markus 10:46-52</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">David James Peltzer lahir di California 29 Desember 1960. David hidup dengan ibunya sebagai orang tua tunggal yang mengalami berbagai kekerasan di masa lalunya. Kesedihan dan berbagai kepahitan sang ibu terus terbawa sehingga mengalami gangguan kejiwaan dan mendidik David dengan berbagai kekerasan. Bekas luka-luka akibat kekerasan fisik membuat David kemudian diambil oleh dinas sosial dan kemudian tinggal di panti asuhan. Di panti asuhan kekerasan demi kekerasan terus di alami, karena kebanyakan anak-anak juga mengalami luka dan masa lalu yang buruk. David tidak menyerah dan terus berproses dan mengalami pemulihan hingga dia berkarir menjadi seorang pilot sekaligus menjadi penulis buku motivasi bagi banyak orang.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Banyak orang dalam perjalanan hidup pribadi dan keluarga mengalami pergumulan dan bahkan kekerasan. Pergumulan dan kekerasan bisa membuat seseorang membawa luka sepanjang perjalanan hidupnya, dan jika tidak ditolong maka ybs bisa menjadi pelaku kekerasan bagi sesamanya. Beberapa proses yang perlu dilewati agar orang mengalami pemulihan:</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>a. Kesadaran dan penyadaran</strong><br>Hampir setiap orang punya kelemahan dan juga sisi gelap. Kelemahan dan sisi gelap itu bisa muncul saat ini dan membuat kita menghadirkan beberapa sifat dan kebiasaan buruk yang juga bisa berdampak kepada orang-orang di sekitarnya. Jika seseorang memiliki satu atau dua kebiasaan yang buruk maka ybs perlu mengalami proses penyadaran dan kesadaran. Ia perlu melihat kepada kelemahannya bahkan mungkin juga masa lalunya untuk selanjutnya berdamai dengannya.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>b. Berproses untuk bersedia untuk ditolong</strong><br>Tidak ada persoalan yang tidak ada solusinya. Jika kita tidak bisa menyelesaikannya Tuhan bisa. Yang perlu dilakukan adalah berani untuk meminta tolong kepada pribadi yang bisa menolong. Penolong yang terpenting dalam hidup adalah Tuhan. Dalam Markus 10:46–52 kita bisa belajar dari Bartimeus yang mengalami kebutaan. Ia berani bangkit dan berteriak. Dari sudut pandang dunia pada saat itu, barangkali mustahil untuk Bartimeus bisa sembuh. Tapi faktanya Bartimeus disembuhkan oleh Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>c. Berpulih dan memulihkan diri sendiri dan orang lain</strong><br>Proses terakhir adalah berpulih. Dalam kisah Bartimeus kelemahan yang dihadapi adalah kebutaan yang merupakan kelemahan fisik. Dalam dunia nyata saat ini kelemahan tubuh tidak hanya fisik namun juga relasi dan mental. Persoalan yang hadir dalam keluarga ternyata bukan hanya soal kelemahan fisik dan materi. Lebih banyak ada komunikasi dan relasi dan retak. Untuk mengalami pemulihan salah satu yang penting adalah mengalami pengampunan. Seseorang harus berani mengampuni. Jika kita ingin dipulihkan oleh Tuhan maka kita juga harus berani memulihkan relasi kita Tuhan dan sesama. Selanjutnya pemulihan itu sebaiknya bukan hanya untuk diri pribadi tapi kita juga dipanggil untuk menghadirkan pemulihan bagi orang lain.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Suhud Setyo Wardono (Sekum BPMS GKI)</strong></h5> Keluarga yang Menghamba (Yesaya 53:4-12; Mazmur 91-9-16; Ibrani 5:1-10; Markus 10:35-45) 2024-10-18T14:55:59+07:00 2024-10-18T14:55:59+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/keluarga-yang-menghamba-yesaya-53-4-12-mazmur-91-9-16-ibrani-5-1-10-markus-10-35-45 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 20 Oktober 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 53:4-12; Mazmur 91-9-16; Ibrani 5:1-10; Markus 10:35-45</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Manusia memiliki berbagai kebutuhan dalam hidupnya. Betapapun sudah berkeluarga, bahkan sampai kematiannya, ia tetaplah makhluk berkebutuhan. Setelah kebutuhan fisiologis dan keamanan terpenuhi, manusia mencari kebutuhan penghargaan : pengakuan dari orang lain dan pencapaian diri. Lalu bagaimanakah kebutuhan ini terpenuhi. Ini yang menjadi pergumulan penting. Sebagai orang Kristen selayaknya kebutuhan tentang penghargaaan kita penuhi di dalam Kristus. Maksudnya adalah ego tidak mendikte, melainkan terus berupaya menjadi pelayan bagi orang lain. Jika ego mendikte maka ketidak – puasan terjadi. Sebab ego tidak akan pernah terpenuhi. Dampak dari itu semua adalah konflik, ke-tidak stabilan emosi dan kosong.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam bacaan Injil kita hari ini dipersaksikan percakapan Tuhan Yesus, Yakobus dan Yohanes. Kita belajar dari sana bahwa kemuliaan memang didefinisikan sebagai keagungan atau kehormatan. Tetapi Tuhan Yesus menegaskan bahwa kita semua mesti menyadari bahwa asalnya dari Allah. Dengan demikian serahkanlah diri dan lakukanlah sesuatu bagi-Nya. Jadilah pelayan lebih tepatnya. Bukan sekedar lebih rendah untuk lakukan sesuatu bagi orang lain. Tetapi mampu untuk melayani, bukan menguasai. Klausa dalam 40, “…Itu diberikan…” menggambarkan makna “tebusan”: dibayar untuk membebaskan. Dengan Jadilah pelayan Tuhan yang menyerahkan diri secara total.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Apakah persaingan bisa terjadi dalam keluarga? Bersaing masakan siapa yang paling enak? Paling berprestasi? Siapa yang paling layak dapat banyak? Tuhan Yesus menasihati serupa dengan bagaimana percakapan-Nya dengan Yohanes dan Yakobus. Kalimat Tuhan Yesus, “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta” yakni tentang cawan dan baptisan. Hal itu mengutarakan tentang penderitaan Kristus yang sampai pada kematianNya. Tidak ada juara, pemenang atau pun hadiah besar yang didapat. Pencapaian, dalam Kerajaan Allah, tidak bisa diperoleh melalui kompetisi atau persaingan status. Yang paling hebat, enak, berprestasi dan dapat paling banyak adalah yang melakukan penyerahan diri sepenuhnya pada Kehendak Allah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Lebih tajam bahkan disampaikan dalam bacaan Yesaya 53. Ini berbicara tentang Spiritualitas Penebus: Seseorang yang tidak bersalah menanggung penderitaan orang lain, yang telah melakukan pelanggaran, demi keselamatannya. Jadi betapapun ia melakukan pelanggaran akan tetap tertolong oleh karena seseorang yang berjiwa spiritualitas penebus. Bahkan spiritualitas penebus sampai tidak melakukan perlawan dan rela memberikan diri-Nya tertindas. Sampai sedemikian taat, kerendahan hati dan kerelaan menanggungnya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Marilah kita meneladani Kristus dalam kehidupan keluarga. Jadikanlah keluarga sebagai ruang untuk pertobatan, pelayanan dan pengorbanan. Sudahkah kita melayani satu sama lain tanpa pamrih? Sudahkah kita berkorban demi kesejahteraan bersama? Sudahkah kita rendah hati dalam setiap interaksi? Dan terutama sudahkah kita membangun budaya bersyukur?</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Pramudya Hidayat</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 20 Oktober 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 53:4-12; Mazmur 91-9-16; Ibrani 5:1-10; Markus 10:35-45</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Manusia memiliki berbagai kebutuhan dalam hidupnya. Betapapun sudah berkeluarga, bahkan sampai kematiannya, ia tetaplah makhluk berkebutuhan. Setelah kebutuhan fisiologis dan keamanan terpenuhi, manusia mencari kebutuhan penghargaan : pengakuan dari orang lain dan pencapaian diri. Lalu bagaimanakah kebutuhan ini terpenuhi. Ini yang menjadi pergumulan penting. Sebagai orang Kristen selayaknya kebutuhan tentang penghargaaan kita penuhi di dalam Kristus. Maksudnya adalah ego tidak mendikte, melainkan terus berupaya menjadi pelayan bagi orang lain. Jika ego mendikte maka ketidak – puasan terjadi. Sebab ego tidak akan pernah terpenuhi. Dampak dari itu semua adalah konflik, ke-tidak stabilan emosi dan kosong.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam bacaan Injil kita hari ini dipersaksikan percakapan Tuhan Yesus, Yakobus dan Yohanes. Kita belajar dari sana bahwa kemuliaan memang didefinisikan sebagai keagungan atau kehormatan. Tetapi Tuhan Yesus menegaskan bahwa kita semua mesti menyadari bahwa asalnya dari Allah. Dengan demikian serahkanlah diri dan lakukanlah sesuatu bagi-Nya. Jadilah pelayan lebih tepatnya. Bukan sekedar lebih rendah untuk lakukan sesuatu bagi orang lain. Tetapi mampu untuk melayani, bukan menguasai. Klausa dalam 40, “…Itu diberikan…” menggambarkan makna “tebusan”: dibayar untuk membebaskan. Dengan Jadilah pelayan Tuhan yang menyerahkan diri secara total.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Apakah persaingan bisa terjadi dalam keluarga? Bersaing masakan siapa yang paling enak? Paling berprestasi? Siapa yang paling layak dapat banyak? Tuhan Yesus menasihati serupa dengan bagaimana percakapan-Nya dengan Yohanes dan Yakobus. Kalimat Tuhan Yesus, “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta” yakni tentang cawan dan baptisan. Hal itu mengutarakan tentang penderitaan Kristus yang sampai pada kematianNya. Tidak ada juara, pemenang atau pun hadiah besar yang didapat. Pencapaian, dalam Kerajaan Allah, tidak bisa diperoleh melalui kompetisi atau persaingan status. Yang paling hebat, enak, berprestasi dan dapat paling banyak adalah yang melakukan penyerahan diri sepenuhnya pada Kehendak Allah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Lebih tajam bahkan disampaikan dalam bacaan Yesaya 53. Ini berbicara tentang Spiritualitas Penebus: Seseorang yang tidak bersalah menanggung penderitaan orang lain, yang telah melakukan pelanggaran, demi keselamatannya. Jadi betapapun ia melakukan pelanggaran akan tetap tertolong oleh karena seseorang yang berjiwa spiritualitas penebus. Bahkan spiritualitas penebus sampai tidak melakukan perlawan dan rela memberikan diri-Nya tertindas. Sampai sedemikian taat, kerendahan hati dan kerelaan menanggungnya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Marilah kita meneladani Kristus dalam kehidupan keluarga. Jadikanlah keluarga sebagai ruang untuk pertobatan, pelayanan dan pengorbanan. Sudahkah kita melayani satu sama lain tanpa pamrih? Sudahkah kita berkorban demi kesejahteraan bersama? Sudahkah kita rendah hati dalam setiap interaksi? Dan terutama sudahkah kita membangun budaya bersyukur?</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Pramudya Hidayat</strong></h5> Keluarga yang Menolak Egosentrisme (Amos 5:6-7, 10-15; Mazmur 90:12-17; Ibrani 4:12-16; Markus 10:17-31) 2024-10-12T10:19:32+07:00 2024-10-12T10:19:32+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/keluarga-yang-menolak-egosentrisme-amos-5-6-7-10-15-mazmur-90-12-17-ibrani-4-12-16-markus-10-17-31 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 13 Oktober 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Amos 5:6-7, 10-15; Mazmur 90:12-17; Ibrani 4:12-16; Markus 10:17-31</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Tujuan: (1) Umat menyadari bahwa manusia memiliki kecenderungan menjadi egosentris dan mengejar keuntungan bagi diri sendiri, sehingga sulit melepaskan diri dari kemelekatan dan berbagi kehidupan. (2) Umat mengerti ajaran dan meneladani laku kehidupan Tuhan Yesus agar dapat menolak segala macam bentuk egosentris dan menghindarkan diri dari rupa-rupa kejahatan akibat egosentris.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Setiap manusia, memiliki kecenderungan alami untuk menjadi egosentris, lebih memilih untuk mementingkan diri sendiri dibandingkan orang lain, termasuk di dalam lingkup keluarga. Keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang nyaman, aman, dan mudah, sering kali membuat kita lupa dengan keberadaan orang lain, termasuk anggota keluarga terdekat kita. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Egosentrisme ini juga sering kali membuat kita sulit untuk melepaskan diri dari <em>kemelekatan</em>—baik itu pada harta, posisi, atau bahkan pada rasa benar sendiri. Sama seperti pemuda kaya dalam Bacaan Injil kita di dalam Markus 10:17-31 yang ingin mengikuti Yesus tetapi terikat pada kekayaannya, kita juga sering terjebak dalam ketakutan kehilangan apa yang kita miliki. <br>Bacaan pertama kita, di dalam Amos 5:6-7, memberikan teguran keras kepada orang-orang yang hanya mencari kepentingan diri sendiri. Mereka menolak keadilan, memperdagangkan integritas, bahkan mereka melupakan panggilan Allah agar mereka dapat hidup di dalam kebenaran. Oleh karena itu, Pemazmur dalam Mazmur 90:12-17, mengajak kita untuk menghitung hari dengan bijaksana, menyadari bahwa hidup ini singkat dan dipenuhi dengan tantangan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Keluarga yang menolak egosentrisme merupakan keluarga yang menjadikan kasih Kristus sebagai dasar relasi. Mereka adalah keluarga yang tidak hanya mementingkan kenyamanan dan kebahagiaan pribadi, tetapi juga peduli pada kesejahteraan anggota lainnya. Dalam keluarga seperti ini, setiap anggota merasa dihargai dan diperhatikan, tidak ada yang merasa diabaikan atau diutamakan di atas yang lain. Mereka belajar untuk hidup dalam keseimbangan antara memberikan dan menerima, antara mencintai dan dicintai.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dengan menolak sikap egosentris, kita menciptakan ruang untuk keadilan dan kasih bertumbuh di dalam rumah kita. Sebagaimana diserukan oleh Amos 5:14, “Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup.” kita diajak untuk mengusahakan kebaikan dalam keluarga, menghindari sikap yang mementingkan diri sendiri, dan menciptakan suasana di mana kasih dan kebaikan Tuhan mengalir dalam setiap tindakan kita.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Devina Erlin Minerva</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 13 Oktober 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Amos 5:6-7, 10-15; Mazmur 90:12-17; Ibrani 4:12-16; Markus 10:17-31</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Tujuan: (1) Umat menyadari bahwa manusia memiliki kecenderungan menjadi egosentris dan mengejar keuntungan bagi diri sendiri, sehingga sulit melepaskan diri dari kemelekatan dan berbagi kehidupan. (2) Umat mengerti ajaran dan meneladani laku kehidupan Tuhan Yesus agar dapat menolak segala macam bentuk egosentris dan menghindarkan diri dari rupa-rupa kejahatan akibat egosentris.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Setiap manusia, memiliki kecenderungan alami untuk menjadi egosentris, lebih memilih untuk mementingkan diri sendiri dibandingkan orang lain, termasuk di dalam lingkup keluarga. Keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang nyaman, aman, dan mudah, sering kali membuat kita lupa dengan keberadaan orang lain, termasuk anggota keluarga terdekat kita. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Egosentrisme ini juga sering kali membuat kita sulit untuk melepaskan diri dari <em>kemelekatan</em>—baik itu pada harta, posisi, atau bahkan pada rasa benar sendiri. Sama seperti pemuda kaya dalam Bacaan Injil kita di dalam Markus 10:17-31 yang ingin mengikuti Yesus tetapi terikat pada kekayaannya, kita juga sering terjebak dalam ketakutan kehilangan apa yang kita miliki. <br>Bacaan pertama kita, di dalam Amos 5:6-7, memberikan teguran keras kepada orang-orang yang hanya mencari kepentingan diri sendiri. Mereka menolak keadilan, memperdagangkan integritas, bahkan mereka melupakan panggilan Allah agar mereka dapat hidup di dalam kebenaran. Oleh karena itu, Pemazmur dalam Mazmur 90:12-17, mengajak kita untuk menghitung hari dengan bijaksana, menyadari bahwa hidup ini singkat dan dipenuhi dengan tantangan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Keluarga yang menolak egosentrisme merupakan keluarga yang menjadikan kasih Kristus sebagai dasar relasi. Mereka adalah keluarga yang tidak hanya mementingkan kenyamanan dan kebahagiaan pribadi, tetapi juga peduli pada kesejahteraan anggota lainnya. Dalam keluarga seperti ini, setiap anggota merasa dihargai dan diperhatikan, tidak ada yang merasa diabaikan atau diutamakan di atas yang lain. Mereka belajar untuk hidup dalam keseimbangan antara memberikan dan menerima, antara mencintai dan dicintai.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dengan menolak sikap egosentris, kita menciptakan ruang untuk keadilan dan kasih bertumbuh di dalam rumah kita. Sebagaimana diserukan oleh Amos 5:14, “Carilah yang baik dan jangan yang jahat, supaya kamu hidup.” kita diajak untuk mengusahakan kebaikan dalam keluarga, menghindari sikap yang mementingkan diri sendiri, dan menciptakan suasana di mana kasih dan kebaikan Tuhan mengalir dalam setiap tindakan kita.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Devina Erlin Minerva</strong></h5> Keluarga yang Memperjuangkan Kesatuan (Kejadian 2:18-24; Mazmur 8; Ibrani 1:1-4, 2:5-12; Markus 10:2-16) 2024-10-04T16:02:42+07:00 2024-10-04T16:02:42+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/keluarga-yang-memperjuangkan-kesatuan-kejadian-2-18-24-mazmur-8-ibrani-1-1-4-2-5-12-markus-10-2-16 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 6 Oktober 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 2:18-24; Mazmur 8; Ibrani 1:1-4, 2:5-12; Markus 10:2-16</strong></h5> <h5 style="text-align: center;"><em>Inilah rumah kami, rumah yang damai dan senang</em><br><em>Siapa yang menjamin? Tak lain, Tuhan sajalah</em><br><em>Reff: Alangkah baik dan indah, jikalau Tuhan beserta</em><br><em>Sejahtera semua, sekeluarga bahagia</em><br><em>Betapalah mesranya, ayah dan ibu contohnya</em><br><em>Semua anak-anak ikut teladan tindaknya</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">“Inilah Rumah Kami”, sebuah lagu dari PKJ 288 yang mengingatkan kepada kita bahwa sungguhlah indah jikalau Tuhan menjadi landasan dalam kehidupan rumah tangga, sungguhlah indah jikalau Tuhan beserta; sejahtera semua sekeluarga bahagia. Sungguh rumah yang damai dan senang jikalau ayah dan ibu dapat menjadi teladan, dan anak-anak meneruskan teladan tersebut dalam hidup sehari-hari. Rasanya inilah harapan setiap keluarga kita, menjadi rumah yang damai sejahtera, di mana setiap keluarga senantiasa berelasi intim dengan Tuhan dan memiliki kesatuan antara sesama anggota keluarga.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>Kesatuan</strong> inilah yang turut diinginkan Tuhan Yesus dalam kehidupan kita, terkhusus dalam kehidupan berkeluarga. Ketika orang-orang Farisi datang menguji Yesus tentang hukum Yahudi mengenai perceraian, Yesus dengan tegas mengingatkan kembali esensi pernikahan dalam Kitab Kejadian 1:27 dan 2:22-24 bahwa relasi laki-laki dan perempuan yang dilembagakan dalam pernikahan merupakan iniastif Allah. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dan menjadikan mereka satu daging, karena itu apa yang sudah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Laki-laki dan perempuan diciptakan Allah setara dan sepadan, maka tidak boleh laki-laki ataupun perempuan memandang pasangannya sebagai objek dan melakukan hal yang sewenang-wenang terhadap pasangan maupun keluarga. Perikop Tuhan Yesus memberkati anak-anak, menegaskan bahwa Yesus pun melihat anak-anak sebagai subjek bukan objek. Yesus menerima, merangkul dan mengasihi anak-anak.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Tuhan Yesus mengajarkan dan mengajak kita untuk membangun relasi keluarga yang damai sejahtera dan berbahagia di mana ada ‘kesatuan, saling menghormati, saling menerima, dan saling mengasihi di dalamnya’. Selamat terus memperjuangkan relasi kesatuan di tengah-tengah kehidupan kita, terkhusus di tengah-tengah relasi berkeluarga.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Erma Primastuti Kristiyono</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 6 Oktober 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 2:18-24; Mazmur 8; Ibrani 1:1-4, 2:5-12; Markus 10:2-16</strong></h5> <h5 style="text-align: center;"><em>Inilah rumah kami, rumah yang damai dan senang</em><br><em>Siapa yang menjamin? Tak lain, Tuhan sajalah</em><br><em>Reff: Alangkah baik dan indah, jikalau Tuhan beserta</em><br><em>Sejahtera semua, sekeluarga bahagia</em><br><em>Betapalah mesranya, ayah dan ibu contohnya</em><br><em>Semua anak-anak ikut teladan tindaknya</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">“Inilah Rumah Kami”, sebuah lagu dari PKJ 288 yang mengingatkan kepada kita bahwa sungguhlah indah jikalau Tuhan menjadi landasan dalam kehidupan rumah tangga, sungguhlah indah jikalau Tuhan beserta; sejahtera semua sekeluarga bahagia. Sungguh rumah yang damai dan senang jikalau ayah dan ibu dapat menjadi teladan, dan anak-anak meneruskan teladan tersebut dalam hidup sehari-hari. Rasanya inilah harapan setiap keluarga kita, menjadi rumah yang damai sejahtera, di mana setiap keluarga senantiasa berelasi intim dengan Tuhan dan memiliki kesatuan antara sesama anggota keluarga.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>Kesatuan</strong> inilah yang turut diinginkan Tuhan Yesus dalam kehidupan kita, terkhusus dalam kehidupan berkeluarga. Ketika orang-orang Farisi datang menguji Yesus tentang hukum Yahudi mengenai perceraian, Yesus dengan tegas mengingatkan kembali esensi pernikahan dalam Kitab Kejadian 1:27 dan 2:22-24 bahwa relasi laki-laki dan perempuan yang dilembagakan dalam pernikahan merupakan iniastif Allah. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dan menjadikan mereka satu daging, karena itu apa yang sudah dipersatukan Allah tidak boleh diceraikan manusia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Laki-laki dan perempuan diciptakan Allah setara dan sepadan, maka tidak boleh laki-laki ataupun perempuan memandang pasangannya sebagai objek dan melakukan hal yang sewenang-wenang terhadap pasangan maupun keluarga. Perikop Tuhan Yesus memberkati anak-anak, menegaskan bahwa Yesus pun melihat anak-anak sebagai subjek bukan objek. Yesus menerima, merangkul dan mengasihi anak-anak.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Tuhan Yesus mengajarkan dan mengajak kita untuk membangun relasi keluarga yang damai sejahtera dan berbahagia di mana ada ‘kesatuan, saling menghormati, saling menerima, dan saling mengasihi di dalamnya’. Selamat terus memperjuangkan relasi kesatuan di tengah-tengah kehidupan kita, terkhusus di tengah-tengah relasi berkeluarga.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Erma Primastuti Kristiyono</strong></h5> Karya Yang Tak Terbatas (Bilangan 11:4-6,10-16,24-29; Mazmur 19:8-15; Yakobus 5:13-20; Markus 9:38-50) 2024-09-27T16:03:33+07:00 2024-09-27T16:03:33+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/karya-yang-tak-terbatas-bilangan-11-4-6-10-16-24-29-mazmur-19-8-15-yakobus-5-13-20-markus-9-38-50 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 29 September 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Bilangan 11:4-6,10-16,24-29; Mazmur 19:8-15; Yakobus 5:13-20; Markus 9:38-50</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Saya yakin kita pernah mendengar istilah <em>“Out of the box”</em>. Berpikir <em>“Out of the box”</em> berarti cara berpikir tanpa dibatasi batasan diri, cara berpikir tidak konvensional, atau cara berpikir di luar dari yang umum <em>(uncommon way)</em>. Sementara orang Israel beserta Musa (Bilangan 11), dan para murid Yesus (Markus 9: 38-50) masih berpikir <em>“in the box”</em>, sebagaimana cara pikir pada umumnya, tetapi sebaliknya dari bacaan hari ini (Bilangan 11 dan Markus 9:38-50) kita melihat bahwa Allah dan Yesus memberikan jawaban yang <em>“out of box”</em>. Jadi dapat dikatakan bahwa cara berpikir <em>“in the box”</em> berpotensi menghasilkan keputusasaan dan kemandekan karena berpikir dalam ruang yang terbatas, sebaliknya cara berpikir <em>“out of the box”</em> menghasilkan pengharapan baru.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Tidaklah mengherankan apabila orang yang berpikiran sempit, yang pikirannya dibatasi dalam ruang tertentu, akan juga menghasilkan karya yang terbatas. Karya yang tidak terbatas hanya terjadi apabila ia bersedia menerobos sekat yang membatasinya. Bagaimana hal itu terjadi? 1. Percaya kepada Allah yang tidak terbatas..(Bilangan 11)</h5> <h5 style="text-align: justify;">Persoalan yang dihadapi Musa adalah orang Israel tidak merasa puas hanya makan manna saja. Mereka meminta lebih yaitu daging. Musa mengeluh di hadapan Allah. Dalam Bilangan 11:23 demikian: ‘Tetapi, jawab TUHAN kepada Musa, “Apakah tangan TUHAN kurang panjang? Sekarang engkau akan melihat apakah firman-Ku terjadi atasmu atau tidak!”’<br>2. Mereformasi pikiran terus menerus untuk memahami kehendak Allah. <br>Pemikiran yang terbelenggu oleh ajaran tradisional turun temurun itulah yang membuat para murid bersikap memusuhi orang yang memakai nama Yesus untuk mengusir setan. Namun Tuhan Yesus ingin para murid memperbarui cara pikir tersebut seperti cara pikir Yesus yang melampaui sekat pemikiran tradisi. Sebagaimana kata Yesus dalam Markus 9:39-40: Namun, kata Yesus, “Jangan kamu cegah dia! Sebab, tidak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat demi nama-Ku dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Siapa yang tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus ingin menyadarkan para murid untuk memperbarui pemikiran mereka terus menerus agar mereka memiliki pikiran yang sama dengan Yesus Kristus bahwa Yesus bukan hanya dimiliki kelompok tertentu saja melainkan juga oleh semua orang. Dengan demikian mereka dapat dengan bijak bergaul dengan orang yang berbeda dengan mereka.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Armin Honggo</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 29 September 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Bilangan 11:4-6,10-16,24-29; Mazmur 19:8-15; Yakobus 5:13-20; Markus 9:38-50</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Saya yakin kita pernah mendengar istilah <em>“Out of the box”</em>. Berpikir <em>“Out of the box”</em> berarti cara berpikir tanpa dibatasi batasan diri, cara berpikir tidak konvensional, atau cara berpikir di luar dari yang umum <em>(uncommon way)</em>. Sementara orang Israel beserta Musa (Bilangan 11), dan para murid Yesus (Markus 9: 38-50) masih berpikir <em>“in the box”</em>, sebagaimana cara pikir pada umumnya, tetapi sebaliknya dari bacaan hari ini (Bilangan 11 dan Markus 9:38-50) kita melihat bahwa Allah dan Yesus memberikan jawaban yang <em>“out of box”</em>. Jadi dapat dikatakan bahwa cara berpikir <em>“in the box”</em> berpotensi menghasilkan keputusasaan dan kemandekan karena berpikir dalam ruang yang terbatas, sebaliknya cara berpikir <em>“out of the box”</em> menghasilkan pengharapan baru.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Tidaklah mengherankan apabila orang yang berpikiran sempit, yang pikirannya dibatasi dalam ruang tertentu, akan juga menghasilkan karya yang terbatas. Karya yang tidak terbatas hanya terjadi apabila ia bersedia menerobos sekat yang membatasinya. Bagaimana hal itu terjadi? 1. Percaya kepada Allah yang tidak terbatas..(Bilangan 11)</h5> <h5 style="text-align: justify;">Persoalan yang dihadapi Musa adalah orang Israel tidak merasa puas hanya makan manna saja. Mereka meminta lebih yaitu daging. Musa mengeluh di hadapan Allah. Dalam Bilangan 11:23 demikian: ‘Tetapi, jawab TUHAN kepada Musa, “Apakah tangan TUHAN kurang panjang? Sekarang engkau akan melihat apakah firman-Ku terjadi atasmu atau tidak!”’<br>2. Mereformasi pikiran terus menerus untuk memahami kehendak Allah. <br>Pemikiran yang terbelenggu oleh ajaran tradisional turun temurun itulah yang membuat para murid bersikap memusuhi orang yang memakai nama Yesus untuk mengusir setan. Namun Tuhan Yesus ingin para murid memperbarui cara pikir tersebut seperti cara pikir Yesus yang melampaui sekat pemikiran tradisi. Sebagaimana kata Yesus dalam Markus 9:39-40: Namun, kata Yesus, “Jangan kamu cegah dia! Sebab, tidak seorang pun yang telah mengadakan mukjizat demi nama-Ku dapat seketika itu juga mengumpat Aku. Siapa yang tidak melawan kita, ia ada di pihak kita.”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus ingin menyadarkan para murid untuk memperbarui pemikiran mereka terus menerus agar mereka memiliki pikiran yang sama dengan Yesus Kristus bahwa Yesus bukan hanya dimiliki kelompok tertentu saja melainkan juga oleh semua orang. Dengan demikian mereka dapat dengan bijak bergaul dengan orang yang berbeda dengan mereka.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Armin Honggo</strong></h5> Yang Terbesar, Yang Melayani (Yeremia 11:18-20; Mazmur 54; Yakobus 3:13–4:3,8; Markus 9:30-37) 2024-09-21T10:07:50+07:00 2024-09-21T10:07:50+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/yang-terbesar-yang-melayani-yeremia-11-18-20-mazmur-54-yakobus-3-13-4-3-8-markus-9-30-37 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 22 September 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 11:18-20; Mazmur 54; Yakobus 3:13–4:3,8; Markus 9:30-37, Matius 15:18-20</strong></h5> <h5 style="text-align: center;"><strong>"Murid dan Keinginan"</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Sen Sendjaja dalam bukunya Leadership Reformed menyatakan bahwa persoalan terbesar kepemimpinan saat ini tidak datang dari luar diri pemimpin, misalkan: pandemi, peperangan dan lainnya. Memang hal-hal tadi bisa memunculkan persoalan kepemimpinan, tetapi bukan persoalan terbesar. Lalu apa? Persoalan terbesar – diyakini Sendjaja – justru muncul dari dalam diri pemimpin, yakni hati sang pemimpin. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus dalam pengajaran-Nya berkata, “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat” (Mat. 15:19). Jika seorang murid memiliki hati yang kotor, maka bukan tidak mungkin dalam diri sang murid muncul keinginan-keinginan tertentu yang menjauhkan sang murid dari panggilannya, misalnya: sang murid yang ingin menjadi terbesar, bisa menjegal sesama murid lainnya. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Begitu juga dengan kehidupan seorang pemimpin. Setiap pemimpin perlu mengenali keinginan-keinginan yang muncul dalam hatinya. Keinginan pemimpin untuk mengontrol, menguasai dan dihargai sebenarnya netral secara moral (bnd. 1 Tim. 3:1). Namun keinginan-keinginan itu perlu diperiksa: apakah lahir dari hati yang bersih ataukah yang tercemar? Keinginan-keinginan itu pun perlu diatur agar tidak saling bertentangan. Yesus dalam pencobaan di padang gurun, berani mengalahkan keinginannya akan makanan dan minuman (padahal Yesus sedang lapar-laparnya), demi ketaatan-Nya pada keinginan atau kehendak Allah (lih. Mat. 4:1-11). Marilah sebagai murid Yesus – pemimpin di masa kini, kita berusaha mengenali keinginan kita dengan jalan memastikan hati kita bersih. Jika hati kita bersih, maka keinginan kita pun akan murni. Dengan jalan itu, kita bisa berkontribusi untuk misi Allah yang berdampak.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Natanael Setiadi</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 22 September 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 11:18-20; Mazmur 54; Yakobus 3:13–4:3,8; Markus 9:30-37, Matius 15:18-20</strong></h5> <h5 style="text-align: center;"><strong>"Murid dan Keinginan"</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Sen Sendjaja dalam bukunya Leadership Reformed menyatakan bahwa persoalan terbesar kepemimpinan saat ini tidak datang dari luar diri pemimpin, misalkan: pandemi, peperangan dan lainnya. Memang hal-hal tadi bisa memunculkan persoalan kepemimpinan, tetapi bukan persoalan terbesar. Lalu apa? Persoalan terbesar – diyakini Sendjaja – justru muncul dari dalam diri pemimpin, yakni hati sang pemimpin. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus dalam pengajaran-Nya berkata, “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat” (Mat. 15:19). Jika seorang murid memiliki hati yang kotor, maka bukan tidak mungkin dalam diri sang murid muncul keinginan-keinginan tertentu yang menjauhkan sang murid dari panggilannya, misalnya: sang murid yang ingin menjadi terbesar, bisa menjegal sesama murid lainnya. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Begitu juga dengan kehidupan seorang pemimpin. Setiap pemimpin perlu mengenali keinginan-keinginan yang muncul dalam hatinya. Keinginan pemimpin untuk mengontrol, menguasai dan dihargai sebenarnya netral secara moral (bnd. 1 Tim. 3:1). Namun keinginan-keinginan itu perlu diperiksa: apakah lahir dari hati yang bersih ataukah yang tercemar? Keinginan-keinginan itu pun perlu diatur agar tidak saling bertentangan. Yesus dalam pencobaan di padang gurun, berani mengalahkan keinginannya akan makanan dan minuman (padahal Yesus sedang lapar-laparnya), demi ketaatan-Nya pada keinginan atau kehendak Allah (lih. Mat. 4:1-11). Marilah sebagai murid Yesus – pemimpin di masa kini, kita berusaha mengenali keinginan kita dengan jalan memastikan hati kita bersih. Jika hati kita bersih, maka keinginan kita pun akan murni. Dengan jalan itu, kita bisa berkontribusi untuk misi Allah yang berdampak.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Natanael Setiadi</strong></h5> Tugas dan Panggilan Seorang Murid (Lukas 10:1-16 dan 2 Timotius 2:1-13) 2024-09-13T15:17:49+07:00 2024-09-13T15:17:49+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/tugas-dan-panggilan-seorang-murid-lukas-10-1-16-dan-2-timotius-2-1-13 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 15 September 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Lukas 10:1-16 dan 2 Timotius 2:1-13</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Rick Warren, suatu hari diwawancara oleh John Piper, apa yang akan ditanya Tuhan ketika kamu mati? Rick Warren menjawab: "Saya percaya ketika kita mati, Allah akan menanyakan dua pertanyaan ini:<br>1. Apa yang telah kamu lakukan terhadap Anak-Ku, <br>2. Apa yang telah kamu lakukan dengan semua yang Aku berikan kepadamu?"</h5> <h5 style="text-align: justify;">Untuk menjawab kedua pertanyaan dari John Piper, A. de Kuiper mengatakan:<br>“jemaat seluruhnya adalah Missioner, oleh karena ia diutus kedalam dunia. Jika tidak, ia menyangkal inti Injil Yesus Kristus yang tidak datang untuk dilayani melainkan untuk melayani dan menyerahkan hidupnya sebagai tebusan untuk orang banyak..”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Lukas pasal 10 bicara tentang “apa yang dilakukan orang Kristen di dunia?”<br>1. Lukas 10:1-24 Utusan : mewakili Tuhan di dalam dunia.<br>2. Lukas 10:25-37 Sesama : meneladan Tuhan<br>3. Lukas 10: 38 penyembah : mendengarkan Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Lukas 10:1-12 Yesus menegaskan apa yang harus dilakukan sebagai murid Yesus. Penugasan tujuh puluh murid menunjukkan bahwa pemberitaan adalah tanggung jawab semua murid bukan hanya segelintir orang terpilih. Umat Kristen bukan hanya berkumpul di Gereja dan saling bertanya "Apa yang ingin kamu lakukan. Kita harus menjawab “Saya tahu apa yang harus saya lakukan”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Apa yang harus dilakukan?<br>Pertama, para murid harus memiliki kepedulian yang sama dengan sang Guru akan banyaknya tuaian dan sedikitnya jumlah pekerja .<br>Kedua, bergantung kepada Tuhan yang mengutus karena medan yang dihadapi mereka ibarat gerombolan serigala, sementara mereka hanyalah anak domba (3). <br>Ketiga, perintah memberikan salam ketika memasuki sebuah rumah merupakan suatu keharusan bagi setiap utusan (5-7).</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Santoni</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 15 September 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Lukas 10:1-16 dan 2 Timotius 2:1-13</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Rick Warren, suatu hari diwawancara oleh John Piper, apa yang akan ditanya Tuhan ketika kamu mati? Rick Warren menjawab: "Saya percaya ketika kita mati, Allah akan menanyakan dua pertanyaan ini:<br>1. Apa yang telah kamu lakukan terhadap Anak-Ku, <br>2. Apa yang telah kamu lakukan dengan semua yang Aku berikan kepadamu?"</h5> <h5 style="text-align: justify;">Untuk menjawab kedua pertanyaan dari John Piper, A. de Kuiper mengatakan:<br>“jemaat seluruhnya adalah Missioner, oleh karena ia diutus kedalam dunia. Jika tidak, ia menyangkal inti Injil Yesus Kristus yang tidak datang untuk dilayani melainkan untuk melayani dan menyerahkan hidupnya sebagai tebusan untuk orang banyak..”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Lukas pasal 10 bicara tentang “apa yang dilakukan orang Kristen di dunia?”<br>1. Lukas 10:1-24 Utusan : mewakili Tuhan di dalam dunia.<br>2. Lukas 10:25-37 Sesama : meneladan Tuhan<br>3. Lukas 10: 38 penyembah : mendengarkan Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Lukas 10:1-12 Yesus menegaskan apa yang harus dilakukan sebagai murid Yesus. Penugasan tujuh puluh murid menunjukkan bahwa pemberitaan adalah tanggung jawab semua murid bukan hanya segelintir orang terpilih. Umat Kristen bukan hanya berkumpul di Gereja dan saling bertanya "Apa yang ingin kamu lakukan. Kita harus menjawab “Saya tahu apa yang harus saya lakukan”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Apa yang harus dilakukan?<br>Pertama, para murid harus memiliki kepedulian yang sama dengan sang Guru akan banyaknya tuaian dan sedikitnya jumlah pekerja .<br>Kedua, bergantung kepada Tuhan yang mengutus karena medan yang dihadapi mereka ibarat gerombolan serigala, sementara mereka hanyalah anak domba (3). <br>Ketiga, perintah memberikan salam ketika memasuki sebuah rumah merupakan suatu keharusan bagi setiap utusan (5-7).</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Santoni</strong></h5> Murid Sejati (Markus 8:27-38) 2024-09-07T09:41:28+07:00 2024-09-07T09:41:28+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/murid-sejati-markus-8-27-38 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 8 September 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Markus 8:27-38</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Seorang murid adalah pembelajar yang mengikuti ajaran sang guru dan kemudian menyebarkannya. Tetapi menjadi murid Tuhan Yesus lebih dari itu. Ia harus percaya kepada-Nya, mengikuti-Nya, dan melakukan apapun yang diperintahkan, tidak peduli harga dan resiko yang harus ditanggung.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Petrus mau mengikut Yesus, tetapi ia belum siap membayar harga dan menanggung resikonya. Pada saat ia mendengar perkataan Tuhan Yesus, bahwa Dia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit pada hari ketiga, Petrus lalu menarik Tuhan Yesus ke samping dan menegor Dia (Mrk. 8:31-32). Mengapa Petrus menegor Tuhan Yesus ketika Ia mengajarkan tentang penderitaan salib yang harus ditempuh-Nya? Hal ini dilakukannya karena dia belum siap membayar harga. Petrus bukan saja tidak siap memikul salibnya sendiri, tetapi Ia malah menginginkan agar Tuhan Yesus tidak memikul salib-Nya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Apa yang dipahami dan dilakukan Petrus lazim juga dijumpai pada kebanyakan orang pada masa kini. Sebelum terjadinya krisis moneter di akhir abad kedua puluh, teologi kemakmuran (bahasa Inggris: <em>prosperity theology</em> atau <em>prosperity gospel</em>) sangat laris dan diikuti banyak “orang Kristen”. Pada saat itu banyak orang yang suka pada teologi kemakmuran (teologi sukses), karena teologi kemakmuran itu mengajarkan bahwa kemakmuran dan sukses (kaya, berhasil, dan sehat sempurna) adalah tanda-tanda eksternal dari Allah untuk orang-orang yang dikasihi-Nya. Tetapi setelah terjadinya krisis moneter yang menyebabkan ekonomi berantakan, banyak orang-orang yang terdampak dan menjadi kecewa padanya sehingga teologi kemakmuran menjadi kurang populer lagi. Pada bacaan hari ini, Tuhan Yesus bukan mengajarkan teologi kemakmuran, melainkan teologi salib. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Tuhan Yesus marah kepada Petrus yang mencegah-Nya menapaki jalan salib dan menghardiknya dengan keras, “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (Mrk 8:33). Lalu Tuhan Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya serta berkata kepada mereka: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mrk. 8:34). Jadi, untuk menjadi murid sejati dari Tuhan Yesus ada tiga yang harus dilakukan, yaitu: menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Dia. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Orang yang mau menjadi murid sejati Tuhan Yesus harus menyangkal dirinya. Kata “menyangkal” berasal dari kata Yunani “<em>aparneomai</em>” yang artinya secara tuntas memungkiri diri atau dengan semaksimal mungkin memisahkan diri dari seseorang atau sesuatu. Kata “diri” adalah diri sendiri yang alamiah, penuh dosa, pemberontakan, serta manusia lama yang telah cemar oleh hawa nafsu (Efesus 4:22). Menyangkal diri adalah suatu pengakuan bahwa diri sendiri tidak mempunyai apa-apa yang patut dibanggakan di hadapan Tuhan. Menyangkal diri berarti penyerahan diri total kepada Tuhan, dan meletakkan kehendak Tuhan di atas kehendak pribadi. Si Aku turun dari tahkta hati, untuk mempersilahkan Tuhan bersemayam di takhta hatinya. Menyangkal diri berarti tidak memperlakukan diri menjadi yang nomor satu, melainkan memperlakukan diri seolah-olah tidak ada, hanya Tuhan saja. Seperti lirik lagu: ”Hidupku bukannya aku lagi tetapi Yesus yang hidup di dalamku.” Ia selalu siap mengatakan: ”Bukanlah kehendakku, melainkan kehendakMulah yang terjadi.” (bd. Luk. 22:42b)</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sekedar menyangkal diri saja belum cukup, tetapi juga harus memikul salib. Yesus berkata “memikul salib” untuk menantang mereka yang sungguh-sungguh ingin menjadi murid-murid-Nya agar siap berkorban. Bangsa Romawi menggunakan salib untuk menghukum dan mempermalukan pemberontak atau pelaku kejahatan besar. Salib mewakili kematian yang paling menyakitkan dan memalukan, di mana orang tergantung pada paku di kayu salib selama emam sampai tiga puluh jam untuk berdarah sampai mati, dan ditelanjangi di depan umum untuk dilihat semua orang. Kendatipun bagi dunia salib adalah simbol penderitaan dan penghinaan, tetapi bagi Tuhan Yesus salib adalah lambang pengorbanan kasih dan kemuliaan. Melalui pengorbanan-Nya di atas salib orang-orang yang berdosa ditebus dari hukuman dosa, diperdamaikan dengan Allah, dibenarkan karena iman, dan memiliki pengharapan untuk memperoleh hidup yang kekal. Bagi murid-murid Kristus yang sejati, memikul salib berarti mempersembahkan diri untuk hidup, melayani dan bersaksi bagi Tuhan, serta siap untuk menderita dari segala sikap tidak hormat, penolakan, penganiayaan, bahkan kematian yang dilakukan orang lain demi iman akan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus berkata: ”Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.” (Mrk. 8:35)</h5> <h5 style="text-align: justify;">Murid sejati bukan hanya harus menyangkal diri dan memikul salib, tetapi juga harus mengikut Tuhan Yesus. Kata “mengikut” <em>(akoloutheo)</em> adalah dalam bentuk present tense, sebuah perintah dalam keharusan masa kini, yang menyerukan agar hal ini menjadi gaya hidup seorang murid. Artinya, mengikut Yesus adalah gaya hidup seorang murid yang dilakukan secara konstan, kontinu, dan konsisten. Mengikut Yesus berarti percaya kepada Tuhan Yesus dan terus-menerus berusaha untuk hidup sama seperti Kristus hidup (1Yoh. 2:6). Hidup sama seperti Dia di dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Mengikut Yesus juga berarti hidup dan berjalan dalam Dia <em>(walk in Him)</em>. Dalam Kolose 2:6-7 diajarkan: ”Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.”</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Andreas Loanka</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 8 September 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Markus 8:27-38</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Seorang murid adalah pembelajar yang mengikuti ajaran sang guru dan kemudian menyebarkannya. Tetapi menjadi murid Tuhan Yesus lebih dari itu. Ia harus percaya kepada-Nya, mengikuti-Nya, dan melakukan apapun yang diperintahkan, tidak peduli harga dan resiko yang harus ditanggung.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Petrus mau mengikut Yesus, tetapi ia belum siap membayar harga dan menanggung resikonya. Pada saat ia mendengar perkataan Tuhan Yesus, bahwa Dia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit pada hari ketiga, Petrus lalu menarik Tuhan Yesus ke samping dan menegor Dia (Mrk. 8:31-32). Mengapa Petrus menegor Tuhan Yesus ketika Ia mengajarkan tentang penderitaan salib yang harus ditempuh-Nya? Hal ini dilakukannya karena dia belum siap membayar harga. Petrus bukan saja tidak siap memikul salibnya sendiri, tetapi Ia malah menginginkan agar Tuhan Yesus tidak memikul salib-Nya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Apa yang dipahami dan dilakukan Petrus lazim juga dijumpai pada kebanyakan orang pada masa kini. Sebelum terjadinya krisis moneter di akhir abad kedua puluh, teologi kemakmuran (bahasa Inggris: <em>prosperity theology</em> atau <em>prosperity gospel</em>) sangat laris dan diikuti banyak “orang Kristen”. Pada saat itu banyak orang yang suka pada teologi kemakmuran (teologi sukses), karena teologi kemakmuran itu mengajarkan bahwa kemakmuran dan sukses (kaya, berhasil, dan sehat sempurna) adalah tanda-tanda eksternal dari Allah untuk orang-orang yang dikasihi-Nya. Tetapi setelah terjadinya krisis moneter yang menyebabkan ekonomi berantakan, banyak orang-orang yang terdampak dan menjadi kecewa padanya sehingga teologi kemakmuran menjadi kurang populer lagi. Pada bacaan hari ini, Tuhan Yesus bukan mengajarkan teologi kemakmuran, melainkan teologi salib. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Tuhan Yesus marah kepada Petrus yang mencegah-Nya menapaki jalan salib dan menghardiknya dengan keras, “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (Mrk 8:33). Lalu Tuhan Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya serta berkata kepada mereka: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mrk. 8:34). Jadi, untuk menjadi murid sejati dari Tuhan Yesus ada tiga yang harus dilakukan, yaitu: menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Dia. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Orang yang mau menjadi murid sejati Tuhan Yesus harus menyangkal dirinya. Kata “menyangkal” berasal dari kata Yunani “<em>aparneomai</em>” yang artinya secara tuntas memungkiri diri atau dengan semaksimal mungkin memisahkan diri dari seseorang atau sesuatu. Kata “diri” adalah diri sendiri yang alamiah, penuh dosa, pemberontakan, serta manusia lama yang telah cemar oleh hawa nafsu (Efesus 4:22). Menyangkal diri adalah suatu pengakuan bahwa diri sendiri tidak mempunyai apa-apa yang patut dibanggakan di hadapan Tuhan. Menyangkal diri berarti penyerahan diri total kepada Tuhan, dan meletakkan kehendak Tuhan di atas kehendak pribadi. Si Aku turun dari tahkta hati, untuk mempersilahkan Tuhan bersemayam di takhta hatinya. Menyangkal diri berarti tidak memperlakukan diri menjadi yang nomor satu, melainkan memperlakukan diri seolah-olah tidak ada, hanya Tuhan saja. Seperti lirik lagu: ”Hidupku bukannya aku lagi tetapi Yesus yang hidup di dalamku.” Ia selalu siap mengatakan: ”Bukanlah kehendakku, melainkan kehendakMulah yang terjadi.” (bd. Luk. 22:42b)</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sekedar menyangkal diri saja belum cukup, tetapi juga harus memikul salib. Yesus berkata “memikul salib” untuk menantang mereka yang sungguh-sungguh ingin menjadi murid-murid-Nya agar siap berkorban. Bangsa Romawi menggunakan salib untuk menghukum dan mempermalukan pemberontak atau pelaku kejahatan besar. Salib mewakili kematian yang paling menyakitkan dan memalukan, di mana orang tergantung pada paku di kayu salib selama emam sampai tiga puluh jam untuk berdarah sampai mati, dan ditelanjangi di depan umum untuk dilihat semua orang. Kendatipun bagi dunia salib adalah simbol penderitaan dan penghinaan, tetapi bagi Tuhan Yesus salib adalah lambang pengorbanan kasih dan kemuliaan. Melalui pengorbanan-Nya di atas salib orang-orang yang berdosa ditebus dari hukuman dosa, diperdamaikan dengan Allah, dibenarkan karena iman, dan memiliki pengharapan untuk memperoleh hidup yang kekal. Bagi murid-murid Kristus yang sejati, memikul salib berarti mempersembahkan diri untuk hidup, melayani dan bersaksi bagi Tuhan, serta siap untuk menderita dari segala sikap tidak hormat, penolakan, penganiayaan, bahkan kematian yang dilakukan orang lain demi iman akan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus berkata: ”Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.” (Mrk. 8:35)</h5> <h5 style="text-align: justify;">Murid sejati bukan hanya harus menyangkal diri dan memikul salib, tetapi juga harus mengikut Tuhan Yesus. Kata “mengikut” <em>(akoloutheo)</em> adalah dalam bentuk present tense, sebuah perintah dalam keharusan masa kini, yang menyerukan agar hal ini menjadi gaya hidup seorang murid. Artinya, mengikut Yesus adalah gaya hidup seorang murid yang dilakukan secara konstan, kontinu, dan konsisten. Mengikut Yesus berarti percaya kepada Tuhan Yesus dan terus-menerus berusaha untuk hidup sama seperti Kristus hidup (1Yoh. 2:6). Hidup sama seperti Dia di dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Mengikut Yesus juga berarti hidup dan berjalan dalam Dia <em>(walk in Him)</em>. Dalam Kolose 2:6-7 diajarkan: ”Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.”</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Andreas Loanka</strong></h5> Amanat Agung: Panggilan Menjadi Seorang Murid (Matius 28:16-20) 2024-08-30T14:07:49+07:00 2024-08-30T14:07:49+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/amanat-agung-panggilan-menjadi-seorang-murid-matius-28-16-20 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 1 September 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Matius 28:16-20</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Matius 28:16-20 dikenal sebagai <strong>amanat agung</strong> dari Tuhan Yesus yang disampaikan sebelum Ia naik ke sorga. Yesus ingin apa yang sudah Ia ajarkan dan diterima para murid itu disebarkan dan dibagikan kepada semua orang. Apa yang Yesus amanatkan dalam Matius 28:19-20 itu?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pertama-tama adalah panggilan untuk “pergi”. Para murid yang senantiasa berkumpul kini diperintahkan untuk pertama-tama pergi dari tempat mereka, menyebar ke berbagai tempat untuk mengabarkan kabar baik itu bahwa Yesus sudah menebus dosa manusia. Itu berarti: Injil atau kabar kesukaan itu tidak boleh hanya berdiam di antara kita, anak-anak Tuhan saja, tetapi harus disampaikan dan dialami orang lain, itu berarti kita harus mau bergerak, tidak tinggal diam.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kedua, Injil atau kabar baik itu harus disampaikan kepada semua bangsa supaya setiap orang yang mendengarkannya dapat <strong>menjadi MURID</strong> Tuhan Yesus: “Jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” Setiap orang yang menerima kabar baik itu mau menjadikan Yesus sebagai Guru dan mereka menjadi murid-murid-Nya. Di sini digunakan kata <em>matheteuein</em> (B. Yunani) yang berarti mengikut dan melakukan apa yang diajarkan dan diteladankan guru. <em>Matheteuein</em> bukanlah status, melainkan <strong>gaya hidup</strong> dengan sebuah misi dan tujuan melakukan kehendak Bapa dan hidup sesuai dengan ajaran sang guru. Dengan menjadi murid maka akan ada yang <strong>digugu</strong> (ditaati karena dapat dipercayai) dan <strong>ditiru</strong> (diteladani) dari Sang Guru. Dengan demikian amanat “jadikanlah semua bangsa murid Yesus” berarti menjadikan seluruh umat manusia meneladani (mengikuti teladan) Yesus Kristus dan memberlakukan kehendak-Nya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Ketiga, panggilan untuk membaptis mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Dengan dibaptis dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus berarti para murid itu menerima <strong>tanda &amp; meterai</strong> yang menjadikan mereka anggota Kerajaan Allah, anggota dari tubuh Kristus di dunia. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Panggilan keempat adalah soal mengajar. Perintah-Nya: “Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” Satu hal yang tidak boleh dilupakan Gereja adalah tetap <strong>mengajar</strong> murid-murid Tuhan Yesus setelah mereka memberikan diri dibaptis. Seringkali gereja hanya bersemangat untuk mencari jiwa-jiwa baru, membuka kelas katekisasi, menerima atestasi masuk terus-menerus. Namun kita kemudian lupa untuk memelihara mereka agar tetap hidup di jalan Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Amanat Agung membuat kita dipanggil untuk berkiprah sebagai murid Yesus sehingga hidup kita menjadikan orang lain murid Yesus juga. Andar Ismail dalam <em><strong>Selamat Berkiprah</strong></em> menegaskan bahwa <strong>Amanat Agung bukanlah perintah tentang kuantitas, melainkan kualitas kemuridan, bukan pada pertambahan melainkan pada pertumbuhan warga.</strong> Amanat Agung bukan menyuruh kita “menaklukkan jiwa”, “mengkristenkan orang” atau “menambah anggota gereja”, melainkan <strong>menyuruh kita bersaksi,</strong> yaitu memuridkan diri sedemikian rupa sehingga kemuridan kita itu juga memuridkan orang lain. Yang pada gilirannya, membuat seseorang merasa terpanggil untuk menjadi pengikut Kristus juga.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dan ingatlah, kita tidak berjuang sendirian, janji Tuhan Yesus sendiri begitu nyata: <em>“Ketahuilah, <strong>Aku menyertai</strong> kamu senantiasa sampai akhir zaman.”</em></h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Danny Purnama</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 1 September 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Matius 28:16-20</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Matius 28:16-20 dikenal sebagai <strong>amanat agung</strong> dari Tuhan Yesus yang disampaikan sebelum Ia naik ke sorga. Yesus ingin apa yang sudah Ia ajarkan dan diterima para murid itu disebarkan dan dibagikan kepada semua orang. Apa yang Yesus amanatkan dalam Matius 28:19-20 itu?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pertama-tama adalah panggilan untuk “pergi”. Para murid yang senantiasa berkumpul kini diperintahkan untuk pertama-tama pergi dari tempat mereka, menyebar ke berbagai tempat untuk mengabarkan kabar baik itu bahwa Yesus sudah menebus dosa manusia. Itu berarti: Injil atau kabar kesukaan itu tidak boleh hanya berdiam di antara kita, anak-anak Tuhan saja, tetapi harus disampaikan dan dialami orang lain, itu berarti kita harus mau bergerak, tidak tinggal diam.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kedua, Injil atau kabar baik itu harus disampaikan kepada semua bangsa supaya setiap orang yang mendengarkannya dapat <strong>menjadi MURID</strong> Tuhan Yesus: “Jadikanlah semua bangsa murid-Ku.” Setiap orang yang menerima kabar baik itu mau menjadikan Yesus sebagai Guru dan mereka menjadi murid-murid-Nya. Di sini digunakan kata <em>matheteuein</em> (B. Yunani) yang berarti mengikut dan melakukan apa yang diajarkan dan diteladankan guru. <em>Matheteuein</em> bukanlah status, melainkan <strong>gaya hidup</strong> dengan sebuah misi dan tujuan melakukan kehendak Bapa dan hidup sesuai dengan ajaran sang guru. Dengan menjadi murid maka akan ada yang <strong>digugu</strong> (ditaati karena dapat dipercayai) dan <strong>ditiru</strong> (diteladani) dari Sang Guru. Dengan demikian amanat “jadikanlah semua bangsa murid Yesus” berarti menjadikan seluruh umat manusia meneladani (mengikuti teladan) Yesus Kristus dan memberlakukan kehendak-Nya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Ketiga, panggilan untuk membaptis mereka dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Dengan dibaptis dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus berarti para murid itu menerima <strong>tanda &amp; meterai</strong> yang menjadikan mereka anggota Kerajaan Allah, anggota dari tubuh Kristus di dunia. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Panggilan keempat adalah soal mengajar. Perintah-Nya: “Ajarlah mereka melakukan segala sesuatu yang telah Kuperintahkan kepadamu.” Satu hal yang tidak boleh dilupakan Gereja adalah tetap <strong>mengajar</strong> murid-murid Tuhan Yesus setelah mereka memberikan diri dibaptis. Seringkali gereja hanya bersemangat untuk mencari jiwa-jiwa baru, membuka kelas katekisasi, menerima atestasi masuk terus-menerus. Namun kita kemudian lupa untuk memelihara mereka agar tetap hidup di jalan Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Amanat Agung membuat kita dipanggil untuk berkiprah sebagai murid Yesus sehingga hidup kita menjadikan orang lain murid Yesus juga. Andar Ismail dalam <em><strong>Selamat Berkiprah</strong></em> menegaskan bahwa <strong>Amanat Agung bukanlah perintah tentang kuantitas, melainkan kualitas kemuridan, bukan pada pertambahan melainkan pada pertumbuhan warga.</strong> Amanat Agung bukan menyuruh kita “menaklukkan jiwa”, “mengkristenkan orang” atau “menambah anggota gereja”, melainkan <strong>menyuruh kita bersaksi,</strong> yaitu memuridkan diri sedemikian rupa sehingga kemuridan kita itu juga memuridkan orang lain. Yang pada gilirannya, membuat seseorang merasa terpanggil untuk menjadi pengikut Kristus juga.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dan ingatlah, kita tidak berjuang sendirian, janji Tuhan Yesus sendiri begitu nyata: <em>“Ketahuilah, <strong>Aku menyertai</strong> kamu senantiasa sampai akhir zaman.”</em></h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Danny Purnama</strong></h5> Gereja yang Menghidupi Dunia (Yosua 24:1-2, 14-18; Mazmur 34:16-23; Efesus 6:10-20; Yohanes 6:56-69) 2024-08-23T15:35:53+07:00 2024-08-23T15:35:53+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/gereja-yang-menghidupi-dunia-yosua-24-1-2-14-18-mazmur-34-16-23-efesus-6-10-20-yohanes-6-56-69 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 25 Agustus 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yosua 24:1-2, 14-18; Mazmur 34:16-23; Efesus 6:10-20; Yohanes 6:56-69</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Hari ini kita boleh merayakan 36 tahun penyatuan GKI dari yang semula berdiri sendiri, GKI Sinode Wilayah Jawa Timur, GKI Sinode Wilayah Jawa Tengah dan GKI Sinode Wilayah Jawa Barat. Dan melalui ibadah syukur penyatuan GKI ini, diajak kembali merenungkan panggilan GKI di tengah dunia. Panggilan yang seperti apa? Dan apa yang menjadi respon kita? Menjadi menarik jika kita merefleksikannya dalam konteks Indonesia yang sedang mengalami “kedaruratan Konstitusional”. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Cerita pada bacaan ketiga (Yoh. 6:56-69) mengisahkan tentang orang-orang yang semula bersemangat untuk mendengar ajaran Yesus dan mau menjadi murid Yesus, kemudian mengundurkan diri. Mereka mengundurkan diri karena mereka tidak siap menerima “perkataan keras” dari Yesus. Yaitu perkatan tentang jati diri Yesus sebagai Roti Hidup dan perlunya makan daging dan minum darah Yesus. Oleh karena itu, Dia menegaskan kembali tentang makna sebuah panggilan. “Tidak ada seorang pun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.” (Ay. 65) Artinya bagi Tuhan Yesus, seseorang menjadi percaya dan mengikut–Nya itu adalah anugerah. Bukan manusia yang memilih, tetapi Allah Bapalah yang memilih dan menentukannya. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Setelah banyak orang mengundurkan diri, Tuhan Yesus menguji keduabelas murid-Nya, apakah mereka juga akan mengundurkan diri (67). Petrus memberikan jawaban yang menegaskan imannya yang teguh. Petrus mengakui Yesus adalah Yang Kudus dari Allah, ia mengakui bahwa perkataan yang diucapkan oleh Yesus adalah perkataan hidup yang kekal. Pengakuan Petrus ini menjadi cerminan kehidupan para murid Yesus yang setia. Pengakuan yang berasal dari dalam hati, yang mampu melihat dan merasakan kasih dan karya Allah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Hal yang sama juga ditunjukkan oleh bangsa Israel, pada saat Yosua bertanya kepada mereka, “Kepada siapakah mereka beribadah?”. Yosua kembali mengingatkan bangsa Israel untuk senantiasa setia menyembah dan beribadah hanya kepada Tuhan Allah saja. Bangsa Israel kemudian menyatakan janjinya untuk memilih setia dan menyembah hanya kepada Tuhan Allah saja. Mereka sungguh-sungguh menghayati dan merasakan karya dan penyertaan Tuhan Allah yang nyata dalam hidup mereka. Janji setia bangsa Israel ini ditandai Yosua dengan menuliskannya dalam kitab hukum Allah dan mengambil batu besar lalu meletakkannya di bawah pohon besar.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Lebih lanjut Rasul Paulus memberikan nasihat kepada kita melalui suratnya kepada jemaat di Efesus, agar kita mengenakan “perlengkapan senjata Allah” di dalam hidup kita. Kita diingatkan agar hidup dalam kebenaran dan melakukan keadilan dalam kehidupan sehari-hari. Bersedia dan mau menjadi saksi Kristus yang rela untuk mewartakan dan memberikan kesaksian Injil Kristus di tengah-tengah dunia. Dan pada akhirnya, Paulus mengingatkan kita untuk tekun berdoa setiap waktu. Sebab dengan doa, kita akan dikuatkan dan dimampukan untuk terus mewartakan Injil Kristus.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kesediaan diri untuk terlibat aktif dalam membangun jemaat adalah respon kita atas anugerah dan berkat yang Tuhan berikan kepada kita. Sekali lagi jangan pernah mengundurkan diri, seberat apapun pergumulan, tantangan, cobaan dalam hidup kita, Tuhan pasti menguatkan dan menyertai kita. Tuhan memanggil dan memilih kita untuk berkarya bagi kemuliaan Tuhan melalui GKI. Kesediaan diri kita untuk terlibat dalam karya Allah melalui GKI, akan semakin menyadarkan betapa besar penyertaan, pertolongan, dan kasih Allah dalam hidup kita. Amin.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Kristianto Basuki</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 25 Agustus 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yosua 24:1-2, 14-18; Mazmur 34:16-23; Efesus 6:10-20; Yohanes 6:56-69</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Hari ini kita boleh merayakan 36 tahun penyatuan GKI dari yang semula berdiri sendiri, GKI Sinode Wilayah Jawa Timur, GKI Sinode Wilayah Jawa Tengah dan GKI Sinode Wilayah Jawa Barat. Dan melalui ibadah syukur penyatuan GKI ini, diajak kembali merenungkan panggilan GKI di tengah dunia. Panggilan yang seperti apa? Dan apa yang menjadi respon kita? Menjadi menarik jika kita merefleksikannya dalam konteks Indonesia yang sedang mengalami “kedaruratan Konstitusional”. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Cerita pada bacaan ketiga (Yoh. 6:56-69) mengisahkan tentang orang-orang yang semula bersemangat untuk mendengar ajaran Yesus dan mau menjadi murid Yesus, kemudian mengundurkan diri. Mereka mengundurkan diri karena mereka tidak siap menerima “perkataan keras” dari Yesus. Yaitu perkatan tentang jati diri Yesus sebagai Roti Hidup dan perlunya makan daging dan minum darah Yesus. Oleh karena itu, Dia menegaskan kembali tentang makna sebuah panggilan. “Tidak ada seorang pun dapat datang kepada-Ku, kalau Bapa tidak mengaruniakannya kepadanya.” (Ay. 65) Artinya bagi Tuhan Yesus, seseorang menjadi percaya dan mengikut–Nya itu adalah anugerah. Bukan manusia yang memilih, tetapi Allah Bapalah yang memilih dan menentukannya. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Setelah banyak orang mengundurkan diri, Tuhan Yesus menguji keduabelas murid-Nya, apakah mereka juga akan mengundurkan diri (67). Petrus memberikan jawaban yang menegaskan imannya yang teguh. Petrus mengakui Yesus adalah Yang Kudus dari Allah, ia mengakui bahwa perkataan yang diucapkan oleh Yesus adalah perkataan hidup yang kekal. Pengakuan Petrus ini menjadi cerminan kehidupan para murid Yesus yang setia. Pengakuan yang berasal dari dalam hati, yang mampu melihat dan merasakan kasih dan karya Allah yang ada dalam kehidupan sehari-hari. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Hal yang sama juga ditunjukkan oleh bangsa Israel, pada saat Yosua bertanya kepada mereka, “Kepada siapakah mereka beribadah?”. Yosua kembali mengingatkan bangsa Israel untuk senantiasa setia menyembah dan beribadah hanya kepada Tuhan Allah saja. Bangsa Israel kemudian menyatakan janjinya untuk memilih setia dan menyembah hanya kepada Tuhan Allah saja. Mereka sungguh-sungguh menghayati dan merasakan karya dan penyertaan Tuhan Allah yang nyata dalam hidup mereka. Janji setia bangsa Israel ini ditandai Yosua dengan menuliskannya dalam kitab hukum Allah dan mengambil batu besar lalu meletakkannya di bawah pohon besar.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Lebih lanjut Rasul Paulus memberikan nasihat kepada kita melalui suratnya kepada jemaat di Efesus, agar kita mengenakan “perlengkapan senjata Allah” di dalam hidup kita. Kita diingatkan agar hidup dalam kebenaran dan melakukan keadilan dalam kehidupan sehari-hari. Bersedia dan mau menjadi saksi Kristus yang rela untuk mewartakan dan memberikan kesaksian Injil Kristus di tengah-tengah dunia. Dan pada akhirnya, Paulus mengingatkan kita untuk tekun berdoa setiap waktu. Sebab dengan doa, kita akan dikuatkan dan dimampukan untuk terus mewartakan Injil Kristus.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kesediaan diri untuk terlibat aktif dalam membangun jemaat adalah respon kita atas anugerah dan berkat yang Tuhan berikan kepada kita. Sekali lagi jangan pernah mengundurkan diri, seberat apapun pergumulan, tantangan, cobaan dalam hidup kita, Tuhan pasti menguatkan dan menyertai kita. Tuhan memanggil dan memilih kita untuk berkarya bagi kemuliaan Tuhan melalui GKI. Kesediaan diri kita untuk terlibat dalam karya Allah melalui GKI, akan semakin menyadarkan betapa besar penyertaan, pertolongan, dan kasih Allah dalam hidup kita. Amin.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt. Kristianto Basuki</strong></h5> Menikmati Roti dari Surga (Amsal 9:1-6; Mazmur 34:9-14; Efesus 5:15-20; Yohanes 6:51-58) 2024-08-16T10:47:14+07:00 2024-08-16T10:47:14+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/menikmati-roti-dari-surga-amsal-9-1-6-mazmur-34-9-14-efesus-5-15-20-yohanes-6-51-58 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 18 Agustus 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Amsal 9:1-6; Mazmur 34:9-14; Efesus 5:15-20; Yohanes 6:51-58</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Di dalam bacaan Injil yang kita baca pada hari ini, Yesus dengan tegas menyatakan diri-Nya sebagai Roti Hidup yang turun dari Sorga – bukan sekadar untuk memberi makan fisik seperti manna di padang gurun yang diberikan Tuhan kepada bangsa Israel ketika mereka berada di dalam perjalanan menuju Tanah Perjanjian – tetapi untuk memberikan kehidupan kekal. Jadi, menikmati roti dari Surga berarti percaya sepenuhnya kepada Yesus dan menerima pengorbanan-Nya di kayu salib.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Begitu juga halnya, ketika Yesus mengatakan tentang “makan daging-Nya dan minum darah-Nya.” Pada saat ini, Ia sedang mengajarkan tentang kesatuan yang erat antara Ia dan orang percaya. Kalimat ini menegaskan bahwa iman kepada-Nya merupakan sumber hidup yang sejati. Hidup yang kekal yang dimaksud oleh Yesus, bukan hanya soal kehidupan setelah kematian, tetapi juga kehidupan saat ini yang dibangun melalui persekutuan dengan Allah dan sesama yang membawa damai serta sukacita.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sebagai orang percaya, kita juga dipanggil untuk membagikan roti ini kepada sesama kita melalui kasih, pengampunan, dan kebaikan yang kita pancarkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Seperti apa yang dikatakan oleh Paulus kepada jemaat di Efesus pada masa itu, dan kita di masa kini dalam Ef. 5:15-20, Paulus mengingatkan agar kita dapat hidup dengan bijaksana dan berhati-hati dalam menggunakan waktu kita. Kita dipanggil untuk hidup sebagai anak-anak terang, bukan dalam kebodohan atau kenikmatan duniawi, tetapi dalam hikmat dan pengertian akan kehendak Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Devina Erlin Minerva</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 18 Agustus 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Amsal 9:1-6; Mazmur 34:9-14; Efesus 5:15-20; Yohanes 6:51-58</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Di dalam bacaan Injil yang kita baca pada hari ini, Yesus dengan tegas menyatakan diri-Nya sebagai Roti Hidup yang turun dari Sorga – bukan sekadar untuk memberi makan fisik seperti manna di padang gurun yang diberikan Tuhan kepada bangsa Israel ketika mereka berada di dalam perjalanan menuju Tanah Perjanjian – tetapi untuk memberikan kehidupan kekal. Jadi, menikmati roti dari Surga berarti percaya sepenuhnya kepada Yesus dan menerima pengorbanan-Nya di kayu salib.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Begitu juga halnya, ketika Yesus mengatakan tentang “makan daging-Nya dan minum darah-Nya.” Pada saat ini, Ia sedang mengajarkan tentang kesatuan yang erat antara Ia dan orang percaya. Kalimat ini menegaskan bahwa iman kepada-Nya merupakan sumber hidup yang sejati. Hidup yang kekal yang dimaksud oleh Yesus, bukan hanya soal kehidupan setelah kematian, tetapi juga kehidupan saat ini yang dibangun melalui persekutuan dengan Allah dan sesama yang membawa damai serta sukacita.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sebagai orang percaya, kita juga dipanggil untuk membagikan roti ini kepada sesama kita melalui kasih, pengampunan, dan kebaikan yang kita pancarkan dalam kehidupan kita sehari-hari. Seperti apa yang dikatakan oleh Paulus kepada jemaat di Efesus pada masa itu, dan kita di masa kini dalam Ef. 5:15-20, Paulus mengingatkan agar kita dapat hidup dengan bijaksana dan berhati-hati dalam menggunakan waktu kita. Kita dipanggil untuk hidup sebagai anak-anak terang, bukan dalam kebodohan atau kenikmatan duniawi, tetapi dalam hikmat dan pengertian akan kehendak Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Devina Erlin Minerva</strong></h5> Percayalah kepada Allah (1 Raja-raja 19:4-8; Mazmur 34:1-8; Efesus 4:25 - 5:2; Yohanes 6:35, 41-51) 2024-08-10T13:22:47+07:00 2024-08-10T13:22:47+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/percayalah-kepada-allah Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 11 Agustus 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;1 Raja-raja 19:4-8; Mazmur 34:1-8; Efesus 4:25 - 5:2; Yohanes 6:35, 41-51</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;"><em>Don’t judge the book by its cover.</em> Sebuah pepatah atau ungkapan yang rasanya tidak asing lagi dipendengarkan kita. Pepatah atau ungkapan ini hendak menegaskan untuk tidak menilai orang lain hanya dari permukaan atau tampak luarnya saja. Ungkapan ini menjadi pengingat bagi kita bersama untuk tidak dengan mudahnya menilai seseorang secara subjektif hanya karena penampilan luar yang tidak meyakinkan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita jangan terjebak seperti orang banyak yang mengikut Yesus. Orang banyak bersungut-sungut setelah mendengar Yesus yang mendeklarasikan diri-Nya sebagai “Roti Kehidupan yang telah turun dari sorga”. Ironi sekali peristiwa ini, orang banyak ini telah mengikuti Yesus, melihat berbagai mukjizat, dan mendengar pengajaran Yesus namun nyatakan mereka tidak sungguh-sungguh percaya kepada Yesus. Ketidakpercayaan orang banyak didasari karena mereka hanya melihat penampilan luar Yesus dan mereka tahu latar belakang Yesus yang adalah anak Maria dan Yusuf sang tukang kayu. Orang banyak hanya melihat Yesus dari cover nya saja!</h5> <h5 style="text-align: justify;">Melihat orang banyak bersunggut-sunggut, Yesus tetap menunjukan kebenarannya. Ia tidak membiarkan mereka terus berada di dalam kekeliruannya. Yesus sekali lagi menyatakan “Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seseorang makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang akan Kuberikan untuk hidup dunia ialah daging-Ku”. Sejatinya Yesus adalah Sang Roti Kehidupan yang telah turun dari surga ke dalam dunia untuk mengorbankan diri-Nya/tubuh-Nya bagi keselamatan umat manusia. Frasa memakan roti artinya ialah menikmati kehadiran Tuhan, menerima dan menjadikan Yesus sebagai bagian dari hidupnya, percaya sepenuhnya kepada Yesus yang telah memberi keselamatan dan kehidupan kekal.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Roti adalah makanan yang memberikan sumber energi atau memberi kekuatan, mengenyangkan yang lapar, dan memelihara keberlangsungan hidup seseorang. Dengan demikian, kita mengetahui bahwa Yesus yang adalah Roti Kehidupan menjadi Sumber Kehidupan, Sumber Kekuatan, dan Sumber Pemelihara kehidupan kita. Jangan bersunggut-sunggut, melainkan percayalah kepada Yesus Sang Roti Kehidupan!</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Erma Primastuti Kristiyono</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 11 Agustus 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;1 Raja-raja 19:4-8; Mazmur 34:1-8; Efesus 4:25 - 5:2; Yohanes 6:35, 41-51</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;"><em>Don’t judge the book by its cover.</em> Sebuah pepatah atau ungkapan yang rasanya tidak asing lagi dipendengarkan kita. Pepatah atau ungkapan ini hendak menegaskan untuk tidak menilai orang lain hanya dari permukaan atau tampak luarnya saja. Ungkapan ini menjadi pengingat bagi kita bersama untuk tidak dengan mudahnya menilai seseorang secara subjektif hanya karena penampilan luar yang tidak meyakinkan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita jangan terjebak seperti orang banyak yang mengikut Yesus. Orang banyak bersungut-sungut setelah mendengar Yesus yang mendeklarasikan diri-Nya sebagai “Roti Kehidupan yang telah turun dari sorga”. Ironi sekali peristiwa ini, orang banyak ini telah mengikuti Yesus, melihat berbagai mukjizat, dan mendengar pengajaran Yesus namun nyatakan mereka tidak sungguh-sungguh percaya kepada Yesus. Ketidakpercayaan orang banyak didasari karena mereka hanya melihat penampilan luar Yesus dan mereka tahu latar belakang Yesus yang adalah anak Maria dan Yusuf sang tukang kayu. Orang banyak hanya melihat Yesus dari cover nya saja!</h5> <h5 style="text-align: justify;">Melihat orang banyak bersunggut-sunggut, Yesus tetap menunjukan kebenarannya. Ia tidak membiarkan mereka terus berada di dalam kekeliruannya. Yesus sekali lagi menyatakan “Akulah roti hidup yang telah turun dari surga. Jikalau seseorang makan roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang akan Kuberikan untuk hidup dunia ialah daging-Ku”. Sejatinya Yesus adalah Sang Roti Kehidupan yang telah turun dari surga ke dalam dunia untuk mengorbankan diri-Nya/tubuh-Nya bagi keselamatan umat manusia. Frasa memakan roti artinya ialah menikmati kehadiran Tuhan, menerima dan menjadikan Yesus sebagai bagian dari hidupnya, percaya sepenuhnya kepada Yesus yang telah memberi keselamatan dan kehidupan kekal.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Roti adalah makanan yang memberikan sumber energi atau memberi kekuatan, mengenyangkan yang lapar, dan memelihara keberlangsungan hidup seseorang. Dengan demikian, kita mengetahui bahwa Yesus yang adalah Roti Kehidupan menjadi Sumber Kehidupan, Sumber Kekuatan, dan Sumber Pemelihara kehidupan kita. Jangan bersunggut-sunggut, melainkan percayalah kepada Yesus Sang Roti Kehidupan!</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Erma Primastuti Kristiyono</strong></h5> Arahkanlah Hatimu Kepada Allah (Keluaran 16:2-4, 9-15; Mazmur 78:23-29; Efesus 4:1-16; Yohanes 6:24-35) 2024-08-03T13:34:41+07:00 2024-08-03T13:34:41+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/arahkanlah-hatimu-kepada-allah-keluaran-16-2-4-9-15-mazmur-78-23-29-efesus-4-1-16-yohanes-6-24-35 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 4 Agustus 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Keluaran 16:2-4, 9-15; Mazmur 78:23-29; Efesus 4:1-16; Yohanes 6:24-35</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Mengarahkan hati kepada Allah merupakan perkara yang sulit dalam kehidupan kita. Mengapa? Karena kita kerap terjebak pada tanda – tanda lahiriah. Tuhan Yesus mengkritisi motivasi yang salah. Banyak orang tertarik pada Tuhan Yesus karena kebutuhan fisik / keinginan duniawi: roti, ikan yang kemudian secara ajaib menjadi berlebih sebanyak dua belas bakul. Padahal peristiwa itu selayaknya banyak orang menjadi punya kerinduan mengenal dan membangun relasi dengan Tuhan Yesus. Pemahaman yang salah disebabkan tidak menggali dan menemukannya makna rohani dari setiap pengalaman yang terjadi dalam kehidupan. Mestinya tiap pengalaman mengakibatkan terjadinya pertumbuhan iman : semakin percaya dan berkarya. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Apakah makna roti yang dibagi – bagikan kepada banyak orang? Tiada lain adalah kuasa Allah. Dan Allah adalah kekal. Tetapi pola pikir mereka hanya sesempit sampai di makanan yang binasa: roti dimakan oleh orang banyak yang kemudian akan kelaparan. Roti itu tentu tidak memberikan hidup yang kekal. Tuhan Yesus menyajikan roti yang berlebih sampai dua belas bakul sesungguhnya sedang mengajarkan pemahaman tentang hidup yang kekal: Yang di dalam Tuhan, tak terganggu perkara duniawi. Makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang “tetap tinggal”, yakni Firman Allah senantiasa di hati. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Karena itu responilah dengan melakukan sesuatu untuk Tuhan. Belajarlah dari perilaku yang tidak patut dari para Ahli Taurat dan Orang Farisi. Transformasilah mengenai kepatuhan kepada hukum Taurat. Bukan taat dalam rangka mencapai keselamatan. Mestinya hukum Allah diterapkan untuk membangun Kerajaan Allah. Janganlah berperilaku / peran seperti Ahli Taurat dan Orang Farisi menambahkan tradisi dan menafsir Hukum Taurat. Mereka hanya sedang memenuhi ambisi pribadi hingga mempersulit hidup spiritual umat-Nya. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Mari mengingat kembali peristiwa Tuhan menurunkan roti manna di padang gurun. Makanan ajaib. Bukankah kehidupan di bumi adalah anugerah Tuhan : jasmani maupun rohani. Percayakah? Ketidak percayaan akan menghasilkan : ketamakan, iri hati dan akhirnya kebencian. Percayalah pada Allah. Setelah roti manna kelak ada Roti dari Sorga lagi: Kelahiran Tuhan Yesus Kristus. “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup”. </h5> <h5 style="text-align: justify;">“Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang menemukan makanannya dalam Yesus Kristus, ‘roti hidup’. Ini bukan hanya tentang kelimpahan roti untuk makan, tetapi tentang kelimpahan kasih yang memuaskan kelaparan jiwa. Di tengah – tengah kesulitan dan penderitaan, kita diundang untuk berpartisipasi dalam perjamuan kasih yang dipersembahkan oleh Kristus.” Kosuke Koyama, seorang teolog asal Jepang yang hidup tahun 1929 – 2009.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Pramudya Hidayat</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 4 Agustus 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Keluaran 16:2-4, 9-15; Mazmur 78:23-29; Efesus 4:1-16; Yohanes 6:24-35</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Mengarahkan hati kepada Allah merupakan perkara yang sulit dalam kehidupan kita. Mengapa? Karena kita kerap terjebak pada tanda – tanda lahiriah. Tuhan Yesus mengkritisi motivasi yang salah. Banyak orang tertarik pada Tuhan Yesus karena kebutuhan fisik / keinginan duniawi: roti, ikan yang kemudian secara ajaib menjadi berlebih sebanyak dua belas bakul. Padahal peristiwa itu selayaknya banyak orang menjadi punya kerinduan mengenal dan membangun relasi dengan Tuhan Yesus. Pemahaman yang salah disebabkan tidak menggali dan menemukannya makna rohani dari setiap pengalaman yang terjadi dalam kehidupan. Mestinya tiap pengalaman mengakibatkan terjadinya pertumbuhan iman : semakin percaya dan berkarya. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Apakah makna roti yang dibagi – bagikan kepada banyak orang? Tiada lain adalah kuasa Allah. Dan Allah adalah kekal. Tetapi pola pikir mereka hanya sesempit sampai di makanan yang binasa: roti dimakan oleh orang banyak yang kemudian akan kelaparan. Roti itu tentu tidak memberikan hidup yang kekal. Tuhan Yesus menyajikan roti yang berlebih sampai dua belas bakul sesungguhnya sedang mengajarkan pemahaman tentang hidup yang kekal: Yang di dalam Tuhan, tak terganggu perkara duniawi. Makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal, yang “tetap tinggal”, yakni Firman Allah senantiasa di hati. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Karena itu responilah dengan melakukan sesuatu untuk Tuhan. Belajarlah dari perilaku yang tidak patut dari para Ahli Taurat dan Orang Farisi. Transformasilah mengenai kepatuhan kepada hukum Taurat. Bukan taat dalam rangka mencapai keselamatan. Mestinya hukum Allah diterapkan untuk membangun Kerajaan Allah. Janganlah berperilaku / peran seperti Ahli Taurat dan Orang Farisi menambahkan tradisi dan menafsir Hukum Taurat. Mereka hanya sedang memenuhi ambisi pribadi hingga mempersulit hidup spiritual umat-Nya. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Mari mengingat kembali peristiwa Tuhan menurunkan roti manna di padang gurun. Makanan ajaib. Bukankah kehidupan di bumi adalah anugerah Tuhan : jasmani maupun rohani. Percayakah? Ketidak percayaan akan menghasilkan : ketamakan, iri hati dan akhirnya kebencian. Percayalah pada Allah. Setelah roti manna kelak ada Roti dari Sorga lagi: Kelahiran Tuhan Yesus Kristus. “Aku datang supaya mereka mempunyai hidup”. </h5> <h5 style="text-align: justify;">“Kehidupan Kristen adalah kehidupan yang menemukan makanannya dalam Yesus Kristus, ‘roti hidup’. Ini bukan hanya tentang kelimpahan roti untuk makan, tetapi tentang kelimpahan kasih yang memuaskan kelaparan jiwa. Di tengah – tengah kesulitan dan penderitaan, kita diundang untuk berpartisipasi dalam perjamuan kasih yang dipersembahkan oleh Kristus.” Kosuke Koyama, seorang teolog asal Jepang yang hidup tahun 1929 – 2009.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Pramudya Hidayat</strong></h5> Solidaritas yang Menular (2 Raja-raja 4:42-44; Mazmur 145:10-18; Efesus 3:14-21; Yohanes 6:1-21) 2024-07-26T09:29:33+07:00 2024-07-26T09:29:33+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/solidaritas-yang-menular-2-raja-raja-4-42-44-mazmur-145-10-18-efesus-3-14-21-yohanes-6-1-21 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 28 Juli 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;2 Raja-raja 4:42-44; Mazmur 145:10-18; Efesus 3:14-21; Yohanes 6:1-21</strong></h5> <h5 style="text-align: center;">Yohanes 6:11<br><em>“Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap Syukur, dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, <br>demikian juga dilakukan-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki.”</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Keberadaan manusia yang telah jatuh dalam dosa, digambarkan oleh Rasul Paulus dalam Roma 3: 10-18 dengan pernyataan seperti ini: “Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang baik, seorang pun tidak. Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu, bibir mereka mengandung bisa. Mulut mereka penuh dengan sumpah serapah, kaki mereka cepat untuk menumpahkan darah, keruntuhan dan kemalangan mereka tinggalkan di jalan mereka, dan jalan damai tidak mereka kenal; rasa takut kepada Allah, tidak ada pada mereka.” </h5> <h5 style="text-align: justify;">Tidak heran jika Paulus menggambarkan keberadaan manusia berdosa seperti itu, karena memang itulah yang ditunjukkan oleh Sejarah kehidupan manusia sejak manusia jatuh dalam dosa. Demi mendapat atau mencapai kepentingannya sendiri, manusia tidak segan melakukan tindakan yang mencelakakan orang lain. Manusia jadi begitu egois, hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak peduli pada orang lain.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Ketika Tuhan Yesus mengajar, banyak orang berbondong-bondong datang kepada-Nya. Saat hari sudah menjelang malam, para murid meminta kepada Tuhan Yesus, agar Ia menyuruh orang banyak itu pergi untuk mencari makanan dan penginapan (Lukas 9:12). Para murid tidak mau dipusingkan oleh berbagai urusan kebutuhan hidup orang banyak itu. Namun Tuhan Yesus tidak setuju dengan mereka. Tuhan peduli dengan masalah yang orang banyak hadapi dan Ia tidak mau mereka pergi membawa masalah mereka sendiri. Tuhan Yesus menyatakan solidaritasnya terhadap orang banyak itu dengan berkata kepada para murid-Nya, bahwa merekalah yang harus memberi makan orang banyak itu (Lukas 9:13a). </h5> <h5 style="text-align: justify;">Solidaritas dan kepedulian yang Tuhan Yesus tunjukkan kepada orang banyak itu, ternyata telah menular kepada seorang anak yang saat itu membawa lima roti dan dua ikan. Anak itu tidak mau memakan bekalnya sendirian, ia menyerahkan bekal itu kepada Tuhan. Dan Tuhan menerima persembahannya. Ia mengucapkan syukur atasnya, lalu membagi-bagikan makanan itu kepada orang banyak. Semua orang bisa makan, bahkan makan sampai kenyang. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Dosa membuat manusia menjadi egois, tidak peduli dengan orang lain dan hanya memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi anugerah yang Allah nyatakan dalam Kristus Yesus, telah mengubah kita. Ia mengubah kita jadi sosok yang peduli dan mau menunjukkan solidaritas kepada sesama yang menderita.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Lie Nah</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 28 Juli 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;2 Raja-raja 4:42-44; Mazmur 145:10-18; Efesus 3:14-21; Yohanes 6:1-21</strong></h5> <h5 style="text-align: center;">Yohanes 6:11<br><em>“Lalu Yesus mengambil roti itu, mengucap Syukur, dan membagi-bagikannya kepada mereka yang duduk di situ, <br>demikian juga dilakukan-Nya dengan ikan-ikan itu, sebanyak yang mereka kehendaki.”</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Keberadaan manusia yang telah jatuh dalam dosa, digambarkan oleh Rasul Paulus dalam Roma 3: 10-18 dengan pernyataan seperti ini: “Tidak ada yang benar, seorang pun tidak. Tidak ada seorang pun yang berakal budi, tidak ada seorang pun yang mencari Allah. Semua orang telah menyeleweng, mereka semua tidak berguna, tidak ada yang baik, seorang pun tidak. Kerongkongan mereka seperti kubur yang ternganga, lidah mereka merayu-rayu, bibir mereka mengandung bisa. Mulut mereka penuh dengan sumpah serapah, kaki mereka cepat untuk menumpahkan darah, keruntuhan dan kemalangan mereka tinggalkan di jalan mereka, dan jalan damai tidak mereka kenal; rasa takut kepada Allah, tidak ada pada mereka.” </h5> <h5 style="text-align: justify;">Tidak heran jika Paulus menggambarkan keberadaan manusia berdosa seperti itu, karena memang itulah yang ditunjukkan oleh Sejarah kehidupan manusia sejak manusia jatuh dalam dosa. Demi mendapat atau mencapai kepentingannya sendiri, manusia tidak segan melakukan tindakan yang mencelakakan orang lain. Manusia jadi begitu egois, hanya memikirkan dirinya sendiri dan tidak peduli pada orang lain.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Ketika Tuhan Yesus mengajar, banyak orang berbondong-bondong datang kepada-Nya. Saat hari sudah menjelang malam, para murid meminta kepada Tuhan Yesus, agar Ia menyuruh orang banyak itu pergi untuk mencari makanan dan penginapan (Lukas 9:12). Para murid tidak mau dipusingkan oleh berbagai urusan kebutuhan hidup orang banyak itu. Namun Tuhan Yesus tidak setuju dengan mereka. Tuhan peduli dengan masalah yang orang banyak hadapi dan Ia tidak mau mereka pergi membawa masalah mereka sendiri. Tuhan Yesus menyatakan solidaritasnya terhadap orang banyak itu dengan berkata kepada para murid-Nya, bahwa merekalah yang harus memberi makan orang banyak itu (Lukas 9:13a). </h5> <h5 style="text-align: justify;">Solidaritas dan kepedulian yang Tuhan Yesus tunjukkan kepada orang banyak itu, ternyata telah menular kepada seorang anak yang saat itu membawa lima roti dan dua ikan. Anak itu tidak mau memakan bekalnya sendirian, ia menyerahkan bekal itu kepada Tuhan. Dan Tuhan menerima persembahannya. Ia mengucapkan syukur atasnya, lalu membagi-bagikan makanan itu kepada orang banyak. Semua orang bisa makan, bahkan makan sampai kenyang. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Dosa membuat manusia menjadi egois, tidak peduli dengan orang lain dan hanya memikirkan kepentingannya sendiri, tetapi anugerah yang Allah nyatakan dalam Kristus Yesus, telah mengubah kita. Ia mengubah kita jadi sosok yang peduli dan mau menunjukkan solidaritas kepada sesama yang menderita.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Lie Nah</strong></h5> Bela Rasa Sang Gembala (Yeremia 23:1-6; Mazmur 23; Efesus 2:11-22; Markus 6:30-34, 53-56) 2024-07-19T16:20:30+07:00 2024-07-19T16:20:30+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/bela-rasa-sang-gembala-yeremia-23-1-6-mazmur-23-efesus-2-11-22-markus-6-30-34-53-56 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 21 Juli 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 23:1-6; Mazmur 23; Efesus 2:11-22; Markus 6:30-34, 53-56</strong></h5> <h5 style="text-align: center;">Markus 6:34<br><em>“Ketika mendarat, Yesus melihat orang banyak berkerumun, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.”</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Markus 6:34 menggambarkan Yesus melihat kondisi umat seperti domba tanpa gembala atau domba yang terserak dan tercerai berai, tidak ada yang menjaga, tidak ada yang mengumpulkan mereka, dan memperhatikan dan hidup serta berjalan sendiri tanpa arah tanpa gembala.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Markus menggambarkan Yesus seperti Musa yang baru sebagai gembala akhir zaman yang mewujudkan keprihatinan Allah, sang gembala Israel. Dalam bilangan 27:17 supaya umat Tuhan jangan seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala.<br>Apa yang dilakukan Yesus? Tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan. Belas kasihan <em>(compassion)</em>: <em>splagnizomai</em>, bagian dalam dari tubuh manusia, hati, jantung, paru-paru, jadi artinya adalah rasa sayang dan simpati yang mendalam. Yesus menyayangi domba dari lubuk hati-Nya yang paling dalam.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus menginginkan domba-domba-Nya tidak tercerai berai tetapi menyatu, dekat satu dengan yang lain, Yesus tidak mau mereka berjalan sendiri-sendiri, tetapi berhimpun bersama agar tidak dimakan binatang buas dan binasa. Itu sebabnya domba-domba membutuhkan gembala yang selalu mempimpin, menjaga, dan melindungi serta memelihara, yaitu dengan datang dan percaya kepada sang Gembala agung yang adalah sahabat manusia.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Santoni</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 21 Juli 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 23:1-6; Mazmur 23; Efesus 2:11-22; Markus 6:30-34, 53-56</strong></h5> <h5 style="text-align: center;">Markus 6:34<br><em>“Ketika mendarat, Yesus melihat orang banyak berkerumun, maka tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan kepada mereka, karena mereka seperti domba yang tidak mempunyai gembala. Lalu mulailah Ia mengajarkan banyak hal kepada mereka.”</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Markus 6:34 menggambarkan Yesus melihat kondisi umat seperti domba tanpa gembala atau domba yang terserak dan tercerai berai, tidak ada yang menjaga, tidak ada yang mengumpulkan mereka, dan memperhatikan dan hidup serta berjalan sendiri tanpa arah tanpa gembala.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Markus menggambarkan Yesus seperti Musa yang baru sebagai gembala akhir zaman yang mewujudkan keprihatinan Allah, sang gembala Israel. Dalam bilangan 27:17 supaya umat Tuhan jangan seperti domba-domba yang tidak mempunyai gembala.<br>Apa yang dilakukan Yesus? Tergeraklah hati Yesus oleh belas kasihan. Belas kasihan <em>(compassion)</em>: <em>splagnizomai</em>, bagian dalam dari tubuh manusia, hati, jantung, paru-paru, jadi artinya adalah rasa sayang dan simpati yang mendalam. Yesus menyayangi domba dari lubuk hati-Nya yang paling dalam.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus menginginkan domba-domba-Nya tidak tercerai berai tetapi menyatu, dekat satu dengan yang lain, Yesus tidak mau mereka berjalan sendiri-sendiri, tetapi berhimpun bersama agar tidak dimakan binatang buas dan binasa. Itu sebabnya domba-domba membutuhkan gembala yang selalu mempimpin, menjaga, dan melindungi serta memelihara, yaitu dengan datang dan percaya kepada sang Gembala agung yang adalah sahabat manusia.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Santoni</strong></h5> Pil Pahit Kebenaran (Amos 7:7-15; Mazmur 85:8-13; Efesus 1:3-14; Markus 6:14-29) 2024-07-13T08:44:48+07:00 2024-07-13T08:44:48+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/pil-pahit-kebenaran-amos-7-7-15-mazmur-85-8-13-efesus-1-3-14-markus-6-14-29 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 14 Juli 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Amos 7:7-15; Mazmur 85:8-13; Efesus 1:3-14; Markus 6:14-29</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Kebenaran kadang-kadang seperti pil pahit, yang meskipun dibutuhkan untuk kesembuhan tetapi sulit untuk ditelan. Mungkin pembaca pernah menerima beberapa kebenaran yang terdengar tidak enak di telinga atau terasa sakit di hati. Memang tidak enak, tetapi penting diingat bahwa kebenaran yang pahit pada akhirnya membawa penyembuhan dan pembangunan bagi diri kita dan orang-orang lain.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yohanes Pembaptis suatu waktu melontarkan pil pahit kebenaran kepada Herodes Antipas. Ia menegur dengan keras perzinahan gandanya dengan Herodias. Herodias adalah keponakan Herodes Antipas (anak Aristobulus, saudaranya) dan juga iparnya (istri Filipus, saudaranya). Dalam suatu perjalanan menuju ke Roma, Herodes Antipas dan Herodias saling jatuh hati. Kemudian Herodes Antipas mendorong Herodias, keponakannya dan juga iparnya yang cantik itu, untuk menceraikan suaminya. Setelah itu ia mengambil Herodias sebagai istrinya. Hal ini jelas-jelas melanggar hukum Tuhan. Dalam Kitab Imamat dua kali dituliskan pelarangan untuk mengambil istri saudara: “Janganlah kausingkapkan aurat isteri saudaramu laki-laki, karena itu hak saudaramu laki-laki” (Im. 18:16) dan “Bila seorang laki-laki mengambil istri saudaranya, itu suatu kecemaran, karena ia melanggar hak saudaranya laki-laki, dan mereka akan tidak beranak” (Im. 20:21). Memang ada hukum lain yang membolehkan mengawini istri saudara yang telah mati (Ul. 25:5-10), tetapi pada waktu itu Filipus masih hidup. Banyak orang di sekitar mereka, termasuk para pemimpin agama Yahudi, yang mengetahui perbuatan salah Herodes, namun semuanya diam saja dan mereka hanya mau mencari aman. Yohanes Pembaptis tidak tinggal diam, ia menegur Herodes Antipas, “Tidak halal engkau mengambil istri saudaramu!”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pil pahit kebenaran yang dilontarkan Yohanes Pembaptis memang tidak popular dan mengandung resiko yang besar. Yohanes bersedia menanggung resiko untuk menegur Herodes Antipas, agar wali negeri itu menyadari kesalahannya dan bertobat. Selain itu, tindakan Yohanes tersebut juga dapat mencegah umat Tuhan dari melakukan perbuatan salah seperti yang dilakukan Herodes dan agar mereka tidak menganggap perbuatan yang salah itu sebagai hal yang biasa-biasa saja.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Apakah pil pahit kebenaran itu diterima oleh Herodes dan Herodias. Ternyata tidak! Teguran Yohanes tidak membuat Herodes Antipas bertobat, melainkan membuatnya marah pada Yohanes, dan ia menyuruh orang menangkap Yohanes dan membelenggunya dalam penjara. Teguran Yohanes itu juga membuat Herodias dendam padanya, serta berniat untuk membunuhnya. Tetapi niat untuk membunuh Yohanes belum dapat dilakukankan, karena Herodes segan akan Yohanes, karena ia tahu bahwa Yohanes adalah orang benar dan suci, sehingga ia melindunginya. Akhirnya kesempatan untuk membunuh Yohanes datang bagi Herodias melalui anak perempuannya, Salome, maka iapun segera melaksanakan niatnya (Mrk. 6:22-28).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Menyampaikan pil pahit kebenaran bisa mendatangkan resiko yang besar, namun menyampaikan kebenaran yang pahit jauh lebih baik dari menyampaikan kebohongan ataupun setengah kebenaran. Yohanes Pembaptis telah memberikan teladan bagi kita untuk berani menyuarakan kebenaran, meskipun hal itu seperti pil pahit. Walaupun Herodes dan Herodias tidak menerimanya, namun kebenaran yang disampaikannya itu akhirnya memberikan dampak yang positif bagi umat Tuhan dan membawa pengaruh yang besar bagi misi Allah di dunia ini. Pil pahit kebenaran memang tidak enak, tetapi penting diingat bahwa kebenaran yang pahit pada akhirnya membawa penyembuhan dan pembangunan, baik bagi diri kita maupun orang-orang di sekitar kita.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Andreas Loanka</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 14 Juli 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Amos 7:7-15; Mazmur 85:8-13; Efesus 1:3-14; Markus 6:14-29</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Kebenaran kadang-kadang seperti pil pahit, yang meskipun dibutuhkan untuk kesembuhan tetapi sulit untuk ditelan. Mungkin pembaca pernah menerima beberapa kebenaran yang terdengar tidak enak di telinga atau terasa sakit di hati. Memang tidak enak, tetapi penting diingat bahwa kebenaran yang pahit pada akhirnya membawa penyembuhan dan pembangunan bagi diri kita dan orang-orang lain.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yohanes Pembaptis suatu waktu melontarkan pil pahit kebenaran kepada Herodes Antipas. Ia menegur dengan keras perzinahan gandanya dengan Herodias. Herodias adalah keponakan Herodes Antipas (anak Aristobulus, saudaranya) dan juga iparnya (istri Filipus, saudaranya). Dalam suatu perjalanan menuju ke Roma, Herodes Antipas dan Herodias saling jatuh hati. Kemudian Herodes Antipas mendorong Herodias, keponakannya dan juga iparnya yang cantik itu, untuk menceraikan suaminya. Setelah itu ia mengambil Herodias sebagai istrinya. Hal ini jelas-jelas melanggar hukum Tuhan. Dalam Kitab Imamat dua kali dituliskan pelarangan untuk mengambil istri saudara: “Janganlah kausingkapkan aurat isteri saudaramu laki-laki, karena itu hak saudaramu laki-laki” (Im. 18:16) dan “Bila seorang laki-laki mengambil istri saudaranya, itu suatu kecemaran, karena ia melanggar hak saudaranya laki-laki, dan mereka akan tidak beranak” (Im. 20:21). Memang ada hukum lain yang membolehkan mengawini istri saudara yang telah mati (Ul. 25:5-10), tetapi pada waktu itu Filipus masih hidup. Banyak orang di sekitar mereka, termasuk para pemimpin agama Yahudi, yang mengetahui perbuatan salah Herodes, namun semuanya diam saja dan mereka hanya mau mencari aman. Yohanes Pembaptis tidak tinggal diam, ia menegur Herodes Antipas, “Tidak halal engkau mengambil istri saudaramu!”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pil pahit kebenaran yang dilontarkan Yohanes Pembaptis memang tidak popular dan mengandung resiko yang besar. Yohanes bersedia menanggung resiko untuk menegur Herodes Antipas, agar wali negeri itu menyadari kesalahannya dan bertobat. Selain itu, tindakan Yohanes tersebut juga dapat mencegah umat Tuhan dari melakukan perbuatan salah seperti yang dilakukan Herodes dan agar mereka tidak menganggap perbuatan yang salah itu sebagai hal yang biasa-biasa saja.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Apakah pil pahit kebenaran itu diterima oleh Herodes dan Herodias. Ternyata tidak! Teguran Yohanes tidak membuat Herodes Antipas bertobat, melainkan membuatnya marah pada Yohanes, dan ia menyuruh orang menangkap Yohanes dan membelenggunya dalam penjara. Teguran Yohanes itu juga membuat Herodias dendam padanya, serta berniat untuk membunuhnya. Tetapi niat untuk membunuh Yohanes belum dapat dilakukankan, karena Herodes segan akan Yohanes, karena ia tahu bahwa Yohanes adalah orang benar dan suci, sehingga ia melindunginya. Akhirnya kesempatan untuk membunuh Yohanes datang bagi Herodias melalui anak perempuannya, Salome, maka iapun segera melaksanakan niatnya (Mrk. 6:22-28).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Menyampaikan pil pahit kebenaran bisa mendatangkan resiko yang besar, namun menyampaikan kebenaran yang pahit jauh lebih baik dari menyampaikan kebohongan ataupun setengah kebenaran. Yohanes Pembaptis telah memberikan teladan bagi kita untuk berani menyuarakan kebenaran, meskipun hal itu seperti pil pahit. Walaupun Herodes dan Herodias tidak menerimanya, namun kebenaran yang disampaikannya itu akhirnya memberikan dampak yang positif bagi umat Tuhan dan membawa pengaruh yang besar bagi misi Allah di dunia ini. Pil pahit kebenaran memang tidak enak, tetapi penting diingat bahwa kebenaran yang pahit pada akhirnya membawa penyembuhan dan pembangunan, baik bagi diri kita maupun orang-orang di sekitar kita.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Andreas Loanka</strong></h5> Keteguhan Seorang Pembawa Pesan (Yehezkiel 2:1-5; Mazmur 123; 2 Korintus 12:2-10; Markus 6:1-13) 2024-07-05T15:20:56+07:00 2024-07-05T15:20:56+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/keteguhan-seorang-pembawa-pesan-yehezkiel-2-1-5-mazmur-123-2-korintus-12-2-10-markus-6-1-13 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 7 Juli 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yehezkiel 2:1-5; Mazmur 123; 2 Korintus 12:2-10; Markus 6:1-13</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Mengambil keputusan untuk mengikut Kristus merupakan suatu hal yang amat besar dalam hidup seseorang. Keputusan tersebut mengubah keseluruhan jalan hidup. Tidak sedikit yang mengalami penolakan, pengucilan, bahkan ancaman serta penganiayaan akibat pilihan menjadi pengikut Kristus. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Injil Markus ditulis untuk komunitas Kristen yang mengalami kesulitan dan tekanan. Mereka dikucilkan oleh teman dan keluarga karena percaya kepada Yesus Kristus. Selain itu, pejabat-pejabat negara di wilayah Romawi pada masa itu juga kerap menekan kelompok baru ini. Jadi mereka hidup dalam suasana anti-Kristen, dibenci banyak orang dan ditekan serta mengalami aniaya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Bagi kita yang hidup di zaman sekarang mungkin sangat sulit membayangkan bagaimana “harga” yang harus dibayar sebagai orang-orang Kristen – yang sebagian besar orang-orang Yahudi – untuk meninggalkan iman tradisional mereka dan kemudian mengikut Kristus. Dengarlah doa yang dinaikkan setiap pagi oleh orang-orang Yahudi yang membenci murid-murid Yesus:</h5> <h5 style="text-align: justify;"><em>“Untuk para murtad, kiranya tidak akan ada lagi harapan. Dan semoga para penganut Nazaret ini dan para sesat ini segera binasa.”</em><br><em>(doa ke-12 dari doa Shemoneh Esreh atau 18 doa yang harus dinaikkan setiap pagi oleh orang Yahudi – sejak tahun 86 AD sebagai hasil keputusan sidang para penatua Yahudi di Jamnia).</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Maka kisah penolakan terhadap Yesus oleh orang-orang Nazaret merupakan contoh untuk menggambarkan risiko yang harus dihadapi oleh umat Kristen awal dalam relasi-relasi sosial mereka. Penolakan yang dialami orang Kristen sudah dialami Yesus sendiri yang ditolak justru oleh orang-orang sekampung-Nya di Nazaret.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Di tengah kondisi seperti itu, sebagai pengikut Kristus, ada panggilan mulia untuk menjadi saksi dan membawa pesan Injil atau Kabar Baik. Tuhan Yesus sudah menyiapkan para murid kala mengutus mereka untuk menyebarkan pesan Injil. Mereka dibagi kelompok berdua-berdua. Yesus mau supaya para murid dalam memenuhi tugasnya tidak bekerja sendirian, melainkan bekerjasama dengan yang lain supaya mereka saling menguatkan, mengingatkan, dan menopang. Dengan demikian mereka bisa tetap teguh menjadi pembawa pesan Injil di tengah kerasnya tantangan dan penolakan yang terjadi.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Tuhan Yesus juga membekali tugas para pembawa pesan itu dengan memberi mereka kuasa. Kuasa di sini merupakan kekuatan untuk melakukan tugas, sekaligus otoritas terhadap roh-roh jahat. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Keteguhan para pembawa pesan itu juga dimiliki Yehezkiel dan Paulus. Yehezkiel diutus ke tengah bangsanya yang keras kepala dan tegar hati. Ia diteguhkan oleh Allah: “Jangan takut!” Kepada Paulus yang di tengah tugasnya mengabarkan pesan Injil mengalami kelemahan karena ada “duri dalam daging”, Tuhan berkata: “Cukuplah anugerah-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Menghadapi penolakan dari sesama dan menghadapi kelemahan tubuh, para utusan Injil, pembawa pesan Kabar Baik tidak boleh menyerah. Kita diteguhkan untuk terus melakukan tugas membawa pesan Injil karena Tuhan sudah memberi kuasa, Dia menyakinkan agar kita jangan takut karena kasih karunia atau anugerah Tuhan itu cukup, bahkan di tengah kelemahan yang ada dalam diri kita. Mari tetap teguh menjalani hidup sebagai pengikut Kristus dan tetap teguh dalam memenuhi tugas panggilan sebagai pembawa pesan Injil bagi sesama.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Danny Purnama</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 7 Juli 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yehezkiel 2:1-5; Mazmur 123; 2 Korintus 12:2-10; Markus 6:1-13</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Mengambil keputusan untuk mengikut Kristus merupakan suatu hal yang amat besar dalam hidup seseorang. Keputusan tersebut mengubah keseluruhan jalan hidup. Tidak sedikit yang mengalami penolakan, pengucilan, bahkan ancaman serta penganiayaan akibat pilihan menjadi pengikut Kristus. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Injil Markus ditulis untuk komunitas Kristen yang mengalami kesulitan dan tekanan. Mereka dikucilkan oleh teman dan keluarga karena percaya kepada Yesus Kristus. Selain itu, pejabat-pejabat negara di wilayah Romawi pada masa itu juga kerap menekan kelompok baru ini. Jadi mereka hidup dalam suasana anti-Kristen, dibenci banyak orang dan ditekan serta mengalami aniaya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Bagi kita yang hidup di zaman sekarang mungkin sangat sulit membayangkan bagaimana “harga” yang harus dibayar sebagai orang-orang Kristen – yang sebagian besar orang-orang Yahudi – untuk meninggalkan iman tradisional mereka dan kemudian mengikut Kristus. Dengarlah doa yang dinaikkan setiap pagi oleh orang-orang Yahudi yang membenci murid-murid Yesus:</h5> <h5 style="text-align: justify;"><em>“Untuk para murtad, kiranya tidak akan ada lagi harapan. Dan semoga para penganut Nazaret ini dan para sesat ini segera binasa.”</em><br><em>(doa ke-12 dari doa Shemoneh Esreh atau 18 doa yang harus dinaikkan setiap pagi oleh orang Yahudi – sejak tahun 86 AD sebagai hasil keputusan sidang para penatua Yahudi di Jamnia).</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Maka kisah penolakan terhadap Yesus oleh orang-orang Nazaret merupakan contoh untuk menggambarkan risiko yang harus dihadapi oleh umat Kristen awal dalam relasi-relasi sosial mereka. Penolakan yang dialami orang Kristen sudah dialami Yesus sendiri yang ditolak justru oleh orang-orang sekampung-Nya di Nazaret.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Di tengah kondisi seperti itu, sebagai pengikut Kristus, ada panggilan mulia untuk menjadi saksi dan membawa pesan Injil atau Kabar Baik. Tuhan Yesus sudah menyiapkan para murid kala mengutus mereka untuk menyebarkan pesan Injil. Mereka dibagi kelompok berdua-berdua. Yesus mau supaya para murid dalam memenuhi tugasnya tidak bekerja sendirian, melainkan bekerjasama dengan yang lain supaya mereka saling menguatkan, mengingatkan, dan menopang. Dengan demikian mereka bisa tetap teguh menjadi pembawa pesan Injil di tengah kerasnya tantangan dan penolakan yang terjadi.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Tuhan Yesus juga membekali tugas para pembawa pesan itu dengan memberi mereka kuasa. Kuasa di sini merupakan kekuatan untuk melakukan tugas, sekaligus otoritas terhadap roh-roh jahat. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Keteguhan para pembawa pesan itu juga dimiliki Yehezkiel dan Paulus. Yehezkiel diutus ke tengah bangsanya yang keras kepala dan tegar hati. Ia diteguhkan oleh Allah: “Jangan takut!” Kepada Paulus yang di tengah tugasnya mengabarkan pesan Injil mengalami kelemahan karena ada “duri dalam daging”, Tuhan berkata: “Cukuplah anugerah-Ku bagimu, sebab justru dalam kelemahanlah kuasa-Ku menjadi sempurna.”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Menghadapi penolakan dari sesama dan menghadapi kelemahan tubuh, para utusan Injil, pembawa pesan Kabar Baik tidak boleh menyerah. Kita diteguhkan untuk terus melakukan tugas membawa pesan Injil karena Tuhan sudah memberi kuasa, Dia menyakinkan agar kita jangan takut karena kasih karunia atau anugerah Tuhan itu cukup, bahkan di tengah kelemahan yang ada dalam diri kita. Mari tetap teguh menjalani hidup sebagai pengikut Kristus dan tetap teguh dalam memenuhi tugas panggilan sebagai pembawa pesan Injil bagi sesama.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Danny Purnama</strong></h5> Berserah, Bukan Menyerah (Ratapan 3:22-33; Mazmur 30; 2 Korintus 8:7-15; Markus 5:21-43) 2024-06-28T16:34:16+07:00 2024-06-28T16:34:16+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/berserah-bukan-menyerah-ratapan-3-22-33-mazmur-30-2-korintus-8-7-15-markus-5-21-43 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 30 Juni 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Ratapan 3:22-33; Mazmur 30; 2 Korintus 8:7-15; Markus 5:21-43</strong></h5> <h5><strong><em>Saat Segalanya Di Luar Kendali</em></strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Pernah seorang Dokter mengalami <em>stress</em> berat. Penyebabnya dia terkena penyakit langka yang belum ada obatnya. Ilmu kedokteran belum berhasil menemukan penyebabnya. Belum tahu cara penanganannya. Penyakit langka sang Dokter berada di luar kendalinya. Saat itu dia disadarkan betapa manusia memiliki keterbatasan. Memang, itulah realita hidup. Tidak semua hal bisa kita jawab. Tidak semua persoalan bisa kita tangani. <em>We all have limitations!</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Lalu, bagaimana respons kita bila kita menghadapi situasi seperti yang dihadapi sang Dokter? Apa yang kita lakukan bila persoalan yang kita hadapi itu di luar kendali dan jangkauan kita. <em>Mentok</em> di sana, buntu di sini. Saat itu, respons kita hanya ada dua. Pertama, pikiran kita kacau balau. Sedih menghujam telak karena ketidakberdayaan. Segalanya berujung pada frustrasi dan <em>stress</em> super berat. Iman pun amblas total. Kita menyerah kalah dalam amarah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Meski demikian, kita punya pilihan kedua. Responnya adalah ini, kita terima keterbatasan yang kita miliki. Kita akui bahwa tidak semua hal bisa kita kendalikan. Kita butuh Tuhan. Nah, saat itulah kita berserah kepada Tuhan. Oh ya, jangan samakan berserah dengan menyerah. Orang yang menyerah adalah orang yang frustrasi dalam ketakutan dan kegentarannya. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Sebaliknya, orang yang berserah adalah orang yang tetap tenang di dalam segala situasi. Dia mampu melepaskan segala kekhawatirannya. Hatinya lapang. Seluruh hidupnya ia serahkan pada Tuhan. Orang ini yakin bahwa Allah memiliki rencana yang baik baginya. Dia bebaskan Allah lakukan rencana-Nya. Apa pun hasilnya diterima. Tetapi, dia juga percaya bila Allah berkehendak, yang <em>impossible</em> bisa menjadi <em>possible!</em> Tetapi, sekali lagi, <em>everything is up to God!</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Ada Yairus, seorang Kepala Rumah Ibadat, dan seorang Perempuan tak dikenal. Sebagai Kepala Rumah Ibadat, Yairus memiliki status sosial yang sangat tinggi di masyarakat. Sebaliknya, perempuan tak dikenal, diduga, berasal dari ‘kasta’ kelas bawah. Mereka berdua menghadapi situasi ruwet dan <em>‘mumet’</em>. Berada di luar kendali! </h5> <h5 style="text-align: justify;">Yairus sedang <em>stress</em>. Anak perempuannya sakit parah. Nyawanya hampir raib. Tabib atau dokter tidak sanggup menanganinya. Sementara itu, perempuan tak dikenal sakit pendarahan akut. Sudah 12 tahun tidak pulih. Para tabib tak mampu menolongnya. Keduanya berada dalam situasi yang sama: di luar kendali mereka! </h5> <h5 style="text-align: justify;">Saat dihantam situasi pelik itu, keduanya harus memilih. Pilihannya hanya dua: menyerah atau berserah? Kedua orang itu menolak menyerah. Mereka pilih berserah! Ya, berserah sepenuhnya kepada Tuhan! Mereka menghampiri Yesus. Dalam kerendahan hati dan dengan iman yang teguh mereka mengharapkan pertolongan-Nya. Mereka percaya bahwa dalam kelemahan dan kerapuhan mereka kuasa Tuhan akan sempurna. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Tuhan merespons penyerahan total mereka secara positif. Tuhan bahkan memuji: "imanmu telah menyelamatkan engkau." Lalu, kehendak dan rencana Tuhan pun terwujud. Yang <em>impossible</em> jadi <em>possible!</em> Kuasa Tuhan sungguh nyata! Mari berserah kepada-Nya!</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Albertus Patty</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 30 Juni 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Ratapan 3:22-33; Mazmur 30; 2 Korintus 8:7-15; Markus 5:21-43</strong></h5> <h5><strong><em>Saat Segalanya Di Luar Kendali</em></strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Pernah seorang Dokter mengalami <em>stress</em> berat. Penyebabnya dia terkena penyakit langka yang belum ada obatnya. Ilmu kedokteran belum berhasil menemukan penyebabnya. Belum tahu cara penanganannya. Penyakit langka sang Dokter berada di luar kendalinya. Saat itu dia disadarkan betapa manusia memiliki keterbatasan. Memang, itulah realita hidup. Tidak semua hal bisa kita jawab. Tidak semua persoalan bisa kita tangani. <em>We all have limitations!</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Lalu, bagaimana respons kita bila kita menghadapi situasi seperti yang dihadapi sang Dokter? Apa yang kita lakukan bila persoalan yang kita hadapi itu di luar kendali dan jangkauan kita. <em>Mentok</em> di sana, buntu di sini. Saat itu, respons kita hanya ada dua. Pertama, pikiran kita kacau balau. Sedih menghujam telak karena ketidakberdayaan. Segalanya berujung pada frustrasi dan <em>stress</em> super berat. Iman pun amblas total. Kita menyerah kalah dalam amarah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Meski demikian, kita punya pilihan kedua. Responnya adalah ini, kita terima keterbatasan yang kita miliki. Kita akui bahwa tidak semua hal bisa kita kendalikan. Kita butuh Tuhan. Nah, saat itulah kita berserah kepada Tuhan. Oh ya, jangan samakan berserah dengan menyerah. Orang yang menyerah adalah orang yang frustrasi dalam ketakutan dan kegentarannya. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Sebaliknya, orang yang berserah adalah orang yang tetap tenang di dalam segala situasi. Dia mampu melepaskan segala kekhawatirannya. Hatinya lapang. Seluruh hidupnya ia serahkan pada Tuhan. Orang ini yakin bahwa Allah memiliki rencana yang baik baginya. Dia bebaskan Allah lakukan rencana-Nya. Apa pun hasilnya diterima. Tetapi, dia juga percaya bila Allah berkehendak, yang <em>impossible</em> bisa menjadi <em>possible!</em> Tetapi, sekali lagi, <em>everything is up to God!</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Ada Yairus, seorang Kepala Rumah Ibadat, dan seorang Perempuan tak dikenal. Sebagai Kepala Rumah Ibadat, Yairus memiliki status sosial yang sangat tinggi di masyarakat. Sebaliknya, perempuan tak dikenal, diduga, berasal dari ‘kasta’ kelas bawah. Mereka berdua menghadapi situasi ruwet dan <em>‘mumet’</em>. Berada di luar kendali! </h5> <h5 style="text-align: justify;">Yairus sedang <em>stress</em>. Anak perempuannya sakit parah. Nyawanya hampir raib. Tabib atau dokter tidak sanggup menanganinya. Sementara itu, perempuan tak dikenal sakit pendarahan akut. Sudah 12 tahun tidak pulih. Para tabib tak mampu menolongnya. Keduanya berada dalam situasi yang sama: di luar kendali mereka! </h5> <h5 style="text-align: justify;">Saat dihantam situasi pelik itu, keduanya harus memilih. Pilihannya hanya dua: menyerah atau berserah? Kedua orang itu menolak menyerah. Mereka pilih berserah! Ya, berserah sepenuhnya kepada Tuhan! Mereka menghampiri Yesus. Dalam kerendahan hati dan dengan iman yang teguh mereka mengharapkan pertolongan-Nya. Mereka percaya bahwa dalam kelemahan dan kerapuhan mereka kuasa Tuhan akan sempurna. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Tuhan merespons penyerahan total mereka secara positif. Tuhan bahkan memuji: "imanmu telah menyelamatkan engkau." Lalu, kehendak dan rencana Tuhan pun terwujud. Yang <em>impossible</em> jadi <em>possible!</em> Kuasa Tuhan sungguh nyata! Mari berserah kepada-Nya!</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Albertus Patty</strong></h5> Iman dan Ketakutan (Ayub 38:1-11; Mazmur 107:1-3, 23-32; 2 Korintus 6:1-13; Markus 4:35-41) 2024-06-22T12:39:43+07:00 2024-06-22T12:39:43+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/iman-dan-ketakutan-ayub-38-1-11-mazmur-107-1-3-23-32-2-korintus-6-1-13-markus-4-35-41 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 23 Juni 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Ayub 38:1-11; Mazmur 107:1-3, 23-32; 2 Korintus 6:1-13; Markus 4:35-41</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Iman dan ketakutan, dua hal yang berlawanan, namun tidak dapat dipungkiri, keduanya memiliki peran penting dalam pertumbuhan rohani kita. Bacaan Alkitab pada hari Minggu ini, juga menyandingkan iman dan ketakutan. Lalu apa yang dapat kita pelajari dari bacaan ini?</h5> <h5 style="text-align: justify;">1. Ketakutan dalam Kehidupan Sehari-hari<br>Takut adalah emosi yang sangat manusiawi. Setiap orang pasti pernah merasakan takut dalam hidupnya. Ketakutan dapat muncul dari berbagai situasi, seperti ketidakpastian masa depan, kesehatan, keuangan, atau hubungan antar sesama. Dalam perikop yang kita baca, murid-murid Yesus mengalami ketakutan yang luar biasa saat badai mengamuk di tengah danau. Mereka merasa terancam dan tidak berdaya, bahkan sampai mempertanyakan apakah Yesus peduli dengan keselamatan mereka.</h5> <h5 style="text-align: justify;">2. Iman sebagai Jawaban atas Ketakutan<br>Yesus memberikan jawaban yang tegas atas ketakutan murid-murid-Nya dengan bertanya, "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?" Pertanyaan ini menantang kita untuk merenungkan hubungan antara ketakutan dan iman. Iman adalah kepercayaan kita kepada Tuhan yang tidak tergoyahkan oleh keadaan atau situasi apa pun. Iman adalah keyakinan bahwa Tuhan selalu bersama kita, bahkan di tengah badai kehidupan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">3. Mengatasi Ketakutan dengan Iman<br>Bagaimana kita bisa mengatasi ketakutan dengan iman?<br>(1) Kita perlu menyadari bahwa Tuhan selalu hadir dan peduli dengan kita. Yesus bersama-sama dengan murid-murid-Nya di perahu, meskipun Ia tampak tidur. Kehadiran Tuhan dalam hidup kita adalah jaminan bahwa kita tidak sendirian menghadapi segala tantangan. (2) Kita perlu berdoa dan berserah kepada Tuhan. Dalam ketakutan, murid-murid membangunkan Yesus dan memohon pertolongan-Nya. Doa adalah cara kita untuk mengkomunikasikan ketakutan dan kekhawatiran kita kepada Tuhan, serta memohon kekuatan dan ketenangan dari-Nya. (3) Kita juga perlu memperkuat iman kita melalui firman Tuhan. Firman Tuhan adalah sumber kekuatan dan penghiburan yang tidak terbatas. Ketika kita mengisi pikiran dan hati kita dengan firman Tuhan, iman kita akan semakin kokoh dan ketakutan kita akan berkurang.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Devina Erlin Minerva</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 23 Juni 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Ayub 38:1-11; Mazmur 107:1-3, 23-32; 2 Korintus 6:1-13; Markus 4:35-41</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Iman dan ketakutan, dua hal yang berlawanan, namun tidak dapat dipungkiri, keduanya memiliki peran penting dalam pertumbuhan rohani kita. Bacaan Alkitab pada hari Minggu ini, juga menyandingkan iman dan ketakutan. Lalu apa yang dapat kita pelajari dari bacaan ini?</h5> <h5 style="text-align: justify;">1. Ketakutan dalam Kehidupan Sehari-hari<br>Takut adalah emosi yang sangat manusiawi. Setiap orang pasti pernah merasakan takut dalam hidupnya. Ketakutan dapat muncul dari berbagai situasi, seperti ketidakpastian masa depan, kesehatan, keuangan, atau hubungan antar sesama. Dalam perikop yang kita baca, murid-murid Yesus mengalami ketakutan yang luar biasa saat badai mengamuk di tengah danau. Mereka merasa terancam dan tidak berdaya, bahkan sampai mempertanyakan apakah Yesus peduli dengan keselamatan mereka.</h5> <h5 style="text-align: justify;">2. Iman sebagai Jawaban atas Ketakutan<br>Yesus memberikan jawaban yang tegas atas ketakutan murid-murid-Nya dengan bertanya, "Mengapa kamu begitu takut? Mengapa kamu tidak percaya?" Pertanyaan ini menantang kita untuk merenungkan hubungan antara ketakutan dan iman. Iman adalah kepercayaan kita kepada Tuhan yang tidak tergoyahkan oleh keadaan atau situasi apa pun. Iman adalah keyakinan bahwa Tuhan selalu bersama kita, bahkan di tengah badai kehidupan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">3. Mengatasi Ketakutan dengan Iman<br>Bagaimana kita bisa mengatasi ketakutan dengan iman?<br>(1) Kita perlu menyadari bahwa Tuhan selalu hadir dan peduli dengan kita. Yesus bersama-sama dengan murid-murid-Nya di perahu, meskipun Ia tampak tidur. Kehadiran Tuhan dalam hidup kita adalah jaminan bahwa kita tidak sendirian menghadapi segala tantangan. (2) Kita perlu berdoa dan berserah kepada Tuhan. Dalam ketakutan, murid-murid membangunkan Yesus dan memohon pertolongan-Nya. Doa adalah cara kita untuk mengkomunikasikan ketakutan dan kekhawatiran kita kepada Tuhan, serta memohon kekuatan dan ketenangan dari-Nya. (3) Kita juga perlu memperkuat iman kita melalui firman Tuhan. Firman Tuhan adalah sumber kekuatan dan penghiburan yang tidak terbatas. Ketika kita mengisi pikiran dan hati kita dengan firman Tuhan, iman kita akan semakin kokoh dan ketakutan kita akan berkurang.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Devina Erlin Minerva</strong></h5> Kesetiaan Bertumbuh Setiap Hari (Yehezkiel 17:22-24; Mazmur 92:1-4, 12-15; 2 Korintus 5:6-17; Markus 4:26-34) 2024-06-14T14:11:20+07:00 2024-06-14T14:11:20+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/kesetiaan-bertumbuh-setiap-hari-yehezkiel-17-22-24-mazmur-92-1-4-12-15-2-korintus-5-6-17-markus-4-26-34 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 16 Juni 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yehezkiel 17:22-24; Mazmur 92:1-4, 12-15; 2 Korintus 5:6-17; Markus 4:26-34</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Biji Sesawi dipakai Yesus sebagai kiasan tentang Kerajaan Allah. Kerajaan Allah itu bukan terwujud nanti saat kita sudah meninggal, tetapi Kerajaan Allah hadir sekarang juga di dunia ini. Dan kitalah yang bertugas untuk mewujudkan Kerajaan Allah itu. Hal ini juga sudah kita ucapkan berulang-ulang dalam doa “Bapa Kami”: “… datanglah Kerajaan-Mu. Di atas bumi seperti di dalam surga …”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Markus 4:26-34, Yesus mengumpamakan kerajaan Allah seperti biji sesawi. Biji sesawi sangat kecil, jika ditanam akan tumbuh perlahan-lahan, tak nampak, tapi makin hari semakin besar akhirnya menjadi pohon yang besar dan rindang, tempat burung hinggap dan berteduh.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Itu sebabnya kerajaan Allah tidak tiba-tiba langsung tumbuh besar. Benih akan menjadi pohon setelah menjalani proses yang panjang. Pertama-tama ditanam terlebih dahulu, lalu mulailah mengeluarkan tunas, tangkai, bunga dan berbuah. Tidak ada satupun pohon langsung bisa berbuah, tapi akan melewati proses yang panjang. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Tugas panggilan untuk menjadi bagian dari Kerajaan Allah yaitu kita harus, pertama-tama menjalani panggilan untuk diproses dalam tahap-tahap pertumbuhan iman. Bukan hanya menjalani proses tahap demi tahap tetapi pertumbuhan itu membutuhkan penyiraman dan penanaman benih yang merupakan langkah atau tahap awal dalam memulai perjalanan untuk Kerajaan Allah. Ingat, jangan menanam dan menyiram sekali saja tetapi harus terus menerus menanam dan menyiram agar buahnya melimpah. Apakah kita telah sungguh-sungguh menanam apa yang kita tanam dan bagaimana kita menyiramnya? Maka dari itu janganlah lupa untuk mendapatkan hasil atau berbuah dibutuhkan kesabaran dan ketabahan dalam menjalani proses perjalanan itu.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Santoni</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 16 Juni 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yehezkiel 17:22-24; Mazmur 92:1-4, 12-15; 2 Korintus 5:6-17; Markus 4:26-34</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Biji Sesawi dipakai Yesus sebagai kiasan tentang Kerajaan Allah. Kerajaan Allah itu bukan terwujud nanti saat kita sudah meninggal, tetapi Kerajaan Allah hadir sekarang juga di dunia ini. Dan kitalah yang bertugas untuk mewujudkan Kerajaan Allah itu. Hal ini juga sudah kita ucapkan berulang-ulang dalam doa “Bapa Kami”: “… datanglah Kerajaan-Mu. Di atas bumi seperti di dalam surga …”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Markus 4:26-34, Yesus mengumpamakan kerajaan Allah seperti biji sesawi. Biji sesawi sangat kecil, jika ditanam akan tumbuh perlahan-lahan, tak nampak, tapi makin hari semakin besar akhirnya menjadi pohon yang besar dan rindang, tempat burung hinggap dan berteduh.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Itu sebabnya kerajaan Allah tidak tiba-tiba langsung tumbuh besar. Benih akan menjadi pohon setelah menjalani proses yang panjang. Pertama-tama ditanam terlebih dahulu, lalu mulailah mengeluarkan tunas, tangkai, bunga dan berbuah. Tidak ada satupun pohon langsung bisa berbuah, tapi akan melewati proses yang panjang. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Tugas panggilan untuk menjadi bagian dari Kerajaan Allah yaitu kita harus, pertama-tama menjalani panggilan untuk diproses dalam tahap-tahap pertumbuhan iman. Bukan hanya menjalani proses tahap demi tahap tetapi pertumbuhan itu membutuhkan penyiraman dan penanaman benih yang merupakan langkah atau tahap awal dalam memulai perjalanan untuk Kerajaan Allah. Ingat, jangan menanam dan menyiram sekali saja tetapi harus terus menerus menanam dan menyiram agar buahnya melimpah. Apakah kita telah sungguh-sungguh menanam apa yang kita tanam dan bagaimana kita menyiramnya? Maka dari itu janganlah lupa untuk mendapatkan hasil atau berbuah dibutuhkan kesabaran dan ketabahan dalam menjalani proses perjalanan itu.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Santoni</strong></h5> Dosa Yang Tidak Dapat Diampuni! (Kejadian 3:8-15; Mazmur 130; 2 Korintus 4:13–5:1; Markus 3:20-35) 2024-06-07T11:19:21+07:00 2024-06-07T11:19:21+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/dosa-yang-tidak-dapat-diampuni-kejadian-3-8-15-mazmur-130-2-korintus-4-13-5-1-markus-3-20-35 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 9 Juni 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 3:8-15; Mazmur 130; 2 Korintus 4:13–5:1; Markus 3:20-35</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Istilah “Dosa Menghujat Roh Kudus” memang terkesan ada sebuah hukuman menyeramkan yang tidak mungkin lagi terhindarkan bagi yang sudah melakukannya. Namun sesungguhnya istilah “Dosa Menghujat Roh Kudus” adalah tentang bagaimana merespons kesempatan-kesempatan-Nya yang sudah dihadirkan-Nya dalam kehidupan kita. Blasphemia secara harafiah memang diterjemahkan menjadi menghujat, mengatakan kata-kata jahat dan menghina. Akan tetapi maknanya terletak pada sebuah perbuatan/tindakan perlawanan yang terus menerus terjadi, menolak pekerjaan Roh Kudus. Dengan demikian bukan pengampunan Allah yang terbatas, tetapi dengan sengaja ia menutup diri untuk mendapatkan pengampunan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Latar belakang keluarnya istilah, “Dosa Menghujat Roh Kudus” adalah Tuhan Yesus yang dipermasalahkan. Pertama dalam kalangan kaum keluarga-Nya sendiri. Tuhan Yesus dianggap melakukan tindakan yang keluar dari diri sendiri/menjadi gila. Tuhan Yesus dianggap kehilangan kontrol, membahayakan Tuhan Yesus sendiri. Keluarga berupaya menolongnya dengan menarik Tuhan Yesus dari hadapan banyak orang. Peristiwa ini mengajar kepada kita bahwa komitmen Tuhan Yesus, yakni Kerajaan Allah: keadilan, kasih, pengampunan dan kerendahan hati, sesuatu yang amat penting dan mendesak untuk dinyatakan. Saking pentingnya, komitmen Tuhan Yesus kepada misi Allah tersebut, ketika membutuhkan pengorbanan dan penolakan diterima-Nya. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Kedua, permasalahan dari para Ahli Taurat. Mereka menuduh Tuhan Yesus memakai kuasa beel-zebul. Istilah ini sesungguhnya sedang merujuk dewa Filistin yang dikenal sebagai “tuan dari tempat yang tinggi” (penguasa setan/iblis). Mereka dengan sengaja mendiskreditkan pekerjaan dan otoritas-Nya. Demi popularitas para Ahli Taurat meruntuhkan kredibilitas Tuhan Yesus di hadapan banyak orang. Namun tindakan Tuhan Yesus bukan demi popularitas/kredibilitas. Tetapi Kerajaan Allah: kesembuhan orang sakit. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Sesungguhnya kisah ini ingin menegaskan bahwa keluarga, betapapun Ahli Taurat yang sedemikian berbuat jahat, Allah tetaplah panjang sabar, penuh kasih dan siap mengampuni segala dosa. Pengampunan tetap mungkin bagi mereka yang membuka hati untuk pertobatan. Pengampunan Allah tetaplah tanpa batas. Namun apalah arti pengampunan Allah yang tanpa batas itu jika tidak disambut dengan pertobatan. Bagaimana pertobatan itu sendiri dapat terjadi? Pertobatan terjadi karena karya Roh Kudus yang membawa kepada pertobatan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">“Dalam tindakan sehari-hari kita, ketaatan dan kerendahan hati adalah kunci untuk tetap berada dalam kasih karunia Roh Kudus. Kekerasan hati, bahkan dalam hal sepele, dapat membawa kita kepada penghujatan terhadap Roh Kudus” (Gregorius Agung, Pastoral Rule, 3:36). Kita diajak untuk melihat pada perbuatan dosa yang dianggap sederhana, sepele dan kecil dalam kehidupan keseharian kita. Apakah kita terbiasa untuk bertobat atau terbiasa untuk abai? Apakah terbiasa untuk mengakui? Atau ngeyel?</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Pramudya Hidayat</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 9 Juni 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 3:8-15; Mazmur 130; 2 Korintus 4:13–5:1; Markus 3:20-35</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Istilah “Dosa Menghujat Roh Kudus” memang terkesan ada sebuah hukuman menyeramkan yang tidak mungkin lagi terhindarkan bagi yang sudah melakukannya. Namun sesungguhnya istilah “Dosa Menghujat Roh Kudus” adalah tentang bagaimana merespons kesempatan-kesempatan-Nya yang sudah dihadirkan-Nya dalam kehidupan kita. Blasphemia secara harafiah memang diterjemahkan menjadi menghujat, mengatakan kata-kata jahat dan menghina. Akan tetapi maknanya terletak pada sebuah perbuatan/tindakan perlawanan yang terus menerus terjadi, menolak pekerjaan Roh Kudus. Dengan demikian bukan pengampunan Allah yang terbatas, tetapi dengan sengaja ia menutup diri untuk mendapatkan pengampunan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Latar belakang keluarnya istilah, “Dosa Menghujat Roh Kudus” adalah Tuhan Yesus yang dipermasalahkan. Pertama dalam kalangan kaum keluarga-Nya sendiri. Tuhan Yesus dianggap melakukan tindakan yang keluar dari diri sendiri/menjadi gila. Tuhan Yesus dianggap kehilangan kontrol, membahayakan Tuhan Yesus sendiri. Keluarga berupaya menolongnya dengan menarik Tuhan Yesus dari hadapan banyak orang. Peristiwa ini mengajar kepada kita bahwa komitmen Tuhan Yesus, yakni Kerajaan Allah: keadilan, kasih, pengampunan dan kerendahan hati, sesuatu yang amat penting dan mendesak untuk dinyatakan. Saking pentingnya, komitmen Tuhan Yesus kepada misi Allah tersebut, ketika membutuhkan pengorbanan dan penolakan diterima-Nya. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Kedua, permasalahan dari para Ahli Taurat. Mereka menuduh Tuhan Yesus memakai kuasa beel-zebul. Istilah ini sesungguhnya sedang merujuk dewa Filistin yang dikenal sebagai “tuan dari tempat yang tinggi” (penguasa setan/iblis). Mereka dengan sengaja mendiskreditkan pekerjaan dan otoritas-Nya. Demi popularitas para Ahli Taurat meruntuhkan kredibilitas Tuhan Yesus di hadapan banyak orang. Namun tindakan Tuhan Yesus bukan demi popularitas/kredibilitas. Tetapi Kerajaan Allah: kesembuhan orang sakit. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Sesungguhnya kisah ini ingin menegaskan bahwa keluarga, betapapun Ahli Taurat yang sedemikian berbuat jahat, Allah tetaplah panjang sabar, penuh kasih dan siap mengampuni segala dosa. Pengampunan tetap mungkin bagi mereka yang membuka hati untuk pertobatan. Pengampunan Allah tetaplah tanpa batas. Namun apalah arti pengampunan Allah yang tanpa batas itu jika tidak disambut dengan pertobatan. Bagaimana pertobatan itu sendiri dapat terjadi? Pertobatan terjadi karena karya Roh Kudus yang membawa kepada pertobatan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">“Dalam tindakan sehari-hari kita, ketaatan dan kerendahan hati adalah kunci untuk tetap berada dalam kasih karunia Roh Kudus. Kekerasan hati, bahkan dalam hal sepele, dapat membawa kita kepada penghujatan terhadap Roh Kudus” (Gregorius Agung, Pastoral Rule, 3:36). Kita diajak untuk melihat pada perbuatan dosa yang dianggap sederhana, sepele dan kecil dalam kehidupan keseharian kita. Apakah kita terbiasa untuk bertobat atau terbiasa untuk abai? Apakah terbiasa untuk mengakui? Atau ngeyel?</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Pramudya Hidayat</strong></h5> Sabat yang Sejati (Ulangan 5:12-15; Mazmur 81:1-10; 2 Korintus 4:5-12; Markus 2:23–3:6) 2024-06-02T12:30:29+07:00 2024-06-02T12:30:29+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/sabat-yang-sejati-ulangan-5-12-15-mazmur-81-1-10-2-korintus-4-5-12-markus-2-23-3-6 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 2 Juni 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Ulangan 5:12-15; Mazmur 81:1-10; 2 Korintus 4:5-12; Markus 2:23–3:6</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Homo Homini Lupus Est merupakan ungkapan latin yang artinya ialah “manusia adalah serigala bagi sesamanya manusia”. Pepatah atau ungkapan ini menggambarkan bahwa manusia nyatanya dapat bertindak kejam, menikam, dan melukai sesamanya sendiri. Sungguh menyedihkan jika ungkapan latin ini sungguh-sungguh terjadi. Manusia yang mestinya saling tolong menolong dan menjadi rekan seperjalanan bagi sesamanya, namun justru hadir menjadi sosok yang tak berperikemanusiaan.<br>Perilaku homo homini lupus est tergambar dalam diri orang Farisi dalam pembacaan Alkitab hari ini. Yesus sedang berjalan bersama dengan para murid di hari Sabat dan para murid berada dalam keadaan kelaparan. Ketika sedang berjalan, mereka melewati ladang gandum. Merasa kelaparan, para murid kemudian memetik bulir gandum di ladang tersebut. Perbuatan para murid ini membuat gusar orang Farisi, karena bagi mereka hari Sabat memiliki sebuah aturan yakni tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan apapun.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Terjadilah pertentangan antara arti Sabat versi orang Farisi dan ajaran Yesus. Orang Farisi menekankan soal peraturan yang ketat dan mengesampingkan nilai kemanusiaan. Sedangkan Yesus menekankan soal Sabat yang sejati yaitu ketaatan pada Tuhan yang harus berbanding lurus dengan kemanusiaan. Sabat haruslah menolong manusia untuk melihat sesamanya sebagai ciptaan Allah yang berharga, bukan justru dipenuhi dengan aturan yang mencekik nilai kemanusiaan. “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, karena itu Anak Manusia adalah Tuan juga atas hari Sabat”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus hadir membuka cakrawala berpikir orang-orang Farisi dalam memahami makna Sabat dengan menceritakan kisah mengenai Daud yang memakan roti sajian imam dan melakukan sebuah mukjizat penyembuhan bagi seseorang yang tangannya mati sebelah. Namun nyatanya orang-orang Farisi tetap berkeras hati, tidak mau mendengarkan ajaran Yesus, dan tetap bertahan dengan pemahaman mereka sendiri. Ironisnya, mereka justru merasa berhasil karena menemukan bukti nyata pelanggaran Yesus di hari Sabat dan bersekongkol dengan para pendukung Herodes untuk membunuh Yesus.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hari ini kita bersama diingatkan bahwa peraturan memang ada dalam kehidupan ini. Peraturan merupakan bagian dalam kehidupan manusia, jika tanpa aturan hidup pasti berantakan. Namun peraturan dibuat bukanlah untuk menikam dan mencekik orang lain. Peraturan dibuat untuk mengelola kehidupan agar lebih baik, mengutamakan kepentingan kemanusiaan, penuh keadilan, dan berguna bagi kebaikan bersama. Kiranya kita tak terjebak berkelakukan seperti orang-orang Farisi. Kiranya kita dapat memperlakukan aturan dengan tepat, mengutamakan kepentingan bersama, memanusiakan manusia, dan lebih giat menyebarkan kebaikan bagi orang-orang disekeliling kita.&nbsp;</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Erma P. Kristiyono</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 2 Juni 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Ulangan 5:12-15; Mazmur 81:1-10; 2 Korintus 4:5-12; Markus 2:23–3:6</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Homo Homini Lupus Est merupakan ungkapan latin yang artinya ialah “manusia adalah serigala bagi sesamanya manusia”. Pepatah atau ungkapan ini menggambarkan bahwa manusia nyatanya dapat bertindak kejam, menikam, dan melukai sesamanya sendiri. Sungguh menyedihkan jika ungkapan latin ini sungguh-sungguh terjadi. Manusia yang mestinya saling tolong menolong dan menjadi rekan seperjalanan bagi sesamanya, namun justru hadir menjadi sosok yang tak berperikemanusiaan.<br>Perilaku homo homini lupus est tergambar dalam diri orang Farisi dalam pembacaan Alkitab hari ini. Yesus sedang berjalan bersama dengan para murid di hari Sabat dan para murid berada dalam keadaan kelaparan. Ketika sedang berjalan, mereka melewati ladang gandum. Merasa kelaparan, para murid kemudian memetik bulir gandum di ladang tersebut. Perbuatan para murid ini membuat gusar orang Farisi, karena bagi mereka hari Sabat memiliki sebuah aturan yakni tidak diperbolehkan melakukan pekerjaan apapun.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Terjadilah pertentangan antara arti Sabat versi orang Farisi dan ajaran Yesus. Orang Farisi menekankan soal peraturan yang ketat dan mengesampingkan nilai kemanusiaan. Sedangkan Yesus menekankan soal Sabat yang sejati yaitu ketaatan pada Tuhan yang harus berbanding lurus dengan kemanusiaan. Sabat haruslah menolong manusia untuk melihat sesamanya sebagai ciptaan Allah yang berharga, bukan justru dipenuhi dengan aturan yang mencekik nilai kemanusiaan. “Hari Sabat diadakan untuk manusia dan bukan manusia untuk hari Sabat, karena itu Anak Manusia adalah Tuan juga atas hari Sabat”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus hadir membuka cakrawala berpikir orang-orang Farisi dalam memahami makna Sabat dengan menceritakan kisah mengenai Daud yang memakan roti sajian imam dan melakukan sebuah mukjizat penyembuhan bagi seseorang yang tangannya mati sebelah. Namun nyatanya orang-orang Farisi tetap berkeras hati, tidak mau mendengarkan ajaran Yesus, dan tetap bertahan dengan pemahaman mereka sendiri. Ironisnya, mereka justru merasa berhasil karena menemukan bukti nyata pelanggaran Yesus di hari Sabat dan bersekongkol dengan para pendukung Herodes untuk membunuh Yesus.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hari ini kita bersama diingatkan bahwa peraturan memang ada dalam kehidupan ini. Peraturan merupakan bagian dalam kehidupan manusia, jika tanpa aturan hidup pasti berantakan. Namun peraturan dibuat bukanlah untuk menikam dan mencekik orang lain. Peraturan dibuat untuk mengelola kehidupan agar lebih baik, mengutamakan kepentingan kemanusiaan, penuh keadilan, dan berguna bagi kebaikan bersama. Kiranya kita tak terjebak berkelakukan seperti orang-orang Farisi. Kiranya kita dapat memperlakukan aturan dengan tepat, mengutamakan kepentingan bersama, memanusiakan manusia, dan lebih giat menyebarkan kebaikan bagi orang-orang disekeliling kita.&nbsp;</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Erma P. Kristiyono</strong></h5> Allah yang Menyatakan Diri (Yesaya 6:1-8; Mazmur 29; Roma 8:12-17; Yohanes 3:1-17) 2024-05-24T15:53:53+07:00 2024-05-24T15:53:53+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/allah-yang-menyatakan-diri-yesaya-6-1-8-mazmur-29-roma-8-12-17-yohanes-3-1-17 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 26 Mei 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 6:1-8; Mazmur 29; Roma 8:12-17; Yohanes 3:1-17</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Allah adalah transenden, jauh melampaui segala sesuatu dan tak terjangkau oleh manusia, tetapi ia juga immanent, karena Ia berkenan datang menghampiri manusia dan menyatakan diri-Nya untuk kita kenal. Manusia dapat mengenal Allah karena Ia telah menyatakan diri-Nya. Alkitab mengajarkan bahwa Allah adalah suatu pribadi yang tidak terjangkau oleh pengertian manusia (Ayb. 11;7; Yes. 40:18). Namun Alkitab juga mengajarkan bahwa Allah dapat dikenal karena Ia telah menyatakan diri-Nya, dan pengenalan akan Dia itu adalah syarat mutlak untuk keselamatan (Yoh. 17:3; 1Yoh. 5:20).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita dapat mengenal Allah karena Ia telah menyatakan diri-Nya melalui wahyu-Nya. Wahyu Allah sendiri sebagai syarat mutlak untuk seluruh pengenalan akan Allah. Pengetahuan tentang Allah berbeda dalam satu titik penting dengan pengetahuan-pengetahuan yang lain. Dalam mempelajari ilmu apapun manusia meletakkan dirinya di atas objek penelitiannya, tetapi dalam teologi manusia tidak berada di atas melainkan di bawah objek pengetahuannya. Manusia hanya dapat mengenal Allah sejauh Allah sendiri secara aktif memperkenankan agar diri-Nya untuk dikenal. Teologi tidak mungkin ada jika Allah tidak menyatakan diri-Nya melalui wahyu-Nya. Kendatipun Allah telah menyatakan diri secara objektif, namun bukan pemikiran manusia yang menemukan Allah, melainkan justru Dialah yang menunjukkan diri-Nya pada mata iman manusia. Ia yang menyucikan pikiran manusia untuk mau dan mampu mempelajari firman-Nya dan mengenal diri-Nya. Dengan tuntunan Roh Kudus, manusia memperoleh pengenalan yang semakin bertumbuh akan diri Allah. Alkitab mengajarkan tentang adanya dua macam wahyu Allah, yaitu wahyu yang ditemukan di dalam alam sekitar, dalam kesadaran manusia dan dalam pengaturan providensia alam semesta (wahyu umum); dan wahyu di dalam Alkitab sebagai firman Allah dan dalam diri Tuhan Yesus (wahyu khusus). Kita dapat mempelajari banyak bagian Alkitab yang menyebutkan tentang wahyu umum (Mzm. 19:2,3; Kis. 14:7; Rm. 1:19-20) dan wahyu khusus (2Raj. 17:13; Mzm.103:7; Ibr. 1:1-2; Yoh. 1:1, 14;).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Wahyu umum disebut sebagai "umum" karena dua alasan: (1) isinya yang umum, dan (2) dinyatakan kepada pendengar secara umum. Isinya umum: Wahyu umum menyatakan kepada kita pengetahuan bahwa Allah ada. "Langit menceritakan kemuliaan Allah", kata pemazmur. Kemuliaan Tuhan dinyatakan melalui karyaNya. Wahyu umum juga menyingkapkan kuasa dan keilahian-Nya yang kekal (Rm. 1:18-23). Wahyu umum tidak memberikan wahyu yang penuh tentang Allah. Ia tidak memberikan kepada kita informasi tentang Allah sebagai Penebus sebagaimana yang kita temukan di dalam Alkitab. Kendatipun demikian, Allah yang dinyatakan melalui wahyu umum adalah Allah yang sama dengan yang dinyatakan dalam Alkitab. Pendengarnya yang umum: Tidak semua orang di dunia ini yang membaca Alkitab dan mendengar pemberitaan Injil, tetapi terang dari alam semesta menyinari setiap orang di setiap tempat dan setiap waktu. Alam semesta yang kelihatan ini bagaikan cermin yang merefleksikan kemuliaan Penciptanya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Ada pula teolog yang membedakan wahyu umum menjadi wahyu umum melalui mediasi (mediate general revelation) dan wahyu umum tanpa mediasi (immediate general revelation). Wahyu umum melalui mediasi, yaitu Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia melalui ciptaan-Nya (Mzm.19:1-4; Rm. 1:18-23). Wahyu umum tanpa mediasi, yaitu Allah menempatkan kepekaan akan keberadaan Allah di dalam hati nurani manusia (Rm. 2:14-15).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Wahyu khusus adalah Alkitab dan Tuhan Yesus Kristus sendiri. Alkitab disebut sebagai firman Allah karena penulisnya bukan menuliskan berdasarkan pada pandangannya sendiri, tetapi kata-katanya diinspirasikan oleh Allah. Rasul Paulus menuliskan, "segala tulisan diilhamkan oleh Allah ..." (2 Tim 3:16). Diilhamkan diterjamahkan dari kata Yunani yang berarti "dinafaskan Allah". Kendatipun Alkitab datang kepada kita melalui tulisan manusia (nabi-nabi dan rasul-rasul), namun sumber utamanya adalah Allah sendiri. Roh Allah yang mempersiapkan para nabi dan para rasul untuk menuliskan firman-Nya, dan Ia yang mendorong, memimpin dan menguasai para nabi dan para rasul di dalam proses penulisan Alkitab. Melalui Alkitab Allah menyatakan diri-Nya dan kebenaran-kebenaran-Nya kepada manusia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Tuhan Yesus Kristus adalah firman Allah (Yoh. 1:1,14). Melalui Tuhan Yesus, pribadi kedua dari Allah Trinitas yang berinkarnasi menjadi manusia, Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia. Tuhan Yesus adalah firman Allah yang hidup, yang mendatangi manusia untuk menebus dosa semua orang yang percaya, yang melalui-Nya manusia dapat mengenal Allah dengan benar.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Andreas Loanka</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 26 Mei 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 6:1-8; Mazmur 29; Roma 8:12-17; Yohanes 3:1-17</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Allah adalah transenden, jauh melampaui segala sesuatu dan tak terjangkau oleh manusia, tetapi ia juga immanent, karena Ia berkenan datang menghampiri manusia dan menyatakan diri-Nya untuk kita kenal. Manusia dapat mengenal Allah karena Ia telah menyatakan diri-Nya. Alkitab mengajarkan bahwa Allah adalah suatu pribadi yang tidak terjangkau oleh pengertian manusia (Ayb. 11;7; Yes. 40:18). Namun Alkitab juga mengajarkan bahwa Allah dapat dikenal karena Ia telah menyatakan diri-Nya, dan pengenalan akan Dia itu adalah syarat mutlak untuk keselamatan (Yoh. 17:3; 1Yoh. 5:20).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita dapat mengenal Allah karena Ia telah menyatakan diri-Nya melalui wahyu-Nya. Wahyu Allah sendiri sebagai syarat mutlak untuk seluruh pengenalan akan Allah. Pengetahuan tentang Allah berbeda dalam satu titik penting dengan pengetahuan-pengetahuan yang lain. Dalam mempelajari ilmu apapun manusia meletakkan dirinya di atas objek penelitiannya, tetapi dalam teologi manusia tidak berada di atas melainkan di bawah objek pengetahuannya. Manusia hanya dapat mengenal Allah sejauh Allah sendiri secara aktif memperkenankan agar diri-Nya untuk dikenal. Teologi tidak mungkin ada jika Allah tidak menyatakan diri-Nya melalui wahyu-Nya. Kendatipun Allah telah menyatakan diri secara objektif, namun bukan pemikiran manusia yang menemukan Allah, melainkan justru Dialah yang menunjukkan diri-Nya pada mata iman manusia. Ia yang menyucikan pikiran manusia untuk mau dan mampu mempelajari firman-Nya dan mengenal diri-Nya. Dengan tuntunan Roh Kudus, manusia memperoleh pengenalan yang semakin bertumbuh akan diri Allah. Alkitab mengajarkan tentang adanya dua macam wahyu Allah, yaitu wahyu yang ditemukan di dalam alam sekitar, dalam kesadaran manusia dan dalam pengaturan providensia alam semesta (wahyu umum); dan wahyu di dalam Alkitab sebagai firman Allah dan dalam diri Tuhan Yesus (wahyu khusus). Kita dapat mempelajari banyak bagian Alkitab yang menyebutkan tentang wahyu umum (Mzm. 19:2,3; Kis. 14:7; Rm. 1:19-20) dan wahyu khusus (2Raj. 17:13; Mzm.103:7; Ibr. 1:1-2; Yoh. 1:1, 14;).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Wahyu umum disebut sebagai "umum" karena dua alasan: (1) isinya yang umum, dan (2) dinyatakan kepada pendengar secara umum. Isinya umum: Wahyu umum menyatakan kepada kita pengetahuan bahwa Allah ada. "Langit menceritakan kemuliaan Allah", kata pemazmur. Kemuliaan Tuhan dinyatakan melalui karyaNya. Wahyu umum juga menyingkapkan kuasa dan keilahian-Nya yang kekal (Rm. 1:18-23). Wahyu umum tidak memberikan wahyu yang penuh tentang Allah. Ia tidak memberikan kepada kita informasi tentang Allah sebagai Penebus sebagaimana yang kita temukan di dalam Alkitab. Kendatipun demikian, Allah yang dinyatakan melalui wahyu umum adalah Allah yang sama dengan yang dinyatakan dalam Alkitab. Pendengarnya yang umum: Tidak semua orang di dunia ini yang membaca Alkitab dan mendengar pemberitaan Injil, tetapi terang dari alam semesta menyinari setiap orang di setiap tempat dan setiap waktu. Alam semesta yang kelihatan ini bagaikan cermin yang merefleksikan kemuliaan Penciptanya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Ada pula teolog yang membedakan wahyu umum menjadi wahyu umum melalui mediasi (mediate general revelation) dan wahyu umum tanpa mediasi (immediate general revelation). Wahyu umum melalui mediasi, yaitu Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia melalui ciptaan-Nya (Mzm.19:1-4; Rm. 1:18-23). Wahyu umum tanpa mediasi, yaitu Allah menempatkan kepekaan akan keberadaan Allah di dalam hati nurani manusia (Rm. 2:14-15).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Wahyu khusus adalah Alkitab dan Tuhan Yesus Kristus sendiri. Alkitab disebut sebagai firman Allah karena penulisnya bukan menuliskan berdasarkan pada pandangannya sendiri, tetapi kata-katanya diinspirasikan oleh Allah. Rasul Paulus menuliskan, "segala tulisan diilhamkan oleh Allah ..." (2 Tim 3:16). Diilhamkan diterjamahkan dari kata Yunani yang berarti "dinafaskan Allah". Kendatipun Alkitab datang kepada kita melalui tulisan manusia (nabi-nabi dan rasul-rasul), namun sumber utamanya adalah Allah sendiri. Roh Allah yang mempersiapkan para nabi dan para rasul untuk menuliskan firman-Nya, dan Ia yang mendorong, memimpin dan menguasai para nabi dan para rasul di dalam proses penulisan Alkitab. Melalui Alkitab Allah menyatakan diri-Nya dan kebenaran-kebenaran-Nya kepada manusia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Tuhan Yesus Kristus adalah firman Allah (Yoh. 1:1,14). Melalui Tuhan Yesus, pribadi kedua dari Allah Trinitas yang berinkarnasi menjadi manusia, Allah menyatakan diri-Nya kepada manusia. Tuhan Yesus adalah firman Allah yang hidup, yang mendatangi manusia untuk menebus dosa semua orang yang percaya, yang melalui-Nya manusia dapat mengenal Allah dengan benar.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Andreas Loanka</strong></h5> Berkata-kata dalam Pimpinan Roh (Kisah Para Rasul 2:1-21; Mazmur 104:24-35; Roma 8:22-27; Yohanes 15:26-27; 16:4-15) 2024-05-17T16:47:16+07:00 2024-05-17T16:47:16+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/berkata-kata-dalam-pimpinan-roh-kisah-para-rasul-2-1-21-mazmur-104-24-35-roma-8-22-27-yohanes-15-26-27-16-4-15 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 19 Mei 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 2:1-21; Mazmur 104:24-35; Roma 8:22-27; Yohanes 15:26-27; 16:4-15</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">“Pentakosta” berasal dari bahasa Yunani, <em>“Pentekoste”</em> yang artinya hari yang kelima puluh. Karena itu pelaksanaan hari raya Pentakosta adalah dihitung 50 hari sejak hari raya Paskah, baik Paskah dalam Perjanjian Lama (merayakan keluarnya bangsa Israel dari Mesir) maupun dalam Perjanjian Baru (merayakan kebangkitan Kristus yang berarti keluarnya umat manusia dari jerat dosa dan kuasa maut). </h5> <h5 style="text-align: justify;">Pentakosta dalam Perjanjian Lama dirayakan sebagai hari raya umat Israel yang disebut sebagai hari raya <em>Shavuot</em>. Semula umat Israel merayakan hari raya Pentakosta untuk memperingati peristiwa turunnya Taurat yang diwahyukan oleh Allah kepada Musa di gunung Sinai. Kemudian Pentakosta dirayakan oleh umat Israel sebagai pengucapan syukur atas hasil panen gandum; yang dirayakan selama tujuh minggu. Jadi dalam Perjanjian Lama, umat Israel menghayati hari raya Pentakosta sebagai “pencurahan” berkat-berkat Allah di dalam kehidupan mereka, yang mana berkat-berkat Allah tersebut dinyatakan <em>secara spiritual</em> dalam bentuk firman Allah yaitu Taurat, dan berkat Allah <em>secara jasmaniah</em> berupa makanan yang ditumbuhkan oleh Allah melalui hasil panen. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Bagi umat Kristen di Perjanjian Baru, hari raya Pentakosta dirayakan setelah 50 hari atau tujuh minggu sesudah hari raya Paskah yang bertepatan dengan hari kebangkitan Kristus. Selaku umat percaya, gereja mengenang karya Allah yang telah membangkitkan Kristus pada hari Paskah, dan kini mereka menunggu janji Kristus setelah Dia naik ke surga bahwa Dia akan mengutus Roh Kudus. Dalam pemahaman iman umat Kristen, pencurahan Roh Kudus yang terjadi pada hari raya Pentakosta dihayati sebagai buah sulung dari karya penebusan Kristus di atas kayu salib. Dalam rangka itulah Allah di dalam Kristus menganugerahkan dan mencurahkan Roh Kudus agar umat percaya makin diteguhkan, dikuatkan dan dibimbing oleh Roh Kudus di tengah-tengah dunia ini. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Yohanes 15:26 disebutkan Roh Kudus adalah Penolong. Dalam bahasa Yunaninya digunakan kata <em>parakletos</em> yang secara harfiah memiliki banyak arti: <em>pembela, pengantara, pendamping, pendorong, penguat, pelindung, penghibur dan penolong</em>. Semuanya disimpulkan LAI dalam kata “Penolong”.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sebagai Penolong, kehadiran Roh Kudus banyak berdampak pada hidup pengikut Kristus. Yesus Kristus, Sang Guru, telah naik ke sorga, 40 hari sesudah Ia bangkit. Namun karya-Nya tidak berhenti, karena para murid melanjutkan karya-Nya di tengah dunia ini. Mereka menjadi saksi kebangkitan-Nya dan karya kasih-Nya yang menyelamatkan. Untuk itulah Roh Kudus hadir memampukan kita menjadi saksi-saksi Kristus: para rasul dimampukan untuk mengabarkan Injil kepada bangsa-bangsa lain dengan bahasa-bahasa lain yang dimengerti mereka. Mereka yang semula ketakutan dan tak berani keluar rumah, digerakkan untuk berani berkata-kata dengan pimpin Roh, bahkan berkhotbah dengan penuh kuasa sehingga pada hari itu, 3000 orang menjadi percaya kepada Tuhan Yesus dan memberi diri dibaptis.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Menjalani hidup sebagai pengikut Kristus dan mengerjakan tugas menjadi saksi-saksi-Nya, bukanlah hal yang mudah. Ada banyak tantangan dan rintangan. Puji syukur kita tidak sendiri. Ada Roh Kudus sebagai <em>parakletos</em> yang menolong kita. Ia memampukan kita untuk terus melanjutkan misi Kristus di tengah dunia: membagikan kasih dan kabar keselamatan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hari ini kita memperingati hari Pentakosta. Kalau umat Israel di Perjanjian Lama memperingati turunnya firman Tuhan dalam bentuk Taurat dan mensyukuri hasil panen dengan memberikan buah sulung; maka kita sebagai umat Tuhan sesudah Perjanjian Baru memperingati turunnya Roh Kudus dan mensyukuri karunia-karunia Roh yang memampukan kita untuk hidup sebagai anak-anak Allah dan saksi-saksi Kristus, terutama kita bisa berkata-kata dengan penuh keberanian dan kebenaran dalam pimpinan Roh. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Karenanya kita hari ini juga mau mempersembahkan persembahan syukur tahunan kita, sebagai persembahan yang terbaik. Eka Darmaputera mengatakan: “Landasan pemberian bukan pada seberapa yang kamu mau berikan tapi seberapa yang mampu kamu persembahkan. Bukan seberapa yang kita suka tetapi seberapa berkat yang kita rasa. Besar kecilnya persembahan kita memang tidak menjadi ukuran besar kecilnya iman dan rasa syukur kita kepada Tuhan. Tapi sebaliknya besar kecilnya iman dan rasa syukur kita kepada Tuhan akan tampak melalui apa yang kita persembahkan kepada-Nya!” </h5> <h5 style="text-align: justify;">Selamat merayakan Pentakosta, selamat merasakan kehadiran Roh Kudus sebagai Penolong dan selamat mempersembahkan pengucapan syukur tahunan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Danny Purnama</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 19 Mei 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 2:1-21; Mazmur 104:24-35; Roma 8:22-27; Yohanes 15:26-27; 16:4-15</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">“Pentakosta” berasal dari bahasa Yunani, <em>“Pentekoste”</em> yang artinya hari yang kelima puluh. Karena itu pelaksanaan hari raya Pentakosta adalah dihitung 50 hari sejak hari raya Paskah, baik Paskah dalam Perjanjian Lama (merayakan keluarnya bangsa Israel dari Mesir) maupun dalam Perjanjian Baru (merayakan kebangkitan Kristus yang berarti keluarnya umat manusia dari jerat dosa dan kuasa maut). </h5> <h5 style="text-align: justify;">Pentakosta dalam Perjanjian Lama dirayakan sebagai hari raya umat Israel yang disebut sebagai hari raya <em>Shavuot</em>. Semula umat Israel merayakan hari raya Pentakosta untuk memperingati peristiwa turunnya Taurat yang diwahyukan oleh Allah kepada Musa di gunung Sinai. Kemudian Pentakosta dirayakan oleh umat Israel sebagai pengucapan syukur atas hasil panen gandum; yang dirayakan selama tujuh minggu. Jadi dalam Perjanjian Lama, umat Israel menghayati hari raya Pentakosta sebagai “pencurahan” berkat-berkat Allah di dalam kehidupan mereka, yang mana berkat-berkat Allah tersebut dinyatakan <em>secara spiritual</em> dalam bentuk firman Allah yaitu Taurat, dan berkat Allah <em>secara jasmaniah</em> berupa makanan yang ditumbuhkan oleh Allah melalui hasil panen. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Bagi umat Kristen di Perjanjian Baru, hari raya Pentakosta dirayakan setelah 50 hari atau tujuh minggu sesudah hari raya Paskah yang bertepatan dengan hari kebangkitan Kristus. Selaku umat percaya, gereja mengenang karya Allah yang telah membangkitkan Kristus pada hari Paskah, dan kini mereka menunggu janji Kristus setelah Dia naik ke surga bahwa Dia akan mengutus Roh Kudus. Dalam pemahaman iman umat Kristen, pencurahan Roh Kudus yang terjadi pada hari raya Pentakosta dihayati sebagai buah sulung dari karya penebusan Kristus di atas kayu salib. Dalam rangka itulah Allah di dalam Kristus menganugerahkan dan mencurahkan Roh Kudus agar umat percaya makin diteguhkan, dikuatkan dan dibimbing oleh Roh Kudus di tengah-tengah dunia ini. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam Yohanes 15:26 disebutkan Roh Kudus adalah Penolong. Dalam bahasa Yunaninya digunakan kata <em>parakletos</em> yang secara harfiah memiliki banyak arti: <em>pembela, pengantara, pendamping, pendorong, penguat, pelindung, penghibur dan penolong</em>. Semuanya disimpulkan LAI dalam kata “Penolong”.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sebagai Penolong, kehadiran Roh Kudus banyak berdampak pada hidup pengikut Kristus. Yesus Kristus, Sang Guru, telah naik ke sorga, 40 hari sesudah Ia bangkit. Namun karya-Nya tidak berhenti, karena para murid melanjutkan karya-Nya di tengah dunia ini. Mereka menjadi saksi kebangkitan-Nya dan karya kasih-Nya yang menyelamatkan. Untuk itulah Roh Kudus hadir memampukan kita menjadi saksi-saksi Kristus: para rasul dimampukan untuk mengabarkan Injil kepada bangsa-bangsa lain dengan bahasa-bahasa lain yang dimengerti mereka. Mereka yang semula ketakutan dan tak berani keluar rumah, digerakkan untuk berani berkata-kata dengan pimpin Roh, bahkan berkhotbah dengan penuh kuasa sehingga pada hari itu, 3000 orang menjadi percaya kepada Tuhan Yesus dan memberi diri dibaptis.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Menjalani hidup sebagai pengikut Kristus dan mengerjakan tugas menjadi saksi-saksi-Nya, bukanlah hal yang mudah. Ada banyak tantangan dan rintangan. Puji syukur kita tidak sendiri. Ada Roh Kudus sebagai <em>parakletos</em> yang menolong kita. Ia memampukan kita untuk terus melanjutkan misi Kristus di tengah dunia: membagikan kasih dan kabar keselamatan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hari ini kita memperingati hari Pentakosta. Kalau umat Israel di Perjanjian Lama memperingati turunnya firman Tuhan dalam bentuk Taurat dan mensyukuri hasil panen dengan memberikan buah sulung; maka kita sebagai umat Tuhan sesudah Perjanjian Baru memperingati turunnya Roh Kudus dan mensyukuri karunia-karunia Roh yang memampukan kita untuk hidup sebagai anak-anak Allah dan saksi-saksi Kristus, terutama kita bisa berkata-kata dengan penuh keberanian dan kebenaran dalam pimpinan Roh. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Karenanya kita hari ini juga mau mempersembahkan persembahan syukur tahunan kita, sebagai persembahan yang terbaik. Eka Darmaputera mengatakan: “Landasan pemberian bukan pada seberapa yang kamu mau berikan tapi seberapa yang mampu kamu persembahkan. Bukan seberapa yang kita suka tetapi seberapa berkat yang kita rasa. Besar kecilnya persembahan kita memang tidak menjadi ukuran besar kecilnya iman dan rasa syukur kita kepada Tuhan. Tapi sebaliknya besar kecilnya iman dan rasa syukur kita kepada Tuhan akan tampak melalui apa yang kita persembahkan kepada-Nya!” </h5> <h5 style="text-align: justify;">Selamat merayakan Pentakosta, selamat merasakan kehadiran Roh Kudus sebagai Penolong dan selamat mempersembahkan pengucapan syukur tahunan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Danny Purnama</strong></h5> Dipelihara dalam Kebenaran (Kisah Para Rasul 1:15-17, 21-26; Mazmur 1; 1 Yohanes 5:9-13; Yohanes 17:6-19) 2024-05-10T19:05:33+07:00 2024-05-10T19:05:33+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/dipelihara-dalam-kebenaran-kisah-para-rasul-1-15-17-21-26-mazmur-1-1-yohanes-5-9-13-yohanes-17-6-19 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 12 Mei 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 1:15-17, 21-26; Mazmur 1; 1 Yohanes 5:9-13; Yohanes 17:6-19</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Mengapa hal buruk terjadi pada orang-orang yang baik? Pertanyaan ini sebenarnya bukan hanya sekedar mencari jawaban dari apa yang sedang terjadi pada orang-orang baik yang mengalami hal yang buruk, namun pertanyaan ini sekaligus mempertanyakan tentang kedaulatan Tuhan terhadap orang-orang yang seharusnya tidak sepantasnya mengalami hal-hal buruk. Dimana Tuhan ketika orang-orang yang baik itu mengalami hal yang buruk? Mengapa Tuhan seolah diam dan tidak bertindak apa-apa?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam bacaan pertama (Kis 1:15 -17, 21-26) menceritakan tentang kisah bagaimana Matias menggantikan posisi Yudas Iskariot yang sudah tidak lagi bersama dengan para murid. Walaupun tidak menjadi bagian dari bacaan yang ada, kita mengingat bagaimana Yudas Iskariot berbuat hal yang sangat buruk kepada Tuhan Yesus, yaitu berkhianat. Pengkhiannatannya berujung pada penyaliban Yesus. Dari kisah Yudas Iskariot ini pertanyaan “Mengapa hal buruk terjadi pada orang-orang yang baik?“ seperti semakin mendapat penegasan. Bahkan Yesus yang melakukan perbuatan baik didunia ini saja tertimpa hal yang buruk dari orang lain. Apakah itu berarti Allah tidak memiliki kuasa untuk menghindarkan hal-hal yang buruk agar tidak menimpa orang-orang yang baik?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam bacaan injil (Yoh 17:6-19) dikisahkan tentang doa Yesus untuk murid-murid-Nya. Dalam doa itu Yesus sangat menyadari bahwa para murid yang sebentar lagi ditinggalkan-Nya masih tetap ada didunia dan masih tetap akan mengalami hal-hal yang jahat. Menariknya Yesus tidak meminta kepada Bapa untuk mengambil para murid-Nya dari dunia ini agar tidak lagi mengalami yang jahat, melainkan meminta sekalipun para murid masih ada didunia ini dan harus mengalami hal-hal yang jahat, Allah memberikan perlindungan-Nya (dalam bahasa Yunaninya: Tereo. Dalam bahasa Indonesia: menjaga, memelihara). Sekalipun hal buruk itu terjadi, Allah tetap menjaga dan memelihara kita)</h5> <h5 style="text-align: justify;">Lalu bagaimana cara Allah memelihara kita dalam hal-hal yang buruk itu? Lebih lanjut melalui melalui doa Yesus kita melihat Yesus meminta agar Allah menguduskan para murid dengan firman Allah. Menguduskan berarti memisahkan. Dipisahkan bukan utnuk menjadi eksklusif akan tetapi dipisahkan untuk diperlengkapi dan dikuatkan agar dapat diutus kembali ke dalam dunia. Dengan demikian sangat jelas bahwa Yesus memohon kepada Allah bahwa sekalipun para murid ini akan mengalami hal-hal yang buruk, maka Yesus percaya Allah tetap memelihara dan menjaga para murid karena para murid diperlengkapi dan dikuatkan melalui firman Allah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mazmur 1 yang menjadi nyanyian antar bacaan kita, mengingatkan bahwa firman Allah (taurat Tuhan) membuat kita menjadi orang-orang yang tetap baik sekalipun mengalami hal-hal buruk. Dalam Mazmur tersebut dikatakan bahwa orang yang tetap dikuduskan dalam firman akan:<br>1.Tidak mengikuti jalan orang yang jahat sekalipun kita diperlakukan jahat. (Mzm 1: 1) Kita tidak menjadi jahat ketika orang memperlakukan kita dengan tidak baik.<br>2.Tidak layu daunnya. (Mzm 1: 3) kehidupannya tidak menjadi kehidupan yang kering dan berputus asa. Selalu ada pengharapan. Selalu ada kehidupan.<br>3.Menghasilkan buah pada musimnya (Mzm 1:3) setiap orang yang akan melihat hidupnya tidak akan kecewa. Hidupnya bukan hanya sekedar hidup untuk bertahan ditengah-tengah hal-hal buruk yang menimpanya, namun hidup yang terus menghasilkan buah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita tidak dapat mengatur apa yang diluar kendali kita. Orang-orang lain yang ada diluar kita, alam atau apapun yang ada diluar kendali kita dapat saja membuat kita mengalami hal-hal yang buruk. Akan tetapi Allah tidak membiarkan kita binasa oleh hal-hal buruk itu. Ia menjaga, memelihara kita melalui firman-Nya. Sekalipun hal-hal buruk terjadi pada kita, melalui pemeliharan Allah maka hidup kita akan selalu penuh pengharapan dan menjadi berkat! Percayalah! Amin!</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Adon Syukmana</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 12 Mei 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 1:15-17, 21-26; Mazmur 1; 1 Yohanes 5:9-13; Yohanes 17:6-19</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Mengapa hal buruk terjadi pada orang-orang yang baik? Pertanyaan ini sebenarnya bukan hanya sekedar mencari jawaban dari apa yang sedang terjadi pada orang-orang baik yang mengalami hal yang buruk, namun pertanyaan ini sekaligus mempertanyakan tentang kedaulatan Tuhan terhadap orang-orang yang seharusnya tidak sepantasnya mengalami hal-hal buruk. Dimana Tuhan ketika orang-orang yang baik itu mengalami hal yang buruk? Mengapa Tuhan seolah diam dan tidak bertindak apa-apa?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam bacaan pertama (Kis 1:15 -17, 21-26) menceritakan tentang kisah bagaimana Matias menggantikan posisi Yudas Iskariot yang sudah tidak lagi bersama dengan para murid. Walaupun tidak menjadi bagian dari bacaan yang ada, kita mengingat bagaimana Yudas Iskariot berbuat hal yang sangat buruk kepada Tuhan Yesus, yaitu berkhianat. Pengkhiannatannya berujung pada penyaliban Yesus. Dari kisah Yudas Iskariot ini pertanyaan “Mengapa hal buruk terjadi pada orang-orang yang baik?“ seperti semakin mendapat penegasan. Bahkan Yesus yang melakukan perbuatan baik didunia ini saja tertimpa hal yang buruk dari orang lain. Apakah itu berarti Allah tidak memiliki kuasa untuk menghindarkan hal-hal yang buruk agar tidak menimpa orang-orang yang baik?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam bacaan injil (Yoh 17:6-19) dikisahkan tentang doa Yesus untuk murid-murid-Nya. Dalam doa itu Yesus sangat menyadari bahwa para murid yang sebentar lagi ditinggalkan-Nya masih tetap ada didunia dan masih tetap akan mengalami hal-hal yang jahat. Menariknya Yesus tidak meminta kepada Bapa untuk mengambil para murid-Nya dari dunia ini agar tidak lagi mengalami yang jahat, melainkan meminta sekalipun para murid masih ada didunia ini dan harus mengalami hal-hal yang jahat, Allah memberikan perlindungan-Nya (dalam bahasa Yunaninya: Tereo. Dalam bahasa Indonesia: menjaga, memelihara). Sekalipun hal buruk itu terjadi, Allah tetap menjaga dan memelihara kita)</h5> <h5 style="text-align: justify;">Lalu bagaimana cara Allah memelihara kita dalam hal-hal yang buruk itu? Lebih lanjut melalui melalui doa Yesus kita melihat Yesus meminta agar Allah menguduskan para murid dengan firman Allah. Menguduskan berarti memisahkan. Dipisahkan bukan utnuk menjadi eksklusif akan tetapi dipisahkan untuk diperlengkapi dan dikuatkan agar dapat diutus kembali ke dalam dunia. Dengan demikian sangat jelas bahwa Yesus memohon kepada Allah bahwa sekalipun para murid ini akan mengalami hal-hal yang buruk, maka Yesus percaya Allah tetap memelihara dan menjaga para murid karena para murid diperlengkapi dan dikuatkan melalui firman Allah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mazmur 1 yang menjadi nyanyian antar bacaan kita, mengingatkan bahwa firman Allah (taurat Tuhan) membuat kita menjadi orang-orang yang tetap baik sekalipun mengalami hal-hal buruk. Dalam Mazmur tersebut dikatakan bahwa orang yang tetap dikuduskan dalam firman akan:<br>1.Tidak mengikuti jalan orang yang jahat sekalipun kita diperlakukan jahat. (Mzm 1: 1) Kita tidak menjadi jahat ketika orang memperlakukan kita dengan tidak baik.<br>2.Tidak layu daunnya. (Mzm 1: 3) kehidupannya tidak menjadi kehidupan yang kering dan berputus asa. Selalu ada pengharapan. Selalu ada kehidupan.<br>3.Menghasilkan buah pada musimnya (Mzm 1:3) setiap orang yang akan melihat hidupnya tidak akan kecewa. Hidupnya bukan hanya sekedar hidup untuk bertahan ditengah-tengah hal-hal buruk yang menimpanya, namun hidup yang terus menghasilkan buah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita tidak dapat mengatur apa yang diluar kendali kita. Orang-orang lain yang ada diluar kita, alam atau apapun yang ada diluar kendali kita dapat saja membuat kita mengalami hal-hal yang buruk. Akan tetapi Allah tidak membiarkan kita binasa oleh hal-hal buruk itu. Ia menjaga, memelihara kita melalui firman-Nya. Sekalipun hal-hal buruk terjadi pada kita, melalui pemeliharan Allah maka hidup kita akan selalu penuh pengharapan dan menjadi berkat! Percayalah! Amin!</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Adon Syukmana</strong></h5> APIK – Anti Pilih Kasih (Kisah Para Rasul 10:44-48; Mazmur 98; 1 Yohanes 5:1-6; Yohanes 15:9-17) 2024-05-04T14:30:58+07:00 2024-05-04T14:30:58+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/apik---anti-pilih-kasih-kisah-para-rasul-10-44-48-mazmur-98-1-yohanes-5-1-6-yohanes-15-9-17 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 5 Mei 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 10:44-48; Mazmur 98; 1 Yohanes 5:1-6; Yohanes 15:9-17</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Apa hal yang paling mahal yang bapak/ibu/sdr miliki sampai saat ini? Mungkin, kita memiliki emas batangan seberat 7 ton. Mungkin kita punya segenggam berlian. Mungkin ada yang mengatakan keluarga. Mungkin kita mendapatkan medali “SUPER MOM/SUPER DAD” dari anak kita. Meskipun bentuknya tidak sempurna, gambar dan warnanya pun tidak jelas, tetapi itu merupakan hal yang paling mahal yang kita miliki, sebab kita merasa dikasihi oleh anak kita.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Karena kasih... Keselamatan dan pengampunan dosa dimungkinkan terjadi. Kasih juga mempersatukan dan memperbaiki relasi kita dengan Allah. Hal ini juga diteladankan oleh Tuhan Yesus Kristus. Ia memberikan hidup-Nya untuk menebus dosa dunia, agar semua manusia ciptaan-Nya memperoleh keselamatan dan kehidupan yang kekal. Dan kasih Allah itu berlaku bagi semua orang. Yoh 15:13 mengatakan, “kasih terbesar bersedia mati untuk yang dicintai.”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Namun, disadari atau tidak, kita senang membangun tembok di antara manusia. Ini yang membuat kita tidak mampu untuk mengekspresikan kasih, jarang mau terbuka dengan orang lain. Padahal, Tuhan mengasihi setiap kita tanpa terkecuali, dan Ia ingin kita menjadi satu dan bergandengan tangan di dalam satu kasih.&nbsp;</h5> <h5>Oleh karena itu, melalui pembacaan ini, apa yang dapat kita lakukan?<br><strong>1. Mengasihi sebagaimana Allah mengasihi</strong><br><em>“Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab <strong>Allah adalah kasih</strong>”</em> <br>1 Yoh.4:8, Tidak punya kasih berarti kita jauh dari Allah.</h5> <h5><strong>2. Peduli sebagaimana Allah peduli</strong><br>Karena kasih dan kepedulian-Nya, Ia mengaruniakan anak-Nya yang tunggal. Bahkan di dalam pelayanan-Nya di dunia, <br>Yesus pun menunjukkan kepedulian-Nya kepada umat manusia, bahkan kepada orang yang menyakiti-Nya.<br>Pertolongan Tuhan tidak terbatas! kasih-Nya tidak terbatas!</h5> <h5><strong>3. Menerima Roh Kudus</strong><br>Tugas pemberitaan Injil tidak akan berjalan jika kita tidak menerima Roh Kudus dan membiarkan Roh Kudus <br>yang bekerja di dalam kita.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Devina Erlin Minerva</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 5 Mei 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 10:44-48; Mazmur 98; 1 Yohanes 5:1-6; Yohanes 15:9-17</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Apa hal yang paling mahal yang bapak/ibu/sdr miliki sampai saat ini? Mungkin, kita memiliki emas batangan seberat 7 ton. Mungkin kita punya segenggam berlian. Mungkin ada yang mengatakan keluarga. Mungkin kita mendapatkan medali “SUPER MOM/SUPER DAD” dari anak kita. Meskipun bentuknya tidak sempurna, gambar dan warnanya pun tidak jelas, tetapi itu merupakan hal yang paling mahal yang kita miliki, sebab kita merasa dikasihi oleh anak kita.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Karena kasih... Keselamatan dan pengampunan dosa dimungkinkan terjadi. Kasih juga mempersatukan dan memperbaiki relasi kita dengan Allah. Hal ini juga diteladankan oleh Tuhan Yesus Kristus. Ia memberikan hidup-Nya untuk menebus dosa dunia, agar semua manusia ciptaan-Nya memperoleh keselamatan dan kehidupan yang kekal. Dan kasih Allah itu berlaku bagi semua orang. Yoh 15:13 mengatakan, “kasih terbesar bersedia mati untuk yang dicintai.”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Namun, disadari atau tidak, kita senang membangun tembok di antara manusia. Ini yang membuat kita tidak mampu untuk mengekspresikan kasih, jarang mau terbuka dengan orang lain. Padahal, Tuhan mengasihi setiap kita tanpa terkecuali, dan Ia ingin kita menjadi satu dan bergandengan tangan di dalam satu kasih.&nbsp;</h5> <h5>Oleh karena itu, melalui pembacaan ini, apa yang dapat kita lakukan?<br><strong>1. Mengasihi sebagaimana Allah mengasihi</strong><br><em>“Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab <strong>Allah adalah kasih</strong>”</em> <br>1 Yoh.4:8, Tidak punya kasih berarti kita jauh dari Allah.</h5> <h5><strong>2. Peduli sebagaimana Allah peduli</strong><br>Karena kasih dan kepedulian-Nya, Ia mengaruniakan anak-Nya yang tunggal. Bahkan di dalam pelayanan-Nya di dunia, <br>Yesus pun menunjukkan kepedulian-Nya kepada umat manusia, bahkan kepada orang yang menyakiti-Nya.<br>Pertolongan Tuhan tidak terbatas! kasih-Nya tidak terbatas!</h5> <h5><strong>3. Menerima Roh Kudus</strong><br>Tugas pemberitaan Injil tidak akan berjalan jika kita tidak menerima Roh Kudus dan membiarkan Roh Kudus <br>yang bekerja di dalam kita.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Devina Erlin Minerva</strong></h5> Ranting yang Berbuah (Kisah Para Rasul 8:26-40; Mazmur 22:26-32; 1 Yohanes 4:7-21; Yohanes 15:1-8) 2024-04-29T08:27:10+07:00 2024-04-29T08:27:10+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/ranting-yang-berbuah-kisah-para-rasul-8-26-40-mazmur-22-26-32-1-yohanes-4-7-21-yohanes-15-1-8 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 28 April 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 8:26-40; Mazmur 22:26-32; 1 Yohanes 4:7-21; Yohanes 15:1-8</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Seturut Yohanes 15:1-8, Tuhan Yesus menyampaikan kehendak-Nya agar murid-murid-Nya berbuah. Bagaikan ranting-ranting pohon anggur, murid-murid Tuhan Yesus harus terus terhubung dengan dengan Dia sebagai pokok anggur sehingga mereka berbuah. Sebab, ranting yang tidak terhubung erat dengan pokok anggur tidak akan dapat berbuah atau akan kering dan mati.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Allah adalah pengusaha dan Tuhan Yesus adalah pokok anggur. Allah akan memotong ranting-ranting yang tidak berbuah, membuang, dan membakarnya. Hal itu akan terjadi pada murid-murid Tuhan Yesus. Dalam hal ini, hari ini seseorang disebut murid Tuhan, namun jika murid itu tidak berbuah atau tidak menampakkan kehidupan sesuai keberadaan-Nya sebagai murid, ke depan ia akan dipotong, dibuang, dan dibakar. Itulah sebabnya, Tuhan Yesus mengingatkan murid-murid-Nya agar mereka tetap hidup di dalam Kristus yaitu mendengar dan melakukan firman Tuhan serta selalu memohon penyertaan Allah di dalam nama Tuhan Yesus.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita dapat juga belajar hidup di dalam Kristus seturut kesaksian Kisah Para Rasul 8:26-40. Filipus yang selalu terhubung dengan Kristus menolong orang Etiopia untuk menerima Kristus. Hidup Filipus menampakkan buah karena menolong orang Etiopia dan hidup orang Etiopia itu berbuah bagi kemuliaan Allah. Hal inilah yang disampaikan dalam Mazmur 22:26-32, bahwa segala ujung bumi akan berbalik kepada Allah karena mereka akan mengenal Allah melalui buah-buah yang tampak melalui hidup murid-murid Kristus atau semua orang yang percaya kepada Allah di dalam Kristus.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dengan demikian, sejalan dengan apa yang disampaikan 1 Yohanes 4:7-21, marilah kita saling mengasihi dengan membuang segala kebencian. Sebab, jika kita mengenal Allah dan tinggal di dalam Kristus maka tidak ada kebencian atau kejahatan lagi di dalam diri kita. Jika kita ada di dalam Kristus dan Kristus ada di dalam kita, maka segala yang kita kerjakan merupakan kehendak dan pekerjaan Allah sehingga kita akan ada sebagai ranting yang berbuah, dan orang pun mengenal Kristus dan Allah di dalam dan melalui hidup kita. Marilah memastikan keberadaan kita sebagai ranting yang tertap terhubung pada Kristus, Sang Pokok Anggur, dan berbuahlah bagi kemuliaan Allah. Tuhan Yesus menolong kita. Amin.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Yeryandri Wilson Tungga</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 28 April 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 8:26-40; Mazmur 22:26-32; 1 Yohanes 4:7-21; Yohanes 15:1-8</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Seturut Yohanes 15:1-8, Tuhan Yesus menyampaikan kehendak-Nya agar murid-murid-Nya berbuah. Bagaikan ranting-ranting pohon anggur, murid-murid Tuhan Yesus harus terus terhubung dengan dengan Dia sebagai pokok anggur sehingga mereka berbuah. Sebab, ranting yang tidak terhubung erat dengan pokok anggur tidak akan dapat berbuah atau akan kering dan mati.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Allah adalah pengusaha dan Tuhan Yesus adalah pokok anggur. Allah akan memotong ranting-ranting yang tidak berbuah, membuang, dan membakarnya. Hal itu akan terjadi pada murid-murid Tuhan Yesus. Dalam hal ini, hari ini seseorang disebut murid Tuhan, namun jika murid itu tidak berbuah atau tidak menampakkan kehidupan sesuai keberadaan-Nya sebagai murid, ke depan ia akan dipotong, dibuang, dan dibakar. Itulah sebabnya, Tuhan Yesus mengingatkan murid-murid-Nya agar mereka tetap hidup di dalam Kristus yaitu mendengar dan melakukan firman Tuhan serta selalu memohon penyertaan Allah di dalam nama Tuhan Yesus.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita dapat juga belajar hidup di dalam Kristus seturut kesaksian Kisah Para Rasul 8:26-40. Filipus yang selalu terhubung dengan Kristus menolong orang Etiopia untuk menerima Kristus. Hidup Filipus menampakkan buah karena menolong orang Etiopia dan hidup orang Etiopia itu berbuah bagi kemuliaan Allah. Hal inilah yang disampaikan dalam Mazmur 22:26-32, bahwa segala ujung bumi akan berbalik kepada Allah karena mereka akan mengenal Allah melalui buah-buah yang tampak melalui hidup murid-murid Kristus atau semua orang yang percaya kepada Allah di dalam Kristus.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dengan demikian, sejalan dengan apa yang disampaikan 1 Yohanes 4:7-21, marilah kita saling mengasihi dengan membuang segala kebencian. Sebab, jika kita mengenal Allah dan tinggal di dalam Kristus maka tidak ada kebencian atau kejahatan lagi di dalam diri kita. Jika kita ada di dalam Kristus dan Kristus ada di dalam kita, maka segala yang kita kerjakan merupakan kehendak dan pekerjaan Allah sehingga kita akan ada sebagai ranting yang berbuah, dan orang pun mengenal Kristus dan Allah di dalam dan melalui hidup kita. Marilah memastikan keberadaan kita sebagai ranting yang tertap terhubung pada Kristus, Sang Pokok Anggur, dan berbuahlah bagi kemuliaan Allah. Tuhan Yesus menolong kita. Amin.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Yeryandri Wilson Tungga</strong></h5> Tuhanlah Gembalaku! (Kisah Para Rasul 4:5-12; Mazmur 23; 1 Yohanes 3:16-24; Yohanes 10:11-18) 2024-04-19T14:58:29+07:00 2024-04-19T14:58:29+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/tuhanlah-gembalaku-kisah-para-rasul-4-5-12-mazmur-23-1-yohanes-3-16-24-yohanes-10-11-18 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 21 April 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 4:5-12; Mazmur 23; 1 Yohanes 3:16-24; Yohanes 10:11-18</strong></h5> <h5 style="text-align: center;"><em>“Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku<br>Ia membaringkan aku, di padang yang berumput hijau<br>Ia membimbingku ke air yang tenang<br>Ia menyegarkan jiwaku<br>Ia menuntunku di jalan yang benar<br>Oleh karena nama-Nya<br>Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman<br>Aku tidak takut bahaya sebab Engkau besertaku<br>GadaMu dan tongkatMu itulah yang menghibur aku”</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Sepenggal lirik lagu yang disadur dari Mazmur 23 menghantarkan kita untuk menghayati bahwa Tuhan adalah gembala dalam kehidupan kita. Tuhan adalah gembala yang tahu apa yang dibutuhkan domba-dombanya, menuntun dalam jalan yang benar, dan selalu setia beserta/berjalan bersama dengan domba-domba. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Ya, Yesus adalah sang gembala! Bacaan Injil hari ini pun memperlihatkan bahwa Yesus memproklamirkan diri-Nya sebagai gembala yang baik. Yesus menggunakan metafora gembala karena konteks penggembalaan ternak sering dijumpai di tengah-tengah masyarakat Yahudi. Istilah gembala yang baik dikontraskan dengan orang upahan yang bukan gembala. Gembala yang baik memimpin kawanan domba dengan kasih dan kerelaan untuk berkurban, sedangkan orang upahan hanya mencari keuntungan dan kenyamanan bagi dirinya sendiri; ketika ada bahaya mengancam para orang upahan ini tergoda untuk lari dan meninggalkan domba-domba itu dalam ancaman.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus adalah sang gembala yang baik. Hal ini terbukti nyata saat Yesus memelihara kita sebagai domba-dombanya dengan penuh cinta kasih, bahkan Yesus rela memberikan nyawa untuk mati di kayu salib demi menebus kita domba-dombanya. Gembala yang baik juga bersedia menggembalakan kawanan domba yang berasal dari kandang yang berbeda. Ini menunjukan orang-orang di luar dari bangsa Yahudi. Yesus sebagai gembala yang baik, datang bukan hanya untuk orang Yahudi tetapi bagi bangsa-bangsa lain juga.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Di Minggu Paskah IV ini, kita bersama diingatkan. Pertama, Yesus adalah gembala yang baik selalu tahu apa yang dibutuhkan domba-dombanya, merawat dengan penuh kasih sayang, kasih-Nya universal, rela berkurban dan sangat mengenal dombanya satu persatu. Kedua, kita adalah kawanan domba yang amat sangat dikasihi dan dilindungi-Nya, maka jadilah kawanan domba yang baik, tidak berjalan menyimpang dari giringan sang gembala, tidak memberontak dengan segala perintah-Nya, dan juga mengasihi sang gembala dengan sepenuh hati. Selamat menghayati Minggu Paskah IV.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Erma Primastuti Kristiyono</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 21 April 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 4:5-12; Mazmur 23; 1 Yohanes 3:16-24; Yohanes 10:11-18</strong></h5> <h5 style="text-align: center;"><em>“Tuhan adalah gembalaku, takkan kekurangan aku<br>Ia membaringkan aku, di padang yang berumput hijau<br>Ia membimbingku ke air yang tenang<br>Ia menyegarkan jiwaku<br>Ia menuntunku di jalan yang benar<br>Oleh karena nama-Nya<br>Sekalipun aku berjalan dalam lembah kekelaman<br>Aku tidak takut bahaya sebab Engkau besertaku<br>GadaMu dan tongkatMu itulah yang menghibur aku”</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Sepenggal lirik lagu yang disadur dari Mazmur 23 menghantarkan kita untuk menghayati bahwa Tuhan adalah gembala dalam kehidupan kita. Tuhan adalah gembala yang tahu apa yang dibutuhkan domba-dombanya, menuntun dalam jalan yang benar, dan selalu setia beserta/berjalan bersama dengan domba-domba. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Ya, Yesus adalah sang gembala! Bacaan Injil hari ini pun memperlihatkan bahwa Yesus memproklamirkan diri-Nya sebagai gembala yang baik. Yesus menggunakan metafora gembala karena konteks penggembalaan ternak sering dijumpai di tengah-tengah masyarakat Yahudi. Istilah gembala yang baik dikontraskan dengan orang upahan yang bukan gembala. Gembala yang baik memimpin kawanan domba dengan kasih dan kerelaan untuk berkurban, sedangkan orang upahan hanya mencari keuntungan dan kenyamanan bagi dirinya sendiri; ketika ada bahaya mengancam para orang upahan ini tergoda untuk lari dan meninggalkan domba-domba itu dalam ancaman.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus adalah sang gembala yang baik. Hal ini terbukti nyata saat Yesus memelihara kita sebagai domba-dombanya dengan penuh cinta kasih, bahkan Yesus rela memberikan nyawa untuk mati di kayu salib demi menebus kita domba-dombanya. Gembala yang baik juga bersedia menggembalakan kawanan domba yang berasal dari kandang yang berbeda. Ini menunjukan orang-orang di luar dari bangsa Yahudi. Yesus sebagai gembala yang baik, datang bukan hanya untuk orang Yahudi tetapi bagi bangsa-bangsa lain juga.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Di Minggu Paskah IV ini, kita bersama diingatkan. Pertama, Yesus adalah gembala yang baik selalu tahu apa yang dibutuhkan domba-dombanya, merawat dengan penuh kasih sayang, kasih-Nya universal, rela berkurban dan sangat mengenal dombanya satu persatu. Kedua, kita adalah kawanan domba yang amat sangat dikasihi dan dilindungi-Nya, maka jadilah kawanan domba yang baik, tidak berjalan menyimpang dari giringan sang gembala, tidak memberontak dengan segala perintah-Nya, dan juga mengasihi sang gembala dengan sepenuh hati. Selamat menghayati Minggu Paskah IV.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong style="font-family: var(--heading-font-family); font-size: var(--h5-font-size); font-style: var(--heading-font-style); letter-spacing: var(--heading-letter-spacing); text-align: right; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); caret-color: auto;">Pdt.&nbsp;Erma Primastuti Kristiyono</strong></h5> Saksi Kebangkitan Tuhan (Kisah Para Rasul 3:12-19; Mazmur 4; 1 Yohanes 3:1-7; Lukas 24:36b-48) 2024-04-12T23:01:27+07:00 2024-04-12T23:01:27+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/saksi-kebangkitan-tuhan-kisah-para-rasul-3-12-19-mazmur-4-1-yohanes-3-1-7-lukas-24-36b-48 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 14 April 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 3:12-19; Mazmur 4; 1 Yohanes 3:1-7; Lukas 24:36b-48</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;"><em><strong>“Kamulah saksi-saksi dari semuanya ini”</strong></em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Saat saya menulis renungan ini, dunia hiburan kristiani kehilangan seorang anak muda bersuara merdu Melitha Sidabutar. Mendengar kesaksian hidupnya lewat media sosial, hati saya tergetar. Gadis muda belia 23 tahun ini punya pengalaman bersama Tuhannya. Masa muda dan masa dukacitanya menjadi momentum baginya mengenal Tuhannya. Inilah yang mendorongnya memberi diri untuk menjadi saksi Tuhan lewat potensi, waktu dan segenap hidupnya melalui pujian kristiani yang menyentuh hati banyak orang bahkan yang bukan seagama. Lagu sampaikan pada Yesus menjadi penggerak bagi banyak anak muda yang tengah bergumul dengan dirinya dan situasi di sekitarnya. Masih ada satu pribadi yang selalu mendampingi semua orang termasuk anak-anak muda yaitu Yesus. “Sampaikan kepada Yesus semua pergumulanmu” kata Melitha.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mengapa perlu kehadiran saksi? Dalam sebuah pengadilan, kehadiran seorang saksi sangat penting dan dibutuhkan. Seorang saksi adalah pribadi yang hadir dalam peristiwa yang sedang disidangkan untuk memberikan keterangan tentang kebenaran yang dialaminya. Seorang saksi adalah bagian yang dibutuhkan untuk mengungkap sebuah kebenaran yang pada akhirnya akan menjadi sebuah pertimbangan bagi sang hakim untuk mengambil keputusan. Seorang saksi juga adalah orang yang ditunjuk dan diizinkan untuk hadir memberikan kesaksiannya dalam persidangan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Tema hari ini: Saksi Kebangkitan Tuhan. Para murid Yesus waktu itu adalah pribadi yang mengalami kehadiran Yesus. Pemanggilan, pengajaran, mujizat adalah bagian dari pengalaman mereka bersama Yesus. Pada puncaknya adalah saat Yesus wafat di kayu salib, mereka adalah saksi dari peristiwa itu. Sayangnya, ketakutan lebih menguasai mereka ketimbang memercayai apa yang Yesus pernah katakan ketika Ia masih bersama para murid. Apa yang menjadi kendala dalam diri para murid tidak menghalangi Yesus untuk terus hadir dalam hidup mereka. Dengan sabar Yesus terus mengajar dan membuka pikiran mereka untuk menyaksikan apa yang mereka lihat.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mengapa penting kehadiran saksi kebangkitan Yesus? Saksi adalah mereka yang mengalami kebangkitan Yesus. Saat ini kita tidak melihat peristiwa kebangkitan itu seperti para murid waktu itu. Kebangkitan Yesus bukan sekedar sebuah peristiwa tapi kebangkitan Yesus adalah kuasa yang dapat dipercaya. Apakah saudara mengalami kuasa itu? Mintalah kepada-Nya untuk terus membuka pikiran kita seperti para murid (ay.45). Jika kuasa-Nya bekerja maka bersiaplah dan bersedialah menjadi saksi kebangkitan Tuhan. Banyak jiwa yang butuh kuasa kebangkitan Tuhan, bangkit dari keterpurukan, ketakutan, kecemasan, ketidakmengertian, kelemahan iman, putus harapan, kebingungan untuk memilih mana kehendak Allah dan banyak lagi.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Melitha Sidabutar anak muda yang tahu menggunakan hidup ini sebagai kesempatan. Ia memang sudah berpulang dan tiada lagi di dunia, namun suara emasnya dan pujian penyembahan kepada Tuhan menjadi kesaksian banyak orang. Selamat Paskah!</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Ellisabeth Hasikin</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 14 April 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 3:12-19; Mazmur 4; 1 Yohanes 3:1-7; Lukas 24:36b-48</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;"><em><strong>“Kamulah saksi-saksi dari semuanya ini”</strong></em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Saat saya menulis renungan ini, dunia hiburan kristiani kehilangan seorang anak muda bersuara merdu Melitha Sidabutar. Mendengar kesaksian hidupnya lewat media sosial, hati saya tergetar. Gadis muda belia 23 tahun ini punya pengalaman bersama Tuhannya. Masa muda dan masa dukacitanya menjadi momentum baginya mengenal Tuhannya. Inilah yang mendorongnya memberi diri untuk menjadi saksi Tuhan lewat potensi, waktu dan segenap hidupnya melalui pujian kristiani yang menyentuh hati banyak orang bahkan yang bukan seagama. Lagu sampaikan pada Yesus menjadi penggerak bagi banyak anak muda yang tengah bergumul dengan dirinya dan situasi di sekitarnya. Masih ada satu pribadi yang selalu mendampingi semua orang termasuk anak-anak muda yaitu Yesus. “Sampaikan kepada Yesus semua pergumulanmu” kata Melitha.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mengapa perlu kehadiran saksi? Dalam sebuah pengadilan, kehadiran seorang saksi sangat penting dan dibutuhkan. Seorang saksi adalah pribadi yang hadir dalam peristiwa yang sedang disidangkan untuk memberikan keterangan tentang kebenaran yang dialaminya. Seorang saksi adalah bagian yang dibutuhkan untuk mengungkap sebuah kebenaran yang pada akhirnya akan menjadi sebuah pertimbangan bagi sang hakim untuk mengambil keputusan. Seorang saksi juga adalah orang yang ditunjuk dan diizinkan untuk hadir memberikan kesaksiannya dalam persidangan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Tema hari ini: Saksi Kebangkitan Tuhan. Para murid Yesus waktu itu adalah pribadi yang mengalami kehadiran Yesus. Pemanggilan, pengajaran, mujizat adalah bagian dari pengalaman mereka bersama Yesus. Pada puncaknya adalah saat Yesus wafat di kayu salib, mereka adalah saksi dari peristiwa itu. Sayangnya, ketakutan lebih menguasai mereka ketimbang memercayai apa yang Yesus pernah katakan ketika Ia masih bersama para murid. Apa yang menjadi kendala dalam diri para murid tidak menghalangi Yesus untuk terus hadir dalam hidup mereka. Dengan sabar Yesus terus mengajar dan membuka pikiran mereka untuk menyaksikan apa yang mereka lihat.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mengapa penting kehadiran saksi kebangkitan Yesus? Saksi adalah mereka yang mengalami kebangkitan Yesus. Saat ini kita tidak melihat peristiwa kebangkitan itu seperti para murid waktu itu. Kebangkitan Yesus bukan sekedar sebuah peristiwa tapi kebangkitan Yesus adalah kuasa yang dapat dipercaya. Apakah saudara mengalami kuasa itu? Mintalah kepada-Nya untuk terus membuka pikiran kita seperti para murid (ay.45). Jika kuasa-Nya bekerja maka bersiaplah dan bersedialah menjadi saksi kebangkitan Tuhan. Banyak jiwa yang butuh kuasa kebangkitan Tuhan, bangkit dari keterpurukan, ketakutan, kecemasan, ketidakmengertian, kelemahan iman, putus harapan, kebingungan untuk memilih mana kehendak Allah dan banyak lagi.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Melitha Sidabutar anak muda yang tahu menggunakan hidup ini sebagai kesempatan. Ia memang sudah berpulang dan tiada lagi di dunia, namun suara emasnya dan pujian penyembahan kepada Tuhan menjadi kesaksian banyak orang. Selamat Paskah!</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Ellisabeth Hasikin</strong></h5> Persekutuan yang Dipulihkan (Kisah Para Rasul 4:32-35; Mazmur 133; 1 Yohanes 1:1 - 2:2; Yohanes 20:19-31) 2024-04-06T15:46:34+07:00 2024-04-06T15:46:34+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/persekutuan-yang-dipulihkan-kisah-para-rasul-4-32-35-mazmur-133-1-yohanes-1-1-2-2-yohanes-20-19-31 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 7 April 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 4:32-35; Mazmur 133; 1 Yohanes 1:1 - 2:2; Yohanes 20:19-31</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;"><em>Homi Socius</em>, manusia adalah makhluk sosial. Pada dasarnya, manusia tidak dapat hidup seorang diri. Manusia harus hidup di dalam persekutuan bersama dengan orang lain dan saling bergantung satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi, sebab sejak semula Allah tidak menciptakan manusia seorang diri saja. Ia menciptakan manusia seturut gambar dan rupa-Nya (Kej. 1:27). Selain itu, Allah yang kita kenal dalam ke-Tritunggal-an-Nya, juga merupakan Allah yang bersekutu. Dengan demikian, manusia tidak akan pernah dapat hidup seorang diri.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sayangnya, dosa kemudian merusak relasi dalam persekutuan. Baik relasi manusia dengan Allah, sesama, dan alam semesta. Di dalam keberdosaannya, manusia tidak dapat memulihkan persekutuannya sendiri. Oleh karena itu, manusia membutuhkan Sang Juruselamat, yaitu Yesus Kristus. Dengan demikian, persekutuan yang semula rusak, dapat kembali dipulihkan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hal ini juga terjadi di dalam Injil Yohanes 20:19-31, yang menceritakan bagaimana persekutuan para murid tercerai-berai setelah kematian Tuhan Yesus di kayu Salib. Ada murid-murid yang berupaya untuk menyelamatkan diri mereka sendiri, ada pula yang tidak memedulikan murid lainnya. Mereka hidup, tetapi harapannya telah hancur. Yesus tidak menginginkan hal itu terjadi. Sehingga, Ia hadir di dalam perkumpulan para murid ketika itu. Ia mengucapkan “Damai Sejahtera bagi kamu”, ini merupakan salam persaudaraan yang sekaligus sebuah harapan bagi teman bicaranya agar mengalami kesejahteraan, keteraturan, dan kedamaian pikiran. Melalui salam ini, Yesus ingin menyapa para murid sebagai sahabat yang ada di dalam persekutuan yang akrab. Setelah itu, Tuhan Yesus memberikan tugas perutusan kepada para murid untuk meneruskan damai sejahtera kepada dunia luar. Yesus tidak ingin para murid hanya mengisolasi diri di dalam ketakutan dan kehilangan harapan. Ia ingin agar para murid bersaksi bahwa hanya di dalam persekutuan Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus, persekutuan mereka juga dipulihkan dan damai sejahtera terjadi di muka bumi ini.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Devina Erlin Minerva</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 7 April 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 4:32-35; Mazmur 133; 1 Yohanes 1:1 - 2:2; Yohanes 20:19-31</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;"><em>Homi Socius</em>, manusia adalah makhluk sosial. Pada dasarnya, manusia tidak dapat hidup seorang diri. Manusia harus hidup di dalam persekutuan bersama dengan orang lain dan saling bergantung satu dengan yang lainnya. Hal ini terjadi, sebab sejak semula Allah tidak menciptakan manusia seorang diri saja. Ia menciptakan manusia seturut gambar dan rupa-Nya (Kej. 1:27). Selain itu, Allah yang kita kenal dalam ke-Tritunggal-an-Nya, juga merupakan Allah yang bersekutu. Dengan demikian, manusia tidak akan pernah dapat hidup seorang diri.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sayangnya, dosa kemudian merusak relasi dalam persekutuan. Baik relasi manusia dengan Allah, sesama, dan alam semesta. Di dalam keberdosaannya, manusia tidak dapat memulihkan persekutuannya sendiri. Oleh karena itu, manusia membutuhkan Sang Juruselamat, yaitu Yesus Kristus. Dengan demikian, persekutuan yang semula rusak, dapat kembali dipulihkan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hal ini juga terjadi di dalam Injil Yohanes 20:19-31, yang menceritakan bagaimana persekutuan para murid tercerai-berai setelah kematian Tuhan Yesus di kayu Salib. Ada murid-murid yang berupaya untuk menyelamatkan diri mereka sendiri, ada pula yang tidak memedulikan murid lainnya. Mereka hidup, tetapi harapannya telah hancur. Yesus tidak menginginkan hal itu terjadi. Sehingga, Ia hadir di dalam perkumpulan para murid ketika itu. Ia mengucapkan “Damai Sejahtera bagi kamu”, ini merupakan salam persaudaraan yang sekaligus sebuah harapan bagi teman bicaranya agar mengalami kesejahteraan, keteraturan, dan kedamaian pikiran. Melalui salam ini, Yesus ingin menyapa para murid sebagai sahabat yang ada di dalam persekutuan yang akrab. Setelah itu, Tuhan Yesus memberikan tugas perutusan kepada para murid untuk meneruskan damai sejahtera kepada dunia luar. Yesus tidak ingin para murid hanya mengisolasi diri di dalam ketakutan dan kehilangan harapan. Ia ingin agar para murid bersaksi bahwa hanya di dalam persekutuan Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus, persekutuan mereka juga dipulihkan dan damai sejahtera terjadi di muka bumi ini.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Devina Erlin Minerva</strong></h5> Teruslah Berkarya, Tuhan Sudah Membuka Jalan! (Yesaya 25:6-9; Mazmur 118:1-2, 14-24; Kisah Para Rasul 10:34-43; Markus 16:1-8) 2024-03-30T14:40:34+07:00 2024-03-30T14:40:34+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/teruslah-berkarya-tuhan-sudah-membuka-jalan-yesaya-25-6-9-mazmur-118-1-2-14-24-kisah-para-rasul-10-34-43-markus-16-1-8 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 31 Maret 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 25:6-9; Mazmur 118:1-2, 14-24; Kisah Para Rasul 10:34-43; Markus 16:1-8</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Pagi-pagi benar pada hari Minggu, setelah matahari terbit di ufuk Timur, beberapa orang perempuan pergi ke kubur Yesus (Mrk. 16:2). Mereka adalah Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome (Mrk. 16:1). Mereka hendak memberikan pelayanan terakhir terhadap mayat Yesus yang sempat tertunda karena hari Sabat. Sepagi mungkin setelah hari Sabat lewat, mereka berangkat dengan membawa rempah-rempah untuk meminyaki mayat Yesus.<br>Mengapa para perempuan? Bukankah masih ada murid-murid lain yang lebih gagah perkasa? Hal ini memberi kesan dan pesan tertentu. Di dalam masyarakat patriakhal yang meminggirkan kaum perempuan, justru peranan kaum perempuan diberikan-Nya tempat yang sentral. Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome pagi-pagi benar telah datang ke kubur Yesus dan mereka yang diberikan kesempatan pertama untuk mendengar warta kebangkitan Kristus. Selain itu, mereka pula yang pertama kali diberi kepercayaan untuk mewartakan tentang Krsitus yang telah bangkit. Kaum perempuan yang seringkali dianggap lemah dan tersingkir justru diangkat sebagai duta dan pewarta kabar baik, sedang lelaki yang dianggap kuat justru digambarkan sebagai orang-orang yang mula-mula belum percaya dan masih ragu-ragu terhadap kabar baik itu. <br>Tiga perempuan itu, Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome adalah wakil perempuan-perempuan lainnya. Mereka diberi-Nya kepercayaan untuk mengambil peranan karena cinta kasih mereka terhadap Tuhan Yesus.<br>Di dalam pelayanan Tuhan Yesus, para wanita yang senantiasa menyiapkan keperluan-Nya. Pada saat Ia bergumul menghadapi kematian, seorang perempuan yang datang mengurapi-Nya dengan minyak narwastu. Para wanita juga yang berani berada dekat dengan Dia ketika dipaku di atas kayu salib dan menyaksikan kematian-Nya. Mereka tidak pernah menyangkal Yesus, melainkan terus menyertai Yesus hingga Ia mati dan mayat-Nya diletakkan dalam lubang kubur. Setelah lewat hari Sabat, pagi-pagi benar mereka sudah datang ke kubur Yesus.<br>Ada satu hal yang mereka cemaskan, yaitu batu yang menghalangi. Kelemahan fisik para perempuan yang terjadi dalam konstruksi budaya patriakhal membuat mereka tidak berdaya menghadapi kesulitan fisik yang bakal terjadi. Kata mereka seorang kepada yang lain, “Siapa di antara kita yang mampu menggulingkan batu kubur? Siapa yang mau melakukannya untuk kita?” Mereka mau berkarya, tetapi jalan masih tertutup. Mereka menjadi cemas dan mengeluh. Kecemasan dan keluhan itu wajar, karena batu penutup lubang kubur itu sangat besar.<br>Apa yang mereka anggap sebagai kesulitan justru diselesaikan Allah bagi mereka. Ketika mereka berada dekat dengan kuburan, mereka melihat bahwa batu yang sangat besar itu sudah terguling. Hal ini penting untuk diperhatikan. Tidak sedikit dari kaum perempuan yang tidak maju bukan karena tidak bisa maju, tetapi mereka takut maju kerena mata, hati dan pikirannya hanya tertuju pada batu kuburan. “Batu kuburan” yang menghalangi perempuan untuk maju dan berperan bisa berupa opini masyarakat, norma-norma dan nilai-nilai budaya yang sempit, atau rasa percaya diri yang lemah. Tuhan sudah buka jalan dengan menggulingkan batu kuburan itu. Lalu mereka melangkah maju ke kubur Yesus. Mereka tidak menemukan mayat Yesus di sana, tetapi mereka melihat seorang muda yang memakai jubah putih duduk di sebelah kanan di dalam kubur itu. Mereka pun sangat terkejut, sebab orang yang mereka lihat itu adalah malaikat Tuhan. Malaikat itu berkata, “Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan-Nya kepada kamu.” (Mrk. 16:6-7)<br>Tuhan telah membuka jalan bagi mereka, dan Ia juga mamanggil mereka terus berkarya bagi-Nya, yaitu menjadi saksi kebangkitan-Nya. Proses pemanggilan untuk menjadi saksi kebangkitan Kristus diawali dengan penegasan Allah sendiri melalui malaikat-Nya, bahwa Yesus telah bangkit. Namun penegasan itu tidak akan ada artinya bila para perempuan itu masih dikuasai oleh ketakutan. Oleh karena itu, “Jangan takut” adalah pernyataan pertama yang paling dibutuhkan oleh orang yang mau menjadi saksi kebangkitan Kristus. Mereka yang takut, Tuhan beri hati yang berani. Dengan keberanian baru itu, mereka siap menerima kabar baik bahwa Yesus telah bangkit dan siap menjadi saksi kebangkitan Kristus.<br>Mereka menjadi saksi pertama kebangkitan Kristus. Dengan berani mereka menyampaikan berita kebangkitan itu kepada murid-murid laki-laki Yesus, yaitu Petrus dan teman-teman, seolah-olah tanpa batas gender yang mengungkung kehidupan sosial saat itu. Lalu, bagaikan gelombang yang terus bergulung di dalam sejarah dunia, berita kebangkitan Kristus itu terus tersebar semakin luas dan semakin jauh sampai ke masa kini.<br>Perempuan memegang peranan penting dalam pelayanan, kehidupan, kematian dan kebangkitan Kristus. Tuhan Yesus tidak mengabaikan perempuan, apalagi menyepelekannya. Perempuan diberi tempat dan tanggung jawab yang tidak kalah pentingnya dari laki-laki.<br>Teruslah berkarya, Tuhan sudah buka jalan. Di hadapan Allah, perempuan sepadan dengan laki-laki. Artinya, tidak lebih rendah atau lebih tinggi. Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam sebagai “penolong yang sepadan” bagi Adam (Kej. 2:18, 21-22). Memang ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, misalnya perbedaan secara fisik dan psikis, tetapi keduanya sama-sama mahkluk yang dikasihi, dihargai, dipercayai dan dipedulikan Allah. Kaum perempuan itu penting di hadapan Tuhan. Sama pentingnya dengan sesama mereka, laki-laki. Dalam banyak peristiwa kaum perempuan memegang peranan penting, meskipun dalam peristiwa lain laki-laki yang diberi peranan penting. Pentingnya perempuan bukan hanya masa lalu, tetapi juga masa kini dan masa yang akan datang. Peranan wanita tidak hanya bersifat domestik, tetapi juga di gereja, masyarakat, dan dunia. Dunia saat ini membutuhkan saksi-saksi kebangkitan Kristus. Bukan kaum lelaki saja yang Tuhan panggil, tetapi juga kaum perempuan. Menjadi saksi Kristus itu perlu diwujudkan dalam hidup, pewartaan, pelayanan dan peranan yang nyata. Teruslah berkarya, Tuhan sudah buka jalan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Andreas Loanka</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 31 Maret 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 25:6-9; Mazmur 118:1-2, 14-24; Kisah Para Rasul 10:34-43; Markus 16:1-8</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Pagi-pagi benar pada hari Minggu, setelah matahari terbit di ufuk Timur, beberapa orang perempuan pergi ke kubur Yesus (Mrk. 16:2). Mereka adalah Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome (Mrk. 16:1). Mereka hendak memberikan pelayanan terakhir terhadap mayat Yesus yang sempat tertunda karena hari Sabat. Sepagi mungkin setelah hari Sabat lewat, mereka berangkat dengan membawa rempah-rempah untuk meminyaki mayat Yesus.<br>Mengapa para perempuan? Bukankah masih ada murid-murid lain yang lebih gagah perkasa? Hal ini memberi kesan dan pesan tertentu. Di dalam masyarakat patriakhal yang meminggirkan kaum perempuan, justru peranan kaum perempuan diberikan-Nya tempat yang sentral. Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome pagi-pagi benar telah datang ke kubur Yesus dan mereka yang diberikan kesempatan pertama untuk mendengar warta kebangkitan Kristus. Selain itu, mereka pula yang pertama kali diberi kepercayaan untuk mewartakan tentang Krsitus yang telah bangkit. Kaum perempuan yang seringkali dianggap lemah dan tersingkir justru diangkat sebagai duta dan pewarta kabar baik, sedang lelaki yang dianggap kuat justru digambarkan sebagai orang-orang yang mula-mula belum percaya dan masih ragu-ragu terhadap kabar baik itu. <br>Tiga perempuan itu, Maria Magdalena, Maria ibu Yakobus dan Salome adalah wakil perempuan-perempuan lainnya. Mereka diberi-Nya kepercayaan untuk mengambil peranan karena cinta kasih mereka terhadap Tuhan Yesus.<br>Di dalam pelayanan Tuhan Yesus, para wanita yang senantiasa menyiapkan keperluan-Nya. Pada saat Ia bergumul menghadapi kematian, seorang perempuan yang datang mengurapi-Nya dengan minyak narwastu. Para wanita juga yang berani berada dekat dengan Dia ketika dipaku di atas kayu salib dan menyaksikan kematian-Nya. Mereka tidak pernah menyangkal Yesus, melainkan terus menyertai Yesus hingga Ia mati dan mayat-Nya diletakkan dalam lubang kubur. Setelah lewat hari Sabat, pagi-pagi benar mereka sudah datang ke kubur Yesus.<br>Ada satu hal yang mereka cemaskan, yaitu batu yang menghalangi. Kelemahan fisik para perempuan yang terjadi dalam konstruksi budaya patriakhal membuat mereka tidak berdaya menghadapi kesulitan fisik yang bakal terjadi. Kata mereka seorang kepada yang lain, “Siapa di antara kita yang mampu menggulingkan batu kubur? Siapa yang mau melakukannya untuk kita?” Mereka mau berkarya, tetapi jalan masih tertutup. Mereka menjadi cemas dan mengeluh. Kecemasan dan keluhan itu wajar, karena batu penutup lubang kubur itu sangat besar.<br>Apa yang mereka anggap sebagai kesulitan justru diselesaikan Allah bagi mereka. Ketika mereka berada dekat dengan kuburan, mereka melihat bahwa batu yang sangat besar itu sudah terguling. Hal ini penting untuk diperhatikan. Tidak sedikit dari kaum perempuan yang tidak maju bukan karena tidak bisa maju, tetapi mereka takut maju kerena mata, hati dan pikirannya hanya tertuju pada batu kuburan. “Batu kuburan” yang menghalangi perempuan untuk maju dan berperan bisa berupa opini masyarakat, norma-norma dan nilai-nilai budaya yang sempit, atau rasa percaya diri yang lemah. Tuhan sudah buka jalan dengan menggulingkan batu kuburan itu. Lalu mereka melangkah maju ke kubur Yesus. Mereka tidak menemukan mayat Yesus di sana, tetapi mereka melihat seorang muda yang memakai jubah putih duduk di sebelah kanan di dalam kubur itu. Mereka pun sangat terkejut, sebab orang yang mereka lihat itu adalah malaikat Tuhan. Malaikat itu berkata, “Jangan takut! Kamu mencari Yesus orang Nazaret, yang disalibkan itu. Ia telah bangkit. Ia tidak ada di sini. Lihat! Inilah tempat mereka membaringkan Dia. Tetapi sekarang pergilah, katakanlah kepada murid-murid-Nya dan kepada Petrus: Ia mendahului kamu ke Galilea; di sana kamu akan melihat Dia, seperti yang sudah dikatakan-Nya kepada kamu.” (Mrk. 16:6-7)<br>Tuhan telah membuka jalan bagi mereka, dan Ia juga mamanggil mereka terus berkarya bagi-Nya, yaitu menjadi saksi kebangkitan-Nya. Proses pemanggilan untuk menjadi saksi kebangkitan Kristus diawali dengan penegasan Allah sendiri melalui malaikat-Nya, bahwa Yesus telah bangkit. Namun penegasan itu tidak akan ada artinya bila para perempuan itu masih dikuasai oleh ketakutan. Oleh karena itu, “Jangan takut” adalah pernyataan pertama yang paling dibutuhkan oleh orang yang mau menjadi saksi kebangkitan Kristus. Mereka yang takut, Tuhan beri hati yang berani. Dengan keberanian baru itu, mereka siap menerima kabar baik bahwa Yesus telah bangkit dan siap menjadi saksi kebangkitan Kristus.<br>Mereka menjadi saksi pertama kebangkitan Kristus. Dengan berani mereka menyampaikan berita kebangkitan itu kepada murid-murid laki-laki Yesus, yaitu Petrus dan teman-teman, seolah-olah tanpa batas gender yang mengungkung kehidupan sosial saat itu. Lalu, bagaikan gelombang yang terus bergulung di dalam sejarah dunia, berita kebangkitan Kristus itu terus tersebar semakin luas dan semakin jauh sampai ke masa kini.<br>Perempuan memegang peranan penting dalam pelayanan, kehidupan, kematian dan kebangkitan Kristus. Tuhan Yesus tidak mengabaikan perempuan, apalagi menyepelekannya. Perempuan diberi tempat dan tanggung jawab yang tidak kalah pentingnya dari laki-laki.<br>Teruslah berkarya, Tuhan sudah buka jalan. Di hadapan Allah, perempuan sepadan dengan laki-laki. Artinya, tidak lebih rendah atau lebih tinggi. Hawa diciptakan dari tulang rusuk Adam sebagai “penolong yang sepadan” bagi Adam (Kej. 2:18, 21-22). Memang ada perbedaan antara laki-laki dan perempuan, misalnya perbedaan secara fisik dan psikis, tetapi keduanya sama-sama mahkluk yang dikasihi, dihargai, dipercayai dan dipedulikan Allah. Kaum perempuan itu penting di hadapan Tuhan. Sama pentingnya dengan sesama mereka, laki-laki. Dalam banyak peristiwa kaum perempuan memegang peranan penting, meskipun dalam peristiwa lain laki-laki yang diberi peranan penting. Pentingnya perempuan bukan hanya masa lalu, tetapi juga masa kini dan masa yang akan datang. Peranan wanita tidak hanya bersifat domestik, tetapi juga di gereja, masyarakat, dan dunia. Dunia saat ini membutuhkan saksi-saksi kebangkitan Kristus. Bukan kaum lelaki saja yang Tuhan panggil, tetapi juga kaum perempuan. Menjadi saksi Kristus itu perlu diwujudkan dalam hidup, pewartaan, pelayanan dan peranan yang nyata. Teruslah berkarya, Tuhan sudah buka jalan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Andreas Loanka</strong></h5> Raja Damai yang Menderita (Yesaya 50:4-9; Mazmur 31:8-17; Filipi 2:5-11; Markus 15:1-15) 2024-03-23T14:12:31+07:00 2024-03-23T14:12:31+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/raja-damai-yang-menderita-yesaya-50-4-9-mazmur-31-8-17-filipi-2-5-11-markus-15-1-15 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 24 Maret 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 50:4-9; Mazmur 31:8-17; Filipi 2:5-11; Markus 15:1-15</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Minggu ini minggu palma, minggu yang istimewa yaitu peringgatan masuknya Yesus ke Kota Yerusalem sebelum Ia mati dan bangkit dari kematianNya. Perayaan minggu palma jemaat yang berada di gereja akan dibagikan daun palem. Di dalam Gereja juga penuh akan dekorasi bernuansa palem, tanda jemaat hadir menyambut Yesus yang masuk ke Yerusalem. Keikutsertaan jemaat juga ditandai dengan ikut melambaikan daun palem sembari menyanyikan lagu pujian dan penyembahan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Penggunaan daun palem pada simbol perayaan minggu palma bukan tanpa sebab, melainkan ada makna dibaliknya. Minggu Palma ditandai dengan daun Palma yang identik disimbolkan sebagai lambang kemenangan Yesus Kristus yang telah bangkit dan mengalahkan maut. Pada zaman Romawi, daun palma adalah simbol kemenangan martir, maka dari itu daun ini memberi makna minggu palma bahwa Yesus menang atas maut. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Minggu palma tidak hanya memperingati masuknya Yesus ke Yerusalem saja, akan tetapi juga mengingatkan akan kesengsaraan Yesus. Para jemaat akan diingatkan bahwa setelah dielu-elukan, ada proses sengsara yang Yesus lewati sehingga pekan suci juga disandingkan dengan minggu sengsara.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Bagaimana kisah Perjalanan Yesus yang terakhir menuju Yerusalem.?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus disambut sebagai Mesias Politik sebagai Raja “Hosana , diberkati yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel, seperti Raja Daud dan Salomo. Mereka semua terbius kehebatan Yesus: yang membuat mujizat, kehebatan supranatural maka dengan mudah mengalahkan Romawi </h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus masuk ke kota Yerusalem:<br>- Dengan kepala tegak, tanpa rasa takut sedikitpun.<br>- Tanpa kebencian<br>- Jauh dari kekerasan untuk memberontak<br>- Dengan penuh kasih</h5> <h5 style="text-align: justify;">“Yesus diutus bukan untuk menjadi raja politis tetapi seorang hamba yang memberi punggungnya kepada orang yang memukuliNya dan pipiNya kepada orang yang mencabut janggutNya (Yes 50:6).</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Santoni</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 24 Maret 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 50:4-9; Mazmur 31:8-17; Filipi 2:5-11; Markus 15:1-15</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Minggu ini minggu palma, minggu yang istimewa yaitu peringgatan masuknya Yesus ke Kota Yerusalem sebelum Ia mati dan bangkit dari kematianNya. Perayaan minggu palma jemaat yang berada di gereja akan dibagikan daun palem. Di dalam Gereja juga penuh akan dekorasi bernuansa palem, tanda jemaat hadir menyambut Yesus yang masuk ke Yerusalem. Keikutsertaan jemaat juga ditandai dengan ikut melambaikan daun palem sembari menyanyikan lagu pujian dan penyembahan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Penggunaan daun palem pada simbol perayaan minggu palma bukan tanpa sebab, melainkan ada makna dibaliknya. Minggu Palma ditandai dengan daun Palma yang identik disimbolkan sebagai lambang kemenangan Yesus Kristus yang telah bangkit dan mengalahkan maut. Pada zaman Romawi, daun palma adalah simbol kemenangan martir, maka dari itu daun ini memberi makna minggu palma bahwa Yesus menang atas maut. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Minggu palma tidak hanya memperingati masuknya Yesus ke Yerusalem saja, akan tetapi juga mengingatkan akan kesengsaraan Yesus. Para jemaat akan diingatkan bahwa setelah dielu-elukan, ada proses sengsara yang Yesus lewati sehingga pekan suci juga disandingkan dengan minggu sengsara.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Bagaimana kisah Perjalanan Yesus yang terakhir menuju Yerusalem.?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus disambut sebagai Mesias Politik sebagai Raja “Hosana , diberkati yang datang dalam nama Tuhan, Raja Israel, seperti Raja Daud dan Salomo. Mereka semua terbius kehebatan Yesus: yang membuat mujizat, kehebatan supranatural maka dengan mudah mengalahkan Romawi </h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus masuk ke kota Yerusalem:<br>- Dengan kepala tegak, tanpa rasa takut sedikitpun.<br>- Tanpa kebencian<br>- Jauh dari kekerasan untuk memberontak<br>- Dengan penuh kasih</h5> <h5 style="text-align: justify;">“Yesus diutus bukan untuk menjadi raja politis tetapi seorang hamba yang memberi punggungnya kepada orang yang memukuliNya dan pipiNya kepada orang yang mencabut janggutNya (Yes 50:6).</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Santoni</strong></h5> Memilih Jalan Kemuliaan (Yeremia 31:31-34; Mazmur 51:3-15; Ibrani 5:5-10; Yohanes 12:20-33) 2024-03-16T13:52:12+07:00 2024-03-16T13:52:12+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/memilih-jalan-kemuliaan-yeremia-31-31-34-mazmur-51-3-15-ibrani-5-5-10-yohanes-12-20-33 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 17 Maret 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 31:31-34; Mazmur 51:3-15; Ibrani 5:5-10; Yohanes 12:20-33</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Sewaktu Sekolah Minggu beberapa puluh tahun lalu, ada satu lagu yang sering dinyanyikan, liriknya kira-kira seperti ini:<br>“Di dalam dunia, Ada dua jalan: lebar dan sempit. Mana kau pilih? Yang lebar api, jiwamu mati, Tapi yang sempit, Tuhan berkati.”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Anak-anak Sekolah Minggu pada zaman itu, diajar untuk berani memilih jalan hidup. Jalan hidup yang sempit, penuh kesesakan, tidak selamanya buruk, justru mengantar kita mengalami berkat Tuhan. Sebaliknya, jalan yang lebar dan tampak mudah, justru kerap membawa seseorang lengah dan jatuh dalam bahaya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Memilih jalan hidup merupakan suatu keharusan bagi anak-anak Tuhan. Tema Kebaktian di Minggu Pra Paskah V ini adalah “Memilih Jalan Kemuliaan”. Dalam Injil Yohanes, kata “mulia”, “kemuliaan”, dan “pemuliaan” diri Yesus selalu dikaitkan dengan salib dan pengorbanan yang Dia lakukan. Dari Yohanes 12:20-33 kita belajar beberapa hal mengenai jalan kemuliaan yang Yesus teladankan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Pertama, memilih jalan kemuliaan berarti siap berkurban bagi kebaikan sesama. Sama seperti sebuah biji gandum harus mati dalam tanah untuk kemudian bertumbuh dan menghasilkan banyak buah, demikian juga jalan pengorbanan Yesus, yang rela mati untuk memberi hidup bagi banyak orang. Siapkah kita berkurban bagi sesama?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kedua, memilih jalan kemuliaan berarti siap mengikut Yesus. Kata yang dipakai untuk ‘mengikut’ di sini adalah akoloutheo, yang secara harfiah dapat diartikan: mengikuti, menemani, menyertai, berjalan di jalan yang sama. Itu artinya, kita diminta untuk meneladani dan menjadi sama dengan apa yang Yesus lakukan. Tidak mudah untuk meneladani karya Tuhan yang penuh kasih dan pengorbanan di tengah dunia yang cenderung penuh keserakahan dan keegoisan. Tapi Tuhan memanggil kita untuk melakukannya dengan penuh kerinduan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Upah dosa adalah maut. Mestinya kita menerima penghukuman dan jauh dari yang namanya selamat. Namun karena pengorbanan Yesus di kayu salib kita berubah:<br>- dari orang hukuman &gt; orang bebas<br>- dari hamba dosa &gt; anak-anak Allah<br>- dari orang yang pantas mati &gt; orang yang punya hidup baru</h5> <h5 style="text-align: justify;">Itulah jalan kemuliaan yang dipilih Tuhan, bukan untuk memuliakan dan mengagungkan diri-Nya, melainkan untuk mendatangkan anugerah bagi umat manusia. Jangan kemudian kita menjadikan anugerah Tuhan itu sebagai anugerah yang murahan. Penebusan dan pengampunan yang Allah berikan itu gratis, namun ia tidak murahan. “Anugerah murahan” (cheap grace) adalah jenis anugerah, seperti yang ditegaskan oleh Dietrich Bonhoeffer, yang berisi ajaran tentang keselamatan tanpa diikuti pertobatan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Anugerah Tuhan itu gratis, tapi tidak murahan. Ia mahal harganya karena dibayar dengan darah dan tubuh Kristus. Karenanya jangan sia-siakan anugerah itu. Mari isi hidup baru dengan memilih jalan kemuliaan, siap meneladan Tuhan dengan berkurban dan kerelaan mengikut dan melayani-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Danny Purnama</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 17 Maret 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 31:31-34; Mazmur 51:3-15; Ibrani 5:5-10; Yohanes 12:20-33</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Sewaktu Sekolah Minggu beberapa puluh tahun lalu, ada satu lagu yang sering dinyanyikan, liriknya kira-kira seperti ini:<br>“Di dalam dunia, Ada dua jalan: lebar dan sempit. Mana kau pilih? Yang lebar api, jiwamu mati, Tapi yang sempit, Tuhan berkati.”</h5> <h5 style="text-align: justify;">Anak-anak Sekolah Minggu pada zaman itu, diajar untuk berani memilih jalan hidup. Jalan hidup yang sempit, penuh kesesakan, tidak selamanya buruk, justru mengantar kita mengalami berkat Tuhan. Sebaliknya, jalan yang lebar dan tampak mudah, justru kerap membawa seseorang lengah dan jatuh dalam bahaya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Memilih jalan hidup merupakan suatu keharusan bagi anak-anak Tuhan. Tema Kebaktian di Minggu Pra Paskah V ini adalah “Memilih Jalan Kemuliaan”. Dalam Injil Yohanes, kata “mulia”, “kemuliaan”, dan “pemuliaan” diri Yesus selalu dikaitkan dengan salib dan pengorbanan yang Dia lakukan. Dari Yohanes 12:20-33 kita belajar beberapa hal mengenai jalan kemuliaan yang Yesus teladankan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Pertama, memilih jalan kemuliaan berarti siap berkurban bagi kebaikan sesama. Sama seperti sebuah biji gandum harus mati dalam tanah untuk kemudian bertumbuh dan menghasilkan banyak buah, demikian juga jalan pengorbanan Yesus, yang rela mati untuk memberi hidup bagi banyak orang. Siapkah kita berkurban bagi sesama?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kedua, memilih jalan kemuliaan berarti siap mengikut Yesus. Kata yang dipakai untuk ‘mengikut’ di sini adalah akoloutheo, yang secara harfiah dapat diartikan: mengikuti, menemani, menyertai, berjalan di jalan yang sama. Itu artinya, kita diminta untuk meneladani dan menjadi sama dengan apa yang Yesus lakukan. Tidak mudah untuk meneladani karya Tuhan yang penuh kasih dan pengorbanan di tengah dunia yang cenderung penuh keserakahan dan keegoisan. Tapi Tuhan memanggil kita untuk melakukannya dengan penuh kerinduan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Upah dosa adalah maut. Mestinya kita menerima penghukuman dan jauh dari yang namanya selamat. Namun karena pengorbanan Yesus di kayu salib kita berubah:<br>- dari orang hukuman &gt; orang bebas<br>- dari hamba dosa &gt; anak-anak Allah<br>- dari orang yang pantas mati &gt; orang yang punya hidup baru</h5> <h5 style="text-align: justify;">Itulah jalan kemuliaan yang dipilih Tuhan, bukan untuk memuliakan dan mengagungkan diri-Nya, melainkan untuk mendatangkan anugerah bagi umat manusia. Jangan kemudian kita menjadikan anugerah Tuhan itu sebagai anugerah yang murahan. Penebusan dan pengampunan yang Allah berikan itu gratis, namun ia tidak murahan. “Anugerah murahan” (cheap grace) adalah jenis anugerah, seperti yang ditegaskan oleh Dietrich Bonhoeffer, yang berisi ajaran tentang keselamatan tanpa diikuti pertobatan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Anugerah Tuhan itu gratis, tapi tidak murahan. Ia mahal harganya karena dibayar dengan darah dan tubuh Kristus. Karenanya jangan sia-siakan anugerah itu. Mari isi hidup baru dengan memilih jalan kemuliaan, siap meneladan Tuhan dengan berkurban dan kerelaan mengikut dan melayani-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Danny Purnama</strong></h5> Anugerah-Nya Pulihkanku (Bilangan 21:4-9; Mazmur 107:1-3, 17-22; Efesus 2:1-10; Yohanes 3:14-21) 2024-03-09T10:24:54+07:00 2024-03-09T10:24:54+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/anugerah-nya-pulihkanku-bilangan-21-4-9-mazmur-107-1-3-17-22-efesus-2-1-10-yohanes-3-14-21 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 10 Maret 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Bilangan 21:4-9; Mazmur 107:1-3, 17-22; Efesus 2:1-10; Yohanes 3:14-21</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita semua adalah manusia yang berdosa, tidak ada yang bisa menyelamatkan diri kita, selain Tuhan Yesus Kristus. Hanya oleh karena anugerah-Nya, kita dapat memperoleh keselamatan, pemulihan yang sempurna. Hal ini yang juga disampaikan oleh Paulus kepada jemaat di Efesus, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil pekerjaanmu; jangan ada orang yang memegahkan diri” (Ef. 2:8-9). Sejak manusia jatuh ke dalam dosa, Allahlah yang merancang keselamatan dan pemulihan bagi manusia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hanya oleh Anugerah Tuhan, manusia dapat memperoleh keselamatan—<strong>Sola Gratia.</strong> Dua kata ini merupakan salah satu dari tiga semboyan reformasi yang digagas oleh Martin Luther (<em>Sola Gratia, Sola Fide, Sola Scriptura</em>). Semboyan ini pula yang menjadi doktrin bagi gereja-gereja reformasi atau Protestan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Lalu, apakah setelah mendapatkan anugerah keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus, kita hanya pasif dan tidak melakukan apa pun untuk tetap mempertahankan anugerah tersebut dan memperoleh hidup kekal? Jelas tidak. Sebagaimana ayat yang kita baca pada hari ini, kita diminta agar dapat bergerak aktif untuk memandang dan mempercayakan keselamatan pada anugerah Allah tersebut. Sebab dengan demikian, kita mendapatkan keselamatan dan juga hidup kekal. Hidup kekal yang dimaksud bukan hanya tentang hidup setelah kematian, tetapi juga dapat terjadi saat ini, yaitu dengan turut berpartisipasi dan dapat dipercaya untuk mewujudkan Kerajaan Allah di muka bumi ini. Seperti apa yang disampaikan oleh Paulus kepada Jemaat di Efesus, “Kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalamnya” (Ef. 2:10). Allah ingin agar kita hidup di dalamnya! Ia ingin kita melakukan pekerjaan baik, seperti apa yang diteladankan oleh Yesus dalam menghadirkan Kerajaan Allah di muka bumi ini. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Kehidupan yang kekal berarti hidup dalam Kerajaan Allah. Kita dapat hidup di dalam-Nya ketika kita terlibat aktif mengerjakan pekerjaan baik yang dirancang Allah.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Devina E. Minerva</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 10 Maret 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Bilangan 21:4-9; Mazmur 107:1-3, 17-22; Efesus 2:1-10; Yohanes 3:14-21</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita semua adalah manusia yang berdosa, tidak ada yang bisa menyelamatkan diri kita, selain Tuhan Yesus Kristus. Hanya oleh karena anugerah-Nya, kita dapat memperoleh keselamatan, pemulihan yang sempurna. Hal ini yang juga disampaikan oleh Paulus kepada jemaat di Efesus, “Sebab karena kasih karunia kamu diselamatkan oleh iman; itu bukan hasil pekerjaanmu; jangan ada orang yang memegahkan diri” (Ef. 2:8-9). Sejak manusia jatuh ke dalam dosa, Allahlah yang merancang keselamatan dan pemulihan bagi manusia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hanya oleh Anugerah Tuhan, manusia dapat memperoleh keselamatan—<strong>Sola Gratia.</strong> Dua kata ini merupakan salah satu dari tiga semboyan reformasi yang digagas oleh Martin Luther (<em>Sola Gratia, Sola Fide, Sola Scriptura</em>). Semboyan ini pula yang menjadi doktrin bagi gereja-gereja reformasi atau Protestan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Lalu, apakah setelah mendapatkan anugerah keselamatan dari Tuhan Yesus Kristus, kita hanya pasif dan tidak melakukan apa pun untuk tetap mempertahankan anugerah tersebut dan memperoleh hidup kekal? Jelas tidak. Sebagaimana ayat yang kita baca pada hari ini, kita diminta agar dapat bergerak aktif untuk memandang dan mempercayakan keselamatan pada anugerah Allah tersebut. Sebab dengan demikian, kita mendapatkan keselamatan dan juga hidup kekal. Hidup kekal yang dimaksud bukan hanya tentang hidup setelah kematian, tetapi juga dapat terjadi saat ini, yaitu dengan turut berpartisipasi dan dapat dipercaya untuk mewujudkan Kerajaan Allah di muka bumi ini. Seperti apa yang disampaikan oleh Paulus kepada Jemaat di Efesus, “Kita ini buatan Allah, diciptakan dalam Kristus Yesus untuk melakukan pekerjaan baik, yang dipersiapkan Allah sebelumnya. Ia mau supaya kita hidup di dalamnya” (Ef. 2:10). Allah ingin agar kita hidup di dalamnya! Ia ingin kita melakukan pekerjaan baik, seperti apa yang diteladankan oleh Yesus dalam menghadirkan Kerajaan Allah di muka bumi ini. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Kehidupan yang kekal berarti hidup dalam Kerajaan Allah. Kita dapat hidup di dalam-Nya ketika kita terlibat aktif mengerjakan pekerjaan baik yang dirancang Allah.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Devina E. Minerva</strong></h5> Kemarahan dalam Cinta-Nya (Keluaran 20:1-17; Mazmur 19; 1 Korintus 1:18-25; Yohanes 2:13-22) 2024-03-02T14:11:32+07:00 2024-03-02T14:11:32+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/kemarahan-dalam-cinta-nya-keluaran-20-1-17-mazmur-19-1-korintus-1-18-25-yohanes-2-13-22 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 3 Maret 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Keluaran 20:1-17; Mazmur 19; 1 Korintus 1:18-25; Yohanes 2:13-22</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Marah. Berbicara mengenai marah, adakah dari kita yang tidak pernah marah? Rasa-rasanya setiap dari kita pernah tersulut amarah. Ada orang marah meledak-meledak, ada juga marah dengan sikap yang masih tenang, ada yang marah tujuannya untuk merendahkan atau menghancurkan orang lain, dan ada yang marah dengan tujuannya untuk mendisiplinkan. Setiap orang bisa berbeda-beda dalam menunjukan ekspresi kemarahan dan bisa berbeda-beda tujuan/motivasi amarahnya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pembacaan Alkitab hari ini pun menunjukan bahwa Yesus pernah marah di Bait Allah. Bait Allah yang semestinya jadi pusat peribadahan dan simbol kehadiran Allah di tengah umat-Nya, namun tercederai dengan berbagai kepentingan yang justru dibiarkan oleh para imam dan ahli-ahli Taurat. Kepentingan itu ialah perdagangan dan dalam perdagangan ini termuat unsur kecurangan, penipuan dan pemerasaan kepada umat. Tentu saja hal ini mengotori kekudusan Bait Allah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus marah karena Ia melihat Bait Allah dipergunakan untuk tindakan yang tidak baik, Bait Allah begitu kotor dan tidak tertib. Yesus mengambil sikap untuk membersihkan Bait Allah. Tindakan Yesus membersihkan Bait Allah merupakan bentuk rasa hormat dan kasih-Nya kepada Bait Allah sehingga tidak ingin Bait Allah dicederai oleh berbagai kepentingan dan tindakan yang tak berkenan dihadapan-Nya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kemarahan Yesus di Bait Allah pun sejatinya bukan untuk menyakiti, menghancurkan, atau melukai, melainkan hanya untuk menertibkan/mendisiplinkan dan membersihkan Bait Allah. Sebuah kemarahan dalam cinta-Nya, karena Ia tidak ingin umat yang begitu dicintai-Nya justru terjebak dalam dosa dan kesalahan.<br>Di Minggu PraPaskah III ini, kita bersama diingatkan. Pertama, kemarahan Yesus bukanlah untuk melukai dan menghancurkan, melainkan untuk mendisiplinkan umat yang dikasihi-Nya. Kedua, kita pun diingatkan untuk menjaga kekudusan Bait Allah; baik Bait Allah yang adalah tempat peribadahan dan Bait Allah yang adalah diri kita sendiri. Selamat menghayati Minggu PraPaskah III.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Erma P. Kristiyono</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 3 Maret 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Keluaran 20:1-17; Mazmur 19; 1 Korintus 1:18-25; Yohanes 2:13-22</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Marah. Berbicara mengenai marah, adakah dari kita yang tidak pernah marah? Rasa-rasanya setiap dari kita pernah tersulut amarah. Ada orang marah meledak-meledak, ada juga marah dengan sikap yang masih tenang, ada yang marah tujuannya untuk merendahkan atau menghancurkan orang lain, dan ada yang marah dengan tujuannya untuk mendisiplinkan. Setiap orang bisa berbeda-beda dalam menunjukan ekspresi kemarahan dan bisa berbeda-beda tujuan/motivasi amarahnya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pembacaan Alkitab hari ini pun menunjukan bahwa Yesus pernah marah di Bait Allah. Bait Allah yang semestinya jadi pusat peribadahan dan simbol kehadiran Allah di tengah umat-Nya, namun tercederai dengan berbagai kepentingan yang justru dibiarkan oleh para imam dan ahli-ahli Taurat. Kepentingan itu ialah perdagangan dan dalam perdagangan ini termuat unsur kecurangan, penipuan dan pemerasaan kepada umat. Tentu saja hal ini mengotori kekudusan Bait Allah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus marah karena Ia melihat Bait Allah dipergunakan untuk tindakan yang tidak baik, Bait Allah begitu kotor dan tidak tertib. Yesus mengambil sikap untuk membersihkan Bait Allah. Tindakan Yesus membersihkan Bait Allah merupakan bentuk rasa hormat dan kasih-Nya kepada Bait Allah sehingga tidak ingin Bait Allah dicederai oleh berbagai kepentingan dan tindakan yang tak berkenan dihadapan-Nya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kemarahan Yesus di Bait Allah pun sejatinya bukan untuk menyakiti, menghancurkan, atau melukai, melainkan hanya untuk menertibkan/mendisiplinkan dan membersihkan Bait Allah. Sebuah kemarahan dalam cinta-Nya, karena Ia tidak ingin umat yang begitu dicintai-Nya justru terjebak dalam dosa dan kesalahan.<br>Di Minggu PraPaskah III ini, kita bersama diingatkan. Pertama, kemarahan Yesus bukanlah untuk melukai dan menghancurkan, melainkan untuk mendisiplinkan umat yang dikasihi-Nya. Kedua, kita pun diingatkan untuk menjaga kekudusan Bait Allah; baik Bait Allah yang adalah tempat peribadahan dan Bait Allah yang adalah diri kita sendiri. Selamat menghayati Minggu PraPaskah III.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Erma P. Kristiyono</strong></h5> Jalan Serta Yesus (Kejadian 17:1-7, 15-16; Mazmur 22:24-32; Roma 4:13-25; Markus 8:31-38) 2024-02-24T13:29:36+07:00 2024-02-24T13:29:36+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/jalan-serta-yesus-kejadian-17-1-7-15-16-mazmur-22-24-32-roma-4-13-25-markus-8-31-38 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 25 Februari 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 17:1-7, 15-16; Mazmur 22:24-32; Roma 4:13-25; Markus 8:31-38</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam menjalani kehidupan ini kita sedang berjalan mengikut Yesus untuk mau menyerahkan hidup kepada Tuhan bukan lagi kepada keinginan duniawi, tetap setia mengikut Yesus walaupun menghadapi berbagai pergumulan dan penderitaan, tetap taat mengikuti perintah Tuhan disepanjang hidup. Maka kita sampai kepada ungkapan yang mengatakan “No Crown without Cross, No Gain without Pain” tidak adak ada mahkota tanpa salib dan tidak ada keberhasilan tanpa pengorbanan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Setiap orang memiliki “salib” masing-masing untuk dipikul. Dalam kehidupan kita ada banyak tantangan yang harus kita hadapi, “Apakah kita menghadapinya sesuai dengan pengakuan iman bahwa Yesus Tuhan dan Juruselamat?” Dalam tekanan, pergumulan, dalam suka maupun duka dalam menjalani kehidupan ini, apakah kita mau menyerahkan diri, setia dan taat kepada penggembalaan Kristus seumur hidup sampai kita diam di rumah Tuhan sepanjang masa?</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Handri Salim</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 25 Februari 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 17:1-7, 15-16; Mazmur 22:24-32; Roma 4:13-25; Markus 8:31-38</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam menjalani kehidupan ini kita sedang berjalan mengikut Yesus untuk mau menyerahkan hidup kepada Tuhan bukan lagi kepada keinginan duniawi, tetap setia mengikut Yesus walaupun menghadapi berbagai pergumulan dan penderitaan, tetap taat mengikuti perintah Tuhan disepanjang hidup. Maka kita sampai kepada ungkapan yang mengatakan “No Crown without Cross, No Gain without Pain” tidak adak ada mahkota tanpa salib dan tidak ada keberhasilan tanpa pengorbanan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Setiap orang memiliki “salib” masing-masing untuk dipikul. Dalam kehidupan kita ada banyak tantangan yang harus kita hadapi, “Apakah kita menghadapinya sesuai dengan pengakuan iman bahwa Yesus Tuhan dan Juruselamat?” Dalam tekanan, pergumulan, dalam suka maupun duka dalam menjalani kehidupan ini, apakah kita mau menyerahkan diri, setia dan taat kepada penggembalaan Kristus seumur hidup sampai kita diam di rumah Tuhan sepanjang masa?</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Handri Salim</strong></h5> Allah yang Tak Ingkar Janji (Kejadian 9:8-17; Mazmur 25:1-10; 1 Petrus 3:18-22; Markus 1:9-15) 2024-02-17T14:28:55+07:00 2024-02-17T14:28:55+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/allah-yang-tak-ingkar-janji-kejadian-9-8-17-mazmur-25-1-10-1-petrus-3-18-22-markus-1-9-15 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 18 Februari 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 9:8-17; Mazmur 25:1-10; 1 Petrus 3:18-22; Markus 1:9-15</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Dari beberapa bagian bacaan Alkitab hari ini, yang paling mengundang perhatian adalah surat 1 Petrus 3:18-22. Di dalamnya dikatakan tentang Kristus pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara. Roh-roh itu berasal dari zaman Nuh. Mereka yang memahami secara harfiah membayangkan Kristus berkeliling di dunia orang mati. Berarti tidak hanya di dunia orang hidup saja Kristus bekerja, namun di dunia orang mati juga. Muncullah berbagai macam spekulasi tentang apa yang terjadi ketika Kristus menginjili orang-orang yang sudah meninggal. Tetapi tetap ada yang dapat memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Tidak perlu juga soal itu dipertanyakan. Sebab memang surat tersebut tidak dimaksudkan untuk mengajak pembacanya membayangkan kehidupan sesudah kematian. Tujuannya bukan itu melainkan menggambarkan keluasan pekerjaan Kristus. Pekerjaan Kristus adalah memberitakan Injil maka keluasan pekerjaan-Nya adalah keluasan pemberitaan Injil juga. Injil memang perlu diberitakan seluas-luasnya. Injil adalah berita suka cita yang terjadi karena pembebasan dari belenggu yang membuat orang tidak berdaya. Tuhan tidak pernah berhenti memberitakan Injil. Dari dulu sampai sekarang. Pengetahuan kita tentang pekerjaan Tuhan terbatas. Tetapi kita boleh yakin bahwa di luar yang kita ketahui, Tuhan memberitakan Injil kepada siapa saja bahkan segala makhluk. Kiranya berita gembira itu dialami oleh semuanya saja.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Prof. Robert Setio, Ph.D.</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 18 Februari 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 9:8-17; Mazmur 25:1-10; 1 Petrus 3:18-22; Markus 1:9-15</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Dari beberapa bagian bacaan Alkitab hari ini, yang paling mengundang perhatian adalah surat 1 Petrus 3:18-22. Di dalamnya dikatakan tentang Kristus pergi memberitakan Injil kepada roh-roh yang di dalam penjara. Roh-roh itu berasal dari zaman Nuh. Mereka yang memahami secara harfiah membayangkan Kristus berkeliling di dunia orang mati. Berarti tidak hanya di dunia orang hidup saja Kristus bekerja, namun di dunia orang mati juga. Muncullah berbagai macam spekulasi tentang apa yang terjadi ketika Kristus menginjili orang-orang yang sudah meninggal. Tetapi tetap ada yang dapat memastikan apa yang sebenarnya terjadi. Tidak perlu juga soal itu dipertanyakan. Sebab memang surat tersebut tidak dimaksudkan untuk mengajak pembacanya membayangkan kehidupan sesudah kematian. Tujuannya bukan itu melainkan menggambarkan keluasan pekerjaan Kristus. Pekerjaan Kristus adalah memberitakan Injil maka keluasan pekerjaan-Nya adalah keluasan pemberitaan Injil juga. Injil memang perlu diberitakan seluas-luasnya. Injil adalah berita suka cita yang terjadi karena pembebasan dari belenggu yang membuat orang tidak berdaya. Tuhan tidak pernah berhenti memberitakan Injil. Dari dulu sampai sekarang. Pengetahuan kita tentang pekerjaan Tuhan terbatas. Tetapi kita boleh yakin bahwa di luar yang kita ketahui, Tuhan memberitakan Injil kepada siapa saja bahkan segala makhluk. Kiranya berita gembira itu dialami oleh semuanya saja.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Prof. Robert Setio, Ph.D.</strong></h5> Kemuliaan dalam Solidaritas Tanpa Batas (2 Raja-raja 2:1-12; Mazmur 50:1-6; 2 Korintus 4:3-6; Markus 9:2-9) 2024-02-09T21:26:45+07:00 2024-02-09T21:26:45+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/kemuliaan-dalam-solidaritas-tanpa-batas-2-raja-raja-2-1-12-mazmur-50-1-6-2-korintus-4-3-6-markus-9-2-9 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 11 Februari 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;2 Raja-raja 2:1-12; Mazmur 50:1-6; 2 Korintus 4:3-6; Markus 9:2-9</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Minggu ini kita memasuki Minggu Transfigurasi. Minggu Transfigurasi menjadi minggu terakhir setelah Masa Raya Natal dan sebelum memasuki rangkaian Masa Raya Paskah yang dimulai dari Rabu Abu. Secara harfiah, transfigurasi artinya perubahan bentuk atau rupa. Transfigurasi ini dialami oleh Yesus ketika Ia berada di atas gunung, nampak perubahan rupa Yesus dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat tidak ada satu orang pun yang dapat menggelantang pakaian seperti itu. Yesus hadir dalam kemuliaan-Nya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam kemuliaan-Nya Yesus hadir bersama dengan Musa dan Elia. Mengapa ada Musa dan Elia? Musa adalah orang yang membawa hukum Allah, sedangkan Elia adalah sang penegak kehendak Allah, dan Yesus datang untuk menggenapi janji Allah. Musa membelah Laut Teberau yang merupakan simbol batas Mesir sebagai wilayah perbudakan, Elia membelah Sungai Yordan simbol batas umat memasuki negeri perjanjian. Sementara Yesus kelak membelah tabir Allah ketika penyaliban-Nya terjadi yang merupakan simbol batas kekudusan Allah dan manusia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Murid-murid Yesus yakni Petrus, Yakobus, dan Yohanes merupakan saksi yang melihat peristiwa menakjubkan dan mulia tersebut. Peristiwa tersebut pun menjadi pengalaman spiritual yang menggetarkan sehingga mendorong Petrus berinisiatif mendirikan kemah bagi ketiga tokoh tersebut; Petrus juga ingin menikmati lebih lama kemuliaan perjumpaan Yesus-Musa-Elia. Inisiatif mengabadikan kemah tersebut justru direspon langsung oleh suara yang datang dari dalam awan, “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia”, lalu murid-murid Yesus tidak melihat seorangpun, kecuali Yesus seorang diri.<br>Dan Yesus berpesan agar peristiwa tersebut tidak diceritakan sampai saatnya tiba, yakni ketika Yesus bangkit dari antara orang mati. Hal ini bertujuan agar banyak orang tidak melewatkan aspek penting dari kemuliaan Yesus yakni penderitaan. Murid-murid diminta untuk menerima kemuliaan sekaligus penderitaan Yesus, ketika mereka bisa menerima penderitaan Yesus, maka kelak mereka dapat berbicara dan menyiarkan kemuliaan Yesus dengan utuh dan tepat.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Transfigurasi sebagai pesan antara kemuliaan dan penderitaan Yesus. Menempuh jalan penderitaan dan berakhir pada kemuliaan merupakan cara Yesus menunjukan solidaritas kasih tanpa batas bagi semua ciptaan-Nya. Selamat menghayati Minggu Transfigurasi!</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Erma P. Kristiyono</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 11 Februari 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;2 Raja-raja 2:1-12; Mazmur 50:1-6; 2 Korintus 4:3-6; Markus 9:2-9</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Minggu ini kita memasuki Minggu Transfigurasi. Minggu Transfigurasi menjadi minggu terakhir setelah Masa Raya Natal dan sebelum memasuki rangkaian Masa Raya Paskah yang dimulai dari Rabu Abu. Secara harfiah, transfigurasi artinya perubahan bentuk atau rupa. Transfigurasi ini dialami oleh Yesus ketika Ia berada di atas gunung, nampak perubahan rupa Yesus dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat tidak ada satu orang pun yang dapat menggelantang pakaian seperti itu. Yesus hadir dalam kemuliaan-Nya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam kemuliaan-Nya Yesus hadir bersama dengan Musa dan Elia. Mengapa ada Musa dan Elia? Musa adalah orang yang membawa hukum Allah, sedangkan Elia adalah sang penegak kehendak Allah, dan Yesus datang untuk menggenapi janji Allah. Musa membelah Laut Teberau yang merupakan simbol batas Mesir sebagai wilayah perbudakan, Elia membelah Sungai Yordan simbol batas umat memasuki negeri perjanjian. Sementara Yesus kelak membelah tabir Allah ketika penyaliban-Nya terjadi yang merupakan simbol batas kekudusan Allah dan manusia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Murid-murid Yesus yakni Petrus, Yakobus, dan Yohanes merupakan saksi yang melihat peristiwa menakjubkan dan mulia tersebut. Peristiwa tersebut pun menjadi pengalaman spiritual yang menggetarkan sehingga mendorong Petrus berinisiatif mendirikan kemah bagi ketiga tokoh tersebut; Petrus juga ingin menikmati lebih lama kemuliaan perjumpaan Yesus-Musa-Elia. Inisiatif mengabadikan kemah tersebut justru direspon langsung oleh suara yang datang dari dalam awan, “Inilah Anak yang Kukasihi, dengarkanlah Dia”, lalu murid-murid Yesus tidak melihat seorangpun, kecuali Yesus seorang diri.<br>Dan Yesus berpesan agar peristiwa tersebut tidak diceritakan sampai saatnya tiba, yakni ketika Yesus bangkit dari antara orang mati. Hal ini bertujuan agar banyak orang tidak melewatkan aspek penting dari kemuliaan Yesus yakni penderitaan. Murid-murid diminta untuk menerima kemuliaan sekaligus penderitaan Yesus, ketika mereka bisa menerima penderitaan Yesus, maka kelak mereka dapat berbicara dan menyiarkan kemuliaan Yesus dengan utuh dan tepat.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Transfigurasi sebagai pesan antara kemuliaan dan penderitaan Yesus. Menempuh jalan penderitaan dan berakhir pada kemuliaan merupakan cara Yesus menunjukan solidaritas kasih tanpa batas bagi semua ciptaan-Nya. Selamat menghayati Minggu Transfigurasi!</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Erma P. Kristiyono</strong></h5> Sentuhan Kasih Allah (Yesaya 40:21-31; Mazmur 147:1-11, 20; 1 Korintus 9:16-23; Markus 1:29-39) 2024-02-03T11:08:51+07:00 2024-02-03T11:08:51+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/sentuhan-kasih-allah-yesaya-40-21-31-mazmur-147-1-11-20-1-korintus-9-16-23-markus-1-29-39 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 4 Februari 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 40:21-31; Mazmur 147:1-11, 20; 1 Korintus 9:16-23; Markus 1:29-39</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">“Kasih Allah amat besar. Tidak dapat dilukiskan. Lebih tinggi dari bintang namun mencapai dunia.” Itu adalah penggalan lagu karya F. M. Lehman yang merupakan luapan isi hatinya. Lehman telah mengalami sentuhan kasih-Nya. Sentuhan kasih Allah yang teramat indah itu digubahnya menjadi sebuah lagu yang telah menjadi berkat bagi banyak orang. Sentuhan kasih Allah dinyatakan melalui anugrah umum-Nya. Setiap hari ia mengahampiri dan menyentuh manusia melalui segarnya udara pagi, sejuknya air, dan cerahnya mentari.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sentuhan kasih Allah dinyatakan melalui anugrah khusus di dalam Kristus. Ia mendatangi manusia berdosa melalui Anak Tunggal-Nya, yaitu Tuhan Yesus Kristus, untuk menyelamatkan. Alkitab berkata: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16). Alkitab juga menyatakan: “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Rm. 5:8). Kita yang seharusnya binasa karena dosa, akhirnya memperoleh keselamatan karena kasih-Nya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sentuhan kasih Allah dinyatakan melalui penyertaan, penyembuhan, dan pemeliharaan-Nya. Injil Markus 1:29-34 menyatakan bahwa Yesus menyembuhkan ibu mertua Yesus dan banyak orang-orang lain. Hal itu juga terjadi pada orang-orang percaya pada masa kini. Ia menyertai, melindungi dan memelihara kita dengan kasih-Nya. Karena kasih Ia memperlakukan umat-Nya seperti “biji mata-Nya.” Sentuhan kasih Allah dinyatakan dengan pengajaran dan pemberitaan Injil. Itulah yang dilakukan Tuhan Yesus. Injil Markus 1:35-39 menyatakan bahwa Yesus mengajar dan memberitakan Injil dari satu kota ke kota lain. Karena kasih, Ia menghendaki agar orang-orang berdosa mengerti kebenaran, bertobat, dan berjalan di jalan yang kekal.<br>Allah senantiasa menyentuh kita dengan kasih-Nya. Bagaimana respon kita? Sentuhan kasih Allah hendak mengobarkan kasih kita. Tuhan Yesus berkata, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu” (Luk. 10:27a). Itu berarti kita harus mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh dan dengan segenap keberadaan kita. Tetapi, sudahkah kita melakukannya? </h5> <h5 style="text-align: justify;">Seringkali kita gagal mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, kekuatan dan akal budi kita. Mungkin itu terwujud dalam kebiasaan mangkir dari pertemuan ibadah atau melalaikan waktu berkomunikasi dengan Tuhan, karena kesibukan duniawi. Ada yang enggan untuk melayani, dan menyia-nyiakan talenta yang Tuhan telah beri. Ada pula yang melayani, tetapi dengan setengah hati. Biarlah sentuhan kasih Allah dapat kembali kita alami kembali. Biarlah sentuhan kasih Allah menggairahkan kasih kita kepada-Nya. Kasih membuat kita rindu bersekutu dengan-Nya, berjalan bersama-Nya, serta melakukan yang terbaik untuk menyenangkan hati-Nya. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Sentuhan kasih Allah hendaklah kita wujudkan pula kepada sesama. Ingatlah perkataan Tuhan Yesus: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22 :39). Sentuhan kasih Allah hendak membangkitkan kasih kita kepada sesama. Marilah, hai anak-anak Tuhan, kita tingkatkan cinta kasih kepada sesama kita! Tangisilah jiwa-jiwa yang akan binasa dan mulailah giat memberitakan Injil keselamatan. Milikilah kepekaan sosial dan kerelaan untuk mengulurkan tangan kepada mereka yang lemah dan membutuhkan pertolongan. Marilah kita turut ambil bagian di dalam menciptakan suatu tatanan dunia baru yang ditandai dengan keadilan, damai sejahtra dan cinta kasih. Itulah kehendak Allah yang Mahakasih.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sentuhan kasih Allah seharusnya membuat kita menginstropeksi diri: Bagaimana kasih kita akan Allah? Bagaimana pula kasih kita akan sesama manusia? Sentuhan kasih Allah kiranya membangkitkan kasih kita. Kita harus bangkit dan melangkah maju. Jangan terpaku di dalam kegagalan. Kasihilah Allah dan kasihilah sesama!</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Andreas Loanka</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 4 Februari 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 40:21-31; Mazmur 147:1-11, 20; 1 Korintus 9:16-23; Markus 1:29-39</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">“Kasih Allah amat besar. Tidak dapat dilukiskan. Lebih tinggi dari bintang namun mencapai dunia.” Itu adalah penggalan lagu karya F. M. Lehman yang merupakan luapan isi hatinya. Lehman telah mengalami sentuhan kasih-Nya. Sentuhan kasih Allah yang teramat indah itu digubahnya menjadi sebuah lagu yang telah menjadi berkat bagi banyak orang. Sentuhan kasih Allah dinyatakan melalui anugrah umum-Nya. Setiap hari ia mengahampiri dan menyentuh manusia melalui segarnya udara pagi, sejuknya air, dan cerahnya mentari.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sentuhan kasih Allah dinyatakan melalui anugrah khusus di dalam Kristus. Ia mendatangi manusia berdosa melalui Anak Tunggal-Nya, yaitu Tuhan Yesus Kristus, untuk menyelamatkan. Alkitab berkata: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan AnakNya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepadaNya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16). Alkitab juga menyatakan: “Akan tetapi Allah menunjukkan kasih-Nya kepada kita, oleh karena Kristus telah mati untuk kita, ketika kita masih berdosa” (Rm. 5:8). Kita yang seharusnya binasa karena dosa, akhirnya memperoleh keselamatan karena kasih-Nya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sentuhan kasih Allah dinyatakan melalui penyertaan, penyembuhan, dan pemeliharaan-Nya. Injil Markus 1:29-34 menyatakan bahwa Yesus menyembuhkan ibu mertua Yesus dan banyak orang-orang lain. Hal itu juga terjadi pada orang-orang percaya pada masa kini. Ia menyertai, melindungi dan memelihara kita dengan kasih-Nya. Karena kasih Ia memperlakukan umat-Nya seperti “biji mata-Nya.” Sentuhan kasih Allah dinyatakan dengan pengajaran dan pemberitaan Injil. Itulah yang dilakukan Tuhan Yesus. Injil Markus 1:35-39 menyatakan bahwa Yesus mengajar dan memberitakan Injil dari satu kota ke kota lain. Karena kasih, Ia menghendaki agar orang-orang berdosa mengerti kebenaran, bertobat, dan berjalan di jalan yang kekal.<br>Allah senantiasa menyentuh kita dengan kasih-Nya. Bagaimana respon kita? Sentuhan kasih Allah hendak mengobarkan kasih kita. Tuhan Yesus berkata, “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu” (Luk. 10:27a). Itu berarti kita harus mengasihi Allah dengan sungguh-sungguh dan dengan segenap keberadaan kita. Tetapi, sudahkah kita melakukannya? </h5> <h5 style="text-align: justify;">Seringkali kita gagal mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, kekuatan dan akal budi kita. Mungkin itu terwujud dalam kebiasaan mangkir dari pertemuan ibadah atau melalaikan waktu berkomunikasi dengan Tuhan, karena kesibukan duniawi. Ada yang enggan untuk melayani, dan menyia-nyiakan talenta yang Tuhan telah beri. Ada pula yang melayani, tetapi dengan setengah hati. Biarlah sentuhan kasih Allah dapat kembali kita alami kembali. Biarlah sentuhan kasih Allah menggairahkan kasih kita kepada-Nya. Kasih membuat kita rindu bersekutu dengan-Nya, berjalan bersama-Nya, serta melakukan yang terbaik untuk menyenangkan hati-Nya. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Sentuhan kasih Allah hendaklah kita wujudkan pula kepada sesama. Ingatlah perkataan Tuhan Yesus: “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22 :39). Sentuhan kasih Allah hendak membangkitkan kasih kita kepada sesama. Marilah, hai anak-anak Tuhan, kita tingkatkan cinta kasih kepada sesama kita! Tangisilah jiwa-jiwa yang akan binasa dan mulailah giat memberitakan Injil keselamatan. Milikilah kepekaan sosial dan kerelaan untuk mengulurkan tangan kepada mereka yang lemah dan membutuhkan pertolongan. Marilah kita turut ambil bagian di dalam menciptakan suatu tatanan dunia baru yang ditandai dengan keadilan, damai sejahtra dan cinta kasih. Itulah kehendak Allah yang Mahakasih.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sentuhan kasih Allah seharusnya membuat kita menginstropeksi diri: Bagaimana kasih kita akan Allah? Bagaimana pula kasih kita akan sesama manusia? Sentuhan kasih Allah kiranya membangkitkan kasih kita. Kita harus bangkit dan melangkah maju. Jangan terpaku di dalam kegagalan. Kasihilah Allah dan kasihilah sesama!</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Andreas Loanka</strong></h5> KuasaNya Melebihi Segalanya (Ulangan 18:15-20; Mazmur 111; 1 Korintus 8:1-13; Markus 1:21-28) 2024-01-29T09:43:49+07:00 2024-01-29T09:43:49+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/kuasanya-melebihi-segalanya-ulangan-18-15-20-mazmur-111-1-korintus-8-1-13-markus-1-21-28 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 28 Januari 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Ulangan 18:15-20; Mazmur 111; 1 Korintus 8:1-13; Markus 1:21-28</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita tidak jarang melihat ada sticker yang ditempelkan di mobil-mobil pribadi. Mobil yang digunakan itu kita tahu milik masyarakat biasa, tapi diberi sticker berlambang Kopassus, Marinir, Kostrad, Paskhas, Paspampres, Mabes Polri dll. Apa sich tujuan ditempelkan sticker seperti itu? Pertama, si empunya mobil bangga punya teman yang hebat dan punya kuasa; kedua, dia juga merasa aman dan terlindungi dengan kuasa yang ada pada relasinya itu.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Saudara dan saya sebagai anak-anak Allah juga punya Teman yang membuat kita bangga sekaligus merasa aman-terlindungi berkat kuasa yang dimiliki-Nya, yaitu Tuhan Yesus. Kuasa seperti apa yang Tuhan Yesus miliki? </h5> <h5 style="text-align: justify;">Markus 1:21-28 mengungkapkan bahwa orang-orang di Kapernaum takjub mendengar pengajaran Yesus dan karya pelayanan yang dilakukan-Nya saat menyembuhkan orang yang kerasukan roh jahat. Kata yang digunakan dalam bahasa Yunaninya di sini adalah exousia, yang dapat diartikan sebagai kemampuan dan kekuatan yang punya wibawa sehingga dapat mempengaruhi orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari kita mendengar ada orang punya kemampuan atau kuasa untuk menghipnotis orang lain sehingga mempengaruhi orang tersebut untuk mengikuti kemauan sang empunya kuasa hipnotis. Tidak demikian dengan Yesus. Ia memakai kuasa yang ada pada-Nya bukan untuk mempengaruhi orang lain agar memenuhi keinginan-Nya. Pengaruh yang dibawa Yesus adalah pengaruh yang positif, yaitu supaya orang takjub dan mengalami sendiri karya Allah. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Kuasa yang Tuhan miliki itu melebihi kuasa apapun yang ada di dunia. Paulus dalam Efesus 1:21 menegaskan bahwa kuasa Tuhan lebih tinggi dari kuasa yang dimiliki segala pemerintah, penguasa dan kerajaan di dunia sekarang ini maupun dunia yang akan datang. Kuasa terbesar ada pada-Nya. Kalau manusia memiliki kuasa besar, apalagi kuasa yang sangat besar, kerapkali tergoda untuk memakai kekuasaan itu untuk kepentingan dirinya sendiri dan menindas sesama, maka Tuhan Yesus justru memakai kuasa yang besar itu untuk kebaikan umat-Nya: mendorong dan menggerakkan kita untuk takjub dan percaya pada Allah yang melindungi dan memelihara kita, serta mendorong dan menggerakkan kita untuk mengalami perjumpaan dengan Allah. Lalu dengan kuasa Tuhan yang kita alami itu, kita juga didorong dan digerakkan untuk terus bertahan dan setia sebagai pengikut Tuhan dan menjadi saksi karya Allah bagi sesama.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Danny Purnama</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 28 Januari 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Ulangan 18:15-20; Mazmur 111; 1 Korintus 8:1-13; Markus 1:21-28</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita tidak jarang melihat ada sticker yang ditempelkan di mobil-mobil pribadi. Mobil yang digunakan itu kita tahu milik masyarakat biasa, tapi diberi sticker berlambang Kopassus, Marinir, Kostrad, Paskhas, Paspampres, Mabes Polri dll. Apa sich tujuan ditempelkan sticker seperti itu? Pertama, si empunya mobil bangga punya teman yang hebat dan punya kuasa; kedua, dia juga merasa aman dan terlindungi dengan kuasa yang ada pada relasinya itu.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Saudara dan saya sebagai anak-anak Allah juga punya Teman yang membuat kita bangga sekaligus merasa aman-terlindungi berkat kuasa yang dimiliki-Nya, yaitu Tuhan Yesus. Kuasa seperti apa yang Tuhan Yesus miliki? </h5> <h5 style="text-align: justify;">Markus 1:21-28 mengungkapkan bahwa orang-orang di Kapernaum takjub mendengar pengajaran Yesus dan karya pelayanan yang dilakukan-Nya saat menyembuhkan orang yang kerasukan roh jahat. Kata yang digunakan dalam bahasa Yunaninya di sini adalah exousia, yang dapat diartikan sebagai kemampuan dan kekuatan yang punya wibawa sehingga dapat mempengaruhi orang lain. Dalam kehidupan sehari-hari kita mendengar ada orang punya kemampuan atau kuasa untuk menghipnotis orang lain sehingga mempengaruhi orang tersebut untuk mengikuti kemauan sang empunya kuasa hipnotis. Tidak demikian dengan Yesus. Ia memakai kuasa yang ada pada-Nya bukan untuk mempengaruhi orang lain agar memenuhi keinginan-Nya. Pengaruh yang dibawa Yesus adalah pengaruh yang positif, yaitu supaya orang takjub dan mengalami sendiri karya Allah. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Kuasa yang Tuhan miliki itu melebihi kuasa apapun yang ada di dunia. Paulus dalam Efesus 1:21 menegaskan bahwa kuasa Tuhan lebih tinggi dari kuasa yang dimiliki segala pemerintah, penguasa dan kerajaan di dunia sekarang ini maupun dunia yang akan datang. Kuasa terbesar ada pada-Nya. Kalau manusia memiliki kuasa besar, apalagi kuasa yang sangat besar, kerapkali tergoda untuk memakai kekuasaan itu untuk kepentingan dirinya sendiri dan menindas sesama, maka Tuhan Yesus justru memakai kuasa yang besar itu untuk kebaikan umat-Nya: mendorong dan menggerakkan kita untuk takjub dan percaya pada Allah yang melindungi dan memelihara kita, serta mendorong dan menggerakkan kita untuk mengalami perjumpaan dengan Allah. Lalu dengan kuasa Tuhan yang kita alami itu, kita juga didorong dan digerakkan untuk terus bertahan dan setia sebagai pengikut Tuhan dan menjadi saksi karya Allah bagi sesama.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Danny Purnama</strong></h5> Menangkap Momentum Hidup (Yunus 3:1-5, 10; Mazmur 62:6-13; 1 Korintus 7:29-31; Markus 1:14-20) 2024-01-20T08:47:45+07:00 2024-01-20T08:47:45+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/menangkap-momentum-hidup-yunus-3-1-5-10-mazmur-62-6-13-1-korintus-7-29-31-markus-1-14-20 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 21 Januari 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yunus 3:1-5, 10; Mazmur 62:6-13; 1 Korintus 7:29-31; Markus 1:14-20</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam menjalani tahun baru 2024 kita perlu belajar untuk hidup sebagai pengikut-pengikut Yesus yang sejati, yang menangkap momentum hidup yang diberikan Tuhan pada kita dengan benar.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>Markus 1:17</strong><br><em><strong>Yesus berkata kepada mereka: “Mari, Ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.”</strong></em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam kisah di Markus 1:14-20, kita melihat Yesus berjalan di sepanjang pantai Galilea. Ia melihat Simon, Andreas, Yakobus, dan Yohanes, para nelayan yang tengah sibuk dengan pekerjaan sehari-hari mereka. Dan di situlah, di tengah keramaian kehidupan mereka, Yesus memberikan panggilan: "Mari, ikutlah Aku, Aku akan menjadikan kamu penjala manusia." Pengikut Yesus yang sejati adalah mereka yang menangkap momentum hidup yang diberikan oleh Yesus. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Pertama-tama, kita dapat melihat bahwa panggilan Yesus dimulai dengan ajakan, "Mari ikutlah Aku.” Seorang pengikut Yesus yang sejati, tidak mungkin dapat mengikuti ajaran Yesus dan teladanNya dengan benar, tanpa mengikut Yesus, yaitu memiliki relasi pribadi denganNya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus juga berkata: "Ikutlah Aku, Aku akan menjadikan kamu penjala manusia." Panggilan ini bukan sekadar perubahan karier; ini adalah panggilan untuk terlibat dalam sesuatu yang jauh lebih besar, sebuah panggilan untuk menjadi penjala manusia. Ini adalah janji transformasi hidup. Yesus tidak hanya memanggil mereka untuk mengikut-Nya secara fisik, tetapi untuk memperbarui dan mengubah hidup mereka. Mereka perlu sikap yang mau diajar agar pembaharuan dari Tuhan dapat terjadi.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Jika kita memperhatikan kehidupan Simon, Andreas, Yakobus dan Yohanes, yang dicatat di Alkitab, khusus nya di kitab Kisah Para Rasul, maka kita dapat melihat mereka menjadi penjala-penjala manusia yang luar biasa. Pengikut Yesus yang sejati, yang menangkap momentum hidup yang diberikan Tuhan, adalah mereka yang memiliki relasi benar dengan Yesus, mau belajar untuk dibentuk Tuhan, dan yang menjadi pemenang-pemenang jiwa.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Paulus Surya</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 21 Januari 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yunus 3:1-5, 10; Mazmur 62:6-13; 1 Korintus 7:29-31; Markus 1:14-20</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam menjalani tahun baru 2024 kita perlu belajar untuk hidup sebagai pengikut-pengikut Yesus yang sejati, yang menangkap momentum hidup yang diberikan Tuhan pada kita dengan benar.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>Markus 1:17</strong><br><em><strong>Yesus berkata kepada mereka: “Mari, Ikutlah Aku dan kamu akan Kujadikan penjala manusia.”</strong></em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam kisah di Markus 1:14-20, kita melihat Yesus berjalan di sepanjang pantai Galilea. Ia melihat Simon, Andreas, Yakobus, dan Yohanes, para nelayan yang tengah sibuk dengan pekerjaan sehari-hari mereka. Dan di situlah, di tengah keramaian kehidupan mereka, Yesus memberikan panggilan: "Mari, ikutlah Aku, Aku akan menjadikan kamu penjala manusia." Pengikut Yesus yang sejati adalah mereka yang menangkap momentum hidup yang diberikan oleh Yesus. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Pertama-tama, kita dapat melihat bahwa panggilan Yesus dimulai dengan ajakan, "Mari ikutlah Aku.” Seorang pengikut Yesus yang sejati, tidak mungkin dapat mengikuti ajaran Yesus dan teladanNya dengan benar, tanpa mengikut Yesus, yaitu memiliki relasi pribadi denganNya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus juga berkata: "Ikutlah Aku, Aku akan menjadikan kamu penjala manusia." Panggilan ini bukan sekadar perubahan karier; ini adalah panggilan untuk terlibat dalam sesuatu yang jauh lebih besar, sebuah panggilan untuk menjadi penjala manusia. Ini adalah janji transformasi hidup. Yesus tidak hanya memanggil mereka untuk mengikut-Nya secara fisik, tetapi untuk memperbarui dan mengubah hidup mereka. Mereka perlu sikap yang mau diajar agar pembaharuan dari Tuhan dapat terjadi.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Jika kita memperhatikan kehidupan Simon, Andreas, Yakobus dan Yohanes, yang dicatat di Alkitab, khusus nya di kitab Kisah Para Rasul, maka kita dapat melihat mereka menjadi penjala-penjala manusia yang luar biasa. Pengikut Yesus yang sejati, yang menangkap momentum hidup yang diberikan Tuhan, adalah mereka yang memiliki relasi benar dengan Yesus, mau belajar untuk dibentuk Tuhan, dan yang menjadi pemenang-pemenang jiwa.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Paulus Surya</strong></h5> Hidup Bukan Milik Kita Sendiri (1 Samuel 3:1-20; Mazmur 139:1-6, 13-18; 1 Korintus 6:12-20; Yohanes 1:43-51) 2024-01-13T17:33:35+07:00 2024-01-13T17:33:35+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/hidup-bukan-milik-kita-sendiri-1-samuel-3-1-20-mazmur-139-1-6-13-18-1-korintus-6-12-20-yohanes-1-43-51 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 14 Januari 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;1 Samuel 3:1-20; Mazmur 139:1-6, 13-18; 1 Korintus 6:12-20; Yohanes 1:43-51</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Memasuki Tahun baru 2024 kita ingin belajar bagaimana hidup yang kita jalani sebagai orang kristen yang selalu bersama Tuhan. Kita ingin belajar dari perjumpaan para murid dengan Tuhan Yesus.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>Yohanes 1:43-44</strong><br><em><strong>“Pada keesokan harinya Yesus memutuskan untuk berangkat ke Galilea. Ia bertemu dengan Filipus, dan berkata kepadanya: “Ikutlah Aku!” Filipus itu berasal dari Betsaida, kota Andreas dan Petrus.”</strong></em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus “bertemu” dengan Filipus : kata “bertemu” memiliki arti Yesus memanggil karena Yesus mencari dia (Sesuai dengan pernyataan Yohanes dalam Yohanes 15:16 dimana Yesus menyatakan mereka tidak memilih Dia, tetapi Dia memilih dan mengangkat mereka). <br>Yesus dengan sangat jelas dan langsung mengatakan kepada Filipus, “Ikutlah Aku.” Yesus mengambil inisiatif memanggil Filipus dengan ajakan sederhana, ikutlah Aku. Dalam konteks Matius “Ikutlah Aku” artinya BERJALAN DIBELAKANG YESUS, yang artinya mengiringi, menaati, mencintai, menyerahkan diri kita, mengabdikan diri kita serta mengikuti pola hidup Yesus. Dalam konteks Yohanes Kata “Ikutlah” (Yunani: akoloutheo) berarti menyusul seseorang, menjadi murid Yesus. Respon Filipus adalah respon positif. Menyusul siapa? Andreas dan Simon Petrus.<br>Kata “Ikutlah Aku” merupakan undangan Yesus kepada para murid, dan sebagai bentuk penerimaan kita terhadap Yesus serta terhadap kuasa dan kebenaranNya. Mengikut Yesus berarti mengakui dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan pemimpin hidup kita. <br>Ikutlah Aku untuk menjadi apa? Untuk menjadi murid. Murid atau disebut ’mathetes’ di zaman Yesus berarti orang yang tidak hanya menerima pandangan gurunya, tetapi mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Santoni</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 14 Januari 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;1 Samuel 3:1-20; Mazmur 139:1-6, 13-18; 1 Korintus 6:12-20; Yohanes 1:43-51</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Memasuki Tahun baru 2024 kita ingin belajar bagaimana hidup yang kita jalani sebagai orang kristen yang selalu bersama Tuhan. Kita ingin belajar dari perjumpaan para murid dengan Tuhan Yesus.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>Yohanes 1:43-44</strong><br><em><strong>“Pada keesokan harinya Yesus memutuskan untuk berangkat ke Galilea. Ia bertemu dengan Filipus, dan berkata kepadanya: “Ikutlah Aku!” Filipus itu berasal dari Betsaida, kota Andreas dan Petrus.”</strong></em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus “bertemu” dengan Filipus : kata “bertemu” memiliki arti Yesus memanggil karena Yesus mencari dia (Sesuai dengan pernyataan Yohanes dalam Yohanes 15:16 dimana Yesus menyatakan mereka tidak memilih Dia, tetapi Dia memilih dan mengangkat mereka). <br>Yesus dengan sangat jelas dan langsung mengatakan kepada Filipus, “Ikutlah Aku.” Yesus mengambil inisiatif memanggil Filipus dengan ajakan sederhana, ikutlah Aku. Dalam konteks Matius “Ikutlah Aku” artinya BERJALAN DIBELAKANG YESUS, yang artinya mengiringi, menaati, mencintai, menyerahkan diri kita, mengabdikan diri kita serta mengikuti pola hidup Yesus. Dalam konteks Yohanes Kata “Ikutlah” (Yunani: akoloutheo) berarti menyusul seseorang, menjadi murid Yesus. Respon Filipus adalah respon positif. Menyusul siapa? Andreas dan Simon Petrus.<br>Kata “Ikutlah Aku” merupakan undangan Yesus kepada para murid, dan sebagai bentuk penerimaan kita terhadap Yesus serta terhadap kuasa dan kebenaranNya. Mengikut Yesus berarti mengakui dan menerima Yesus sebagai Tuhan dan pemimpin hidup kita. <br>Ikutlah Aku untuk menjadi apa? Untuk menjadi murid. Murid atau disebut ’mathetes’ di zaman Yesus berarti orang yang tidak hanya menerima pandangan gurunya, tetapi mempraktikkannya dalam kehidupan sehari-hari.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Santoni</strong></h5> Dikasihi dan Berkenan Kepada Allah (Kejadian 1:1-5; Mazmur 29; Kisah Para Rasul 19:1-7; Markus 1:4-11) 2024-01-06T13:25:26+07:00 2024-01-06T13:25:26+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/dikasihi-dan-berkenan-kepada-allah-kejadian-1-1-5-mazmur-29-kisah-para-rasul-19-1-7-markus-1-4-11 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 7 Januari 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 1:1-5; Mazmur 29; Kisah Para Rasul 19:1-7; Markus 1:4-11</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Hari ini kita merayakan Minggu Pembaptisan Yesus. Minggu Pembaptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis merupakan minggu penutup masa Natal dan pembuka aktifitas Yesus sebagai Mesias yang berkeliling mewartakan Kabar Baik (Injil) kepada umat manusia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mungkin ada yang bertanya di dalam hati: “Mengapa Yesus perlu dibaptis? Apakah Yesus orang berdosa juga?” Untuk menjawab pertanyaan itu kita harus mengetahui dua hal, yaitu: Pertama, Yesus tidaklah berdosa. Tentang Dia Alkitab mengatakan: “Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya” (1Ptr. 2:22); “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (Ibr. 4:15). Kedua, baptisan Yesus adalah bagian dari identifikasi diri-Nya pada orang-orang berdosa yang akan memuncak pada peristiwa salib saat Ia merengkuh maut. Yesus tidak berdosa dan tidak membutuhkan baptisan untuk pertobatan dan pengampunan dosa. Itu sebabnya, pada saat Yesus datang dari Galilea ke Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya, ia mencegah Dia dan berkata: "Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu, tetapi Engkau yang datang kepadaku?" (Mat. 3:13-14). Lalu jawab Yesus kepadanya: "Biarlah hal itu terjadi sekarang, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah" (Mat. 3:15). Jadi, Yesus yang tidak berdosa sesungguhnya tidak perlu dibaptis, namun Ia mau dibaptis. Hal itu dilakukan-Nya demi manusia yang berdosa. Karena itulah dalam 2 Korintus 5:21 dikatakan: “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” Yesus menidentifikasikan diri-Nya dengan kita di dalam baptisan-Nya sehingga Ia dapat mewakili kita di dalam pengorbanan-Nya di salib, yaitu untuk menebus kita dari dosa, memperdamaikan kita dengan Allah, dan memberikan pada kita hidup baru sebagai orang yang dikasihi dan berkenan kepada Allah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Segera sesudah keluar dari air, Yesus melihat langit terkoyak, dan Roh seperti burung merpati turun ke atas-Nya. Lalu terdengarlah suara dari sorga: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan" (Mrk. 1:10-11). Yesus adalah Anak Allah, Anak yang dikasihi-Nya, namun Ia rela datang ke dunia demi kita. Pernyataan Allah kepada Yesus tersebut juga ditujukan kepada kita, setiap orang percaya yang baginya Yesus telah datang, dibaptis, mati dan bangkit tembali. Di dalam Yesus Kristus kita menjadi orang-orang yang dikasihi Allah dan berkenan kepada-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Andreas Loanka</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 7 Januari 2024</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 1:1-5; Mazmur 29; Kisah Para Rasul 19:1-7; Markus 1:4-11</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Hari ini kita merayakan Minggu Pembaptisan Yesus. Minggu Pembaptisan Yesus oleh Yohanes Pembaptis merupakan minggu penutup masa Natal dan pembuka aktifitas Yesus sebagai Mesias yang berkeliling mewartakan Kabar Baik (Injil) kepada umat manusia.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mungkin ada yang bertanya di dalam hati: “Mengapa Yesus perlu dibaptis? Apakah Yesus orang berdosa juga?” Untuk menjawab pertanyaan itu kita harus mengetahui dua hal, yaitu: Pertama, Yesus tidaklah berdosa. Tentang Dia Alkitab mengatakan: “Ia tidak berbuat dosa, dan tipu tidak ada dalam mulut-Nya” (1Ptr. 2:22); “Sebab Imam Besar yang kita punya, bukanlah imam besar yang tidak dapat turut merasakan kelemahan-kelemahan kita, sebaliknya sama dengan kita, Ia telah dicobai, hanya tidak berbuat dosa” (Ibr. 4:15). Kedua, baptisan Yesus adalah bagian dari identifikasi diri-Nya pada orang-orang berdosa yang akan memuncak pada peristiwa salib saat Ia merengkuh maut. Yesus tidak berdosa dan tidak membutuhkan baptisan untuk pertobatan dan pengampunan dosa. Itu sebabnya, pada saat Yesus datang dari Galilea ke Yordan kepada Yohanes untuk dibaptis olehnya, ia mencegah Dia dan berkata: "Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu, tetapi Engkau yang datang kepadaku?" (Mat. 3:13-14). Lalu jawab Yesus kepadanya: "Biarlah hal itu terjadi sekarang, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah" (Mat. 3:15). Jadi, Yesus yang tidak berdosa sesungguhnya tidak perlu dibaptis, namun Ia mau dibaptis. Hal itu dilakukan-Nya demi manusia yang berdosa. Karena itulah dalam 2 Korintus 5:21 dikatakan: “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah.” Yesus menidentifikasikan diri-Nya dengan kita di dalam baptisan-Nya sehingga Ia dapat mewakili kita di dalam pengorbanan-Nya di salib, yaitu untuk menebus kita dari dosa, memperdamaikan kita dengan Allah, dan memberikan pada kita hidup baru sebagai orang yang dikasihi dan berkenan kepada Allah.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Segera sesudah keluar dari air, Yesus melihat langit terkoyak, dan Roh seperti burung merpati turun ke atas-Nya. Lalu terdengarlah suara dari sorga: "Engkaulah Anak-Ku yang Kukasihi, kepada-Mulah Aku berkenan" (Mrk. 1:10-11). Yesus adalah Anak Allah, Anak yang dikasihi-Nya, namun Ia rela datang ke dunia demi kita. Pernyataan Allah kepada Yesus tersebut juga ditujukan kepada kita, setiap orang percaya yang baginya Yesus telah datang, dibaptis, mati dan bangkit tembali. Di dalam Yesus Kristus kita menjadi orang-orang yang dikasihi Allah dan berkenan kepada-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Andreas Loanka</strong></h5> Mataku Telah Melihat Keselamatan (Lukas 2:22-40) 2023-12-29T14:32:42+07:00 2023-12-29T14:32:42+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/mataku-telah-melihat-keselamatan-lukas-2-22-40 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 31 Desember 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Lukas 2:22-40</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Mata merupakan organ tubuh yang memiliki fungsi untuk melihat. Namun, mata dapat berfungsi dengan baik jika ada cahaya yang dipantulkan oleh objek-objek sekitarnya kemudian diterima oleh kornea, pupil, dan lensa, lalu dipusatkan pada retina. Jika kita berada dalam keadaan terang, mata dapat melihat benda dengan jelas. Akan tetapi, jika dalam keadaan gelap, mata sulit untuk melihat.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Demikian juga dengan mata iman kita. Disadari atau tidak, keselamatan merupakan kerinduan dari setiap manusia. Namun karena dosa, sering kali mata iman manusia tertutup dan membuat manusia tidak mampu melihat dan menangkap karya penyelamatan Allah melalui berbagai kejadian atau pengalaman hidupnya. Oleh karena itu, Allah mengirim Anak-Nya yang tunggal, sang Terang Dunia untuk menerangi hidup kita. Yoh. 1:5 mengatakan, “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.” Yesus Kristus merupakan Sang Terang, Ia adalah sumber keselamatan kita. Inilah yang membuat kita harus memiliki iman yang teguh kepada-Nya dan terus menerus menanti penggenapan janji-Nya bahwa Ia pasti akan datang kembali untuk yang kedua kalinya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Penggenapan janji bahwa Mesias telah datang juga dialami dan dirasakan oleh Simeon (Luk. 2:22-40). Ia yang telah lama menanti kedatangan Mesias dengan taat dan setia. Bahkan di dalam Luk. 2:26, “… ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan.” Konsekuensi dari pernyataan ini ialah ia tidak tahu sampai kapan ia harus hidup di dunia ini, menunggu, menunggu, dan menunggu. Namun ia tetap setia menanti di dalam pengharapannya yang besar kepada Tuhan. Karena ia tahu bahwa Tuhan pasti akan menepati janji-Nya. Benar saja, Tuhan menepati janji-Nya. Melalui pertolongan Roh Kudus, Simeon dapat bertemu dengan Yesus Sang Mesias, pengharapannya terkabul! Sukacita menyelimutinya! Janji Allah sungguh digenapi! </h5> <h5 style="text-align: justify;">Oleh karena itu, sebagai orang beriman, di penghujung tahun ini, marilah kita merefleksikan seluruh kehidupan kita. Apakah kita sudah sungguh-sungguh setia dalam menantikan kedatangan Tuhan Yesus Kristus untuk yang kedua kalinya? Apakah kita sudah sungguh setia mengerjakan karya keselamatan yang telah Tuhan Yesus berikan melalui pengorbanan-Nya di kayu Salib? Marilah kita juga memohon bimbingan Roh Kudus agar kita dimampukan untuk semakin mengenal Allah dan berjalan seturut dengan kehendak-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Devina Erlin Minerva</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 31 Desember 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Lukas 2:22-40</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Mata merupakan organ tubuh yang memiliki fungsi untuk melihat. Namun, mata dapat berfungsi dengan baik jika ada cahaya yang dipantulkan oleh objek-objek sekitarnya kemudian diterima oleh kornea, pupil, dan lensa, lalu dipusatkan pada retina. Jika kita berada dalam keadaan terang, mata dapat melihat benda dengan jelas. Akan tetapi, jika dalam keadaan gelap, mata sulit untuk melihat.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Demikian juga dengan mata iman kita. Disadari atau tidak, keselamatan merupakan kerinduan dari setiap manusia. Namun karena dosa, sering kali mata iman manusia tertutup dan membuat manusia tidak mampu melihat dan menangkap karya penyelamatan Allah melalui berbagai kejadian atau pengalaman hidupnya. Oleh karena itu, Allah mengirim Anak-Nya yang tunggal, sang Terang Dunia untuk menerangi hidup kita. Yoh. 1:5 mengatakan, “Terang itu bercahaya di dalam kegelapan dan kegelapan itu tidak menguasainya.” Yesus Kristus merupakan Sang Terang, Ia adalah sumber keselamatan kita. Inilah yang membuat kita harus memiliki iman yang teguh kepada-Nya dan terus menerus menanti penggenapan janji-Nya bahwa Ia pasti akan datang kembali untuk yang kedua kalinya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Penggenapan janji bahwa Mesias telah datang juga dialami dan dirasakan oleh Simeon (Luk. 2:22-40). Ia yang telah lama menanti kedatangan Mesias dengan taat dan setia. Bahkan di dalam Luk. 2:26, “… ia tidak akan mati sebelum ia melihat Mesias, yaitu Dia yang diurapi Tuhan.” Konsekuensi dari pernyataan ini ialah ia tidak tahu sampai kapan ia harus hidup di dunia ini, menunggu, menunggu, dan menunggu. Namun ia tetap setia menanti di dalam pengharapannya yang besar kepada Tuhan. Karena ia tahu bahwa Tuhan pasti akan menepati janji-Nya. Benar saja, Tuhan menepati janji-Nya. Melalui pertolongan Roh Kudus, Simeon dapat bertemu dengan Yesus Sang Mesias, pengharapannya terkabul! Sukacita menyelimutinya! Janji Allah sungguh digenapi! </h5> <h5 style="text-align: justify;">Oleh karena itu, sebagai orang beriman, di penghujung tahun ini, marilah kita merefleksikan seluruh kehidupan kita. Apakah kita sudah sungguh-sungguh setia dalam menantikan kedatangan Tuhan Yesus Kristus untuk yang kedua kalinya? Apakah kita sudah sungguh setia mengerjakan karya keselamatan yang telah Tuhan Yesus berikan melalui pengorbanan-Nya di kayu Salib? Marilah kita juga memohon bimbingan Roh Kudus agar kita dimampukan untuk semakin mengenal Allah dan berjalan seturut dengan kehendak-Nya.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Devina Erlin Minerva</strong></h5> Nantikanlah Dia dalam Ketaatan (Yesaya 40:29-31) 2023-12-23T10:05:14+07:00 2023-12-23T10:05:14+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/nantikanlah-dia-dalam-ketaatan-yesaya-40-29-31 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 24 Desember 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 40:29-31</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Tuhan Yesus telah datang ke dalam dunia pada hari Natal pertama untuk menyelamatkan kita, manusia yang berdosa, dan memberikan hidup baru di dalam Dia. Ia telah mati dan bangkit bagi kita, serta naik ke sorga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Kendatipun demikian, Ia telah mengutus Roh KudusNya untuk menyertai kita. Ia pun akan datang kembali pada hariNya untuk menghakimi dunia, memberikan tubuh kebangkitan dan kemuliaan yang kekal kepada kita, orang-orang yang percaya kepadaNya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hendaklah kita senantiasa menantikan Dia dengan setia. Menantikan Dia selain berarti menantikan kedatanganNya kembali, juga berarti menantikan pertolonganNya di dalam setiap langkah kehidupan kita saat ini.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Menantikan Dia dengan setia akan memberikan semangat dan kekuatan baru. Kita adalah orang yang memiliki pengharapan di dalam Dia, maka janganlah menjadi patah semangat di dalam menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan. <br>Patah semangat adalah masalah yang serius. Pengamsal mengatakan: “… semangat yang patah mengeringkan tulang” (Ams. 17:22b). Banyak orang pada masa ini yang menghadapi kesusahan dalam pekerjaan atau usaha, sehingga membuat kondisi keuangan keluarga terganggu dan cenderung minus. Situasi kesehatan, ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan negara kita saat inipun pun kurang stabil. Situasi dan kondisi yang ada bisa membuat orang tidak berdaya, cemas, kuatir, takut dan akhirnya patah semangat. Patah semangat mengacaukan kehidupan orang dan membuat orang salah langkah.<br>Haruskah umat Tuhan menjadi patah semangat? Yesaya mengajarkan kepada umat agar tidak patah semangat, melainkan berdoa dan menantikan Tuhan dengan setia. Ia percaya bahwa Dia akan memberi kekuatan kepada yang lelah dan memberi semangat kepada yang tiada berdaya (Yes. 40:29). </h5> <h5 style="text-align: justify;">Tuhan akan memberikan kekuatan baru kepada orang yang menantikan Dia dengan setia. Seperti yang dikatakan oleh Yesaya, “Orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru; Mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.” (Yes. 40:30-31). Pada saat kita menghadapi berbagai tantangan kehidupan, nantikanlah Dia dan tetaplah berpengharapan di dalam Dia. Janganlah kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepadaNya dalam doa dan permohonan dengan ucapan Syukur (Flp. 4:6). Nantikanlah Tuhan dengan setia, karena Dia akan memberikan kekuatan baru dan jalan keluar bagi kita. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Semua kesulitan hidup yang kita hadapi adalah sementara adanya, kedatangan-Nya kembali akan memberikan kepada kita kehidupan yang mulia untuk selama-lamanya. Oleh sebab itu, nantikanlah Dia dengan setia.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Andreas Loanka</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 24 Desember 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 40:29-31</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Tuhan Yesus telah datang ke dalam dunia pada hari Natal pertama untuk menyelamatkan kita, manusia yang berdosa, dan memberikan hidup baru di dalam Dia. Ia telah mati dan bangkit bagi kita, serta naik ke sorga dan duduk di sebelah kanan Allah Bapa. Kendatipun demikian, Ia telah mengutus Roh KudusNya untuk menyertai kita. Ia pun akan datang kembali pada hariNya untuk menghakimi dunia, memberikan tubuh kebangkitan dan kemuliaan yang kekal kepada kita, orang-orang yang percaya kepadaNya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hendaklah kita senantiasa menantikan Dia dengan setia. Menantikan Dia selain berarti menantikan kedatanganNya kembali, juga berarti menantikan pertolonganNya di dalam setiap langkah kehidupan kita saat ini.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Menantikan Dia dengan setia akan memberikan semangat dan kekuatan baru. Kita adalah orang yang memiliki pengharapan di dalam Dia, maka janganlah menjadi patah semangat di dalam menghadapi berbagai kesulitan dan tantangan. <br>Patah semangat adalah masalah yang serius. Pengamsal mengatakan: “… semangat yang patah mengeringkan tulang” (Ams. 17:22b). Banyak orang pada masa ini yang menghadapi kesusahan dalam pekerjaan atau usaha, sehingga membuat kondisi keuangan keluarga terganggu dan cenderung minus. Situasi kesehatan, ekonomi, politik, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan negara kita saat inipun pun kurang stabil. Situasi dan kondisi yang ada bisa membuat orang tidak berdaya, cemas, kuatir, takut dan akhirnya patah semangat. Patah semangat mengacaukan kehidupan orang dan membuat orang salah langkah.<br>Haruskah umat Tuhan menjadi patah semangat? Yesaya mengajarkan kepada umat agar tidak patah semangat, melainkan berdoa dan menantikan Tuhan dengan setia. Ia percaya bahwa Dia akan memberi kekuatan kepada yang lelah dan memberi semangat kepada yang tiada berdaya (Yes. 40:29). </h5> <h5 style="text-align: justify;">Tuhan akan memberikan kekuatan baru kepada orang yang menantikan Dia dengan setia. Seperti yang dikatakan oleh Yesaya, “Orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru; Mereka seumpama rajawali yang naik terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.” (Yes. 40:30-31). Pada saat kita menghadapi berbagai tantangan kehidupan, nantikanlah Dia dan tetaplah berpengharapan di dalam Dia. Janganlah kuatir tentang apapun juga, tetapi nyatakanlah dalam segala hal keinginanmu kepadaNya dalam doa dan permohonan dengan ucapan Syukur (Flp. 4:6). Nantikanlah Tuhan dengan setia, karena Dia akan memberikan kekuatan baru dan jalan keluar bagi kita. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Semua kesulitan hidup yang kita hadapi adalah sementara adanya, kedatangan-Nya kembali akan memberikan kepada kita kehidupan yang mulia untuk selama-lamanya. Oleh sebab itu, nantikanlah Dia dengan setia.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Andreas Loanka</strong></h5> Nantikanlah Dia dengan Sukacita (Yohanes 1:6-8, 19-28) 2023-12-15T14:57:46+07:00 2023-12-15T14:57:46+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/nantikanlah-dia-dengan-sukacita-yohanes-1-6-8-19-28 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 17 Desember 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yohanes 1:6-8, 19-28</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Pada hari Minggu ini, kita merayakan Adven ketiga atau yang biasa juga disebut sebagai minggu Gaudete, kata ini berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti “sukacita”. Oleh karena itu, berbeda dengan minggu-minggu Adven lainnya, pada minggu Adven ketiga ini, lilin yang dinyalakan adalah lilin berwarna merah muda sebagai simbol sukacita, namun sukacita yang belum penuh. Mengapa? Ada dua alasan:<br>1. Kita bersukacita karena tinggal beberapa hari lagi kita akan merayakan Natal, memperingati kedatangan Tuhan Yesus Kristus yang pertama melalui wujud seorang bayi mungil di Betlehem.<br>2. Sukacita itu belum penuh karena kita masih menantikan kedatangan-Nya yang kedua kalinya lama lagi, Tuhan akan datang di akhir zaman. Kedatangan-Nya yang kedua nanti tentunya tidaklah dalam wujud bayi Betlehem, melainkan dalam wujud Allah Sang Raja Semesta Alam.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dengan demikian, pada hari minggu ini, kita akan bersama-sama belajar dari Yohanes Pembaptis yang mempersiapkan kedatangan Tuhan. Di tengah-tengah segala persiapan yang dilakukan oleh Yohanes Pembaptis, ternyata ada beberapa orang Yahudi yang tidak menyukai apa yang Yohanes Pembaptis lakukan. Namun, hal itu tidak membuat Yohanes Pembaptis berhenti untuk melakukan tugas dan panggilannya. Mengapa begitu? Sebab ia tahu bahwa Mesias bukan saja akan datang, namun Mesias yang sudah lama dinantikan itu sungguh telah datang (Yoh. 1:6-8).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sukacita karena kedatangan Mesias itu, sudah lama dinubuatkan sejak zaman Nabi Yesaya. Ia meyakini, jika Roh Tuhan ada padanya untuk menyampaikan kabar baik, kabar tentang pekerjaan-pekerjaan Allah yang memulihkan umat-Nya (Yes. 61:1-4). Seperti apa yang dikatakan oleh kesaksian Pemazmur yang menyatakan bahwa Tuhan akan memulihkan orang-orang yang menabur dengan cucuran air mata (Mzm. 126). Bahkan persekutuan umat Allah di Tesalonika pun sangat mengimani bahwa Allah berkarya dengan memelihara roh, tubuh, dan jiwa yang bukan hanya dipelihara hanya saat ini saja, bahkan sampai nanti pada kedatangan Yesus Kristus kembali (1 Tes. 6:16-24). Jadi, apalagi yang harus kita sangsikan? Bersukacitalah senantiasa!</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Devina E. Minerva</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 17 Desember 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yohanes 1:6-8, 19-28</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Pada hari Minggu ini, kita merayakan Adven ketiga atau yang biasa juga disebut sebagai minggu Gaudete, kata ini berasal dari bahasa Latin yang memiliki arti “sukacita”. Oleh karena itu, berbeda dengan minggu-minggu Adven lainnya, pada minggu Adven ketiga ini, lilin yang dinyalakan adalah lilin berwarna merah muda sebagai simbol sukacita, namun sukacita yang belum penuh. Mengapa? Ada dua alasan:<br>1. Kita bersukacita karena tinggal beberapa hari lagi kita akan merayakan Natal, memperingati kedatangan Tuhan Yesus Kristus yang pertama melalui wujud seorang bayi mungil di Betlehem.<br>2. Sukacita itu belum penuh karena kita masih menantikan kedatangan-Nya yang kedua kalinya lama lagi, Tuhan akan datang di akhir zaman. Kedatangan-Nya yang kedua nanti tentunya tidaklah dalam wujud bayi Betlehem, melainkan dalam wujud Allah Sang Raja Semesta Alam.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dengan demikian, pada hari minggu ini, kita akan bersama-sama belajar dari Yohanes Pembaptis yang mempersiapkan kedatangan Tuhan. Di tengah-tengah segala persiapan yang dilakukan oleh Yohanes Pembaptis, ternyata ada beberapa orang Yahudi yang tidak menyukai apa yang Yohanes Pembaptis lakukan. Namun, hal itu tidak membuat Yohanes Pembaptis berhenti untuk melakukan tugas dan panggilannya. Mengapa begitu? Sebab ia tahu bahwa Mesias bukan saja akan datang, namun Mesias yang sudah lama dinantikan itu sungguh telah datang (Yoh. 1:6-8).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sukacita karena kedatangan Mesias itu, sudah lama dinubuatkan sejak zaman Nabi Yesaya. Ia meyakini, jika Roh Tuhan ada padanya untuk menyampaikan kabar baik, kabar tentang pekerjaan-pekerjaan Allah yang memulihkan umat-Nya (Yes. 61:1-4). Seperti apa yang dikatakan oleh kesaksian Pemazmur yang menyatakan bahwa Tuhan akan memulihkan orang-orang yang menabur dengan cucuran air mata (Mzm. 126). Bahkan persekutuan umat Allah di Tesalonika pun sangat mengimani bahwa Allah berkarya dengan memelihara roh, tubuh, dan jiwa yang bukan hanya dipelihara hanya saat ini saja, bahkan sampai nanti pada kedatangan Yesus Kristus kembali (1 Tes. 6:16-24). Jadi, apalagi yang harus kita sangsikan? Bersukacitalah senantiasa!</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Devina E. Minerva</strong></h5> Nantikanlah Dia dengan Bertobat (Markus 1:1-8) 2023-12-08T10:05:41+07:00 2023-12-08T10:05:41+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/nantikanlah-dia-dengan-bertobat-markus-1-1-8 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 10 Desember 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Markus 1:1-8</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Ada sebuah istilah dalam bahasa Latin yang berbunyi: <em>carpe diem</em>. Istilah itu berarti: raihlah atau petiklah hari, yang berisi ajakan untuk menikmati hidup dengan sebaik-baiknya karena hidup ini hanya satu kali. Orang didorong untuk tidak asalan atau sembarangan ketika menjalani hidup yang hanya sekali ini, melainkan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Namun carpe diem di masa sekarang dimaknai sesuai motto <em>YOLO, You Only Live Once</em>, dengan arti yang bisa mendorong seseorang untuk menjalani hidup seperti yang dia inginkan, sesuka hati, tanpa peduli yang lain, karena hidup ini hanya sekali. Hidup dijalani dengan seenak perutnya sendiri, tanpa peduli orang lain. Sekali lagi karena diyakini hidup ini hanya sekali ini saja di sini saat ini, dan tidak ada hidup sesudah kematian.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Apa benar demikian adanya? Kita saat ini sudah memasuki Minggu Adven II. <strong>Adven</strong> berarti <strong>”kedatangan”</strong>. Dalam masa Adven kita sedang menanti kedatangan Tuhan:</h5> <h5 style="text-align: justify;">1. kedatangan-Nya pertama kali sebagai Juruselamat yang kita peringati dalam peristiwa Natal,</h5> <h5 style="text-align: justify;">2. kedatangan-Nya kembali kelak sebagai Raja yang meminta pertanggungjawaban umat-Nya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Karenanya selama kita masih ada dalam masa Adven, kita diminta menjalani hidup yang hanya sekali ini dengan tidak seenak hati atau asalan, melainkan mengisinya dengan setia menjalani hidup pertobatan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Soal pertobatan itulah yang Yohanes Pembaptis serukan: <em>”Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!”</em> (Mat. 3:2). Ia tampil di padang gurun dan memberitakan baptisan tobat untuk pengampunan dosa (Mrk. 1:4). Untuk kata ”tobat” dalam bahasa Yunani dipakai kata metanoia, yang berarti “berpikir secara berbeda, mempertimbangkan ulang, berubah sudut pandang, menyesali pikiran atau cara pandang dan cara hidup yang sebelumnya.” Dengan bahasa yang sederhana, ”bertobat” berarti berbalik 1800 dari kehidupan lama yang penuh dosa dan jauh dari Allah, kepada kehidupan baru yang tidak lagi diisi dengan dosa.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Orang perlu bertobat karena Kerajaan Surga sudah dekat, artinya: sudah dekat waktunya bahwa Allah akan menegakkan kerajaan dan kehendak-Nya secara penuh, dimulai sejak kedatangan Yesus sampai kelak mencapai kesempurnaannya saat Ia datang kembali.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Segera setelah seruan dan panggilan pertobatan dari Yohanes Pembaptis diperdengarkan, banyak orang dari seluruh Yudea datang kepadanya dan mengakui dosa mereka serta minta dibaptis sebagai tanda pertobatan (Mrk. 1:5). Hebat! Mereka segera merespons, tidak menunda-nunda. Mereka tidak mencari-cari pembenaran untuk dosa dan pelanggaran yang sudah mereka lakukan, seperti yang banyak dilakukan orang di masa kini ketika ketahuan bersalah dan melakukan pelanggaran:</h5> <h5 style="text-align: justify;">(“Ya saya mencuri atau menipu ‘kan karena terpaksa”) ;</h5> <h5 style="text-align: justify;">(“Kalo saya melakukan selingkuh karena banyak orang di zaman now juga melakukannya) ;</h5> <h5 style="text-align: justify;">(“Saya jadi begini, terjerat penyalahgunaan narkoba karena ajakan dan rayuan teman-teman saya”).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mari belajar dari orang-orang di Yudea dan Yerusalem itu. Mereka dengan segera merespons dan tidak mencari-cari alasan untuk menunda datang kepada Tuhan untuk mengakui dan menyesali dosa-dosa mereka serta mohon ampunan dan memberi diri mengalami pertobatan dengan dibaptis. Dari orang-orang Yahudi sederhana di Yudea dan Yerusalem inilah kita belajar sebuah kerendahan hati untuk peka mendengar suara Tuhan sekaligus mengakui dosa dan pelanggaran kita.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dari penyesalan dan respons terhadap panggilan pertobatan itu, hidup baru kemudian diisi dengan buah-buah pertobatan. Tetap ada tanggung jawab yang harus kita jalani sebagai bentuk pertobatan kita dalam mengisi hidup yang baru ini. Buah pertobatan itu akan nyata lewat perubahan yang terjadi dalam hidup kita: hidup benar sesuai firman Tuhan, hidup kudus dengan menjauhi hal-hal yang tidak berkenan di mata Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><em>Carpe diem</em>, petiklah hari dan nikmati. Hidup ini cuma sekali, jangan sia-siakan dengan hidup yang cemar dan penuh dosa. Apalagi akan tiba waktunya, Tuhan datang kembali untuk meminta pertanggungjawaban kita. Kapan Yesus datang kita tidak pernah tahu. Tapi hal itu tidak boleh membuat kita kendor dan patah semangat atau malah lalai. Sebaliknya tetap bergiat mengisi masa penantian ini dengan berjaga-jaga dan menghasilkan buah pertobatan. Selamat mengisi masa penantian ini dengan hidup dalam pertobatan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Danny Purnama</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 10 Desember 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Markus 1:1-8</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Ada sebuah istilah dalam bahasa Latin yang berbunyi: <em>carpe diem</em>. Istilah itu berarti: raihlah atau petiklah hari, yang berisi ajakan untuk menikmati hidup dengan sebaik-baiknya karena hidup ini hanya satu kali. Orang didorong untuk tidak asalan atau sembarangan ketika menjalani hidup yang hanya sekali ini, melainkan memanfaatkannya dengan sebaik-baiknya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Namun carpe diem di masa sekarang dimaknai sesuai motto <em>YOLO, You Only Live Once</em>, dengan arti yang bisa mendorong seseorang untuk menjalani hidup seperti yang dia inginkan, sesuka hati, tanpa peduli yang lain, karena hidup ini hanya sekali. Hidup dijalani dengan seenak perutnya sendiri, tanpa peduli orang lain. Sekali lagi karena diyakini hidup ini hanya sekali ini saja di sini saat ini, dan tidak ada hidup sesudah kematian.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Apa benar demikian adanya? Kita saat ini sudah memasuki Minggu Adven II. <strong>Adven</strong> berarti <strong>”kedatangan”</strong>. Dalam masa Adven kita sedang menanti kedatangan Tuhan:</h5> <h5 style="text-align: justify;">1. kedatangan-Nya pertama kali sebagai Juruselamat yang kita peringati dalam peristiwa Natal,</h5> <h5 style="text-align: justify;">2. kedatangan-Nya kembali kelak sebagai Raja yang meminta pertanggungjawaban umat-Nya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Karenanya selama kita masih ada dalam masa Adven, kita diminta menjalani hidup yang hanya sekali ini dengan tidak seenak hati atau asalan, melainkan mengisinya dengan setia menjalani hidup pertobatan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Soal pertobatan itulah yang Yohanes Pembaptis serukan: <em>”Bertobatlah, sebab Kerajaan Surga sudah dekat!”</em> (Mat. 3:2). Ia tampil di padang gurun dan memberitakan baptisan tobat untuk pengampunan dosa (Mrk. 1:4). Untuk kata ”tobat” dalam bahasa Yunani dipakai kata metanoia, yang berarti “berpikir secara berbeda, mempertimbangkan ulang, berubah sudut pandang, menyesali pikiran atau cara pandang dan cara hidup yang sebelumnya.” Dengan bahasa yang sederhana, ”bertobat” berarti berbalik 1800 dari kehidupan lama yang penuh dosa dan jauh dari Allah, kepada kehidupan baru yang tidak lagi diisi dengan dosa.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Orang perlu bertobat karena Kerajaan Surga sudah dekat, artinya: sudah dekat waktunya bahwa Allah akan menegakkan kerajaan dan kehendak-Nya secara penuh, dimulai sejak kedatangan Yesus sampai kelak mencapai kesempurnaannya saat Ia datang kembali.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Segera setelah seruan dan panggilan pertobatan dari Yohanes Pembaptis diperdengarkan, banyak orang dari seluruh Yudea datang kepadanya dan mengakui dosa mereka serta minta dibaptis sebagai tanda pertobatan (Mrk. 1:5). Hebat! Mereka segera merespons, tidak menunda-nunda. Mereka tidak mencari-cari pembenaran untuk dosa dan pelanggaran yang sudah mereka lakukan, seperti yang banyak dilakukan orang di masa kini ketika ketahuan bersalah dan melakukan pelanggaran:</h5> <h5 style="text-align: justify;">(“Ya saya mencuri atau menipu ‘kan karena terpaksa”) ;</h5> <h5 style="text-align: justify;">(“Kalo saya melakukan selingkuh karena banyak orang di zaman now juga melakukannya) ;</h5> <h5 style="text-align: justify;">(“Saya jadi begini, terjerat penyalahgunaan narkoba karena ajakan dan rayuan teman-teman saya”).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Mari belajar dari orang-orang di Yudea dan Yerusalem itu. Mereka dengan segera merespons dan tidak mencari-cari alasan untuk menunda datang kepada Tuhan untuk mengakui dan menyesali dosa-dosa mereka serta mohon ampunan dan memberi diri mengalami pertobatan dengan dibaptis. Dari orang-orang Yahudi sederhana di Yudea dan Yerusalem inilah kita belajar sebuah kerendahan hati untuk peka mendengar suara Tuhan sekaligus mengakui dosa dan pelanggaran kita.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Dari penyesalan dan respons terhadap panggilan pertobatan itu, hidup baru kemudian diisi dengan buah-buah pertobatan. Tetap ada tanggung jawab yang harus kita jalani sebagai bentuk pertobatan kita dalam mengisi hidup yang baru ini. Buah pertobatan itu akan nyata lewat perubahan yang terjadi dalam hidup kita: hidup benar sesuai firman Tuhan, hidup kudus dengan menjauhi hal-hal yang tidak berkenan di mata Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><em>Carpe diem</em>, petiklah hari dan nikmati. Hidup ini cuma sekali, jangan sia-siakan dengan hidup yang cemar dan penuh dosa. Apalagi akan tiba waktunya, Tuhan datang kembali untuk meminta pertanggungjawaban kita. Kapan Yesus datang kita tidak pernah tahu. Tapi hal itu tidak boleh membuat kita kendor dan patah semangat atau malah lalai. Sebaliknya tetap bergiat mengisi masa penantian ini dengan berjaga-jaga dan menghasilkan buah pertobatan. Selamat mengisi masa penantian ini dengan hidup dalam pertobatan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt. Danny Purnama</strong></h5> Nantikanlah Dia dalam Pengharapan dan Penyerahan Diri (Markus 13:24-37) 2023-12-01T16:18:01+07:00 2023-12-01T16:18:01+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/nantikanlah-dia-dalam-pengharapan-dan-penyerahan-diri-markus-13-24-37 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 3 Desember 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Markus 13:24-37</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Masa raya adven identik dengan lingkaran dari daun-daun segar berwarna hijau. Muncul dari kebiasaan orang Eropa utara saat musim dingin, membuat dedaunan hijau dengan lilin di atasnya berharap; musim dingin yang gelap, yang mencekam akan segera berlalu diganti musim semi yang terang benderang.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Di abad pertengahan orang Kristen sudah tidak menanti musim semi tiba, tetapi menanti kedatangan Kristus Sang Terang Abadi (Yoh 8:12). Simbol lingkaran yang menandakan tanpa awal dan akhir, menunjukkan Tuhan yang tanpa awal dan akhir (Dia yang Awal dan Akhir) (Why 1:8, 21:6, 22:13). Daun pohon Cemara yang hijau sepanjang tahun melambangkan kehidupan dan tidak takluk pada kematian. Lilin dan cahaya yang terpancar melambangkan kehangatan dan pengharapan Kristus. Bentuk lingkaran melambangkan kehidupan yang tidak akan terputus bahkan oleh kematian.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>Makna lilin :</strong> Dipasang 4 lilin: 3 ungu dan satu merah muda (pink). 4 lilin melambangkan 4 minggu masa adven. Ungu yang menjadi lambang penyesalan dan pertobatan. Dan merah muda menjadi lambang sukacita. Kemudian warna putih untuk Natal menjadi lambang Kristus yang kini telah datang untuk kita.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>Makna Adven :</strong><br>• Adven 1 : menyongsong Kristus dengan harapan dan kegembiraan. (lilin para Nabi: mewartakan dan menubuatkan kedatangan Mesias Anak Allah.)<br>• Adven 2 : cinta (ajaran moral) dan kesetiaan (inti iman) setia menyambut kedatangan Tuhan. (lilin Betlehem: Yesus lahir dalam hati kita.)<br>• Adven 3 (pink) : bersukacita menyongsong kelahiran Kristus. Lilin gembala (kelahiran Kristus pertama diberitahukan kepada orang yang tulus dan rendah hati).<br>• Adven 4 : perdamaian. Lilin para malaikat (kebahagiaan dan sukacita menyonsong kehadiran Yesus.)</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>Makna Adven :</strong> Pertama, mempersiapakan Natal: Kedatangan Tuhan diantara manusia. Kedua, mengarahkan hati UMAT menantikan kedatangan Tuhan pada akhir zaman. Pada Minggu Adven 1 ini kita akan belajar apa yang harus kita lakukan untuk mempersiapkan diri sebelum kedatangan Tuhan kedua kali (kiamat besar). Apa yang harus kita lakukan dan Apa yang dikatakan Yesus? “Berhati-hati dan berjaga-jaga” karena tak seorang pun tahu kapan kedatangan Yesus, dan kedatanganNya bahkan tidak diketahui Anak manusia sendiri. (kiamat massal)</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus meminta para murid untuk “hati-hatilah”. Hati-hati artinya waspadalah (Perhatikanlah, bersiap-siaplah, ingatlah baik-baik). Apa yang dimaksud berjaga-jaga? Berjaga-jagalah dalam bahasa Yunani: <em>gregore</em> - Mengawasi - tetap waspada - menjaga mata tetap terbuka dan perhatian terfokus.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Santoni</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 3 Desember 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Markus 13:24-37</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Masa raya adven identik dengan lingkaran dari daun-daun segar berwarna hijau. Muncul dari kebiasaan orang Eropa utara saat musim dingin, membuat dedaunan hijau dengan lilin di atasnya berharap; musim dingin yang gelap, yang mencekam akan segera berlalu diganti musim semi yang terang benderang.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Di abad pertengahan orang Kristen sudah tidak menanti musim semi tiba, tetapi menanti kedatangan Kristus Sang Terang Abadi (Yoh 8:12). Simbol lingkaran yang menandakan tanpa awal dan akhir, menunjukkan Tuhan yang tanpa awal dan akhir (Dia yang Awal dan Akhir) (Why 1:8, 21:6, 22:13). Daun pohon Cemara yang hijau sepanjang tahun melambangkan kehidupan dan tidak takluk pada kematian. Lilin dan cahaya yang terpancar melambangkan kehangatan dan pengharapan Kristus. Bentuk lingkaran melambangkan kehidupan yang tidak akan terputus bahkan oleh kematian.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>Makna lilin :</strong> Dipasang 4 lilin: 3 ungu dan satu merah muda (pink). 4 lilin melambangkan 4 minggu masa adven. Ungu yang menjadi lambang penyesalan dan pertobatan. Dan merah muda menjadi lambang sukacita. Kemudian warna putih untuk Natal menjadi lambang Kristus yang kini telah datang untuk kita.</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>Makna Adven :</strong><br>• Adven 1 : menyongsong Kristus dengan harapan dan kegembiraan. (lilin para Nabi: mewartakan dan menubuatkan kedatangan Mesias Anak Allah.)<br>• Adven 2 : cinta (ajaran moral) dan kesetiaan (inti iman) setia menyambut kedatangan Tuhan. (lilin Betlehem: Yesus lahir dalam hati kita.)<br>• Adven 3 (pink) : bersukacita menyongsong kelahiran Kristus. Lilin gembala (kelahiran Kristus pertama diberitahukan kepada orang yang tulus dan rendah hati).<br>• Adven 4 : perdamaian. Lilin para malaikat (kebahagiaan dan sukacita menyonsong kehadiran Yesus.)</h5> <h5 style="text-align: justify;"><strong>Makna Adven :</strong> Pertama, mempersiapakan Natal: Kedatangan Tuhan diantara manusia. Kedua, mengarahkan hati UMAT menantikan kedatangan Tuhan pada akhir zaman. Pada Minggu Adven 1 ini kita akan belajar apa yang harus kita lakukan untuk mempersiapkan diri sebelum kedatangan Tuhan kedua kali (kiamat besar). Apa yang harus kita lakukan dan Apa yang dikatakan Yesus? “Berhati-hati dan berjaga-jaga” karena tak seorang pun tahu kapan kedatangan Yesus, dan kedatanganNya bahkan tidak diketahui Anak manusia sendiri. (kiamat massal)</h5> <h5 style="text-align: justify;">Yesus meminta para murid untuk “hati-hatilah”. Hati-hati artinya waspadalah (Perhatikanlah, bersiap-siaplah, ingatlah baik-baik). Apa yang dimaksud berjaga-jaga? Berjaga-jagalah dalam bahasa Yunani: <em>gregore</em> - Mengawasi - tetap waspada - menjaga mata tetap terbuka dan perhatian terfokus.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Santoni</strong></h5> Menjadi Domba dari Kristus Sang Raja (Yehezkiel 34:11-16; 20-24; Mazmur 95:1-7a; Efesus 1:15-23; Matius 25:31-46) 2023-11-27T09:31:28+07:00 2023-11-27T09:31:28+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/menjadi-domba-dari-kristus-sang-raja-yehezkiel-34-11-16-20-24-mazmur-95-1-7a-efesus-1-15-23-matius-25-31-46 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 26 November 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yehezkiel 34:11-16; 20-24; Mazmur 95:1-7a; Efesus 1:15-23; Matius 25:31-46</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Tahukah Saudara kapan kalender Tahun Gerejawi dimulai? Kalau kalender Tahun Masehi dimulai pada tanggal 1 Januari, maka Tahun Gerejawi dimulai pada saat Minggu Adven 1 (tahun ini dimulai pada tanggal 3 Desember 2023). Lalu kapan kalender Tahun Gerejawi ditutup? Pada Minggu Kristus Raja, satu minggu sebelum Minggu Advent 1, tepat saat ini (Minggu, 26 November 2023).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kalau dalam Minggu-minggu Adven kita mempersiapkan kedatangan Tuhan Yesus sebagai Juruselamat, maka pada Minggu Kristus Raja kita diingatkan bahwa Yesus akan datang kembali kelak, bukan lagi sebagai Juruselamat, melainkan sebagai Raja yang akan menghakimi dan meminta pertanggungjawaban seluruh isi dunia pada saat akhir zaman tiba.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Saat Tuhan Yesus datang sebagai Raja kelak, Ia akan datang dalam kemuliaan, bukan lagi dalam kesederhanaan seperti kedatangan-Nya di Betlehem. Ia juga akan menghakimi dan membawa pemisahan, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing. Domba adalah hewan yang hidupnya tidak sendirian, tapi dalam kumpulan dan senang berkelompok; sementara kambing adalah hewan yang suka sendirian dan hidup sendiri. Yang satu jadi simbol kebersamaan, yang solider dalam hidup bersama yang lain; sementara yang satu lagi jadi simbol keegoisan dan ketidakpedulian pada sesama yang soliter hidupnya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sang Raja dalam Matius 25:31-46 dikisahkan berkenan kepada “domba-domba” yang ada di sebelah kanan-Nya karena mereka peduli dan mengasihi sesama, terutama yang membutuhkan pertolongan: yang lapar, haus, telanjang, sakit, dan dalam penjara. Di sisi yang lain, Ia murka dan marah kepada mereka yang hanya hidup bagi diri sendiri dan tidak peduli kepada sesama.<br>Hari-hari ini di tengah dunia yang makin canggih dan modern, justru orang semakin egois dan hanya memerhatikan kepentingannya sendiri. Orang lebih menuruti hawa nafsu, mengejar harta dan memuaskan kesenangan ragawi yang menjadi tuan atau raja atas hidup mereka. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk menjalani hidup yang berbeda dengan dunia. Raja kita bukan hawa nafsu keduniawian, bukan pula kesenangan ragawi. Raja kita adalah Tuhan Yesus yang memanggil kita untuk menjadi umat kepunyaan-Nya untuk menjalani hidup laksana domba. Sebagai domba Sang Raja, sudah seharusnya kita menuruti titah dan perintah-Nya untuk hidup dengan penuh kasih dan kepedulian kepada sesama.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Danny Purnama</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 26 November 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yehezkiel 34:11-16; 20-24; Mazmur 95:1-7a; Efesus 1:15-23; Matius 25:31-46</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Tahukah Saudara kapan kalender Tahun Gerejawi dimulai? Kalau kalender Tahun Masehi dimulai pada tanggal 1 Januari, maka Tahun Gerejawi dimulai pada saat Minggu Adven 1 (tahun ini dimulai pada tanggal 3 Desember 2023). Lalu kapan kalender Tahun Gerejawi ditutup? Pada Minggu Kristus Raja, satu minggu sebelum Minggu Advent 1, tepat saat ini (Minggu, 26 November 2023).</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kalau dalam Minggu-minggu Adven kita mempersiapkan kedatangan Tuhan Yesus sebagai Juruselamat, maka pada Minggu Kristus Raja kita diingatkan bahwa Yesus akan datang kembali kelak, bukan lagi sebagai Juruselamat, melainkan sebagai Raja yang akan menghakimi dan meminta pertanggungjawaban seluruh isi dunia pada saat akhir zaman tiba.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Saat Tuhan Yesus datang sebagai Raja kelak, Ia akan datang dalam kemuliaan, bukan lagi dalam kesederhanaan seperti kedatangan-Nya di Betlehem. Ia juga akan menghakimi dan membawa pemisahan, sama seperti gembala memisahkan domba dari kambing. Domba adalah hewan yang hidupnya tidak sendirian, tapi dalam kumpulan dan senang berkelompok; sementara kambing adalah hewan yang suka sendirian dan hidup sendiri. Yang satu jadi simbol kebersamaan, yang solider dalam hidup bersama yang lain; sementara yang satu lagi jadi simbol keegoisan dan ketidakpedulian pada sesama yang soliter hidupnya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Sang Raja dalam Matius 25:31-46 dikisahkan berkenan kepada “domba-domba” yang ada di sebelah kanan-Nya karena mereka peduli dan mengasihi sesama, terutama yang membutuhkan pertolongan: yang lapar, haus, telanjang, sakit, dan dalam penjara. Di sisi yang lain, Ia murka dan marah kepada mereka yang hanya hidup bagi diri sendiri dan tidak peduli kepada sesama.<br>Hari-hari ini di tengah dunia yang makin canggih dan modern, justru orang semakin egois dan hanya memerhatikan kepentingannya sendiri. Orang lebih menuruti hawa nafsu, mengejar harta dan memuaskan kesenangan ragawi yang menjadi tuan atau raja atas hidup mereka. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Sebagai pengikut Kristus, kita dipanggil untuk menjalani hidup yang berbeda dengan dunia. Raja kita bukan hawa nafsu keduniawian, bukan pula kesenangan ragawi. Raja kita adalah Tuhan Yesus yang memanggil kita untuk menjadi umat kepunyaan-Nya untuk menjalani hidup laksana domba. Sebagai domba Sang Raja, sudah seharusnya kita menuruti titah dan perintah-Nya untuk hidup dengan penuh kasih dan kepedulian kepada sesama.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Danny Purnama</strong></h5> Bijak Berselancar dalam Waktu (Zefanya 1:7, 12-18; Mazmur 90:1-12; 1 Tesalonika 5:1-11; Matius 25:14-30) 2023-11-18T14:59:51+07:00 2023-11-18T14:59:51+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/bijak-berselancar-dalam-waktu-zefanya-1-7-12-18-mazmur-90-1-12-1-tesalonika-5-1-11-matius-25-14-30 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 19 November 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Zefanya 1:7, 12-18; Mazmur 90:1-12; 1 Tesalonika 5:1-11; Matius 25:14-30</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Kehidupan kita bisa diibaratkan seperti seorang peselancar. Seorang peselancar yang andal akan mempelajari karakteristik ombak di perairan tempat ia berselancar agar ia dapat melakukan “atraksi di atas gelombang”. Peselancar yang dapat memanfaatkan waktu secara tepat, akan mampu melakukan aneka atraksi yang diperlukan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Seperti seorang peselancar yang benar-benar harus menggunakan waktu dengan bijak, agar dapat “beratraksi di atas gelombang”, pun kita perlu menggunakan waktu hidup kita secara bijak. Tidak selamanya gelombang laut itu selamanya cocok untuk berselancar. Begitu pun dengan kehidupan kita, tidak selamanya kehidupan ini dapat kita rasakan terus menerus. Ada satu titik di mana kehidupan kita akan berakhir. Maka, kita perlu memanfaatkan waktu secara bijak.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Bacaan leksionaris kita pada hari ini juga menegaskan hal serupa. Bacaan pertama, menyinggung tentang hari TUHAN sudah dekat (Zef. 1:7). Lalu dalam Mazmur tanggapan, ada permohonan “ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.” (Mzm. 90:12). Bacaan kedua, bicara tentang hari Tuhan yang datang seperti pencuri (1 Tes. 5:2). Melalui bacaan Injil, kita diingatkan bahwa kita perlu menjalani tanggung jawab yang diberikan oleh Tuhan pada waktu yang tersedia, yakni sebagaimana para hamba mengelola talenta yang dipercayakan kepada mereka sampai sang tuan datang kembali. Waktu antara kepergian dan kepulangan sang tuan menjadi waktu yang tersedia bagi para hamba untuk mengelola talenta yang dipercayakan kepada mereka secara bijak. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Waktu sangat berharga, sebab waktu merupakan anugerah Tuhan. Anugerah berarti pemberian, bukan karena kita layak untuk mendapatkannya, tetapi karena Allah sungguh mengasihi kita. Oleh karena itu, sebagai orang yang telah dikasihi Allah, kita diminta untuk mengisi kehidupan dengan hal-hal yang berdampak positif, seperti: membangun kehidupan, menyebarluaskan kasih Kristus, atau menolong orang menemukan makna hidup yang tepat di dalam anugerah Allah. Agar nanti, pada saatnya kita dapat mempertanggungjawabkan apa yang kita kerjakan selama hidup kepada Tuhan, Sang Pemilik kehidupan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Devina E. Minerva</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 19 November 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Zefanya 1:7, 12-18; Mazmur 90:1-12; 1 Tesalonika 5:1-11; Matius 25:14-30</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Kehidupan kita bisa diibaratkan seperti seorang peselancar. Seorang peselancar yang andal akan mempelajari karakteristik ombak di perairan tempat ia berselancar agar ia dapat melakukan “atraksi di atas gelombang”. Peselancar yang dapat memanfaatkan waktu secara tepat, akan mampu melakukan aneka atraksi yang diperlukan. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Seperti seorang peselancar yang benar-benar harus menggunakan waktu dengan bijak, agar dapat “beratraksi di atas gelombang”, pun kita perlu menggunakan waktu hidup kita secara bijak. Tidak selamanya gelombang laut itu selamanya cocok untuk berselancar. Begitu pun dengan kehidupan kita, tidak selamanya kehidupan ini dapat kita rasakan terus menerus. Ada satu titik di mana kehidupan kita akan berakhir. Maka, kita perlu memanfaatkan waktu secara bijak.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Bacaan leksionaris kita pada hari ini juga menegaskan hal serupa. Bacaan pertama, menyinggung tentang hari TUHAN sudah dekat (Zef. 1:7). Lalu dalam Mazmur tanggapan, ada permohonan “ajarlah kami menghitung hari-hari kami sedemikian, hingga kami beroleh hati yang bijaksana.” (Mzm. 90:12). Bacaan kedua, bicara tentang hari Tuhan yang datang seperti pencuri (1 Tes. 5:2). Melalui bacaan Injil, kita diingatkan bahwa kita perlu menjalani tanggung jawab yang diberikan oleh Tuhan pada waktu yang tersedia, yakni sebagaimana para hamba mengelola talenta yang dipercayakan kepada mereka sampai sang tuan datang kembali. Waktu antara kepergian dan kepulangan sang tuan menjadi waktu yang tersedia bagi para hamba untuk mengelola talenta yang dipercayakan kepada mereka secara bijak. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Waktu sangat berharga, sebab waktu merupakan anugerah Tuhan. Anugerah berarti pemberian, bukan karena kita layak untuk mendapatkannya, tetapi karena Allah sungguh mengasihi kita. Oleh karena itu, sebagai orang yang telah dikasihi Allah, kita diminta untuk mengisi kehidupan dengan hal-hal yang berdampak positif, seperti: membangun kehidupan, menyebarluaskan kasih Kristus, atau menolong orang menemukan makna hidup yang tepat di dalam anugerah Allah. Agar nanti, pada saatnya kita dapat mempertanggungjawabkan apa yang kita kerjakan selama hidup kepada Tuhan, Sang Pemilik kehidupan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Devina E. Minerva</strong></h5> "Siapkanlah Minyakmu!" (Amos 5:18-24; Mazmur 70; 1 Tesalonika 4:13-18; Matius 25:1-13) 2023-11-11T14:44:17+07:00 2023-11-11T14:44:17+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/siapkanlah-minyakmu-amos-5-18-24-mazmur-70-1-tesalonika-4-13-18-matius-25-1-13 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 12 November 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Amos 5:18-24; Mazmur 70; 1 Tesalonika 4:13-18; Matius 25:1-13</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Apakah pernah mempunyai pengalaman menjadi seorang pengapit pengantin seorang yang begitu special dalam hidup kita? Karena kita begitu mengasihinya maka kita akan melakukannya dengan sebaik-baiknya. Bukan karena keterpaksaan, ancaman, juga bukan harapkan hadiah daripadanya. Tetapi karena sangat mengasihinya. Dalam Alkitab ada istilah עֹמֵד - 'OMED, dalam artian "STAY READY" dan "GET READY" untuk melakukan aksi-nyata tindakan kasih (relasi yang begitu kuat). Sesungguhnya demikianlah dedikasi yang benar kepada Tuhan. Bukan sekedar kasih sayang mendalam kepada pribadi Allah, melainkan lebih merupakan penghayatan akan kesetiaan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pada bacaan Injil kita hari ini sesungguhnya persiapan yang dimaksud bukan sekedar hal – hal praktis apa saja. Melainkan tentang gaya hidup. Mendadani “tampilan dalam” dengan cara membuka hatinya untuk belajar dari pengalamannya, dari alam sekitarnya, dan dari hukum-hukum Tuhan. Tentang gaya hidup: hidup dalam kekudusan pernikahan, menguasai hawa nafsu, memperlakukan saudara dengan baik, dan membangun hubungan yang baik dengan sesama.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Perumpamaan ini menyajikan gaya hidup gadis yang bodoh dan bijaksana. Menjadi aib besar bagi seorang gadis yang memasuki umur dewasa bila tidak sempat ikut meramaikan pesta pernikahan sebagai pengiring pengantin. Gadis yang bodoh teledor. Tidak membawa cukup bekal, sehingga kehilangan kesempatan berharga ikut mempelai untuk menjemput pengantinnya. Sebaliknya gadis yang bijaksana begitu teliti, berpikir jauh ke depan dan berjuang dengan gigih untuk tanggung jawab yang diembannya.<br>Kedatangan calon mempelai pria atau yang dimaksudkan di sini adalah ketika Tuhan datang kembali tidak bisa diduga. Dalam perumpamaan disampaikan betapa Kedatangan pengantin laki-laki tidak dapat diprediksi. Dapat tertunda atau lebih cepat disebabkan oleh tawar menawar tentang mas kawin yang belum selesai. Sementara itu gadis-gadis pengiring pengantin menunggu, mereka mengantuk, dan tertidur. Baik gadis-gadis yang bodoh maupun yang bijaksana. Kesepuluh gadis yang menunggu ada lelah, ringkih dan terbatasnya. Demikianlah kenyataan mengenai kedatangan Tuhan. Sudahkah kita memperhatikan segala kekuarangan kita? Dan mengatasinya dengan serius?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita diundang untuk konstan (bertahan). Konstan: tanpa persediaan minyak, obor mereka akan segera padam bahkan sebelum prosesi dimulai. Itu artinya bagaimana asupan spiritualitas harian kita? Refleksi spiritual harian kita seperti apa? Apakah konstan? Konstan: melibatkan diri secara penuh ke dalam situasi dan mengikuti kehendak Tuhan dengan sepenuh hati.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Pramudya Hidayat</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 12 November 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Amos 5:18-24; Mazmur 70; 1 Tesalonika 4:13-18; Matius 25:1-13</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Apakah pernah mempunyai pengalaman menjadi seorang pengapit pengantin seorang yang begitu special dalam hidup kita? Karena kita begitu mengasihinya maka kita akan melakukannya dengan sebaik-baiknya. Bukan karena keterpaksaan, ancaman, juga bukan harapkan hadiah daripadanya. Tetapi karena sangat mengasihinya. Dalam Alkitab ada istilah עֹמֵד - 'OMED, dalam artian "STAY READY" dan "GET READY" untuk melakukan aksi-nyata tindakan kasih (relasi yang begitu kuat). Sesungguhnya demikianlah dedikasi yang benar kepada Tuhan. Bukan sekedar kasih sayang mendalam kepada pribadi Allah, melainkan lebih merupakan penghayatan akan kesetiaan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Pada bacaan Injil kita hari ini sesungguhnya persiapan yang dimaksud bukan sekedar hal – hal praktis apa saja. Melainkan tentang gaya hidup. Mendadani “tampilan dalam” dengan cara membuka hatinya untuk belajar dari pengalamannya, dari alam sekitarnya, dan dari hukum-hukum Tuhan. Tentang gaya hidup: hidup dalam kekudusan pernikahan, menguasai hawa nafsu, memperlakukan saudara dengan baik, dan membangun hubungan yang baik dengan sesama.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Perumpamaan ini menyajikan gaya hidup gadis yang bodoh dan bijaksana. Menjadi aib besar bagi seorang gadis yang memasuki umur dewasa bila tidak sempat ikut meramaikan pesta pernikahan sebagai pengiring pengantin. Gadis yang bodoh teledor. Tidak membawa cukup bekal, sehingga kehilangan kesempatan berharga ikut mempelai untuk menjemput pengantinnya. Sebaliknya gadis yang bijaksana begitu teliti, berpikir jauh ke depan dan berjuang dengan gigih untuk tanggung jawab yang diembannya.<br>Kedatangan calon mempelai pria atau yang dimaksudkan di sini adalah ketika Tuhan datang kembali tidak bisa diduga. Dalam perumpamaan disampaikan betapa Kedatangan pengantin laki-laki tidak dapat diprediksi. Dapat tertunda atau lebih cepat disebabkan oleh tawar menawar tentang mas kawin yang belum selesai. Sementara itu gadis-gadis pengiring pengantin menunggu, mereka mengantuk, dan tertidur. Baik gadis-gadis yang bodoh maupun yang bijaksana. Kesepuluh gadis yang menunggu ada lelah, ringkih dan terbatasnya. Demikianlah kenyataan mengenai kedatangan Tuhan. Sudahkah kita memperhatikan segala kekuarangan kita? Dan mengatasinya dengan serius?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Kita diundang untuk konstan (bertahan). Konstan: tanpa persediaan minyak, obor mereka akan segera padam bahkan sebelum prosesi dimulai. Itu artinya bagaimana asupan spiritualitas harian kita? Refleksi spiritual harian kita seperti apa? Apakah konstan? Konstan: melibatkan diri secara penuh ke dalam situasi dan mengikuti kehendak Tuhan dengan sepenuh hati.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Pramudya Hidayat</strong></h5> Pribadi yang Memiliki Integritas (Mikha 3:5-12; Mazmur 43; 1 Tesalonika 2:9-13; Matius 23:1-12) 2023-11-04T14:44:52+07:00 2023-11-04T14:44:52+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/pribadi-yang-memiliki-integritas-mikha-3-5-12-mazmur-43-1-tesalonika-2-9-13-matius-23-1-12 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 5 November 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Mikha 3:5-12; Mazmur 43; 1 Tesalonika 2:9-13; Matius 23:1-12</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Apa yang membuat kita dapat mengagumi seseorang? Parasnya? Penampilannya? Prestasinya? Biasanya, kekaguman tersebut disertai dengan bayangan kesempurnaan sifat dan karakter pada diri orang tersebut. Namun, betapa kagetnya kita ketika kita mengetahui ternyata orang tersebut tidak memiliki karakter yang sama baiknya dengan parasnya, penampilannya, prestasinya. Ia jauh dari kata sabar, rendah hati, penuh kasih, dan segala hal baik yang selama ini kita bayangkan ada di dalam dirinya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Demikian juga dengan orang-orang yang diberikan kepercayaan untuk menjadi pemimpin. Harapannya adalah mereka dapat menjalankan setiap kata-kata dan janji-janji yang diucapkan menjadi aksi yang nyata. Namun, yang sering kali terjadi adalah antara kata dan aksi, keduanya berbanding terbalik. Hal inilah yang kerap membuat timbulnya kekecewaan bahkan ketidakpercayaan. Oleh karena itu, Firman Tuhan pada hari, mengingatkan kita untuk menjadi pribadi yang berintegritas dan tidak terjebak pada kehidupan yang penuh kemunafikan atau kesalehan semu.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integritas berarti sikap yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Jadi, karakter integritas merupakan karakter yang menonjolkan konsistensi untuk melakukan kebenaran, baik dalam kata maupun perbuatan; teguh pada pendirian dan ada kejujuran di dalamnya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hal ini juga yang sebenarnya ditunjukkan oleh Yesus di dalam keseharianNya. Ia selalu menunjukkan kesatuan antara kata dan perbuatan-Nya. Ketika Ia mengajarkan tentang kasih, Ia melakukannya sampai mati di kayu salib. Ketika Ia mengajarkan pengampunan, Ia betul-betul melakukannya bahkan meski Ia berada di atas kayu salib dengan berbagai kesakitan dan penderitaan yang Ia rasakan. Sangat berbeda dengan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang selalu menunjukkan kesalehannya, namun hanya dalam ritual ibadah semata untuk mendapatkan pujian manusia. Mereka mengajarkan tentang berbagai hukum Taurat, namun mereka sendiri tidak melakukannya. Mereka tidak dapat menunjukkan keteladanan yang utuh dan menyatu antara kata dan perbuatan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Devina E. Minerva</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 5 November 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Mikha 3:5-12; Mazmur 43; 1 Tesalonika 2:9-13; Matius 23:1-12</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Apa yang membuat kita dapat mengagumi seseorang? Parasnya? Penampilannya? Prestasinya? Biasanya, kekaguman tersebut disertai dengan bayangan kesempurnaan sifat dan karakter pada diri orang tersebut. Namun, betapa kagetnya kita ketika kita mengetahui ternyata orang tersebut tidak memiliki karakter yang sama baiknya dengan parasnya, penampilannya, prestasinya. Ia jauh dari kata sabar, rendah hati, penuh kasih, dan segala hal baik yang selama ini kita bayangkan ada di dalam dirinya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Demikian juga dengan orang-orang yang diberikan kepercayaan untuk menjadi pemimpin. Harapannya adalah mereka dapat menjalankan setiap kata-kata dan janji-janji yang diucapkan menjadi aksi yang nyata. Namun, yang sering kali terjadi adalah antara kata dan aksi, keduanya berbanding terbalik. Hal inilah yang kerap membuat timbulnya kekecewaan bahkan ketidakpercayaan. Oleh karena itu, Firman Tuhan pada hari, mengingatkan kita untuk menjadi pribadi yang berintegritas dan tidak terjebak pada kehidupan yang penuh kemunafikan atau kesalehan semu.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), integritas berarti sikap yang menunjukkan kesatuan yang utuh sehingga memiliki potensi dan kemampuan yang memancarkan kewibawaan; kejujuran. Jadi, karakter integritas merupakan karakter yang menonjolkan konsistensi untuk melakukan kebenaran, baik dalam kata maupun perbuatan; teguh pada pendirian dan ada kejujuran di dalamnya.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Hal ini juga yang sebenarnya ditunjukkan oleh Yesus di dalam keseharianNya. Ia selalu menunjukkan kesatuan antara kata dan perbuatan-Nya. Ketika Ia mengajarkan tentang kasih, Ia melakukannya sampai mati di kayu salib. Ketika Ia mengajarkan pengampunan, Ia betul-betul melakukannya bahkan meski Ia berada di atas kayu salib dengan berbagai kesakitan dan penderitaan yang Ia rasakan. Sangat berbeda dengan ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi yang selalu menunjukkan kesalehannya, namun hanya dalam ritual ibadah semata untuk mendapatkan pujian manusia. Mereka mengajarkan tentang berbagai hukum Taurat, namun mereka sendiri tidak melakukannya. Mereka tidak dapat menunjukkan keteladanan yang utuh dan menyatu antara kata dan perbuatan.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Devina E. Minerva</strong></h5> Membangun Keluarga yang Diberkati (Filipi 2:1-13; Mazmur 127:1) 2023-10-28T09:27:55+07:00 2023-10-28T09:27:55+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/membangun-keluarga-yang-diberkati-filipi-2-1-13-mazmur-127-1 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 29 Oktober 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Filipi 2:1-13; Mazmur 127:1</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Suatu kali dalam sebuah kelas katekisasi, pendeta yang mengajar bertanya kepada para peserta katekisasi, “Anak-anak, tahukah kalian mengapa dalam ibadah berkat diletakkan di bagian terakhir?” Seorang anak dengan lugu menjawab, “Supaya umat yang datang paling terlambat juga masih bisa dapat berkat, Pak Pendeta.” Pernahkah Saudara juga berpikir seperti anak itu? Berkat memang bagian yang penting dalam sebuah peribadahan. Namun peletakkannya di akhir ibadah tentu bukan untuk memberi pesan bahwa umat boleh datang terlambat. Berkat diberikan pada akhir ibadah, yakni setelah pengutusan, untuk meneguhkan umat terus menjalani ibadah dalam hidup sehari-hari, memuliakan Tuhan di rumah, di sekolah, di tempat kerja, dan di manapun kita berada. Berkat mengingatkan umat, bahwa Tuhan tidak berpisah dengan kita setelah kita keluar dari gedung ibadah, melainkan tetap beserta kita dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih khusus, GKI menggunakan berkat Harun (berkat Imamat) yang tercatat dalam Bilangan 6:24-26. Berkat ini istimewa karena di dalamnya terkandung penghayatan iman orang percaya, yakni bahwa sukacita dan damai sejahtera dalam hidup kita sesungguhnya terjadi bukan karena hal-hal duniawi yang mudah hilang, melainkan karena kita merasakan kehadiran Allah <em>(… Tuhan menyinari engkau dengan wajah-Nya, dan memberi engkau kasih karunia. Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera).</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam kehidupan keluarga, berkat pun sesungguhnya dialami ketika kehadiran Tuhan dirasakan oleh setiap anggota keluarga. Seperti yang diungkapkan dalam Mazmur 127:1a, “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya.” Perlu diakui bahwa semakin hari, tantangan yang dihadapi oleh keluarga-keluarga bukan semakin sedikit, melainkan semakin banyak, dan sebagai keluarga kehidupan kita tidak selamanya mulus. Meningkatnya angka perceraian, KDRT, bahkan perselisihan antar-anggota keluarga yang berujung pada tindak pidana, semuanya itu menunjukkan bahwa membangun kehidupan keluarga saat ini tidaklah mudah. Karena itu, jika kita membangun keluarga hanya dengan kekuatan dan pengertian kita sendiri, semua itu akan sia-sia. Kita harus membangunnya di atas cinta Tuhan dan terus merawatnya dengan kesadaran bahwa Tuhan sendiri hadir di tengah-tengah keluarga kita. Dengan demikian, seberat apapun tantangan yang dihadapi oleh keluarga kita, kita tetap akan menjadi keluarga yang menerima berkat Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Bagaimana cara agar keluarga kita menjadi keluarga yang diberkati? Berkat dan kehadiran Tuhan di tengah keluarga dapat dirasakan ketika setiap anggota keluarga menaruh pikiran dan perasaan yang sama dengan Kristus, yakni yang rela merendahkan diri untuk memperhatikan kepentingan anggota-anggota yang lain (Fil. 2:3-7). Dengan demikian, setiap orang dalam keluarga menjadi “Kristus-Kristus kecil” yang mengasihi anggota keluarga yang lain dan melayaninya dengan tulus hati. Terlebih ketika keluarga sedang diterpa pergumulan, kehadiran Kristus di tengah keluarga harus semakin dinyatakan lewat kesediaan untuk saling mendukung, menopang dan mendoakan. Sebuah keluarga menjadi keluarga yang diberkati bukan karena tidak pernah menghadapi masalah atau pergumulan, melainkan karena setiap anggota keluarga bersedia mengasihi dan melayani anggota lain seperti yang diteladankan Kristus, sehingga kehadiran dan damai sejahtera Allah dirasakan di tengah-tengah keluarga.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Agetta Putri Awijaya</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 29 Oktober 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Filipi 2:1-13; Mazmur 127:1</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Suatu kali dalam sebuah kelas katekisasi, pendeta yang mengajar bertanya kepada para peserta katekisasi, “Anak-anak, tahukah kalian mengapa dalam ibadah berkat diletakkan di bagian terakhir?” Seorang anak dengan lugu menjawab, “Supaya umat yang datang paling terlambat juga masih bisa dapat berkat, Pak Pendeta.” Pernahkah Saudara juga berpikir seperti anak itu? Berkat memang bagian yang penting dalam sebuah peribadahan. Namun peletakkannya di akhir ibadah tentu bukan untuk memberi pesan bahwa umat boleh datang terlambat. Berkat diberikan pada akhir ibadah, yakni setelah pengutusan, untuk meneguhkan umat terus menjalani ibadah dalam hidup sehari-hari, memuliakan Tuhan di rumah, di sekolah, di tempat kerja, dan di manapun kita berada. Berkat mengingatkan umat, bahwa Tuhan tidak berpisah dengan kita setelah kita keluar dari gedung ibadah, melainkan tetap beserta kita dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih khusus, GKI menggunakan berkat Harun (berkat Imamat) yang tercatat dalam Bilangan 6:24-26. Berkat ini istimewa karena di dalamnya terkandung penghayatan iman orang percaya, yakni bahwa sukacita dan damai sejahtera dalam hidup kita sesungguhnya terjadi bukan karena hal-hal duniawi yang mudah hilang, melainkan karena kita merasakan kehadiran Allah <em>(… Tuhan menyinari engkau dengan wajah-Nya, dan memberi engkau kasih karunia. Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera).</em></h5> <h5 style="text-align: justify;">Dalam kehidupan keluarga, berkat pun sesungguhnya dialami ketika kehadiran Tuhan dirasakan oleh setiap anggota keluarga. Seperti yang diungkapkan dalam Mazmur 127:1a, “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya.” Perlu diakui bahwa semakin hari, tantangan yang dihadapi oleh keluarga-keluarga bukan semakin sedikit, melainkan semakin banyak, dan sebagai keluarga kehidupan kita tidak selamanya mulus. Meningkatnya angka perceraian, KDRT, bahkan perselisihan antar-anggota keluarga yang berujung pada tindak pidana, semuanya itu menunjukkan bahwa membangun kehidupan keluarga saat ini tidaklah mudah. Karena itu, jika kita membangun keluarga hanya dengan kekuatan dan pengertian kita sendiri, semua itu akan sia-sia. Kita harus membangunnya di atas cinta Tuhan dan terus merawatnya dengan kesadaran bahwa Tuhan sendiri hadir di tengah-tengah keluarga kita. Dengan demikian, seberat apapun tantangan yang dihadapi oleh keluarga kita, kita tetap akan menjadi keluarga yang menerima berkat Tuhan.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Bagaimana cara agar keluarga kita menjadi keluarga yang diberkati? Berkat dan kehadiran Tuhan di tengah keluarga dapat dirasakan ketika setiap anggota keluarga menaruh pikiran dan perasaan yang sama dengan Kristus, yakni yang rela merendahkan diri untuk memperhatikan kepentingan anggota-anggota yang lain (Fil. 2:3-7). Dengan demikian, setiap orang dalam keluarga menjadi “Kristus-Kristus kecil” yang mengasihi anggota keluarga yang lain dan melayaninya dengan tulus hati. Terlebih ketika keluarga sedang diterpa pergumulan, kehadiran Kristus di tengah keluarga harus semakin dinyatakan lewat kesediaan untuk saling mendukung, menopang dan mendoakan. Sebuah keluarga menjadi keluarga yang diberkati bukan karena tidak pernah menghadapi masalah atau pergumulan, melainkan karena setiap anggota keluarga bersedia mengasihi dan melayani anggota lain seperti yang diteladankan Kristus, sehingga kehadiran dan damai sejahtera Allah dirasakan di tengah-tengah keluarga.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Agetta Putri Awijaya</strong></h5> My Daddy, My Hero (Efesus 6:4) 2023-10-21T09:25:48+07:00 2023-10-21T09:25:48+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/my-daddy-my-hero-efesus-6-4 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 22 Oktober 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Efesus 6:4</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Seorang teman, pembina remaja-pemuda di salah satu GKI memberi nama generasi muda sekarang ini adalah generasi <em>coronial</em>, singkatan dari <em>corona + milenial</em>. Dua hal itu, pandemi karena <em>virus corona</em> dan tumbuhnya generasi <em>milenial</em>, membuat hidup dan relasi antara orang tua dan anak menjadi makin penuh dinamika. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Di tengah berubahnya zaman, konteks masyarakat yang berbeda, tuntutan kehidupan yang makin cepat bergerak, ada satu panggilan yang tetap dan tidak boleh dilupakan untuk dikerjakan, yaitu panggilan menjadi orang tua. Secara khusus tema ibadah hari ini menyasar peran ayah di tengah keluarga. Kenapa? Karena makin hari peran ayah sebagai kepala keluarga yang sekaligus juga sebagai pengajar iman dan teladan moralitas, makin tidak tampak, bahkan hilang. Dengan dalih sangat sibuk bekerja-mencari nafkah, peran untuk mengajarkan tentang pendidikan iman dan memberi pengajaran mana yang baik dan mana yang buruk, dialihkan pada pihak-pihak lain, seperti guru di sekolah, guru sekolah minggu, pembina remaja-pemuda di gereja atau pendeta.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Firman Tuhan dalam <strong>Efesus 6:4</strong> menegaskan panggilan seorang ayah: <em>“Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.”</em><br>Konteks pada zaman itu di seluruh daerah kekaisaran Romawi berlaku hukum patria potestas, yaitu hukum yang menyatakan betapa tingginya kuasa seorang ayah. Sejak seorang anak lahir, seorang ayah Romawi bisa dengan sesuka hati mengakuinya sebagai anaknya atau membuangnya (jadi “anak gampang” – liar). Kalau seorang anak diakui ayahnya, maka sang ayah akan mendidiknya dengan keras, dapat mengikat dan menyesah anaknya sesuka hati bahkan menjualnya sebagai budak belian dan memberi wewenang untuk hukuman mati bagi anaknya. Tujuan kerasnya pendidikan anak itu adalah supaya si anak tumbuh menjadi orang yang berguna, unggul secara fisik maupun mental.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Nasihat firman Tuhan sungguh bernada lain, <em>”Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.”</em> Salah satu tugas orang tua adalah mendidik anak-anaknya di dalam ajaran dan nasihat Tuhan, tapi saat mendidik itu, orang tua tidak menyebabkan kemarahan atau kebencian dalam diri anak-anak, melainkan untuk membuat anak-anak tumbuh sebagai orang yang mengenal jalan Tuhan.<br>Kata “didiklah” di sini berarti luas, menyangkut tindakan-tindakan yang diperlukan pada waktu didikan itu diberikan, misalnya: menegur, menasihati, mendisiplinkan, memperbaiki, menghukum demi kebaikan. Justru, anak-anak diharapkan merasakan kasih dibalik tindakan itu. Karenanya yang jadi alat mendidik adalah ajaran dan nasihat dari Tuhan, bukan sekadar dari kata orang atau sekadar membandingkan dengan anak orang lain.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Setiap orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik kepada anak-anaknya sebagai bentuk kasih. Banting tulang, putar otak, peras keringat, kepala jadi kaki, kaki jadi kepala, itulah istilah-istilah yang diberikan untuk menggambarkan kerja keras yang dijalani orang tua, termasuk ayah, demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga, khususnya anak-anak. Disadari atau tidak, para orang tua itu adalah pahlawan di tengah keluarga. Namun memenuhi kebutuhan jasmani saja tidak cukup. Karena kesibukan kerja keras itu, seringkali para ayah tidak hadir dalam pertumbuhan anak-anaknya, atau kalaupun ada, tidak dirasakan keberadaannya.<br>Repotnya, ketiadaan ayah (juga sebenarnya ketidakhadiran ibu) di tengah keluarga, menimbulkan dampak negatif yang besar. Dalam buku <em>Be a Better Dad Today</em> dipaparkan data dari <em>Father Facts Edisi V, National Fatherhood Initiative, 2007</em>: anak-anak yang tumbuh besar tanpa didampingi seorang ayah, dua sampai tiga kali lipat lebih rentan mengalami kehancuran, seperti masuk penjara, berhenti sekolah, dipecat dari pekerjaan, menderita sejumlah gangguan mental, atau kecanduan obat terlarang atau alkohol. Itu data 16 tahun yang lalu. Keadaan sekarang apakah membaik, atau malah memburuk?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Maka mari para ayah, kembali tekan dan fungsikan “tombol utama dan penting” dalam peran kita di tengah keluarga, yaitu jadi “bapa kehidupan”, yang menjaga dan merawat keluarga dengan setia, yang rela berkorban untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, tapi juga yang punya hati penuh kasih untuk hadir secara nyata mendampingi anak-anak dan memberi mereka didikan iman lewat teladan hidup. <br>Untuk jadi ayah yang baik sebagai “bapa kehidupan”, kita tidak perlu menjadi Superman, Spiderman, Batman atau superhero lainnya, cukup jadi seorang “gentle-man”, menjadi ayah yang bertanggung jawab atas keluarga, yang kehadiran dan kasihnya dilihat, dirasakan, dan dialami seluruh anggota keluarga.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Danny Purnama</strong></h5> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><h5><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 22 Oktober 2023</em></h5> <h5><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Efesus 6:4</strong></h5> <h5 style="text-align: justify;">Seorang teman, pembina remaja-pemuda di salah satu GKI memberi nama generasi muda sekarang ini adalah generasi <em>coronial</em>, singkatan dari <em>corona + milenial</em>. Dua hal itu, pandemi karena <em>virus corona</em> dan tumbuhnya generasi <em>milenial</em>, membuat hidup dan relasi antara orang tua dan anak menjadi makin penuh dinamika. </h5> <h5 style="text-align: justify;">Di tengah berubahnya zaman, konteks masyarakat yang berbeda, tuntutan kehidupan yang makin cepat bergerak, ada satu panggilan yang tetap dan tidak boleh dilupakan untuk dikerjakan, yaitu panggilan menjadi orang tua. Secara khusus tema ibadah hari ini menyasar peran ayah di tengah keluarga. Kenapa? Karena makin hari peran ayah sebagai kepala keluarga yang sekaligus juga sebagai pengajar iman dan teladan moralitas, makin tidak tampak, bahkan hilang. Dengan dalih sangat sibuk bekerja-mencari nafkah, peran untuk mengajarkan tentang pendidikan iman dan memberi pengajaran mana yang baik dan mana yang buruk, dialihkan pada pihak-pihak lain, seperti guru di sekolah, guru sekolah minggu, pembina remaja-pemuda di gereja atau pendeta.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Firman Tuhan dalam <strong>Efesus 6:4</strong> menegaskan panggilan seorang ayah: <em>“Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.”</em><br>Konteks pada zaman itu di seluruh daerah kekaisaran Romawi berlaku hukum patria potestas, yaitu hukum yang menyatakan betapa tingginya kuasa seorang ayah. Sejak seorang anak lahir, seorang ayah Romawi bisa dengan sesuka hati mengakuinya sebagai anaknya atau membuangnya (jadi “anak gampang” – liar). Kalau seorang anak diakui ayahnya, maka sang ayah akan mendidiknya dengan keras, dapat mengikat dan menyesah anaknya sesuka hati bahkan menjualnya sebagai budak belian dan memberi wewenang untuk hukuman mati bagi anaknya. Tujuan kerasnya pendidikan anak itu adalah supaya si anak tumbuh menjadi orang yang berguna, unggul secara fisik maupun mental.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Nasihat firman Tuhan sungguh bernada lain, <em>”Dan kamu, bapa-bapa, janganlah bangkitkan amarah di dalam hati anak-anakmu, tetapi didiklah mereka di dalam ajaran dan nasihat Tuhan.”</em> Salah satu tugas orang tua adalah mendidik anak-anaknya di dalam ajaran dan nasihat Tuhan, tapi saat mendidik itu, orang tua tidak menyebabkan kemarahan atau kebencian dalam diri anak-anak, melainkan untuk membuat anak-anak tumbuh sebagai orang yang mengenal jalan Tuhan.<br>Kata “didiklah” di sini berarti luas, menyangkut tindakan-tindakan yang diperlukan pada waktu didikan itu diberikan, misalnya: menegur, menasihati, mendisiplinkan, memperbaiki, menghukum demi kebaikan. Justru, anak-anak diharapkan merasakan kasih dibalik tindakan itu. Karenanya yang jadi alat mendidik adalah ajaran dan nasihat dari Tuhan, bukan sekadar dari kata orang atau sekadar membandingkan dengan anak orang lain.</h5> <h5 style="text-align: justify;">Setiap orang tua pasti ingin memberikan yang terbaik kepada anak-anaknya sebagai bentuk kasih. Banting tulang, putar otak, peras keringat, kepala jadi kaki, kaki jadi kepala, itulah istilah-istilah yang diberikan untuk menggambarkan kerja keras yang dijalani orang tua, termasuk ayah, demi memenuhi kebutuhan hidup keluarga, khususnya anak-anak. Disadari atau tidak, para orang tua itu adalah pahlawan di tengah keluarga. Namun memenuhi kebutuhan jasmani saja tidak cukup. Karena kesibukan kerja keras itu, seringkali para ayah tidak hadir dalam pertumbuhan anak-anaknya, atau kalaupun ada, tidak dirasakan keberadaannya.<br>Repotnya, ketiadaan ayah (juga sebenarnya ketidakhadiran ibu) di tengah keluarga, menimbulkan dampak negatif yang besar. Dalam buku <em>Be a Better Dad Today</em> dipaparkan data dari <em>Father Facts Edisi V, National Fatherhood Initiative, 2007</em>: anak-anak yang tumbuh besar tanpa didampingi seorang ayah, dua sampai tiga kali lipat lebih rentan mengalami kehancuran, seperti masuk penjara, berhenti sekolah, dipecat dari pekerjaan, menderita sejumlah gangguan mental, atau kecanduan obat terlarang atau alkohol. Itu data 16 tahun yang lalu. Keadaan sekarang apakah membaik, atau malah memburuk?</h5> <h5 style="text-align: justify;">Maka mari para ayah, kembali tekan dan fungsikan “tombol utama dan penting” dalam peran kita di tengah keluarga, yaitu jadi “bapa kehidupan”, yang menjaga dan merawat keluarga dengan setia, yang rela berkorban untuk memenuhi kebutuhan hidup keluarga, tapi juga yang punya hati penuh kasih untuk hadir secara nyata mendampingi anak-anak dan memberi mereka didikan iman lewat teladan hidup. <br>Untuk jadi ayah yang baik sebagai “bapa kehidupan”, kita tidak perlu menjadi Superman, Spiderman, Batman atau superhero lainnya, cukup jadi seorang “gentle-man”, menjadi ayah yang bertanggung jawab atas keluarga, yang kehadiran dan kasihnya dilihat, dirasakan, dan dialami seluruh anggota keluarga.</h5> <h5 style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Danny Purnama</strong></h5> Family: Where Love Never Ends (Kolose 3:12-14) 2023-10-14T14:28:34+07:00 2023-10-14T14:28:34+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/family-where-love-never-ends-matius-22-36-40-kolose-3-14-1-petrus-4-8-galatia-5-13 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 15 Oktober 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab: Kolose 3:12-14</strong></p> <p>Kehidupan keluarga ibarat telur-telur dalam sebuah keranjang, artinya muda terjadi gesekan, benturan bahkan keretakan yang tidak mungkin dapat dihindari. Itu semua dapat menimbulkan kekecewaan, kesedihan, sakit hati dan dendam yg mungkin sulit untuk bisa saling memaafkan. Tentu itu tidak diharapkan oleh kita sebagai keluarga karena membuat tidak nyaman untuk dijalani. Kasih pengikat keluarga.</p> <p><strong>1 Korintus 13:1-7</strong> Sekitar kita sekarang membutuhkan kasih, banyak orang merasa tidak dikasihi. Itu sebabnya yang dibutuhkan saat ini adalah orang-orang yang penuh kasih. Dan “Kasih itu kata kerja” Kasih itu bukan masalah perasaan. Menurut Paulus kasih itu tidak tergantung pada perasaan, kalau suka, senang baru mengasihi tapi bila kesel, membenci tidak mengasihi.</p> <p>Kasih adalah kata kerja. Kasih adalah apa yang kita perbuat terhadap orang lain, berinisiatip melakukan tindakan kasih.<br>Tindakan yang termasuk kasih adalah:<br>1. Sabar: bersabar ketrika menghadapi kesalahan dan kelemahan orang lain.<br>2. Murah hati: suka menolong, tidak berdiam diri saja melihat orang menderita.<br>3. Menutupi: berusaha tidak mempermalukan orang lain dengan menjaga nama baik mereka.<br>4. Mempercayai: berani belajar mempercayai orang lain.<br>5. Mengharapkan: berharap segala sesuatu, mau menderita demi kebaikan orang lain.</p> <p>Tindakan yang bukan kasih adalah:<br>1. Cemburu: iri hati melihat orang lain sukses.<br>2. Memegahkan diri: menyombongkan kelebihan kita yang tidak dimiliki orang lain.<br>3. Melakukan yang tidak sopan: tidak menghormati orang lain.<br>4. Mencari keuntungan diri sendiri: egois, memakai orang lain untuk kepentingan sendiri.<br>5. Pemarah: mudah tersinggung.<br>6. Pendendam: suka menyimpan dan mengungkit kesalahan orang lain.<br>7. Senang terhadap ketidakadilan: bersikap semena-mena terhadap orang lain.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Santoni</strong></p> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 15 Oktober 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab: Kolose 3:12-14</strong></p> <p>Kehidupan keluarga ibarat telur-telur dalam sebuah keranjang, artinya muda terjadi gesekan, benturan bahkan keretakan yang tidak mungkin dapat dihindari. Itu semua dapat menimbulkan kekecewaan, kesedihan, sakit hati dan dendam yg mungkin sulit untuk bisa saling memaafkan. Tentu itu tidak diharapkan oleh kita sebagai keluarga karena membuat tidak nyaman untuk dijalani. Kasih pengikat keluarga.</p> <p><strong>1 Korintus 13:1-7</strong> Sekitar kita sekarang membutuhkan kasih, banyak orang merasa tidak dikasihi. Itu sebabnya yang dibutuhkan saat ini adalah orang-orang yang penuh kasih. Dan “Kasih itu kata kerja” Kasih itu bukan masalah perasaan. Menurut Paulus kasih itu tidak tergantung pada perasaan, kalau suka, senang baru mengasihi tapi bila kesel, membenci tidak mengasihi.</p> <p>Kasih adalah kata kerja. Kasih adalah apa yang kita perbuat terhadap orang lain, berinisiatip melakukan tindakan kasih.<br>Tindakan yang termasuk kasih adalah:<br>1. Sabar: bersabar ketrika menghadapi kesalahan dan kelemahan orang lain.<br>2. Murah hati: suka menolong, tidak berdiam diri saja melihat orang menderita.<br>3. Menutupi: berusaha tidak mempermalukan orang lain dengan menjaga nama baik mereka.<br>4. Mempercayai: berani belajar mempercayai orang lain.<br>5. Mengharapkan: berharap segala sesuatu, mau menderita demi kebaikan orang lain.</p> <p>Tindakan yang bukan kasih adalah:<br>1. Cemburu: iri hati melihat orang lain sukses.<br>2. Memegahkan diri: menyombongkan kelebihan kita yang tidak dimiliki orang lain.<br>3. Melakukan yang tidak sopan: tidak menghormati orang lain.<br>4. Mencari keuntungan diri sendiri: egois, memakai orang lain untuk kepentingan sendiri.<br>5. Pemarah: mudah tersinggung.<br>6. Pendendam: suka menyimpan dan mengungkit kesalahan orang lain.<br>7. Senang terhadap ketidakadilan: bersikap semena-mena terhadap orang lain.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Santoni</strong></p> Misi Kudus dalam Keluarga (Mazmur 78:1-8; Hakim-Hakim 2:6-13) 2023-10-07T15:03:57+07:00 2023-10-07T15:03:57+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/misi-kudus-dalam-keluarga-mazmur-78-1-8-hakim-hakim-2-6-13 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 8 Oktober 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Mazmur 78:1-8; Hakim-Hakim 2:6-13</strong></p> <p style="text-align: center;"><em><strong>Keluarga hidup indah</strong></em><br><em><strong>bila Tuhan di dalamnya.</strong></em><br><em><strong>Dengan kasih yang sempurna</strong></em><br><em><strong>Tuhan pimpin langkahnya.</strong></em></p> <p style="text-align: justify;">Sebuah potongan lirik dari lagu berjudul <em>“Keluarga Hidup Indah”</em> menjadi doa bagi setiap keluarga. Ya, tentu menjadi sebuah harapan bagi setiap keluarga agar masing-masing keluarga dapat hidup indah dalam kasih dan pimpinan Tuhan. Keluarga hidup indah bukanlah sekedar Impian, melainkan dapat terwujud jikalau keluarga menjadikan firman Tuhan sebagai landasan dan pedoman dalam kehidupan berkeluarga. Oleh sebab itu, orang tua perlu mengambil peran yang penting yakni menceritakan firman Tuhan dan menjadi teladan iman bagi anak-anak. Hal ini dilakukan agar keluarga dapat berakar kuat dalam Tuhan.</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Mazmur 78:1-8</strong> pun menyatakan <em>“Kami tidak hendak sembunyikan (pengajaran Tuhan) kepada anak-anak mereka, tetapi kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada Tuhan dan kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya. Supaya anak-anak yang lahir kelak, bangun dan menceritakannya kepada anak-anak mereka supaya mereka menaruh kepercayaan kepada Allah dan tidak melupakan perbuatan-perbuatan Allah, tetapi memegang perintah-perintahNya”</em></p> <p style="text-align: justify;">Jika keluarga mengenal dan berakar kuat dalam Tuhan, maka keluarga tidak akan seperti bangsa Israel yang meninggalkan Tuhan dan hidup menyembah kepada baal <em>“Lalu orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan dan mereka beribadah kepada para Baal, mereka meninggalkan Tuhan, Allah nenek moyang mereka yang telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir, lalu mengikuti allah lain”</em> (Hak 2:12)</p> <p style="text-align: justify;">Inilah misi yang perlu diingat dan dilakukan dalam keluarga yakni menjadikan firman Tuhan sebagai landasan dalam kehidupan keluarga, orang tua perlu memperkenalkan Tuhan, mendidik anak-anak dalam kebenaran firman Tuhan, dan menjadi teladan iman bagi anak-anak sehingga keluarga dapat berakar kuat dalam Tuhan dan tidak mendua kepada allah lain seperti yang dahulu dilakukan oleh bangsa Israel, serta anak-anak pun perlu taat dan tunduk baik kepada Tuhan maupun kepada orang tua.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Erma P. Kristiyono</strong></p> <p><img src="https://gkigadingserpong.org//images/sekretariat/icon/Renungan.jpg" alt="" width="1415" height="1080" loading="lazy"></p><p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 8 Oktober 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Mazmur 78:1-8; Hakim-Hakim 2:6-13</strong></p> <p style="text-align: center;"><em><strong>Keluarga hidup indah</strong></em><br><em><strong>bila Tuhan di dalamnya.</strong></em><br><em><strong>Dengan kasih yang sempurna</strong></em><br><em><strong>Tuhan pimpin langkahnya.</strong></em></p> <p style="text-align: justify;">Sebuah potongan lirik dari lagu berjudul <em>“Keluarga Hidup Indah”</em> menjadi doa bagi setiap keluarga. Ya, tentu menjadi sebuah harapan bagi setiap keluarga agar masing-masing keluarga dapat hidup indah dalam kasih dan pimpinan Tuhan. Keluarga hidup indah bukanlah sekedar Impian, melainkan dapat terwujud jikalau keluarga menjadikan firman Tuhan sebagai landasan dan pedoman dalam kehidupan berkeluarga. Oleh sebab itu, orang tua perlu mengambil peran yang penting yakni menceritakan firman Tuhan dan menjadi teladan iman bagi anak-anak. Hal ini dilakukan agar keluarga dapat berakar kuat dalam Tuhan.</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Mazmur 78:1-8</strong> pun menyatakan <em>“Kami tidak hendak sembunyikan (pengajaran Tuhan) kepada anak-anak mereka, tetapi kami akan ceritakan kepada angkatan yang kemudian puji-pujian kepada Tuhan dan kekuatan-Nya dan perbuatan-perbuatan ajaib yang telah dilakukan-Nya. Supaya anak-anak yang lahir kelak, bangun dan menceritakannya kepada anak-anak mereka supaya mereka menaruh kepercayaan kepada Allah dan tidak melupakan perbuatan-perbuatan Allah, tetapi memegang perintah-perintahNya”</em></p> <p style="text-align: justify;">Jika keluarga mengenal dan berakar kuat dalam Tuhan, maka keluarga tidak akan seperti bangsa Israel yang meninggalkan Tuhan dan hidup menyembah kepada baal <em>“Lalu orang Israel melakukan apa yang jahat di mata Tuhan dan mereka beribadah kepada para Baal, mereka meninggalkan Tuhan, Allah nenek moyang mereka yang telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir, lalu mengikuti allah lain”</em> (Hak 2:12)</p> <p style="text-align: justify;">Inilah misi yang perlu diingat dan dilakukan dalam keluarga yakni menjadikan firman Tuhan sebagai landasan dalam kehidupan keluarga, orang tua perlu memperkenalkan Tuhan, mendidik anak-anak dalam kebenaran firman Tuhan, dan menjadi teladan iman bagi anak-anak sehingga keluarga dapat berakar kuat dalam Tuhan dan tidak mendua kepada allah lain seperti yang dahulu dilakukan oleh bangsa Israel, serta anak-anak pun perlu taat dan tunduk baik kepada Tuhan maupun kepada orang tua.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Erma P. Kristiyono</strong></p> Keluarga yang Mengakui Kuasa Allah (Filipi 3:4-14; Matius 21:33-46) 2023-09-30T14:16:06+07:00 2023-09-30T14:16:06+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/keluarga-yang-mengakui-kuasa-allah-filipi-3-4-14-matius-21-33-46 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 1 Oktober 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Filipi 3:4-14; Matius 21:33-46</strong></p> <p style="text-align: justify;">Allah yang memiliki kuasa (otoritas) atas langit dan bumi. Alam semesta berada di bawah kuasa Allah, karena Dialah yang menciptakannya. Manusia ciptaan Allah sudah selayaknya mengakui kuasa Allah. Allah layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa, sebab Dia telah menciptakan segala sesuatu dan oleh karena kehendak-Nya semuanya itu ada (Why. 4:11).</p> <p style="text-align: justify;">Sudah selayaknya setiap keluarga orang percaya mengakui kuasa Allah. Pengakuan akan kuasa Allah membawa sikap tunduk dan taat pada-Nya. Tunduk artinya merendahkan diri, menerima dan menghormati Dia yang berkuasa. Sedangkan taat artinya melakukan perintah yang dinyatakan oleh Dia yang berkuasa dan selalu memohon petunjuk-Nya.</p> <p style="text-align: justify;">Janganlah seperti para pemimpin dan umat Isreal yang tidak mengakui otoritas-Nya, yang diumpamakan Tuhan Yesus sebagai penggarap-penggarap kebun anggur yang jahat (Mat. 21:33-46). Ia menceritakan bahwa ada seorang tuan tanah yang menyewakan kebun anggurnya kepada petani-petani lalu berangkat keluar negeri. Ketika hampir tiba musim petik, ia mengutus hamba-hambanya kepada para petani itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Namun, mereka menangkap hamba-hambanya itu. Memukul yang seorang, membunuh yang lain, dan melempari yang lain lagi dengan batu. Hal itu terjadi berulang kali, maka akhirnya sang pemilik kebun anggur mengutus anaknya kepada mereka. Dalam hati ia berkata: “Anakku akan mereka segani.” Ternyata para petani tersebut tetap tidak mengakui otoritasnya, bahkan menangkap, menganiaya, dan membunuh anaknya. Mengakhiri perumpamaan itu, Tuhan Yesus bertanya kepada orang banyak: “Apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya terhadap petani-petani itu?” Kata mereka kepada-Nya: “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada petani-petani lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktunya” (Mat. 21:40-41). Sebagai kesimpulan dari perumpamaan itu, Tuhan Yesus menegaskan kepada para pemimpin dan umat Israel yang tidak mengakui otoritas-Nya: “Sebab itu, Aku berkata kepadamu bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari kamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang menghasilkan buah Kerajaan itu” (Mat. 21:43).</p> <p style="text-align: justify;">Pada minggu pertama bulan keluarga ini kita diajak untuk merenungkan kuasa Allah dalam kehidupan keluarga. Dengan mengakui kuasa Allah dalam kehidupan keluarga maka setiap anggota keluarga akan merendahkan diri, menerima dan menghormati Allah. Dialah yang berkuasa dan berotoritas atas diri kita, maka sudah selayaknya kita menuruti perintah-Nya, melakukan kehendak-Nya, dan menghasilkan buah bagi kemuliaan-Nya.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Andreas Loanka</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 1 Oktober 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Filipi 3:4-14; Matius 21:33-46</strong></p> <p style="text-align: justify;">Allah yang memiliki kuasa (otoritas) atas langit dan bumi. Alam semesta berada di bawah kuasa Allah, karena Dialah yang menciptakannya. Manusia ciptaan Allah sudah selayaknya mengakui kuasa Allah. Allah layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa, sebab Dia telah menciptakan segala sesuatu dan oleh karena kehendak-Nya semuanya itu ada (Why. 4:11).</p> <p style="text-align: justify;">Sudah selayaknya setiap keluarga orang percaya mengakui kuasa Allah. Pengakuan akan kuasa Allah membawa sikap tunduk dan taat pada-Nya. Tunduk artinya merendahkan diri, menerima dan menghormati Dia yang berkuasa. Sedangkan taat artinya melakukan perintah yang dinyatakan oleh Dia yang berkuasa dan selalu memohon petunjuk-Nya.</p> <p style="text-align: justify;">Janganlah seperti para pemimpin dan umat Isreal yang tidak mengakui otoritas-Nya, yang diumpamakan Tuhan Yesus sebagai penggarap-penggarap kebun anggur yang jahat (Mat. 21:33-46). Ia menceritakan bahwa ada seorang tuan tanah yang menyewakan kebun anggurnya kepada petani-petani lalu berangkat keluar negeri. Ketika hampir tiba musim petik, ia mengutus hamba-hambanya kepada para petani itu untuk menerima hasil yang menjadi bagiannya. Namun, mereka menangkap hamba-hambanya itu. Memukul yang seorang, membunuh yang lain, dan melempari yang lain lagi dengan batu. Hal itu terjadi berulang kali, maka akhirnya sang pemilik kebun anggur mengutus anaknya kepada mereka. Dalam hati ia berkata: “Anakku akan mereka segani.” Ternyata para petani tersebut tetap tidak mengakui otoritasnya, bahkan menangkap, menganiaya, dan membunuh anaknya. Mengakhiri perumpamaan itu, Tuhan Yesus bertanya kepada orang banyak: “Apabila tuan kebun anggur itu datang, apakah yang akan dilakukannya terhadap petani-petani itu?” Kata mereka kepada-Nya: “Ia akan membinasakan orang-orang jahat itu dan kebun anggurnya akan disewakannya kepada petani-petani lain, yang akan menyerahkan hasilnya kepadanya pada waktunya” (Mat. 21:40-41). Sebagai kesimpulan dari perumpamaan itu, Tuhan Yesus menegaskan kepada para pemimpin dan umat Israel yang tidak mengakui otoritas-Nya: “Sebab itu, Aku berkata kepadamu bahwa Kerajaan Allah akan diambil dari kamu dan akan diberikan kepada suatu bangsa yang menghasilkan buah Kerajaan itu” (Mat. 21:43).</p> <p style="text-align: justify;">Pada minggu pertama bulan keluarga ini kita diajak untuk merenungkan kuasa Allah dalam kehidupan keluarga. Dengan mengakui kuasa Allah dalam kehidupan keluarga maka setiap anggota keluarga akan merendahkan diri, menerima dan menghormati Allah. Dialah yang berkuasa dan berotoritas atas diri kita, maka sudah selayaknya kita menuruti perintah-Nya, melakukan kehendak-Nya, dan menghasilkan buah bagi kemuliaan-Nya.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Andreas Loanka</strong></p> Menjadi Rekan Sekerja Tuhan (1 Korintus 3:1-11) 2023-09-23T13:31:25+07:00 2023-09-23T13:31:25+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/menjadi-rekan-sekerja-tuhan-1-korintus-3-1-11 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 24 September 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;1 Korintus 3:1-11</strong></p> <p style="text-align: justify;">Surat 1 Korintus adalah salah satu surat dari tiga surat (Roma, 1 Korintus dan 2 Korintus) yang menempati posisi sentral dalam seluruh kitab Perjanjian Baru. Dan dalam surat 1 Korintus, Paulus menyatakan bagaimana jemaat di Korintus ada dalam situasi bahaya ketika di dalamnya terjadi klik atau kelompok-kelompok umat yang berpusat pada pemimpin perseorangan. Dimana masing-masing kelompok bisa berbuat semaunya tanpa aturan. Dan kondisi yang demikian menjadi sesuatu yang sangat potensial untuk menghasilkan perpecahan dalam jemaat.</p> <p style="text-align: justify;">Apa yang ada di dalam surat Korintus menjadi bahan refleksi bagi kita, jemaat Tuhan dimasa sekarang yang juga acapkali dilanda <em>‘virus’</em> yang sama, karena pada kenyataannya kita selalu bisa menjumpai para pemimpin gereja yang tampak berebut simpati dari anggota jemaat yang dilayaninya, atau sebaliknya anggota jemaat yang dengan caranya membuat para pemimpin umat diposisikan sedemikian rupa sehingga tergoda untuk bersaing dalam pelayanannya. <br>Paulus dalam suratnya memberikan ‘catatan’ bagi kita jemaat Tuhan di abad ini, untuk memberi tempat lebih utama kepada Tuhan sang kepala gereja lebih dari pada mengkultuskan para hambaNya. GKI sebagai gereja, dengan tegas oleh karenanya menentang kultus individu. Lewat 1 Korintus menjadi jelas bahwa baik Paulus, Apolos, Kefas atau Pendeta manapun hanyalah para pelayan. <em>“Pelayan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut tugas yang diberikan Tuhan kepadanya. Aku menanam, Apolos menyiram tetapi Allah yang menumbuhkan. Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram – melainkan Allah yang menumbuhkan”.</em></p> <p style="text-align: justify;">Hidup beregereja yang sesungguhnya adalah menata dan mengelola kehidupan dan pelayanan bersama dari tiap pribadi yang ada di dalamnya, mengembangkan prinsip <em>‘stewardship’</em> dan bukan <em>‘ownership’</em>. Dengan cara itulah kita menjadi rekan sekerja Allah di tengah dunia ini demi untuk mewujudkan kehidupan bersama dalam persekutuan dimana iman ditumbuhkan, pengharapan di hidupi dan kasih diberlakukan.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Imanuel Kristo Mulyono</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 24 September 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;1 Korintus 3:1-11</strong></p> <p style="text-align: justify;">Surat 1 Korintus adalah salah satu surat dari tiga surat (Roma, 1 Korintus dan 2 Korintus) yang menempati posisi sentral dalam seluruh kitab Perjanjian Baru. Dan dalam surat 1 Korintus, Paulus menyatakan bagaimana jemaat di Korintus ada dalam situasi bahaya ketika di dalamnya terjadi klik atau kelompok-kelompok umat yang berpusat pada pemimpin perseorangan. Dimana masing-masing kelompok bisa berbuat semaunya tanpa aturan. Dan kondisi yang demikian menjadi sesuatu yang sangat potensial untuk menghasilkan perpecahan dalam jemaat.</p> <p style="text-align: justify;">Apa yang ada di dalam surat Korintus menjadi bahan refleksi bagi kita, jemaat Tuhan dimasa sekarang yang juga acapkali dilanda <em>‘virus’</em> yang sama, karena pada kenyataannya kita selalu bisa menjumpai para pemimpin gereja yang tampak berebut simpati dari anggota jemaat yang dilayaninya, atau sebaliknya anggota jemaat yang dengan caranya membuat para pemimpin umat diposisikan sedemikian rupa sehingga tergoda untuk bersaing dalam pelayanannya. <br>Paulus dalam suratnya memberikan ‘catatan’ bagi kita jemaat Tuhan di abad ini, untuk memberi tempat lebih utama kepada Tuhan sang kepala gereja lebih dari pada mengkultuskan para hambaNya. GKI sebagai gereja, dengan tegas oleh karenanya menentang kultus individu. Lewat 1 Korintus menjadi jelas bahwa baik Paulus, Apolos, Kefas atau Pendeta manapun hanyalah para pelayan. <em>“Pelayan yang olehnya kamu menjadi percaya, masing-masing menurut tugas yang diberikan Tuhan kepadanya. Aku menanam, Apolos menyiram tetapi Allah yang menumbuhkan. Karena itu yang penting bukanlah yang menanam atau yang menyiram – melainkan Allah yang menumbuhkan”.</em></p> <p style="text-align: justify;">Hidup beregereja yang sesungguhnya adalah menata dan mengelola kehidupan dan pelayanan bersama dari tiap pribadi yang ada di dalamnya, mengembangkan prinsip <em>‘stewardship’</em> dan bukan <em>‘ownership’</em>. Dengan cara itulah kita menjadi rekan sekerja Allah di tengah dunia ini demi untuk mewujudkan kehidupan bersama dalam persekutuan dimana iman ditumbuhkan, pengharapan di hidupi dan kasih diberlakukan.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt.&nbsp;Imanuel Kristo Mulyono</strong></p> Menjadi Murid Kristus yang Misioner (Lukas 10:1-12, Lukas 4:18-19) 2023-09-16T14:56:47+07:00 2023-09-16T14:56:47+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/menjadi-murid-kristus-yang-misioner-lukas-10-1-12-lukas-4-18-19 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 17 September 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Lukas 10:1-12, Lukas 4:18-19</strong></p> <p style="text-align: justify;">Bacaan kita dari Lukas 4:18-19 memberikan gambaran kepada kita tentang tujuan atau untuk apa Tuhan Yesus datang ke dalam dunia atau <em>mission stantement</em> Yesus, apa tujuan hidupNya atau spiritualitas misioner Yesus. Spiritualitas misioner Yesus adalah menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan pada orang buta, untuk membebaskan orang-orang tertindas, untuk memberikan tahun rahmat Tuhan telah datang.</p> <p style="text-align: justify;">Dengan tegas dikatakan bahwa maksud kedatanganNya atau <em>mission statment</em>nya, yaitu :<br>• Memberitakan kabar baik kepada orang-orang miskin : Menyiratkan orang-orang yang hidupnya serba kekurangan dan tidak mempunyai sumber kehidupan, sehingga bergantung hanya kepada Tuhan atau orang-orang yang hidup tanpa pengharapan dan masa depan.<br>• Memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan : memberitakan bahwa kebebasan akan datang dalam Kristus, bukan hanya jasmani tetapi rohani.<br>• Penglihatan bagi orang-orang buta : orang buta adalah orang yang kedudukannya sangat lemah ditengah masyarakat kebanyakan menjadi pengemis dan sulit. Mereka bukan hanya buta secara jasmani tetapi buta secara rohani.<br>• Orang-orang yang tertindas yaitu orang-orang yang menderita karena perbuatan dan kekejaman orang lain.</p> <p style="text-align: justify;">Misi Yesus ini sering disebut MAGNA CHARTA Optimisme baru untuk menata ulang peradaban. Kristus datang agar dunia menjadi sebuah paradiso baru, sebuah alam yang penuh rahmat bagi semua.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Santoni</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 17 September 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Lukas 10:1-12, Lukas 4:18-19</strong></p> <p style="text-align: justify;">Bacaan kita dari Lukas 4:18-19 memberikan gambaran kepada kita tentang tujuan atau untuk apa Tuhan Yesus datang ke dalam dunia atau <em>mission stantement</em> Yesus, apa tujuan hidupNya atau spiritualitas misioner Yesus. Spiritualitas misioner Yesus adalah menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin; memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, dan penglihatan pada orang buta, untuk membebaskan orang-orang tertindas, untuk memberikan tahun rahmat Tuhan telah datang.</p> <p style="text-align: justify;">Dengan tegas dikatakan bahwa maksud kedatanganNya atau <em>mission statment</em>nya, yaitu :<br>• Memberitakan kabar baik kepada orang-orang miskin : Menyiratkan orang-orang yang hidupnya serba kekurangan dan tidak mempunyai sumber kehidupan, sehingga bergantung hanya kepada Tuhan atau orang-orang yang hidup tanpa pengharapan dan masa depan.<br>• Memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan : memberitakan bahwa kebebasan akan datang dalam Kristus, bukan hanya jasmani tetapi rohani.<br>• Penglihatan bagi orang-orang buta : orang buta adalah orang yang kedudukannya sangat lemah ditengah masyarakat kebanyakan menjadi pengemis dan sulit. Mereka bukan hanya buta secara jasmani tetapi buta secara rohani.<br>• Orang-orang yang tertindas yaitu orang-orang yang menderita karena perbuatan dan kekejaman orang lain.</p> <p style="text-align: justify;">Misi Yesus ini sering disebut MAGNA CHARTA Optimisme baru untuk menata ulang peradaban. Kristus datang agar dunia menjadi sebuah paradiso baru, sebuah alam yang penuh rahmat bagi semua.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Santoni</strong></p> Misi Murid Kristus di tengah Keluarga, Gereja, dan Masyarakat (Kisah Para Rasul 1:8) 2023-09-08T14:37:27+07:00 2023-09-08T14:37:27+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/misi-murid-kristus-di-tengah-keluarga-gereja-dan-masyarakat-kisah-para-rasul-1-8 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 10 September 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 1:8</strong></p> <p style="text-align: justify;">Pemahaman yang paling mendasar ketika kita akan berbicara mengenai misi Allah adalah bahwa misi tersebut berjalan bukan dengan kekuatan manusia. Dan bukan juga misi yang sarat dengan kepentingan ego manusia. Misi Allah berarti bicara tentang Kuasa Roh Kudus melanjutkan <em><span style="text-decoration: underline;"><strong>misi Kristus</strong></span></em> dengan memampukan umat manusia untuk mengambil bagian didalamnya. Bahwa kita mendengar kisah tentang perjalanan misi yang terbilang berhasil menjangkau, maka itu semua terjadi hanya oleh karena Kuasa Roh Kudus. Itu berarti mereka yang berperan serta dalam mengerjakan misi Allah diberikanNya <span style="text-decoration: underline;"><em><strong>karunia</strong></em></span>, bahkan diberikanNya kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya. Maka berperan serta mengerjakan misi Allah sesungguhnya selayaknya Kuasa Roh Kudus bersama kita yang <em>“to breath together”</em> yaitu bernafas bersama. </p> <p style="text-align: justify;">Bacaan Kisah Para Rasul 1:8 memperlihatkan bahwa Kristus membentuk satu kawanan jemaat yang terdiri dari bangsa Yahudi dan bangsa- bangsa non-Yahudi yang percaya kepada-Nya untuk mewartakan ajaran-Nya ke seluruh bangsa. Dalam kepelbagaian inilah setiap murid Kristus memiliki kesempatan untuk memperkaya dirinya sehingga ia akan menjadi semakin maksimal dalam berkarya. Ia mengalami banyak perbedaan, yang ia tidak temukan dalam dirinya, ia juga mengalami pembatasan karena menghargai keberadaan mereka yang berbeda dengan dirinya. Komunitas yang kaya akan kepelbagaian ini menjadi “tanda kehadiran Allah di dunia”. Mereka menghayati sebagai kawanan domba Kristus yang selalu bersatu dalam satu gembala, menjadi pemersatu bagi semua bangsa. </p> <p style="text-align: justify;">Dalam rangka menggumulkan bermisi sebagai keluarga, gereja dan masyarakat maka beberapa poin patut kita renungkan:<br>• Sebagai Keluarga Kristen : Dalam kehidupan keluarga kita senantiasa menyadarkan diri dan anggota keluarga bahwa manusia tak dapat hidup tanpa cinta. Ia tetap menjadi sosok yang tidak dapat dipahami oleh dirinya sendiri, dan hidupnya tidak berarti, jika cinta tidak dinyatakan kepadanya. Maka marilah hidupi cinta agar tantangan tiap insan keluarga yang diperhadapkan pada situasi kemerosotan moral terjawab dengan baik.<br>• Sebagai Gereja dan Masyarakat: mengenang apa yang pernah diutarakan Mother Teresa, “Love… and love until it hurts.” Dalam hal ini marilah kita melihat dan mewujudnyatakan kesempurnaan kasih Allah. Allah menciptakan kita menurut gambaran-Nya. Pembaharuan iman membawa kita untuk lebih menghayati makna ‘hidup bersama Kristus’ dan bertumbuh dalam kekudusan dalam setiap pelayanan yang kita ambil maupun peran di kerja dan masyarakat yang dipercayakan kepada kita.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Pramudya Hidayat</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 10 September 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kisah Para Rasul 1:8</strong></p> <p style="text-align: justify;">Pemahaman yang paling mendasar ketika kita akan berbicara mengenai misi Allah adalah bahwa misi tersebut berjalan bukan dengan kekuatan manusia. Dan bukan juga misi yang sarat dengan kepentingan ego manusia. Misi Allah berarti bicara tentang Kuasa Roh Kudus melanjutkan <em><span style="text-decoration: underline;"><strong>misi Kristus</strong></span></em> dengan memampukan umat manusia untuk mengambil bagian didalamnya. Bahwa kita mendengar kisah tentang perjalanan misi yang terbilang berhasil menjangkau, maka itu semua terjadi hanya oleh karena Kuasa Roh Kudus. Itu berarti mereka yang berperan serta dalam mengerjakan misi Allah diberikanNya <span style="text-decoration: underline;"><em><strong>karunia</strong></em></span>, bahkan diberikanNya kepada tiap-tiap orang secara khusus, seperti yang dikehendaki-Nya. Maka berperan serta mengerjakan misi Allah sesungguhnya selayaknya Kuasa Roh Kudus bersama kita yang <em>“to breath together”</em> yaitu bernafas bersama. </p> <p style="text-align: justify;">Bacaan Kisah Para Rasul 1:8 memperlihatkan bahwa Kristus membentuk satu kawanan jemaat yang terdiri dari bangsa Yahudi dan bangsa- bangsa non-Yahudi yang percaya kepada-Nya untuk mewartakan ajaran-Nya ke seluruh bangsa. Dalam kepelbagaian inilah setiap murid Kristus memiliki kesempatan untuk memperkaya dirinya sehingga ia akan menjadi semakin maksimal dalam berkarya. Ia mengalami banyak perbedaan, yang ia tidak temukan dalam dirinya, ia juga mengalami pembatasan karena menghargai keberadaan mereka yang berbeda dengan dirinya. Komunitas yang kaya akan kepelbagaian ini menjadi “tanda kehadiran Allah di dunia”. Mereka menghayati sebagai kawanan domba Kristus yang selalu bersatu dalam satu gembala, menjadi pemersatu bagi semua bangsa. </p> <p style="text-align: justify;">Dalam rangka menggumulkan bermisi sebagai keluarga, gereja dan masyarakat maka beberapa poin patut kita renungkan:<br>• Sebagai Keluarga Kristen : Dalam kehidupan keluarga kita senantiasa menyadarkan diri dan anggota keluarga bahwa manusia tak dapat hidup tanpa cinta. Ia tetap menjadi sosok yang tidak dapat dipahami oleh dirinya sendiri, dan hidupnya tidak berarti, jika cinta tidak dinyatakan kepadanya. Maka marilah hidupi cinta agar tantangan tiap insan keluarga yang diperhadapkan pada situasi kemerosotan moral terjawab dengan baik.<br>• Sebagai Gereja dan Masyarakat: mengenang apa yang pernah diutarakan Mother Teresa, “Love… and love until it hurts.” Dalam hal ini marilah kita melihat dan mewujudnyatakan kesempurnaan kasih Allah. Allah menciptakan kita menurut gambaran-Nya. Pembaharuan iman membawa kita untuk lebih menghayati makna ‘hidup bersama Kristus’ dan bertumbuh dalam kekudusan dalam setiap pelayanan yang kita ambil maupun peran di kerja dan masyarakat yang dipercayakan kepada kita.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Pramudya Hidayat</strong></p> Apa Itu Misi? (Matius 9:35-36 [Matius 5:13-16; 22:37-38; 25:31-46; 28:18-20]) 2023-09-02T14:19:24+07:00 2023-09-02T14:19:24+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/apa-itu-misi-matius-9-35-36-matius-5-13-16-22-37-38-25-31-46-28-18-20 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 3 September 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Matius 9:35-36 [Matius 5:13-16; 22:37-38; 25:31-46; 28:18-20]</strong></p> <p style="text-align: justify;">Apakah misi itu? Jawabannya ada bermacam-macam di antara para ahli. Ada yang mengatakan bahwa misi adalah pernyataan tentang apa yang harus dilakukan organisasi/perusahaan untuk mencapai visinya. Ada yang mengatakan misi adalah pernyataan tetang apa yang harus dicapai organisasi di masa yang akan datang bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Jika pertanyaan tentang apakah misi itu ditanyakan kepada para pemimpin gereja dan orang-orang Kristen, jawabannya bisa berbeda-beda juga. Ada yang mengatakan misi adalah memberitakan Injil ke seluruh dunia dan menjadikan setiap bangsa murid Tuhan. Ada yang mengatakan misi adalah mewujudkan kehadiran dan kasih Kristus. Ada yang mengatakan misi adalah menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di tengah-tengah dunia dan untuk mempengaruhi masyarakat sekitar dengan prinsip-prinsip Ilahi.</p> <p style="text-align: justify;">David J. Bosch dalam buku <em><strong>“Transformasi Misi Kristen”</strong></em> menuliskan empat macam motif misi secara teologis, dengan memaparkan juga bahwa dalam pewujudannya sering bermakna ganda, yaitu: <strong>Motif pertobatan</strong>, yang menekankan nilai keputusan dan komitman pribadi – namun cenderung mempersempit pemerintahan Allah secara rohani dan individualistis menjadi jumlah keseluruhan jiwa yang diselamatkan. <strong>Motif eskatologis</strong>, yang membuat mata orang-orang terpaku pada pemerintahan Allah sebagai suatu realitas masa depan, namun dalam semangatnya untuk mempercepat terobosan pemerintahan akhir tersebut, tidak mempunyai minat terhadap tuntutan-tuntutan kehidupan ini. <strong>Motif plantatio ecclesia (menanam gereja)</strong>, yang menekankan perlunya mengumpulkan suatu komunitas orang-orang yang mempunyai komitmen, tetapi cenderung mengidentifikasikan gereja dengan Kerajaan Allah. <strong>Motif filantropis</strong>, yang menantang gereja untuk mengusahakan keadilan di dunia, tetapi yang dengan mudah menyamakan pemerintahan Allah dengan suatu masyarakat yang lebih sejahtera.</p> <p style="text-align: justify;">Sebagai gereja Tuhan Yesus, janganlah kita terjebak kepada salah satu ekstrim. Masing-masing motif misi yang tersebut di atas tentu ada dasarnya di dalam pengajaran Alkitab. Tetapi jika kita hanya menekankan salah satunya saja, apalagi melakukannya secara ekstrim, hal itu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Tuhan Yesus menjalankan misi secara utuh, dan Ia pun mengajarkan agar kita menjalankan misi-Nya secara utuh.</p> <p style="text-align: justify;">Tuhan Yesus menjalankan misi secara utuh. Salah satu bagian firman Tuhan, yaitu Matius 9:35-36, menyatakan hal ini secara gamblang. Tuhan Yesus menjalankan misi-Nya secara utuh melalui: 1. Kehadiran dan teladan-Nya (Mat. 9:35a); 2. Mengajarkan Firman Tuhan dan memberitakan Injil (Mat. 9:35b); 3. Pelayanan sosial: melenyapkan segala penyakit dan kelemahan serta berbelas kasihan kepada mereka yang lelah dan terlantar (Mat. 9:35c-36).</p> <p style="text-align: justify;">Di dalam pengajaran-Nya, Ia juga menghendaki agar kita menjalankan misi-Nya secara utuh. Perintah dan pengajaran Tuhan Yesus dalam Injil Matius pasal 5, 22. 25 dan 28 menyatakan hal itu. Misi Tuhan Yesus di tengah-tengah dunia hendaknya dijalankan melalui: <br><strong>a.</strong> Kehadiran/kehidupan yang diperbarui dan membawa dampak bagi orang-orang sekitar: menjadi garam dunia &amp; terang dunia (Mat. 5:13-16).<br><strong>b.</strong> Pelayanan kasih, yaitu mengasihi Allah dan sesama (Mat. 22:37-40) serta menyatakan belas kasihan &amp; kepeduliaan kepada orang-orang <br>yang membutuhkan (Mat. 25:31-46).<br><strong>c.</strong> Menjadikan murid, yaitu memberitakan Injil, membabtis, dan mengajar (Mat. 28:18-20).</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Andreas Loanka</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 3 September 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Matius 9:35-36 [Matius 5:13-16; 22:37-38; 25:31-46; 28:18-20]</strong></p> <p style="text-align: justify;">Apakah misi itu? Jawabannya ada bermacam-macam di antara para ahli. Ada yang mengatakan bahwa misi adalah pernyataan tentang apa yang harus dilakukan organisasi/perusahaan untuk mencapai visinya. Ada yang mengatakan misi adalah pernyataan tetang apa yang harus dicapai organisasi di masa yang akan datang bagi pihak-pihak yang berkepentingan. Jika pertanyaan tentang apakah misi itu ditanyakan kepada para pemimpin gereja dan orang-orang Kristen, jawabannya bisa berbeda-beda juga. Ada yang mengatakan misi adalah memberitakan Injil ke seluruh dunia dan menjadikan setiap bangsa murid Tuhan. Ada yang mengatakan misi adalah mewujudkan kehadiran dan kasih Kristus. Ada yang mengatakan misi adalah menghadirkan tanda-tanda Kerajaan Allah di tengah-tengah dunia dan untuk mempengaruhi masyarakat sekitar dengan prinsip-prinsip Ilahi.</p> <p style="text-align: justify;">David J. Bosch dalam buku <em><strong>“Transformasi Misi Kristen”</strong></em> menuliskan empat macam motif misi secara teologis, dengan memaparkan juga bahwa dalam pewujudannya sering bermakna ganda, yaitu: <strong>Motif pertobatan</strong>, yang menekankan nilai keputusan dan komitman pribadi – namun cenderung mempersempit pemerintahan Allah secara rohani dan individualistis menjadi jumlah keseluruhan jiwa yang diselamatkan. <strong>Motif eskatologis</strong>, yang membuat mata orang-orang terpaku pada pemerintahan Allah sebagai suatu realitas masa depan, namun dalam semangatnya untuk mempercepat terobosan pemerintahan akhir tersebut, tidak mempunyai minat terhadap tuntutan-tuntutan kehidupan ini. <strong>Motif plantatio ecclesia (menanam gereja)</strong>, yang menekankan perlunya mengumpulkan suatu komunitas orang-orang yang mempunyai komitmen, tetapi cenderung mengidentifikasikan gereja dengan Kerajaan Allah. <strong>Motif filantropis</strong>, yang menantang gereja untuk mengusahakan keadilan di dunia, tetapi yang dengan mudah menyamakan pemerintahan Allah dengan suatu masyarakat yang lebih sejahtera.</p> <p style="text-align: justify;">Sebagai gereja Tuhan Yesus, janganlah kita terjebak kepada salah satu ekstrim. Masing-masing motif misi yang tersebut di atas tentu ada dasarnya di dalam pengajaran Alkitab. Tetapi jika kita hanya menekankan salah satunya saja, apalagi melakukannya secara ekstrim, hal itu tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Tuhan Yesus menjalankan misi secara utuh, dan Ia pun mengajarkan agar kita menjalankan misi-Nya secara utuh.</p> <p style="text-align: justify;">Tuhan Yesus menjalankan misi secara utuh. Salah satu bagian firman Tuhan, yaitu Matius 9:35-36, menyatakan hal ini secara gamblang. Tuhan Yesus menjalankan misi-Nya secara utuh melalui: 1. Kehadiran dan teladan-Nya (Mat. 9:35a); 2. Mengajarkan Firman Tuhan dan memberitakan Injil (Mat. 9:35b); 3. Pelayanan sosial: melenyapkan segala penyakit dan kelemahan serta berbelas kasihan kepada mereka yang lelah dan terlantar (Mat. 9:35c-36).</p> <p style="text-align: justify;">Di dalam pengajaran-Nya, Ia juga menghendaki agar kita menjalankan misi-Nya secara utuh. Perintah dan pengajaran Tuhan Yesus dalam Injil Matius pasal 5, 22. 25 dan 28 menyatakan hal itu. Misi Tuhan Yesus di tengah-tengah dunia hendaknya dijalankan melalui: <br><strong>a.</strong> Kehadiran/kehidupan yang diperbarui dan membawa dampak bagi orang-orang sekitar: menjadi garam dunia &amp; terang dunia (Mat. 5:13-16).<br><strong>b.</strong> Pelayanan kasih, yaitu mengasihi Allah dan sesama (Mat. 22:37-40) serta menyatakan belas kasihan &amp; kepeduliaan kepada orang-orang <br>yang membutuhkan (Mat. 25:31-46).<br><strong>c.</strong> Menjadikan murid, yaitu memberitakan Injil, membabtis, dan mengajar (Mat. 28:18-20).</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Andreas Loanka</strong></p> GKI sebagai Gereja Persekutuan yang Misioner (Yesaya 51:1-6; Mazmur 138; Roma 12:1-8; Matius 16:13-20) 2023-09-02T14:15:13+07:00 2023-09-02T14:15:13+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/gki-sebagai-gereja-persekutuan-yang-misioner-yesaya-51-1-6-mazmur-138-roma-12-1-8-matius-16-13-20 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 27 Agustus 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 51:1-6; Mazmur 138; Roma 12:1-8; Matius 16:13-20</strong></p> <p style="text-align: justify;">Persekutuan yang misioner merupakan penghayatan GKI atas hakekat gereja, sebagaimana tertulis dalam mukadimah Tata Gereja GKI pada alinea 2, “... gereja adalah persekutuan yang esa dari orang-orang beriman kepada Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus, yang diundang dan dipanggil Allah untuk berperanserta ke dalam misi-Nya, yaitu karya Allah dalam penciptaan, pemeliharaan, penyelamatan, dan pembaruan di dunia.” Pengalaman Petrus dalam merespons pertanyaan Kristus, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” (Mat. 16:15) nampaknya dapat merepresentasikan pergumulan Gereja dalam mewujudkan penghayatan atas hakekat gereja ini.</p> <p style="text-align: justify;">Petrus dapat merespons dengan tepat pertanyaan yang diajukan Kristus, sehingga mendatangkan pujian “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga” (Mat. 16:17). Dari komentar Kristus itu kita tahu bahwa kemampuan Petrus untuk merespons Kristus dengan tepat merupakan kasih karunia Allah. </p> <p style="text-align: justify;">Atas respon Petrus itu Kristus menyatakan, “Engkau adalah Petrus” (ay. 18). Ada dua hal menarik terkait dengan pernyataan Kristus ini. Pertama, hikmat yang Allah berikan kepada Petrus sehingga dia dapat mengenal identitas Kristus adalah modal awal untuk menjadi saksi Kristus. Sebab sejatinya, terbangunnya sebuah jemaat merupakan karya Allah. Allah sendirilah yang memperlengkapi anggota jemaat untuk melahirkan karya layanan yang akan membuat jemaat dapat bertumbuh dengan baik. Hal ini juga menjadi pesan Paulus kepada jemaat di Roma, di mana Paulus menasihati jemaat untuk menyerahkan diri mereka agar dipakai bagi pembangunan tubuh Kristus, yaitu jemaat. Sebab sesungguhnya setiap anggota jemaat telah diperlengkapi Allah untuk melahirkan karya layanan dalam kehidupan berjemaat.</p> <p style="text-align: justify;">Kedua, Allah berkenan memberikan kepercayaan dan kuasa kepada umat-Nya yang berdiri sebagai sebuah jemaat untuk menjadi mitra Allah dalam melahirkan karya keselamatan bagi dunia. Ini adalah tanggungjawab yang sangat berat. Karena itu umat perlu mengandalkan Tuhan. Nasihat serupa ini juga digaungkan oleh nabi Yesaya yang menyerukan agar umat Allah memandang kepada Allah yang akan berkarya melepaskan mereka dari pembuangan. Dalam memandang kepada Allah itu umat akan menyaksikan Allah yang bekerja di tengah kehidupan mereka.</p> <p style="text-align: justify;">Memperhatikan semua hal di atas, marilah kita sebagai umat Allah menyadari bahwa Allah telah memperlengkapi kita untuk berkarya bagi kemuliaanNya, dan dalam berkarya itu marilah kita senantiasa mengarahkan pandangan mata kita kepada Allah. Amin.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Rachmat Zakaria Mustika</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 27 Agustus 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 51:1-6; Mazmur 138; Roma 12:1-8; Matius 16:13-20</strong></p> <p style="text-align: justify;">Persekutuan yang misioner merupakan penghayatan GKI atas hakekat gereja, sebagaimana tertulis dalam mukadimah Tata Gereja GKI pada alinea 2, “... gereja adalah persekutuan yang esa dari orang-orang beriman kepada Allah Bapa, Anak, dan Roh Kudus, yang diundang dan dipanggil Allah untuk berperanserta ke dalam misi-Nya, yaitu karya Allah dalam penciptaan, pemeliharaan, penyelamatan, dan pembaruan di dunia.” Pengalaman Petrus dalam merespons pertanyaan Kristus, “Tetapi apa katamu, siapakah Aku ini?” (Mat. 16:15) nampaknya dapat merepresentasikan pergumulan Gereja dalam mewujudkan penghayatan atas hakekat gereja ini.</p> <p style="text-align: justify;">Petrus dapat merespons dengan tepat pertanyaan yang diajukan Kristus, sehingga mendatangkan pujian “Berbahagialah engkau Simon bin Yunus sebab bukan manusia yang menyatakan itu kepadamu, melainkan Bapa-Ku yang di sorga” (Mat. 16:17). Dari komentar Kristus itu kita tahu bahwa kemampuan Petrus untuk merespons Kristus dengan tepat merupakan kasih karunia Allah. </p> <p style="text-align: justify;">Atas respon Petrus itu Kristus menyatakan, “Engkau adalah Petrus” (ay. 18). Ada dua hal menarik terkait dengan pernyataan Kristus ini. Pertama, hikmat yang Allah berikan kepada Petrus sehingga dia dapat mengenal identitas Kristus adalah modal awal untuk menjadi saksi Kristus. Sebab sejatinya, terbangunnya sebuah jemaat merupakan karya Allah. Allah sendirilah yang memperlengkapi anggota jemaat untuk melahirkan karya layanan yang akan membuat jemaat dapat bertumbuh dengan baik. Hal ini juga menjadi pesan Paulus kepada jemaat di Roma, di mana Paulus menasihati jemaat untuk menyerahkan diri mereka agar dipakai bagi pembangunan tubuh Kristus, yaitu jemaat. Sebab sesungguhnya setiap anggota jemaat telah diperlengkapi Allah untuk melahirkan karya layanan dalam kehidupan berjemaat.</p> <p style="text-align: justify;">Kedua, Allah berkenan memberikan kepercayaan dan kuasa kepada umat-Nya yang berdiri sebagai sebuah jemaat untuk menjadi mitra Allah dalam melahirkan karya keselamatan bagi dunia. Ini adalah tanggungjawab yang sangat berat. Karena itu umat perlu mengandalkan Tuhan. Nasihat serupa ini juga digaungkan oleh nabi Yesaya yang menyerukan agar umat Allah memandang kepada Allah yang akan berkarya melepaskan mereka dari pembuangan. Dalam memandang kepada Allah itu umat akan menyaksikan Allah yang bekerja di tengah kehidupan mereka.</p> <p style="text-align: justify;">Memperhatikan semua hal di atas, marilah kita sebagai umat Allah menyadari bahwa Allah telah memperlengkapi kita untuk berkarya bagi kemuliaanNya, dan dalam berkarya itu marilah kita senantiasa mengarahkan pandangan mata kita kepada Allah. Amin.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Rachmat Zakaria Mustika</strong></p> Menjadi Jembatan Bagi Bangsaku (Yesaya 56:1, 6-8; Mazmur 67; Roma 11:1-2a, 29-32; Matius 15:21-28) 2023-08-19T08:53:02+07:00 2023-08-19T08:53:02+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/menjadi-jembatan-bagi-bangsaku-yesaya-56-1-6-8-mazmur-67-roma-11-1-2a-29-32-matius-15-21-28 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 20 Agustus 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 56:1, 6-8; Mazmur 67; Roma 11:1-2a, 29-32; Matius 15:21-28</strong></p> <p style="text-align: justify;">Matius 15:21-28 mengambarkan diskriminasi para murid Yesus terhadap perempuan Kanaan. Yesus bertemu perempuan Kanaan, seperti apa dia itu? Perempuan ini adalah perempuan yang malang karena selain keturunan kanaan juga dalam budaya zaman itu perempuan adalah kemalangan apalagi bukan perempuan Yahudi, sehingga tidak diperbolehkan mendekati Yesus, dan ia juga malang karena anak perempuannya kerasukan setan. </p> <p style="text-align: justify;">Apa yang Dia harapkan dari Yesus? Matius 15:22 "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita." "Kasihanilah aku." : hanya meminta belas kasihan saja. Ia tidak meminta kebaikan, melainkan hanya bergantung pada belas kasihan, "Kasihanilah aku." Dia berteriak, memanggil Yesus, "Tuhan." Ini menunjukkan rasa hormatnya kepada Yesus. Dia menyebut Yesus, “Anak Daud,” artinya mengakui Yesus sebagai Mesias. Pengakuan yang luar biasa dari orang yang disepelekan dan dimusuhi orang Yahudi...</p> <p style="text-align: justify;">Bagaimana sikap para murid? “suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan berteriak” (Matius 15:23) Meminta Yesus untuk mengusir saja perempuan itu. Para murid Yesus merasa kesal dan jengkel kepada perempuan kanaan yang meminta pertolongan kepada Yesus untuk menyembuhkan putrinya yang kerasukan setan, tidak dapat menahan lagi mendengar jeritan dan teriakan minta tolong, sangat terganggu dengan suara perempuan itu.</p> <p style="text-align: justify;">Bagaimana sikap Yesus? Yesus nampaknya membeda bedakan orang, tapi sesungguhnya Yesus ingin mengetahui kedalaman iman perempuan Kanaan itu, apa alasanya :Perempuan itu datang minta belas kasihan pada Yesus “kasihanilah aku, ya Tuhan Anak Daud”. Reaksi Yesus terhadap doa perempuan sama sekali tidak menjawab, tapi bukan tidak mendengar. Jadi Yesus mendengarkan permohonan perempuan itu. Yesus malah menjawab para muridNya.</p> <p style="text-align: justify;">Lalu apa reaksi perempuan itu? Perempuan itu tidak putus asa, ia datang lagi mendekati Yesus dan menyembah Dia. Tuhan tolonglah aku” Perempuan itu menyembah Yesus. Ia datang, mendekati dan menyembah Yesus dan berkata ...ini tindakan iman...</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Santoni</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 20 Agustus 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 56:1, 6-8; Mazmur 67; Roma 11:1-2a, 29-32; Matius 15:21-28</strong></p> <p style="text-align: justify;">Matius 15:21-28 mengambarkan diskriminasi para murid Yesus terhadap perempuan Kanaan. Yesus bertemu perempuan Kanaan, seperti apa dia itu? Perempuan ini adalah perempuan yang malang karena selain keturunan kanaan juga dalam budaya zaman itu perempuan adalah kemalangan apalagi bukan perempuan Yahudi, sehingga tidak diperbolehkan mendekati Yesus, dan ia juga malang karena anak perempuannya kerasukan setan. </p> <p style="text-align: justify;">Apa yang Dia harapkan dari Yesus? Matius 15:22 "Kasihanilah aku, ya Tuhan, Anak Daud, karena anakku perempuan kerasukan setan dan sangat menderita." "Kasihanilah aku." : hanya meminta belas kasihan saja. Ia tidak meminta kebaikan, melainkan hanya bergantung pada belas kasihan, "Kasihanilah aku." Dia berteriak, memanggil Yesus, "Tuhan." Ini menunjukkan rasa hormatnya kepada Yesus. Dia menyebut Yesus, “Anak Daud,” artinya mengakui Yesus sebagai Mesias. Pengakuan yang luar biasa dari orang yang disepelekan dan dimusuhi orang Yahudi...</p> <p style="text-align: justify;">Bagaimana sikap para murid? “suruhlah ia pergi, ia mengikuti kita dengan berteriak” (Matius 15:23) Meminta Yesus untuk mengusir saja perempuan itu. Para murid Yesus merasa kesal dan jengkel kepada perempuan kanaan yang meminta pertolongan kepada Yesus untuk menyembuhkan putrinya yang kerasukan setan, tidak dapat menahan lagi mendengar jeritan dan teriakan minta tolong, sangat terganggu dengan suara perempuan itu.</p> <p style="text-align: justify;">Bagaimana sikap Yesus? Yesus nampaknya membeda bedakan orang, tapi sesungguhnya Yesus ingin mengetahui kedalaman iman perempuan Kanaan itu, apa alasanya :Perempuan itu datang minta belas kasihan pada Yesus “kasihanilah aku, ya Tuhan Anak Daud”. Reaksi Yesus terhadap doa perempuan sama sekali tidak menjawab, tapi bukan tidak mendengar. Jadi Yesus mendengarkan permohonan perempuan itu. Yesus malah menjawab para muridNya.</p> <p style="text-align: justify;">Lalu apa reaksi perempuan itu? Perempuan itu tidak putus asa, ia datang lagi mendekati Yesus dan menyembah Dia. Tuhan tolonglah aku” Perempuan itu menyembah Yesus. Ia datang, mendekati dan menyembah Yesus dan berkata ...ini tindakan iman...</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Santoni</strong></p> Jejak Perubahan bagi Bangsa (1 Raja-raja 19:9-18; Mazmur 85:9-14; Roma 10:5-15; Matius 14:22-33) 2023-08-11T16:20:19+07:00 2023-08-11T16:20:19+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/jejak-perubahan-bagi-bangsa-1-raja-raja-19-9-18-mazmur-85-9-14-roma-10-5-15-matius-14-22-33 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 13 Agustus 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;1 Raja-raja 19:9-18; Mazmur 85:9-14; Roma 10:5-15; Matius 14:22-33</strong></p> <p style="text-align: justify;">Dalam 1 Raj. 19:1-18 kita membaca kisah yang penuh warna dalam hidup nabi Elia. Setelah kemenangan yang luar biasa di gunung Karmel, kala Elia mengalahkan ratusan nabi Baal, Elia harus melarikan diri ke gunung Horeb. Di Horeb, Allah bertanya kepada Elia sebanyak 2 kali: “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” Pertanyaan yang sekaligus sindiran, untuk apa Elia ada di tempat tersebut dan bukan di tengah-tengah umat Tuhan. Kenapa ia melarikan diri dan mengasihani diri, dan bukannya melanjutkan karya pelayanan di tengah bangsanya.</p> <p style="text-align: justify;">Di Horeb, Tuhan tidak membiarkan Elia terus ada dalam kekecewaan dan kepedihan. Tuhan menjumpai dan memberinya tugas: “kembalilah ke jalanmu”. Itu artinya Elia diminta kembali pada panggilannya, berkarya di tengah bangsanya dan umat Allah. Elia diminta untuk menyiapkan penggantinya, yaitu Elisa. Selain itu, ia juga diminta untuk mengurapi Hazael menjadi raja Aram, dan mengurapi Yehu menjadi raja Israel.<br>Dari Karmel menuju Horeb, jadi simbol hidup manusia: hidup kadang di atas begitu hebat dan luar biasa, tapi dalam sekejap jadi berantakan karena masalah menimpa. Di Karmel Elia begitu perkasa, tapi menghadapi seorang Izebel, ia tak punya kuasa dan kehilangan asa. Elia menjadi takut. Selain itu hatinya juga dipenuhi kekecewaan, karena jalan kebenaran yang ia tempuh, malah membuatnya terancam dan membawanya dalam situasi berbahaya. Rasa takut dan kecewa itu membuat Elia melarikan diri, menarik diri dari komunitas bangsanya, dan tak mau lagi peduli dan berkarya.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam hidup pribadi maupun sebagai jemaat Tuhan di tengah hidup bermasyarakat dan berbangsa, kita pun tidak luput dari rasa takut dan kecewa. Kadang hal itu membuat kita menarik diri dari relasi dan pergaulan di tengah masyarakat. Perasaan diperlakukan tidak adil sebagai minoritas, tidak jarang juga memunculkan kemarahan dan kekecewaan yang membuat kita tak mau peduli dan tak lagi mau terlibat dengan kepentingan masyarakat. <br>Pertanyaan Tuhan kepada Elia, juga menjadi pertanyaan reflektif untuk kita, pengikut Kristus saat ini,”Apa kerjamu di sini?” Dengan kata lain, Tuhan menanyakan kepada kita, sebagai orang Kristen yang tinggal di negeri Indonesia ini: “Apa yang sudah engkau lakukan di sini, di tengah bangsa ini?” Pertanyaan yang sekaligus menjadi pengingat, bahwa kita harus terus terlibat dan melibatkan diri di tengah masyarakat. </p> <p style="text-align: justify;">Bukan sebuah kebetulan jika nama GKI memperlihatkan unsur “I”, yaitu Indonesia, dengan begitu jelas. Dari Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee – gereja Tionghoa, dengan penuh kesadaran pada tahun 1958, kita memilih untuk berganti nama menjadi Gereja Kristen Indonesia. Dengan cara itu kita sebagai GKI ingin menyatakan identitas diri kita sebagai gereja Indonesia. Bukan sekadar menjadi salah satu gereja di Indonesia. GKI juga tidak ingin menjadi gereja dari dan bagi suku atau etnis tertentu saja, melainkan gereja bagi beragam suku serta etnis yang ada di Indonesia.</p> <p style="text-align: justify;">Kita sebagai GKI sudah seharusnya peduli terhadap Indonesia dan mencintai Indonesia. Apa yang terjadi di Indonesia dalam kehidupan sosial-ekonomi-politik-budaya bangsa harus juga menjadi keprihatinan GKI (bila situasi dan masalahnya buruk) dan menjadi sukacita GKI (bila kondisi dan situasi berkembang baik).<br>Hidup berbangsa dan bermasyarakat di bumi nusantara ini memang belum ideal, kadang masih menimbulkan kekecewaan, dan juga luka karena diperlakukan tidak adil, namun hal itu tidak boleh membuat kita menarik diri dari hidup bersama sebagai bangsa Indonesia atau bahkan tak mau lagi peduli akan kebutuhan masyarakat di sekitar kita. Seperti Tuhan mengingatkan dan kembali mengutus Elia, Ia juga mengingatkan kita untuk meneruskan panggilan kita untuk ikut serta membawa perubahan bagi bangsa Indonesia. </p> <p style="text-align: justify;">Tahun ini sudah 78 tahun kemerdekaan kita nikmati sebagai bangsa. Apa karya yang sudah kita tunjukkan di tengah bangsa dan masyarakat ini? Mari ikut serta membawa perubahan di tengah bangsa, memerdekakan sesama dari belenggu kebodohan dan kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat, merawat kehidupan di tengah kekayaan keberagaman yang Tuhan berikan. Dirgahayu Negara Kesatuan Republik Indonesia.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Danny Purnama</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 13 Agustus 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;1 Raja-raja 19:9-18; Mazmur 85:9-14; Roma 10:5-15; Matius 14:22-33</strong></p> <p style="text-align: justify;">Dalam 1 Raj. 19:1-18 kita membaca kisah yang penuh warna dalam hidup nabi Elia. Setelah kemenangan yang luar biasa di gunung Karmel, kala Elia mengalahkan ratusan nabi Baal, Elia harus melarikan diri ke gunung Horeb. Di Horeb, Allah bertanya kepada Elia sebanyak 2 kali: “Apakah kerjamu di sini, hai Elia?” Pertanyaan yang sekaligus sindiran, untuk apa Elia ada di tempat tersebut dan bukan di tengah-tengah umat Tuhan. Kenapa ia melarikan diri dan mengasihani diri, dan bukannya melanjutkan karya pelayanan di tengah bangsanya.</p> <p style="text-align: justify;">Di Horeb, Tuhan tidak membiarkan Elia terus ada dalam kekecewaan dan kepedihan. Tuhan menjumpai dan memberinya tugas: “kembalilah ke jalanmu”. Itu artinya Elia diminta kembali pada panggilannya, berkarya di tengah bangsanya dan umat Allah. Elia diminta untuk menyiapkan penggantinya, yaitu Elisa. Selain itu, ia juga diminta untuk mengurapi Hazael menjadi raja Aram, dan mengurapi Yehu menjadi raja Israel.<br>Dari Karmel menuju Horeb, jadi simbol hidup manusia: hidup kadang di atas begitu hebat dan luar biasa, tapi dalam sekejap jadi berantakan karena masalah menimpa. Di Karmel Elia begitu perkasa, tapi menghadapi seorang Izebel, ia tak punya kuasa dan kehilangan asa. Elia menjadi takut. Selain itu hatinya juga dipenuhi kekecewaan, karena jalan kebenaran yang ia tempuh, malah membuatnya terancam dan membawanya dalam situasi berbahaya. Rasa takut dan kecewa itu membuat Elia melarikan diri, menarik diri dari komunitas bangsanya, dan tak mau lagi peduli dan berkarya.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam hidup pribadi maupun sebagai jemaat Tuhan di tengah hidup bermasyarakat dan berbangsa, kita pun tidak luput dari rasa takut dan kecewa. Kadang hal itu membuat kita menarik diri dari relasi dan pergaulan di tengah masyarakat. Perasaan diperlakukan tidak adil sebagai minoritas, tidak jarang juga memunculkan kemarahan dan kekecewaan yang membuat kita tak mau peduli dan tak lagi mau terlibat dengan kepentingan masyarakat. <br>Pertanyaan Tuhan kepada Elia, juga menjadi pertanyaan reflektif untuk kita, pengikut Kristus saat ini,”Apa kerjamu di sini?” Dengan kata lain, Tuhan menanyakan kepada kita, sebagai orang Kristen yang tinggal di negeri Indonesia ini: “Apa yang sudah engkau lakukan di sini, di tengah bangsa ini?” Pertanyaan yang sekaligus menjadi pengingat, bahwa kita harus terus terlibat dan melibatkan diri di tengah masyarakat. </p> <p style="text-align: justify;">Bukan sebuah kebetulan jika nama GKI memperlihatkan unsur “I”, yaitu Indonesia, dengan begitu jelas. Dari Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee – gereja Tionghoa, dengan penuh kesadaran pada tahun 1958, kita memilih untuk berganti nama menjadi Gereja Kristen Indonesia. Dengan cara itu kita sebagai GKI ingin menyatakan identitas diri kita sebagai gereja Indonesia. Bukan sekadar menjadi salah satu gereja di Indonesia. GKI juga tidak ingin menjadi gereja dari dan bagi suku atau etnis tertentu saja, melainkan gereja bagi beragam suku serta etnis yang ada di Indonesia.</p> <p style="text-align: justify;">Kita sebagai GKI sudah seharusnya peduli terhadap Indonesia dan mencintai Indonesia. Apa yang terjadi di Indonesia dalam kehidupan sosial-ekonomi-politik-budaya bangsa harus juga menjadi keprihatinan GKI (bila situasi dan masalahnya buruk) dan menjadi sukacita GKI (bila kondisi dan situasi berkembang baik).<br>Hidup berbangsa dan bermasyarakat di bumi nusantara ini memang belum ideal, kadang masih menimbulkan kekecewaan, dan juga luka karena diperlakukan tidak adil, namun hal itu tidak boleh membuat kita menarik diri dari hidup bersama sebagai bangsa Indonesia atau bahkan tak mau lagi peduli akan kebutuhan masyarakat di sekitar kita. Seperti Tuhan mengingatkan dan kembali mengutus Elia, Ia juga mengingatkan kita untuk meneruskan panggilan kita untuk ikut serta membawa perubahan bagi bangsa Indonesia. </p> <p style="text-align: justify;">Tahun ini sudah 78 tahun kemerdekaan kita nikmati sebagai bangsa. Apa karya yang sudah kita tunjukkan di tengah bangsa dan masyarakat ini? Mari ikut serta membawa perubahan di tengah bangsa, memerdekakan sesama dari belenggu kebodohan dan kemiskinan, meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan masyarakat, merawat kehidupan di tengah kekayaan keberagaman yang Tuhan berikan. Dirgahayu Negara Kesatuan Republik Indonesia.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Danny Purnama</strong></p> Yesus Sang Sumber Berkat (Yesaya 55:1-5; Mazmur 145:8-9, 14-21; Roma 9:1-5; Matius 14:13-21) 2023-08-04T14:44:16+07:00 2023-08-04T14:44:16+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/yesus-sang-sumber-berkat-yesaya-55-1-5-mazmur-145-8-9-14-21-roma-9-1-5-matius-14-13-21 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 6 Agustus 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 55:1-5; Mazmur 145:8-9, 14-21; Roma 9:1-5; Matius 14:13-21</strong></p> <p style="text-align: center;"><em>Berkat Tuhan mari hitunglah<br>Kau kan kagum oleh kasih-Nya<br>Berkat Tuhan mari hitunglah<br>Kau niscaya kagum oleh kasih-Nya</em></p> <p style="text-align: justify;">Lirik Kidung Jemaat 439 rasanya sudah tidak asing lagi dipendengaran kita. Sebuah lagu yang mengingatkan untuk melihat kembali segala berkat Tuhan dalam kehidupan ini, dan niscaya kita akan dibuat kagum dengan berlimpahnya berkat Tuhan tersebut. Adakah yang bisa menghitung berkat Tuhan? Rasanya mustahil, karena begitu banyak berkat dari Tuhan.</p> <p style="text-align: justify;">Ya memang betul adanya, berkat Tuhan tidak bertara. Segala yang kita miliki nyatanya berasal dari Tuhan dan merupakan berkat dari-Nya. Tuhan Yesuslah Sang Sumber Berkat; Ia sungguh peduli dan memperhatikan setiap umat-Nya. Berkat-Nya tidak pernah berkesudahan.</p> <p style="text-align: justify;">Hal ini juga yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Meskipun dalam keadaan berduka pasca mendengar berita kematian Yohanes Pembaptis. Tuhan Yesus tidak menjauhkan pandangan-Nya kepada orang banyak yang mengikuti-Nya. Tuhan Yesus tetap memikirkan nasib mereka dan memperhatikan kebutuhan mereka. Tuhan Yesus peduli, menyambut mereka dengan keramahtamahan, dan menganugerahkan limpahan berkat bagi orang banyak yang mengikuti-Nya.<br>Yesus menyediakan makanan, memimpin jamuan dengan berdiri, mengucap berkat, dan membagikan makanan kepada semua orang. Orang banyak tentu memperhatikan apa yang Yesus lakukan, Yesus mengubah lima roti dan dua ikan menjadi makanan yang begitu banyak bahkan tersisa dua belas bakul penuh. Peristiwa ini tentu terekam dalam ingatan orang banyak bahwa pertolongan yang telah mereka rasakan, sesungguhnya berasal dari Yesus. Makanan yang telah mereka terima, sesungguhnya berasal dari Yesus. Yesuslah Sang Sumber Berkat!</p> <p style="text-align: justify;">Yesus Sang Sumber Berkat, ya ingatlah akan hal ini. Tunjukkanlah kehidupan yang senantiasa bersyukur untuk limpahan berkat yang Tuhan Yesus telah anugerahkan dan jadilah perpanjangan tangan Tuhan untuk menyalurkan berkat kepada orang-orang yang membutuhkan di sekitar kita.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Erma P. Kristiyono</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 6 Agustus 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 55:1-5; Mazmur 145:8-9, 14-21; Roma 9:1-5; Matius 14:13-21</strong></p> <p style="text-align: center;"><em>Berkat Tuhan mari hitunglah<br>Kau kan kagum oleh kasih-Nya<br>Berkat Tuhan mari hitunglah<br>Kau niscaya kagum oleh kasih-Nya</em></p> <p style="text-align: justify;">Lirik Kidung Jemaat 439 rasanya sudah tidak asing lagi dipendengaran kita. Sebuah lagu yang mengingatkan untuk melihat kembali segala berkat Tuhan dalam kehidupan ini, dan niscaya kita akan dibuat kagum dengan berlimpahnya berkat Tuhan tersebut. Adakah yang bisa menghitung berkat Tuhan? Rasanya mustahil, karena begitu banyak berkat dari Tuhan.</p> <p style="text-align: justify;">Ya memang betul adanya, berkat Tuhan tidak bertara. Segala yang kita miliki nyatanya berasal dari Tuhan dan merupakan berkat dari-Nya. Tuhan Yesuslah Sang Sumber Berkat; Ia sungguh peduli dan memperhatikan setiap umat-Nya. Berkat-Nya tidak pernah berkesudahan.</p> <p style="text-align: justify;">Hal ini juga yang dilakukan oleh Tuhan Yesus. Meskipun dalam keadaan berduka pasca mendengar berita kematian Yohanes Pembaptis. Tuhan Yesus tidak menjauhkan pandangan-Nya kepada orang banyak yang mengikuti-Nya. Tuhan Yesus tetap memikirkan nasib mereka dan memperhatikan kebutuhan mereka. Tuhan Yesus peduli, menyambut mereka dengan keramahtamahan, dan menganugerahkan limpahan berkat bagi orang banyak yang mengikuti-Nya.<br>Yesus menyediakan makanan, memimpin jamuan dengan berdiri, mengucap berkat, dan membagikan makanan kepada semua orang. Orang banyak tentu memperhatikan apa yang Yesus lakukan, Yesus mengubah lima roti dan dua ikan menjadi makanan yang begitu banyak bahkan tersisa dua belas bakul penuh. Peristiwa ini tentu terekam dalam ingatan orang banyak bahwa pertolongan yang telah mereka rasakan, sesungguhnya berasal dari Yesus. Makanan yang telah mereka terima, sesungguhnya berasal dari Yesus. Yesuslah Sang Sumber Berkat!</p> <p style="text-align: justify;">Yesus Sang Sumber Berkat, ya ingatlah akan hal ini. Tunjukkanlah kehidupan yang senantiasa bersyukur untuk limpahan berkat yang Tuhan Yesus telah anugerahkan dan jadilah perpanjangan tangan Tuhan untuk menyalurkan berkat kepada orang-orang yang membutuhkan di sekitar kita.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Erma P. Kristiyono</strong></p> Hal Kecil Berdampak Besar (1 Raja-raja 3:5-12; Mazmur 119:129-136; Roma 8:26-39; Matius 13:31-33, 44-52) 2023-07-27T09:11:55+07:00 2023-07-27T09:11:55+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/hal-kecil-berdampak-besar-1-raja-raja-3-5-12-mazmur-119-129-136-roma-8-26-39-matius-13-31-33-44-52 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 30 Juli 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;1 Raja-raja 3:5-12; Mazmur 119:129-136; Roma 8:26-39; Matius 13:31-33, 44-52</strong></p> <p style="text-align: justify;">Tuhan Yesus memaparkan banyak perumpamaan dalam rangkaian bacaan Matius 13:31-33, 44-52. Tukang kebun menaburkan biji di ladangnya karena dia tahu bahwa biji yang kecil itu mempunyai kemampuan untuk tumbuh menjadi tanaman yang seukuran pohon. Seiring dengan pertumbuhan usia, fisik, pengetahuan dan pengalaman hidup pohon tersebut makin berguna. Itu artinya kita diundang untuk merefleksikan diri: sudahkah dan marilah kita mengusahakan kebajikan seiring dengan berjalannya usia kehidupan kita. Pembelajaran penting tentang biji sesawi juga menginpirasi bahwa ia berguna dan dicari petani betapapun ukurannya kecil. "Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, ... " (Matius 17:20). Ada banyak kisah di mana anak – anak bertahan dalam sakit yang sedang diderita, kesusahan hidup yang sedang menimpanya atau pergumulan berat lainnya namun ia menjadi inspiratif bagi orang yang lebih dewasa.</p> <p style="text-align: justify;">Pengajaran Tuhan Yesus berikutnya mengenai perumpamaan “harta”. Dari perumpamaan tersebut kita belajar bahwa seseorang dapat saja menemukan “harta terpendam” tidak disangka-sangka. Tetapi harta yang sesungguhnya bukan tentang kekayaan material, tetapi menemukan Kristus dan menjalin hubungan yang intim dengan Kristus jauh lebih berharga dari apapun. Seseorang yang telah mengalami perjumpaan dengan Tuhan Yesus: menempatkan Tuhan di atas segalanya. Mengasihi dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan kita tidak didasarkan dengan apa yang kita harapkan, tetapi didasarkan apa yang sudah diberikanNya pada kita. Kedalaman rasa cinta dan kemelekatan hati.</p> <p style="text-align: justify;">Lautan adalah dunia, pukat adalah Gereja. Sama seperti pukat harus ditebarkan ke tempat yang dalam, maka Gereja harus juga mewartakan Kristus ke tempat yang dalam atau Duc in Altum. Gereja sudah semestinya menyukai zona baru dan mengembangkan pelayanan betapapun tantangan begitu berat. Pukat tersebut diseret ke pantai. Gereja bersifat kudus dan am, artinya semua orang-orang diterima. Namun catatan penting: kemudian dipilihNya “ikan yang baik dan membuang ikan yang tidak baik”. Tuhan Yesus mengingatkan bahwa ada dampak perbuatan tak baik: terpisahkan.</p> <p style="text-align: justify;">Rangkaian perumpamaan ini adalah tentang Kerajaan Allah. “…di bumi seperti di Sorga…” demikian Kristus gambarkan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah betapa luas cakupanNya. Mengembara di dunia ini, melalui karya-karya Gereja-Nya. Kerajaan Allah adalah sesuatu yang sudah seharusnya menjadi fokus utama dan tujuan dari kehidupan kita. Berperan serta dalam Kerajaan Allah mesti mengutamakan Tuhan: bukan berfokus pada kehebatan dan kelemahan kita, soal besar atau kecil, tetapi pada karya-karya Kerajaan Allah di muka bumi Mengutamakan Tuhan berarti melepas diri dari segala keinginan, ketakutan, apa yang dimiliki. Menyatukan diri pada Tuhan mempersembahkan diri padaNya.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Pramudya Hidayat</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 30 Juli 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;1 Raja-raja 3:5-12; Mazmur 119:129-136; Roma 8:26-39; Matius 13:31-33, 44-52</strong></p> <p style="text-align: justify;">Tuhan Yesus memaparkan banyak perumpamaan dalam rangkaian bacaan Matius 13:31-33, 44-52. Tukang kebun menaburkan biji di ladangnya karena dia tahu bahwa biji yang kecil itu mempunyai kemampuan untuk tumbuh menjadi tanaman yang seukuran pohon. Seiring dengan pertumbuhan usia, fisik, pengetahuan dan pengalaman hidup pohon tersebut makin berguna. Itu artinya kita diundang untuk merefleksikan diri: sudahkah dan marilah kita mengusahakan kebajikan seiring dengan berjalannya usia kehidupan kita. Pembelajaran penting tentang biji sesawi juga menginpirasi bahwa ia berguna dan dicari petani betapapun ukurannya kecil. "Sesungguhnya sekiranya kamu mempunyai iman sebesar biji sesawi saja, kamu dapat berkata kepada gunung ini: Pindah dari tempat ini ke sana, ... " (Matius 17:20). Ada banyak kisah di mana anak – anak bertahan dalam sakit yang sedang diderita, kesusahan hidup yang sedang menimpanya atau pergumulan berat lainnya namun ia menjadi inspiratif bagi orang yang lebih dewasa.</p> <p style="text-align: justify;">Pengajaran Tuhan Yesus berikutnya mengenai perumpamaan “harta”. Dari perumpamaan tersebut kita belajar bahwa seseorang dapat saja menemukan “harta terpendam” tidak disangka-sangka. Tetapi harta yang sesungguhnya bukan tentang kekayaan material, tetapi menemukan Kristus dan menjalin hubungan yang intim dengan Kristus jauh lebih berharga dari apapun. Seseorang yang telah mengalami perjumpaan dengan Tuhan Yesus: menempatkan Tuhan di atas segalanya. Mengasihi dengan segenap hati, jiwa dan kekuatan kita tidak didasarkan dengan apa yang kita harapkan, tetapi didasarkan apa yang sudah diberikanNya pada kita. Kedalaman rasa cinta dan kemelekatan hati.</p> <p style="text-align: justify;">Lautan adalah dunia, pukat adalah Gereja. Sama seperti pukat harus ditebarkan ke tempat yang dalam, maka Gereja harus juga mewartakan Kristus ke tempat yang dalam atau Duc in Altum. Gereja sudah semestinya menyukai zona baru dan mengembangkan pelayanan betapapun tantangan begitu berat. Pukat tersebut diseret ke pantai. Gereja bersifat kudus dan am, artinya semua orang-orang diterima. Namun catatan penting: kemudian dipilihNya “ikan yang baik dan membuang ikan yang tidak baik”. Tuhan Yesus mengingatkan bahwa ada dampak perbuatan tak baik: terpisahkan.</p> <p style="text-align: justify;">Rangkaian perumpamaan ini adalah tentang Kerajaan Allah. “…di bumi seperti di Sorga…” demikian Kristus gambarkan Kerajaan Allah. Kerajaan Allah betapa luas cakupanNya. Mengembara di dunia ini, melalui karya-karya Gereja-Nya. Kerajaan Allah adalah sesuatu yang sudah seharusnya menjadi fokus utama dan tujuan dari kehidupan kita. Berperan serta dalam Kerajaan Allah mesti mengutamakan Tuhan: bukan berfokus pada kehebatan dan kelemahan kita, soal besar atau kecil, tetapi pada karya-karya Kerajaan Allah di muka bumi Mengutamakan Tuhan berarti melepas diri dari segala keinginan, ketakutan, apa yang dimiliki. Menyatukan diri pada Tuhan mempersembahkan diri padaNya.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Pramudya Hidayat</strong></p> Gandum yang Bertumbuh di Tengah Ilalang (Yesaya 44:6-8; Mazmur 86:11-17; Roma 8:12-25; Matius 13:24-30, 36-43) 2023-07-22T12:54:23+07:00 2023-07-22T12:54:23+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/gandum-yang-bertumbuh-di-tengah-ilalang-yesaya-44-6-8-mazmur-86-11-17-roma-8-12-25-matius-13-24-30-36-43 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 23 Juli 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 44:6-8; Mazmur 86:11-17; Roma 8:12-25; Matius 13:24-30, 36-43</strong></p> <p style="text-align: justify;">Tuhan Yesus memakai perumpamaan sebagai sarana agar kebenaran yang telah diungkapkan tersebut ditanggapi oleh para murid. Sebab itu setiap sebelum/selesai memberikan perumpamaan, Tuhan Yesus menegaskan, “Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” (Matius 13:9, 43). Kebenaran apa yang hendak Tuhan nyatakan melalui perumpamaan tentang lalang di antara gandum?</p> <p style="text-align: justify;"><strong>1. Di tengah himpitan dan kesulitan hidup, Tuhan tetap memerhatikan/menolong kita (ay. 29-30)</strong><br>Lalang atau gulma adalah sejenis rumput liar yang mengganggu, dan tumbuh di tengah-tengah tuaian jelai dan gandum. Lalang amat mirip dengan gandum pada awal pertumbuhannya. Namun pada waktu panen, barulah kita melihat perbedaan yang jelas karena biji gandum yang berat akan membuat tanaman gandum merunduk. Sedangkan lalang yang tidak berisi, tetap tegak berdiri. Tuhan Yesus mengajarkan agar lalang tersebut dibiarkan hidup bersama dengan gandum (ay. 29)<br>Selama kita hidup di dunia ini, maka kita harus terus hidup bersama dengan orang yang tidak percaya. Kehadiran lalang (gulma) jelas mengganggu keberadaan gandum. Kita tidak akan bisa menghindari adanya “lalang” atau orang-orang yang jahat di sekitar kita. Kejahatan dan kebaikan akan terus hidup berdampingan hingga waktu-Nya tiba. Namun satu hal penting yang tidak boleh kita lupakan adalah bahwa Tuhan tidak akan tinggal diam. Di tengah himpitan dan segala kesulitan hidup yang kita alami, Tuhan tetap memerhatikan dan menolong kita tepat pada waktunya. Tuhan terus bekerja dan tidak meninggalkan kita.</p> <p style="text-align: justify;"><strong>2. Di tengah himpitan dan kesulitan hidup, kita tetap harus bertumbuh (ay. 26, 30)</strong><br>Pertumbuhan adalah tanda kehidupan. Baik gandum maupun lalang, keduanya sama-sama hidup dan bertumbuh. Tuhan Yesus menunjukkan perbedaan kualitas antara gandum dan lalang. Ketika menjelaskan tentang gandum, Tuhan Yesus menggunakan kata “tumbuh” (Yunani: “blastano”), sedangkan ketika menjelaskan tentang lalang, Tuhan Yesus menggunakan kata “nampak” (Yunani: “phaino”).<br>"Blastano" adalah kata yang berkaitan dengan pertumbuhan, sementara "phaino" adalah kata yang berkaitan dengan penampakan atau munculnya sesuatu. Sedangkan frase “tumbuh bersama” (Yunani: “sunauxano”), Tuhan Yesus mau menegaskan bahwa sekalipun kedua tumbuh bersama, namun pada akhirnya akan nyata jelas perbedaan kualitasnya. Tuhan Yesus dapat membedakan lalang dan gandum, Ia akan memisahkan pada waktu-Nya. Sebagai gandum hendaklah kita bertumbuh dan berdampak, jangan sekadar nampak namun tidak berdampak. Amin</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Yerusa Maria Agustini</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 23 Juli 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 44:6-8; Mazmur 86:11-17; Roma 8:12-25; Matius 13:24-30, 36-43</strong></p> <p style="text-align: justify;">Tuhan Yesus memakai perumpamaan sebagai sarana agar kebenaran yang telah diungkapkan tersebut ditanggapi oleh para murid. Sebab itu setiap sebelum/selesai memberikan perumpamaan, Tuhan Yesus menegaskan, “Siapa mempunyai telinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengar!” (Matius 13:9, 43). Kebenaran apa yang hendak Tuhan nyatakan melalui perumpamaan tentang lalang di antara gandum?</p> <p style="text-align: justify;"><strong>1. Di tengah himpitan dan kesulitan hidup, Tuhan tetap memerhatikan/menolong kita (ay. 29-30)</strong><br>Lalang atau gulma adalah sejenis rumput liar yang mengganggu, dan tumbuh di tengah-tengah tuaian jelai dan gandum. Lalang amat mirip dengan gandum pada awal pertumbuhannya. Namun pada waktu panen, barulah kita melihat perbedaan yang jelas karena biji gandum yang berat akan membuat tanaman gandum merunduk. Sedangkan lalang yang tidak berisi, tetap tegak berdiri. Tuhan Yesus mengajarkan agar lalang tersebut dibiarkan hidup bersama dengan gandum (ay. 29)<br>Selama kita hidup di dunia ini, maka kita harus terus hidup bersama dengan orang yang tidak percaya. Kehadiran lalang (gulma) jelas mengganggu keberadaan gandum. Kita tidak akan bisa menghindari adanya “lalang” atau orang-orang yang jahat di sekitar kita. Kejahatan dan kebaikan akan terus hidup berdampingan hingga waktu-Nya tiba. Namun satu hal penting yang tidak boleh kita lupakan adalah bahwa Tuhan tidak akan tinggal diam. Di tengah himpitan dan segala kesulitan hidup yang kita alami, Tuhan tetap memerhatikan dan menolong kita tepat pada waktunya. Tuhan terus bekerja dan tidak meninggalkan kita.</p> <p style="text-align: justify;"><strong>2. Di tengah himpitan dan kesulitan hidup, kita tetap harus bertumbuh (ay. 26, 30)</strong><br>Pertumbuhan adalah tanda kehidupan. Baik gandum maupun lalang, keduanya sama-sama hidup dan bertumbuh. Tuhan Yesus menunjukkan perbedaan kualitas antara gandum dan lalang. Ketika menjelaskan tentang gandum, Tuhan Yesus menggunakan kata “tumbuh” (Yunani: “blastano”), sedangkan ketika menjelaskan tentang lalang, Tuhan Yesus menggunakan kata “nampak” (Yunani: “phaino”).<br>"Blastano" adalah kata yang berkaitan dengan pertumbuhan, sementara "phaino" adalah kata yang berkaitan dengan penampakan atau munculnya sesuatu. Sedangkan frase “tumbuh bersama” (Yunani: “sunauxano”), Tuhan Yesus mau menegaskan bahwa sekalipun kedua tumbuh bersama, namun pada akhirnya akan nyata jelas perbedaan kualitasnya. Tuhan Yesus dapat membedakan lalang dan gandum, Ia akan memisahkan pada waktu-Nya. Sebagai gandum hendaklah kita bertumbuh dan berdampak, jangan sekadar nampak namun tidak berdampak. Amin</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Yerusa Maria Agustini</strong></p> Penabur yang Setia (Yesaya 55:10-13; Mazmur 65:10-14; Roma 8:1-11; Matius 13:1-9, 18-23) 2023-07-14T13:34:47+07:00 2023-07-14T13:34:47+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/penabur-yang-setia-yesaya-55-10-13-mazmur-65-10-14-roma-8-1-11-matius-13-1-9-18-23 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 16 Juli 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 55:10-13; Mazmur 65:10-14; Roma 8:1-11; Matius 13:1-9, 18-23</strong></p> <p style="text-align: justify;">Tuhan Yesus menceritakan perumpamaan tentang seorang penabur yang keluar untuk menaburkan benih. Benih-benih itu jatuh di empat tempat yang berbeda, yaitu: di pinggir jalan, di tanah yang berbatu-batu, di tengah semak duri, dan di tanah yang baik. Di tiga tempat yang pertama (pinggir jalan, tanah yang berbatu-batu dan semak duri), benih itu tidak mendatangkan hasil. Tetapi benih yang ditabur di tanah yang baik menghasilkan buah yang banyak. Ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang tiga puluh kali lipat.</p> <p style="text-align: justify;">Mengapa hal itu terjadi? Apakah penaburnya berbeda? Tidak, penabur di empat tempat itu adalah satu orang yang sama (Mat. 13:1). Apakah benihnya yang berbeda? Tidak, benih yang ditabur itu sama, yaitu firman Allah (Mat. 13:19a, 20a, 22a, 23a). Bila penaburnya sama dan benihnya sama, lalu apa yang membuat perbedaan? Kesuburan tanah! Faktor kesuburan tanah merupakan faktor penentu yang sangat penting. Tuhan Yesus menyebutnya sebagai ”tanah yang baik” (Mat. 13:8).</p> <p style="text-align: justify;">Benih itu bertumbuh dan berbuah banyak di tanah yang baik (Mat. 13:8). Menurut penjelasan Tuhan Yesus, ”Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat” (Mat. 13:23). </p> <p style="text-align: justify;">Penabur yang setia seharusnya tidak hanya rajin menabur benih yang baik, tetapi juga harus bijak memilih tanah yang baik serta rajin mengerjakan tanah agar menjadi subur. Tanah yang tandus harus diolah terlebih dahulu. Batu-batunya disingkirkan dan semak durinya dipotong. Tanah tersebut perlu diolah sedemikian rupa agar siap untuk ditabur dengan benih yang baik, yaitu firman Allah. </p> <p style="text-align: justify;">Untuk mempersiapkan tanah yang baik, yaitu mempersiapkan hati manusia untuk menerima benih firman, perlu doa dan karya sebagai saksi Kristus. Dengan mendoakan individu-individu dan kelompok-kelompok masyarakat, kita sedang mengundang Roh Kudus bekerja untuk mempersiapkan hati mereka bagi firman Tuhan. Dengan kesaksian, baik melalui presensi maupun charity, kita sedang membuka hati mereka terhadap Injil. Presensi dilakukan dengan kehadiran orang percaya dengan hidup yang baru dan menjadi saksi. Charity dikerjakan dengan pelayanan kasih kepada mereka orang-orang lain, khususnya kepada mereka yang membutuhkan. Kehadiran anak-anak Tuhan haruslah menjadi garam dunia dan terang dunia (Mat. 5:13-16). Selain itu, kasih (Mat. 22:37-40) dan kepedulian (Mat. 25:34-40) harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Doa yang tekun disertai kesaksian hidup yang baik sangat berguna untuk menyuburkan tanah agar siap ditabur dengan benih firman Tuhan. </p> <p style="text-align: justify;">Penabur yang setia, sudah tentu tidak hanya bekerja untuk menggemburkan tanah, tetapi juga harus rajin menaburkan benih di tanah yang telah dipersiapkan. Kesaksian dalam bentuk presensi dan charity sangat diperlukan, tetapi keduanya tidak dapat menggantikan proklamasi, yaitu pemberitaan Injil. Kita harus menaburkan benih, yaitu firman Tuhan. Seperti kata Alkitab: ”Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya...” (2Tim. 4:2a; bd. Mat. 28:18-20).</p> <p style="text-align: justify;">Marilah kita menjadi penabur firman yang setia, agar kelak kita dapat menuai buahnya dengan penuh sukacita. Penabur yang setia tahu kapan saatnya mengolah tanah dan kapan waktunya untuk menabur benih. Tujuannya adalah untuk menghasilkan buah yang banyak bagi kemuliaan Allah.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Andreas Loanka</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 16 Juli 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 55:10-13; Mazmur 65:10-14; Roma 8:1-11; Matius 13:1-9, 18-23</strong></p> <p style="text-align: justify;">Tuhan Yesus menceritakan perumpamaan tentang seorang penabur yang keluar untuk menaburkan benih. Benih-benih itu jatuh di empat tempat yang berbeda, yaitu: di pinggir jalan, di tanah yang berbatu-batu, di tengah semak duri, dan di tanah yang baik. Di tiga tempat yang pertama (pinggir jalan, tanah yang berbatu-batu dan semak duri), benih itu tidak mendatangkan hasil. Tetapi benih yang ditabur di tanah yang baik menghasilkan buah yang banyak. Ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang tiga puluh kali lipat.</p> <p style="text-align: justify;">Mengapa hal itu terjadi? Apakah penaburnya berbeda? Tidak, penabur di empat tempat itu adalah satu orang yang sama (Mat. 13:1). Apakah benihnya yang berbeda? Tidak, benih yang ditabur itu sama, yaitu firman Allah (Mat. 13:19a, 20a, 22a, 23a). Bila penaburnya sama dan benihnya sama, lalu apa yang membuat perbedaan? Kesuburan tanah! Faktor kesuburan tanah merupakan faktor penentu yang sangat penting. Tuhan Yesus menyebutnya sebagai ”tanah yang baik” (Mat. 13:8).</p> <p style="text-align: justify;">Benih itu bertumbuh dan berbuah banyak di tanah yang baik (Mat. 13:8). Menurut penjelasan Tuhan Yesus, ”Yang ditaburkan di tanah yang baik ialah orang yang mendengar firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah, ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, ada yang tiga puluh kali lipat” (Mat. 13:23). </p> <p style="text-align: justify;">Penabur yang setia seharusnya tidak hanya rajin menabur benih yang baik, tetapi juga harus bijak memilih tanah yang baik serta rajin mengerjakan tanah agar menjadi subur. Tanah yang tandus harus diolah terlebih dahulu. Batu-batunya disingkirkan dan semak durinya dipotong. Tanah tersebut perlu diolah sedemikian rupa agar siap untuk ditabur dengan benih yang baik, yaitu firman Allah. </p> <p style="text-align: justify;">Untuk mempersiapkan tanah yang baik, yaitu mempersiapkan hati manusia untuk menerima benih firman, perlu doa dan karya sebagai saksi Kristus. Dengan mendoakan individu-individu dan kelompok-kelompok masyarakat, kita sedang mengundang Roh Kudus bekerja untuk mempersiapkan hati mereka bagi firman Tuhan. Dengan kesaksian, baik melalui presensi maupun charity, kita sedang membuka hati mereka terhadap Injil. Presensi dilakukan dengan kehadiran orang percaya dengan hidup yang baru dan menjadi saksi. Charity dikerjakan dengan pelayanan kasih kepada mereka orang-orang lain, khususnya kepada mereka yang membutuhkan. Kehadiran anak-anak Tuhan haruslah menjadi garam dunia dan terang dunia (Mat. 5:13-16). Selain itu, kasih (Mat. 22:37-40) dan kepedulian (Mat. 25:34-40) harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Doa yang tekun disertai kesaksian hidup yang baik sangat berguna untuk menyuburkan tanah agar siap ditabur dengan benih firman Tuhan. </p> <p style="text-align: justify;">Penabur yang setia, sudah tentu tidak hanya bekerja untuk menggemburkan tanah, tetapi juga harus rajin menaburkan benih di tanah yang telah dipersiapkan. Kesaksian dalam bentuk presensi dan charity sangat diperlukan, tetapi keduanya tidak dapat menggantikan proklamasi, yaitu pemberitaan Injil. Kita harus menaburkan benih, yaitu firman Tuhan. Seperti kata Alkitab: ”Beritakanlah firman, siap sedialah baik atau tidak baik waktunya...” (2Tim. 4:2a; bd. Mat. 28:18-20).</p> <p style="text-align: justify;">Marilah kita menjadi penabur firman yang setia, agar kelak kita dapat menuai buahnya dengan penuh sukacita. Penabur yang setia tahu kapan saatnya mengolah tanah dan kapan waktunya untuk menabur benih. Tujuannya adalah untuk menghasilkan buah yang banyak bagi kemuliaan Allah.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Andreas Loanka</strong></p> Menghidupi Allah yang Berkarya (Zakharia 9:9-12; Mazmur 145:8-14; Roma 7:15-25; Matius 11:16-19, 25-30) 2023-07-08T09:48:39+07:00 2023-07-08T09:48:39+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/menghidupi-allah-yang-berkarya-zakharia-9-9-12-mazmur-145-8-14-roma-7-15-25-matius-11-16-19-25-30 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 9 Juli 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Zakharia 9:9-12; Mazmur 145:8-14; Roma 7:15-25; Matius 11:16-19, 25-30</strong></p> <p style="text-align: justify;">Menurut data dari <em>pewforum.org</em>, agama Kristen adalah agama dengan umat terbanyak (tanpa melihat denominasi). Hampir sekitar 37% dari penduduk dunia. Bisa kita bayangkan bagaimana dunia ini sejatinya ketika seluruh pengikut Kristus menjadi garam dan terang bagi dunia. Luar biasa tentunya dunia ini! GKI pun terlibat di dalamnya. Tema GKI sendiri adalah Tuhan Mencipta, Manusia Ikut Serta. Bisa kita bayangkan juga jika anggota jemaat dan simpatisan GKI menghidupi Allah yang berkarya dari dulu sekarang dan sampai selama-lamanya. Bagaimana GKI akan berdampak dalam kehidupan di berbagai bidang ketika seluruh umat ikut serta atau menghidupi Allah yang berkarya sampai saat ini. </p> <p style="text-align: justify;">Namun, tampaknya jumlah yang banyak tidak signifikan dengan dampak yang dihasilkan. David Kinnaman dalam bukunya <em>Unchristian</em> menggambarkan pandangan <em>outsiders</em> terhadap Kekristenan yang kurang baik. Banyak orang-orang yang merasa orang Kristen sebagai <em>hipocrit</em>, kaku, kuno dalam pemikiran, pemarah, tidak logis. Mereka mengatakan bagaimana orang lain bisa percaya dengan apa yang ia Imani jika hidup yang mereka tunjukkan tidak sesuai dengan iman mereka. Tentu saja, riset Kinnaman ini menyadarkan kita tentang peran kita dalam kehidupan yang belum menghidupi Allah yang berkarya. Pendeta Craig Groeschel dalam buku <em>The Christian Atheist</em> mengatakan banyak orang Kristen sekarang mengaku percaya pada Kristus tetapi hidup seakan Tuhan tidak ada. Itulah gambaran yang Yesus sampaikan dalam Injil Matius 11:17. Yesus menghardik orang-orang di zamannya sebagai orang yang “tidak menari ketika ada yang meniup seruling”. Yesus menutup dengan berkata: <em>Siapa yang bertelinga hendaklah mendengar!</em> (ayat 15). Dalam hal ini, Yesus mengkritik orang-orang yang hanya “mendengar” tetapi tidak mau “melaksanakan” apa yang seharusnya menjadi respons dari orang tersebut setelah mendengarkan firman Tuhan. Jadi, mengenal Allah saja tidaklah cukup kalau kita juga tidak secara aktif untuk membawa perubahan ke diri sendiri maupun ke dunia yang lebih baik. </p> <p style="text-align: justify;">Bagaimana seharusnya kita hidup sebagai pengikut Kristus? Pertama memiliki keitiman dengan Tuhan. Keintiman dengan Tuhan membawanya pada perubahan diri dan kesediaan berbagi dengan sesamanya. Kedua, Bacaan Mazmur 145 mengingatkan kita bahwa dalam kehidupan kita diajak memuji dan memuliakan Tuhan, namun tidak boleh lupa juga di dalam mempersaksikan kasih Allah tersebut ke tengah-tengah dunia. Seperti bagian kitab Zakharia, dua duanya menggambarak respon logis seseorang yang merasakan anugerah Tuhan. Bukan seperti yang digambarkan dalam Roma 7:15 ketika kita justru melakukan apa yang tidak seharusnya sebagai pengikut Kristus. Apa yang kita Imani tidak tercermin dalam kehidupan kita. </p> <p style="text-align: justify;">Mari sebagai pengikut Kristus sejati, kita menghidupi Allah yang berkarya. Setiap kali kita diutus ke dalam dunia untuk berkarya bersama dengan Allah. Bukankah itu penghargaan yang luar biasa dari Tuhan? Kita perlu terus belajar dan minta diajar untuk semakin layak menerima penghargaan Tuhan atas diri kita. Selamat menghidupi Allah yang berkarya!</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Andy Agus Gunawan</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 9 Juli 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Zakharia 9:9-12; Mazmur 145:8-14; Roma 7:15-25; Matius 11:16-19, 25-30</strong></p> <p style="text-align: justify;">Menurut data dari <em>pewforum.org</em>, agama Kristen adalah agama dengan umat terbanyak (tanpa melihat denominasi). Hampir sekitar 37% dari penduduk dunia. Bisa kita bayangkan bagaimana dunia ini sejatinya ketika seluruh pengikut Kristus menjadi garam dan terang bagi dunia. Luar biasa tentunya dunia ini! GKI pun terlibat di dalamnya. Tema GKI sendiri adalah Tuhan Mencipta, Manusia Ikut Serta. Bisa kita bayangkan juga jika anggota jemaat dan simpatisan GKI menghidupi Allah yang berkarya dari dulu sekarang dan sampai selama-lamanya. Bagaimana GKI akan berdampak dalam kehidupan di berbagai bidang ketika seluruh umat ikut serta atau menghidupi Allah yang berkarya sampai saat ini. </p> <p style="text-align: justify;">Namun, tampaknya jumlah yang banyak tidak signifikan dengan dampak yang dihasilkan. David Kinnaman dalam bukunya <em>Unchristian</em> menggambarkan pandangan <em>outsiders</em> terhadap Kekristenan yang kurang baik. Banyak orang-orang yang merasa orang Kristen sebagai <em>hipocrit</em>, kaku, kuno dalam pemikiran, pemarah, tidak logis. Mereka mengatakan bagaimana orang lain bisa percaya dengan apa yang ia Imani jika hidup yang mereka tunjukkan tidak sesuai dengan iman mereka. Tentu saja, riset Kinnaman ini menyadarkan kita tentang peran kita dalam kehidupan yang belum menghidupi Allah yang berkarya. Pendeta Craig Groeschel dalam buku <em>The Christian Atheist</em> mengatakan banyak orang Kristen sekarang mengaku percaya pada Kristus tetapi hidup seakan Tuhan tidak ada. Itulah gambaran yang Yesus sampaikan dalam Injil Matius 11:17. Yesus menghardik orang-orang di zamannya sebagai orang yang “tidak menari ketika ada yang meniup seruling”. Yesus menutup dengan berkata: <em>Siapa yang bertelinga hendaklah mendengar!</em> (ayat 15). Dalam hal ini, Yesus mengkritik orang-orang yang hanya “mendengar” tetapi tidak mau “melaksanakan” apa yang seharusnya menjadi respons dari orang tersebut setelah mendengarkan firman Tuhan. Jadi, mengenal Allah saja tidaklah cukup kalau kita juga tidak secara aktif untuk membawa perubahan ke diri sendiri maupun ke dunia yang lebih baik. </p> <p style="text-align: justify;">Bagaimana seharusnya kita hidup sebagai pengikut Kristus? Pertama memiliki keitiman dengan Tuhan. Keintiman dengan Tuhan membawanya pada perubahan diri dan kesediaan berbagi dengan sesamanya. Kedua, Bacaan Mazmur 145 mengingatkan kita bahwa dalam kehidupan kita diajak memuji dan memuliakan Tuhan, namun tidak boleh lupa juga di dalam mempersaksikan kasih Allah tersebut ke tengah-tengah dunia. Seperti bagian kitab Zakharia, dua duanya menggambarak respon logis seseorang yang merasakan anugerah Tuhan. Bukan seperti yang digambarkan dalam Roma 7:15 ketika kita justru melakukan apa yang tidak seharusnya sebagai pengikut Kristus. Apa yang kita Imani tidak tercermin dalam kehidupan kita. </p> <p style="text-align: justify;">Mari sebagai pengikut Kristus sejati, kita menghidupi Allah yang berkarya. Setiap kali kita diutus ke dalam dunia untuk berkarya bersama dengan Allah. Bukankah itu penghargaan yang luar biasa dari Tuhan? Kita perlu terus belajar dan minta diajar untuk semakin layak menerima penghargaan Tuhan atas diri kita. Selamat menghidupi Allah yang berkarya!</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Andy Agus Gunawan</strong></p> Kebenaran Terkadang Menggelisahkan (Yeremia 28:5-9; Mazmur 89:2-5, 16-19; Roma 6:12-23; Matius 10:40-42) 2023-07-01T15:36:26+07:00 2023-07-01T15:36:26+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/kebenaran-terkadang-menggelisahkan-yeremia-28-5-9-mazmur-89-2-5-16-19-roma-6-12-23-matius-10-40-42 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 2 Juli 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 28:5-9; Mazmur 89:2-5, 16-19; Roma 6:12-23; Matius 10:40-42</strong></p> <p style="text-align: center;"><strong>Matius 10:40</strong><br><em>“Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku.”</em></p> <p style="text-align: justify;">Kata ‘kamu’ menunjuk murid seperti diungkapkan dalam Matius 10:38 “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku”. Kamu berarti murid. Menurut Yesus para murid adalah mereka yang memikul salib dan mengikut dia. Jadi ‘kamu’ adalah orang-orang Kristen yang berkomitmen total; orang Kristen yang “memikul salib” untuk mengikut Yesus. Dia sedang berkata, “Barangsiapa menerima orang-orang Kristen yang memikul salib dan mengikut Aku maka mereka menerima Aku.”</p> <p style="text-align: center;"><em>“Dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku.”</em></p> <p style="text-align: justify;">Siapa yang mengutus Yesus? Tentu kita tahu yang mengutus Yesus adalah Allah Bapa. Jadi arti kata “barangsiapa menerima kamu, ia menerima Bapa.” Ini menunjukkan orang Kristen yang memikul salibnya dan mengikut Yesus bukan saja wakil Kristus tapi juga adalah wakil Allah di dunia ini. Sebuah tanggungjawab yang amat besar.</p> <p style="text-align: justify;">Sebagai orang Kristen atau muridNya kita adalah wakil Allah di dunia yang berkomitmen memikul salib dan ikut Dia. Tanggung jawab yang sangat berat dalam membawa nama “Kristen”. Ingatlah baik-baik, jika ada yang menolak kita, berarti mereka telah menolak Kristus! Akan tetapi jika mereka menolak kita karena kita sendiri yang tidak baik berarti kita bukan muridNya.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Santoni</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 2 Juli 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yeremia 28:5-9; Mazmur 89:2-5, 16-19; Roma 6:12-23; Matius 10:40-42</strong></p> <p style="text-align: center;"><strong>Matius 10:40</strong><br><em>“Barangsiapa menyambut kamu, ia menyambut Aku, dan barangsiapa menyambut Aku, ia menyambut Dia yang mengutus Aku.”</em></p> <p style="text-align: justify;">Kata ‘kamu’ menunjuk murid seperti diungkapkan dalam Matius 10:38 “Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak layak bagi-Ku”. Kamu berarti murid. Menurut Yesus para murid adalah mereka yang memikul salib dan mengikut dia. Jadi ‘kamu’ adalah orang-orang Kristen yang berkomitmen total; orang Kristen yang “memikul salib” untuk mengikut Yesus. Dia sedang berkata, “Barangsiapa menerima orang-orang Kristen yang memikul salib dan mengikut Aku maka mereka menerima Aku.”</p> <p style="text-align: center;"><em>“Dan barangsiapa menerima Aku, ia menerima Dia yang mengutus Aku.”</em></p> <p style="text-align: justify;">Siapa yang mengutus Yesus? Tentu kita tahu yang mengutus Yesus adalah Allah Bapa. Jadi arti kata “barangsiapa menerima kamu, ia menerima Bapa.” Ini menunjukkan orang Kristen yang memikul salibnya dan mengikut Yesus bukan saja wakil Kristus tapi juga adalah wakil Allah di dunia ini. Sebuah tanggungjawab yang amat besar.</p> <p style="text-align: justify;">Sebagai orang Kristen atau muridNya kita adalah wakil Allah di dunia yang berkomitmen memikul salib dan ikut Dia. Tanggung jawab yang sangat berat dalam membawa nama “Kristen”. Ingatlah baik-baik, jika ada yang menolak kita, berarti mereka telah menolak Kristus! Akan tetapi jika mereka menolak kita karena kita sendiri yang tidak baik berarti kita bukan muridNya.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Santoni</strong></p> Disegarkan Air Kehidupan (Keluaran 17:1-7; Mazmur 95; Roma 5:1-11; Yohanes 4:5-21,34-42.) 2023-03-11T16:16:09+07:00 2023-03-11T16:16:09+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/disegarkan-air-kehidupan-keluaran-17-1-7-mazmur-95-roma-5-1-11-yohanes-4-5-21-34-42 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 12 Maret 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Keluaran 17:1-7; Mazmur 95; Roma 5:1-11; Yohanes 4:5-21,34-42.</strong></p> <p style="text-align: justify;">Perempuan Samaria itu mengatakan bahwa, "Tuhan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air". Permintaan yang memperlihatkan betapa kecilnya ia di hadapan Tuhan Yang Maha Besar. Permintaan yang menunjukkan betapa berharap dan berserahnya kepada Tuhan Yesus.</p> <p style="text-align: justify;">Kisah ini dimulai ketika Yesus sedang berjalan dari Yudea ke Galilea dan melewati daerah Samaria. Karena itu, la singgah di sebuah sumur di dekat kota Sykhar untuk beristirahat dan minum air. Ketika la tiba di sana, la bertemu dengan perempuan Samaria yang sedang mengambil air dari sumur tersebut. Sekilas, pertemuan ini tampak biasa-biasa saja. Tapi, jika kita lihat lebih dalam, ada banyak pesan dan nilai yang bisa kita pelajari dari kisah ini.</p> <p style="text-align: justify;">Pertama-tama, kita harus memahami bahwa pada saat itu, orang Yahudi dan Samaria tidak saling bersahabat. Sejak zaman pembuangan ke Babel, orang Samaria dan Yahudi hidup terpisah dan tidak saling bercampur. Dan pada masa itu, seorang rabbi Yahudi tidak seharusnya berbicara dengan seorang perempuan Samaria. Namun, Yesus mengabaikan perbedaan dan batasan tersebut, dan bertanya kepada perempuan Samaria, "Berilah aku minum."</p> <p style="text-align: justify;">Kedua, perempuan Samaria yang ditemui Yesus adalah seorang perempuan yang tidak terhormat. la telah menikah dengan lima orang laki-laki dan saat ini ia hidup bersama dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya. Namun, Yesus tidak menghakimi atau menolaknya. la justru menawarkan air yang memberikan hidup kekal, yaitu iman kepada Yesus Kristus.</p> <p style="text-align: justify;">Ketiga, kisah ini mengajarkan kita bahwa Yesus datang untuk semua orang, tanpa terkecuali. Baik orang Samaria atau Yahudi, baik orang yang terhormat atau tidak terhormat, semua orang dipanggil untuk datang kepada-Nya dan menerima air hidup yang la tawarkan.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam hidup ini, seringkali kita memandang orang berdasarkan status, latar belakang, atau bahkan penampilannya. Namun, kisah ini mengajarkan kita untuk melihat setiap orang sebagai saudara atau saudari yang sama, dan untuk mengasihi mereka tanpa syarat. Dalam hal ini, marilah kita mengikuti contoh Yesus, yang mampu melihat jauh melampaui perbedaan-perbedaan tersebut dan memandang hati setiap orang. Marilah kita juga membuka hati dan pikiran kita untuk menerima air hidup yang ditawarkan oleh Yesus Kristus, yang akan memberikan hidup yang kekal dan memuaskan hati kita yang haus akan kebenaran dan kasih-Nya.</p> <p style="text-align: justify;">Minggu PraPaskah Ill ini kita berpantang bagi mereka yang kita tidak sukai ataupun sebaliknya. Juga bagi mereka yang bertolakbelakang sehingga ide-ide selalu saja berbenturan. Kita berpantang menahan segala kemarahan kita, membungkusnya dengan lembaran-lembaran kesabaran. Kita ingat satu hal semua sudah diberikanNya air hidup. Maka bersatulah.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Pramudya Hidayat</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 12 Maret 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Keluaran 17:1-7; Mazmur 95; Roma 5:1-11; Yohanes 4:5-21,34-42.</strong></p> <p style="text-align: justify;">Perempuan Samaria itu mengatakan bahwa, "Tuhan, berikanlah aku air itu, supaya aku tidak haus dan tidak usah datang lagi ke sini untuk menimba air". Permintaan yang memperlihatkan betapa kecilnya ia di hadapan Tuhan Yang Maha Besar. Permintaan yang menunjukkan betapa berharap dan berserahnya kepada Tuhan Yesus.</p> <p style="text-align: justify;">Kisah ini dimulai ketika Yesus sedang berjalan dari Yudea ke Galilea dan melewati daerah Samaria. Karena itu, la singgah di sebuah sumur di dekat kota Sykhar untuk beristirahat dan minum air. Ketika la tiba di sana, la bertemu dengan perempuan Samaria yang sedang mengambil air dari sumur tersebut. Sekilas, pertemuan ini tampak biasa-biasa saja. Tapi, jika kita lihat lebih dalam, ada banyak pesan dan nilai yang bisa kita pelajari dari kisah ini.</p> <p style="text-align: justify;">Pertama-tama, kita harus memahami bahwa pada saat itu, orang Yahudi dan Samaria tidak saling bersahabat. Sejak zaman pembuangan ke Babel, orang Samaria dan Yahudi hidup terpisah dan tidak saling bercampur. Dan pada masa itu, seorang rabbi Yahudi tidak seharusnya berbicara dengan seorang perempuan Samaria. Namun, Yesus mengabaikan perbedaan dan batasan tersebut, dan bertanya kepada perempuan Samaria, "Berilah aku minum."</p> <p style="text-align: justify;">Kedua, perempuan Samaria yang ditemui Yesus adalah seorang perempuan yang tidak terhormat. la telah menikah dengan lima orang laki-laki dan saat ini ia hidup bersama dengan seorang laki-laki yang bukan suaminya. Namun, Yesus tidak menghakimi atau menolaknya. la justru menawarkan air yang memberikan hidup kekal, yaitu iman kepada Yesus Kristus.</p> <p style="text-align: justify;">Ketiga, kisah ini mengajarkan kita bahwa Yesus datang untuk semua orang, tanpa terkecuali. Baik orang Samaria atau Yahudi, baik orang yang terhormat atau tidak terhormat, semua orang dipanggil untuk datang kepada-Nya dan menerima air hidup yang la tawarkan.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam hidup ini, seringkali kita memandang orang berdasarkan status, latar belakang, atau bahkan penampilannya. Namun, kisah ini mengajarkan kita untuk melihat setiap orang sebagai saudara atau saudari yang sama, dan untuk mengasihi mereka tanpa syarat. Dalam hal ini, marilah kita mengikuti contoh Yesus, yang mampu melihat jauh melampaui perbedaan-perbedaan tersebut dan memandang hati setiap orang. Marilah kita juga membuka hati dan pikiran kita untuk menerima air hidup yang ditawarkan oleh Yesus Kristus, yang akan memberikan hidup yang kekal dan memuaskan hati kita yang haus akan kebenaran dan kasih-Nya.</p> <p style="text-align: justify;">Minggu PraPaskah Ill ini kita berpantang bagi mereka yang kita tidak sukai ataupun sebaliknya. Juga bagi mereka yang bertolakbelakang sehingga ide-ide selalu saja berbenturan. Kita berpantang menahan segala kemarahan kita, membungkusnya dengan lembaran-lembaran kesabaran. Kita ingat satu hal semua sudah diberikanNya air hidup. Maka bersatulah.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Pramudya Hidayat</strong></p> Kenali dan Percayalah PadaNya (Kejadian 12:1-4; Mazmur 121; Roma 4:1-5, 13-17; Yohanes 3:1-17) 2023-03-04T23:02:44+07:00 2023-03-04T23:02:44+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/kenali-dan-percayalah-padanya-kejadian-12-1-4-mazmur-121-roma-4-1-5-13-17-yohanes-3-1-17 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 5 Maret 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 12:1-4; Mazmur 121; Roma 4:1-5, 13-17; Yohanes 3:1-17</strong></p> <p style="text-align: justify;">Pagutan ular berbisa sangat berbahaya, tetapi pagutan dosa jauh lebih berbahaya. Pagutan ular berbisa, jika tidak segera diatasi, dapat menyebabkan kematian. Tetapi pagutan dosa, jika tidak segera diatasi, bisa berakibat kematian kekal. Pagutan dosa bukan hanya mengakibatkan manusia menghadapi kematian jasmani, tetapi juga kematian rohani dan kematian kekal (kebinasaan).</p> <p style="text-align: justify;">Puji Tuhan, Allah Yang Mahakasih telah mengaruniakan jalan pemulihan dari pagutan dosa melalui Anak Tunggal-Nya. Sama seperti Musa meninggikan ular tembaga di atas tiang di padang belantara, demikian juga Tuhan Yesus harus ditinggikan (di atas kayu salib), supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:14-15).</p> <p style="text-align: justify;">Frasa meninggikan ular tembaga tersebut mengacu pada peristiwa yang dialami oleh umat Israel di jalan yang menuju ke Teluk Akaba (Bil. 21:4-9). Di tengah perjalanan itu bangsa Israel melawan Allah dan Musa, sehingga Ia mendatangkan ular-ular tedung yang berbisa di tengah-tengah bangsa itu, yang mengakibatkan banyak orang yang mati dipagut ular (Bil. 21:4-6). Kemudian bangsa itu bertobat dan mendapatkan Musa serta berkata: "Kami telah berdosa, sebab kami berkata-kata melawan TUHAN dan engkau; berdoalah kepada TUHAN, supaya dijauhkan-Nya ular-ular ini dari pada kami" (Bil. 21:7a). Maka Musa mendoakan bangsa itu. Lalu TUHAN menyuruh Musa membuat seekor ular dari tembaga dan menaruhnya di atas sebuah tiang. Tuhan berfirman bahwa setiap orang yang dipagut ular akan sembuh kalau ia melihat ular tembaga itu (Bil. 21:7b-8). Hal tersebut sepertinya tidak sesuai dengan logika dan nalar manusia. Bagi manusia: bagaimana mungkin orang yang dipagut ular berbisa dapat dipulihkan hanya dengan memandang kepada ular tembaga yang digantung di atas tiang? Apa yang bagi manusia tidak mungkin, bagi Allah tiada yang mustahil. Sesuai dengan perintah Tuhan, Musa membuat ular dari tembaga dan menaruhnya di atas sebuah tiang. Sungguh ajaib! Apa yang difirmankan-Nya benar-benar terjadi. Orang-orang yang dipagut ular-ular berbisa, hanya dengan percaya kepada Allah dan memandang kepada ular tembaga yang dibuat sesuai perintah-Nya itu, menjadi sembuh.</p> <p style="text-align: justify;">Peristiwa ular tembaga tersebut sebenarnya merupakan gambaran dari apa yang akan terjadi kemudian di dalam Kristus Yesus. Yesus Kristus rela ditinggikan di kayu salib dan mati untuk menggenapkan karya keselamatan dari Allah serta memulihkan manusia dari pagutan dosa. Alkitab menuliskan: “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:14-15). Manusia dipulihkan dari pagutan dosa dan beroleh hidup yang kekal oleh karena anugerah Allah dalam Kristus Yesus dan melalui iman percayanya. Alkitab mengatakan: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16).</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Andreas Loanka</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 5 Maret 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 12:1-4; Mazmur 121; Roma 4:1-5, 13-17; Yohanes 3:1-17</strong></p> <p style="text-align: justify;">Pagutan ular berbisa sangat berbahaya, tetapi pagutan dosa jauh lebih berbahaya. Pagutan ular berbisa, jika tidak segera diatasi, dapat menyebabkan kematian. Tetapi pagutan dosa, jika tidak segera diatasi, bisa berakibat kematian kekal. Pagutan dosa bukan hanya mengakibatkan manusia menghadapi kematian jasmani, tetapi juga kematian rohani dan kematian kekal (kebinasaan).</p> <p style="text-align: justify;">Puji Tuhan, Allah Yang Mahakasih telah mengaruniakan jalan pemulihan dari pagutan dosa melalui Anak Tunggal-Nya. Sama seperti Musa meninggikan ular tembaga di atas tiang di padang belantara, demikian juga Tuhan Yesus harus ditinggikan (di atas kayu salib), supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal (Yoh. 3:14-15).</p> <p style="text-align: justify;">Frasa meninggikan ular tembaga tersebut mengacu pada peristiwa yang dialami oleh umat Israel di jalan yang menuju ke Teluk Akaba (Bil. 21:4-9). Di tengah perjalanan itu bangsa Israel melawan Allah dan Musa, sehingga Ia mendatangkan ular-ular tedung yang berbisa di tengah-tengah bangsa itu, yang mengakibatkan banyak orang yang mati dipagut ular (Bil. 21:4-6). Kemudian bangsa itu bertobat dan mendapatkan Musa serta berkata: "Kami telah berdosa, sebab kami berkata-kata melawan TUHAN dan engkau; berdoalah kepada TUHAN, supaya dijauhkan-Nya ular-ular ini dari pada kami" (Bil. 21:7a). Maka Musa mendoakan bangsa itu. Lalu TUHAN menyuruh Musa membuat seekor ular dari tembaga dan menaruhnya di atas sebuah tiang. Tuhan berfirman bahwa setiap orang yang dipagut ular akan sembuh kalau ia melihat ular tembaga itu (Bil. 21:7b-8). Hal tersebut sepertinya tidak sesuai dengan logika dan nalar manusia. Bagi manusia: bagaimana mungkin orang yang dipagut ular berbisa dapat dipulihkan hanya dengan memandang kepada ular tembaga yang digantung di atas tiang? Apa yang bagi manusia tidak mungkin, bagi Allah tiada yang mustahil. Sesuai dengan perintah Tuhan, Musa membuat ular dari tembaga dan menaruhnya di atas sebuah tiang. Sungguh ajaib! Apa yang difirmankan-Nya benar-benar terjadi. Orang-orang yang dipagut ular-ular berbisa, hanya dengan percaya kepada Allah dan memandang kepada ular tembaga yang dibuat sesuai perintah-Nya itu, menjadi sembuh.</p> <p style="text-align: justify;">Peristiwa ular tembaga tersebut sebenarnya merupakan gambaran dari apa yang akan terjadi kemudian di dalam Kristus Yesus. Yesus Kristus rela ditinggikan di kayu salib dan mati untuk menggenapkan karya keselamatan dari Allah serta memulihkan manusia dari pagutan dosa. Alkitab menuliskan: “Dan sama seperti Musa meninggikan ular di padang gurun, demikian juga Anak Manusia harus ditinggikan, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:14-15). Manusia dipulihkan dari pagutan dosa dan beroleh hidup yang kekal oleh karena anugerah Allah dalam Kristus Yesus dan melalui iman percayanya. Alkitab mengatakan: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal” (Yoh. 3:16).</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Andreas Loanka</strong></p> Melewati Padang Gurun Pencobaan (Kejadian 2:15-17; 3:1-7; Mazmur 32; Roma 5:12-19; Matius 4:1-11) 2023-02-24T15:16:44+07:00 2023-02-24T15:16:44+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/melewati-padang-gurun-pencobaan-kejadian-2-15-17-3-1-7-mazmur-32-roma-5-12-19-matius-4-1-11 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 26 Februari 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 2:15-17; 3:1-7; Mazmur 32; Roma 5:12-19; Matius 4:1-11</strong></p> <p style="text-align: justify;">Setiap orang yang percaya kepada Kristus terkadang tak bisa lepas dan bebas dari pencobaan, karena kita menyadari bahwa "........ roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41); selain itu setiap kitapun punya titik rawan atau titik lemah dalam pencobaan. Mari bersama kita renungkan secara khusus bacaan lnjil dari Matius 4:1-11 dimana Yesus dalam kondisi lemah (akhirnya laparlah Yesus).<br>Godaan datang dan lebih mudah menjatuhkan kita bukan di saat kita kuat melainkan di saat-saat kita lemah, sedikit memiliki kekuatan dan daya sehingga pertahanan diri mudah koyak.</p> <p style="text-align: justify;">Bagaimana Yesus dalam kondisinya yang lemah menghadapi pencobaan? Mari kita perhatikan terlebih dahulu itu dari pencobaan yang datang dari lblis :<br>1. Mencoba membuat Yesus meragukan jati diri atau identitasNya; jika Engkau Anak Allah? Orang kadang terjatuh dalam menghadapi pencobaan dan godaan ketika mulai timbul ragu dalam dirinya. Manusia dalam Kejadian 3:1-7 yang merupakan ciptaan yang selamat dan serupa dengan Allah akhirnya jatuh dalam dosa dengan mendengar bujukan ular untuk dengan makan pohon buah Pengetahuan yang baik dan jahat menjadi sama dengan Allah.</p> <p style="text-align: justify;">2. Menyalahgunakan kuasa untuk memuaskan atau melayani diri sendiri. Ada ungkapan “power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely" (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut). Ada upaya lblis untuk membuat Yesus menyalahgunakan kuasaNya yaitu dengan godaan mengubah batu menjadi roti &amp; menjatuhkan diri dari hubungan Bait Allah; apakah dengan kuasaNya Yesus tidak mungkin mewujudkan apa yang disampaikan oleh lblis? Yesus pasti bisa, hanya saja Dia tidak kemudian memanfaatkan kuasaNya untuk kepentingan sendiri.</p> <p style="text-align: justify;">3. Menggeser pusat penyembahan dari yang seharusnya. Allah yang harus menjadi pusat penyembahan dalam kehidupan semua ciptaan; jangan pernah itu tergantikan oleh apapun di dalam dunia ini.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam menghadapi pencobaan di padang gurun kehidupan Yesus mengajarkan kita bahwa pemahaman yang utuh atas kehendak Allah melalui firmanNya ( Ada tertulis...) menjadikan kita memiliki pedang roh yang memampukan kita melawan godaan &amp; pencobaan-pencobaan tersebut.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Iswanto</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 26 Februari 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Kejadian 2:15-17; 3:1-7; Mazmur 32; Roma 5:12-19; Matius 4:1-11</strong></p> <p style="text-align: justify;">Setiap orang yang percaya kepada Kristus terkadang tak bisa lepas dan bebas dari pencobaan, karena kita menyadari bahwa "........ roh memang penurut, tetapi daging lemah." (Matius 26:41); selain itu setiap kitapun punya titik rawan atau titik lemah dalam pencobaan. Mari bersama kita renungkan secara khusus bacaan lnjil dari Matius 4:1-11 dimana Yesus dalam kondisi lemah (akhirnya laparlah Yesus).<br>Godaan datang dan lebih mudah menjatuhkan kita bukan di saat kita kuat melainkan di saat-saat kita lemah, sedikit memiliki kekuatan dan daya sehingga pertahanan diri mudah koyak.</p> <p style="text-align: justify;">Bagaimana Yesus dalam kondisinya yang lemah menghadapi pencobaan? Mari kita perhatikan terlebih dahulu itu dari pencobaan yang datang dari lblis :<br>1. Mencoba membuat Yesus meragukan jati diri atau identitasNya; jika Engkau Anak Allah? Orang kadang terjatuh dalam menghadapi pencobaan dan godaan ketika mulai timbul ragu dalam dirinya. Manusia dalam Kejadian 3:1-7 yang merupakan ciptaan yang selamat dan serupa dengan Allah akhirnya jatuh dalam dosa dengan mendengar bujukan ular untuk dengan makan pohon buah Pengetahuan yang baik dan jahat menjadi sama dengan Allah.</p> <p style="text-align: justify;">2. Menyalahgunakan kuasa untuk memuaskan atau melayani diri sendiri. Ada ungkapan “power tends to corrupt, and absolute power corrupt absolutely" (kekuasaan itu cenderung korup, dan kekuasaan yang absolut cenderung korup secara absolut). Ada upaya lblis untuk membuat Yesus menyalahgunakan kuasaNya yaitu dengan godaan mengubah batu menjadi roti &amp; menjatuhkan diri dari hubungan Bait Allah; apakah dengan kuasaNya Yesus tidak mungkin mewujudkan apa yang disampaikan oleh lblis? Yesus pasti bisa, hanya saja Dia tidak kemudian memanfaatkan kuasaNya untuk kepentingan sendiri.</p> <p style="text-align: justify;">3. Menggeser pusat penyembahan dari yang seharusnya. Allah yang harus menjadi pusat penyembahan dalam kehidupan semua ciptaan; jangan pernah itu tergantikan oleh apapun di dalam dunia ini.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam menghadapi pencobaan di padang gurun kehidupan Yesus mengajarkan kita bahwa pemahaman yang utuh atas kehendak Allah melalui firmanNya ( Ada tertulis...) menjadikan kita memiliki pedang roh yang memampukan kita melawan godaan &amp; pencobaan-pencobaan tersebut.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Iswanto</strong></p> Minggu Transfigurasi: Dengarkanlah Dia (Keluaran 24:12-18; Mazmur 2; 2 Petrus 1:16-21; Matius 17:1-9) 2023-02-17T14:56:35+07:00 2023-02-17T14:56:35+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/minggu-transfigurasi-dengarkanlah-dia-keluaran-24-12-18-mazmur-2-2-petrus-1-16-21-matius-17-1-9 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat Minggu, 19 Februari 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Keluaran 24:12-18; Mazmur 2; 2 Petrus 1:16-21; Matius 17:1-9</strong></p> <p style="text-align: justify;">Minggu ini adalah Minggu Transfigurasi. Transfigurasi adalah Perubahan bentuk atau rupa, metamorfosis; penjelmaan. (transfiguration: Kata trans (berubah atau memberi) dan Figurare (bentuk). Transfigurasi: peringatan peristiwa perubahan bentuk atau rupa Tuhan Yesus yang terjadi di atas sebuah gunung yang tinggi. Tuhan Yesus berubah rupa yaitu wajah-Nya bercahaya seperti Matahari (Mat. 17:2), dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat (Mark.9:3). Dalam Matius 17:1-9 transfigurasi Yesus di Gunung Tabor. Peristiwa ini menyampaikan pesan serta peneguhan untuk menghayati hidup secara nyata.</p> <p style="text-align: justify;">Peristiwa Transfigurasi Yesus di Gunung Tabor memberi pesan dua hal, yaitu :<br>1. Kemuliaan Yesus di atas Gunung Tabor adalah tujuan akhir dari orang yang sudah berjuang seperti Musa dan Elia, yang hidup mereka di dunia telah mengusahakan berbagai kebaikan bagi orang-orang lain, meskipun dengan berbagai kesulitan, jatuh bangun, dan penderitaan yang hebat.</p> <p style="text-align: justify;">Kemuliaan Yesus di Gunung Tabor direnungkan oleh kita untuk memasuki minggu prapaskah minggu depan. Bukan kah kita harusnya mempersiapkan bagaimana merenungkan misteri salib Yesus dengan mengikuti jalan salibNya?? Perikop ini mau mengatakan bahwa kemuliaan atau kemenangan sejati tidak didapat Musa dan Elia dengan mudah tapi membutuhkan pengorbanan, apalagi Yesus harus merelakan tubuhNya disalib dan menyerahkan nyawaNya bagi manusia. Belajar dan menaati Kristus yang mulia berarti belajar melakukan penyangkalan diri, kesediaan untuk mematikan keakuan dan pementingan diri sendiri.</p> <p style="text-align: justify;">2. Kemuliaan Yesus di Gunung Tabor juga meneguhkan umat beriman untuk tidak memimpikan kebahagiaan hidup yang instan, mudah, gampang dan cepat. Manusia harus berjuang, harus turun dari dunia cita-cita dan angan-angan serta melumuri tangan dan tubuhnya dengan perjuangan hidup dan melihat bahwa penderitaan hidup ini adalah sesuatu yang perlu.</p> <p style="text-align: justify;">Dunia modern sekarang ini cenderung mengoda orang untuk menikmati hidup yang gampang dan enak, tanpa memberitahu bagaimana caranya untuk sampai kesitu. Gaya hidup sinetron sudah mewarnai kehidupan manusia sekitar kita, lewat gaya hidup. Membuat manusia tidak mau lagi berjuang.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Santoni</strong></p> <p><em>Warta Jemaat Minggu, 19 Februari 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Keluaran 24:12-18; Mazmur 2; 2 Petrus 1:16-21; Matius 17:1-9</strong></p> <p style="text-align: justify;">Minggu ini adalah Minggu Transfigurasi. Transfigurasi adalah Perubahan bentuk atau rupa, metamorfosis; penjelmaan. (transfiguration: Kata trans (berubah atau memberi) dan Figurare (bentuk). Transfigurasi: peringatan peristiwa perubahan bentuk atau rupa Tuhan Yesus yang terjadi di atas sebuah gunung yang tinggi. Tuhan Yesus berubah rupa yaitu wajah-Nya bercahaya seperti Matahari (Mat. 17:2), dan pakaian-Nya sangat putih berkilat-kilat (Mark.9:3). Dalam Matius 17:1-9 transfigurasi Yesus di Gunung Tabor. Peristiwa ini menyampaikan pesan serta peneguhan untuk menghayati hidup secara nyata.</p> <p style="text-align: justify;">Peristiwa Transfigurasi Yesus di Gunung Tabor memberi pesan dua hal, yaitu :<br>1. Kemuliaan Yesus di atas Gunung Tabor adalah tujuan akhir dari orang yang sudah berjuang seperti Musa dan Elia, yang hidup mereka di dunia telah mengusahakan berbagai kebaikan bagi orang-orang lain, meskipun dengan berbagai kesulitan, jatuh bangun, dan penderitaan yang hebat.</p> <p style="text-align: justify;">Kemuliaan Yesus di Gunung Tabor direnungkan oleh kita untuk memasuki minggu prapaskah minggu depan. Bukan kah kita harusnya mempersiapkan bagaimana merenungkan misteri salib Yesus dengan mengikuti jalan salibNya?? Perikop ini mau mengatakan bahwa kemuliaan atau kemenangan sejati tidak didapat Musa dan Elia dengan mudah tapi membutuhkan pengorbanan, apalagi Yesus harus merelakan tubuhNya disalib dan menyerahkan nyawaNya bagi manusia. Belajar dan menaati Kristus yang mulia berarti belajar melakukan penyangkalan diri, kesediaan untuk mematikan keakuan dan pementingan diri sendiri.</p> <p style="text-align: justify;">2. Kemuliaan Yesus di Gunung Tabor juga meneguhkan umat beriman untuk tidak memimpikan kebahagiaan hidup yang instan, mudah, gampang dan cepat. Manusia harus berjuang, harus turun dari dunia cita-cita dan angan-angan serta melumuri tangan dan tubuhnya dengan perjuangan hidup dan melihat bahwa penderitaan hidup ini adalah sesuatu yang perlu.</p> <p style="text-align: justify;">Dunia modern sekarang ini cenderung mengoda orang untuk menikmati hidup yang gampang dan enak, tanpa memberitahu bagaimana caranya untuk sampai kesitu. Gaya hidup sinetron sudah mewarnai kehidupan manusia sekitar kita, lewat gaya hidup. Membuat manusia tidak mau lagi berjuang.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Santoni</strong></p> Memilih Kehidupan, Mewujudkan Perubahan (Ulangan 30:15-20; Mazmur 119:1-8; 1 Korintus 3:1-9; Matius 5:21-37) 2023-02-11T14:43:19+07:00 2023-02-11T14:43:19+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/memilih-kehidupan-mewujudkan-perubahan-ulangan-30-15-20-mazmur-119-1-8-1-korintus-3-1-9-matius-5-21-37 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 12 Februari 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Ulangan 30:15-20; Mazmur 119:1-8; 1 Korintus 3:1-9; Matius 5:21-37</strong></p> <p style="text-align: justify;">Memilih merupakan bagian dari sebuah proses perjalanan kehidupan. Di setiap persimpangan, kita diperhadapkan dengan pilihan yang harus dipilih untuk melanjutkan perjalanan. Ada orang yang memilih sesuatu yang bernilai guna kepentingannya sendiri. Ada juga orang-orang yang menentukan pilihan untuk menyenangkan orang lain. Sebagai pengikut Kristus, kita diharapkan agar mampu mengambil pilihan yang sesuai dengan kehendak Allah. Sebab, ketika kita memilih menjalani kehidupan sesuai dengan kehendak Allah, kehadiran kita akan berdampak positif dan kita dapat mewujudkan perubahan yang lebih baik dalam kehidupan bersama.</p> <p style="text-align: justify;">Pilihan untuk hidup melakukan kehendak Allah bukan sekadar melakukan berbagai ritual dan tindakan keagamaan seperti rajin beribadah, tuntas membaca Alkitab sampai berkali-kali, rajin pelayanan, dan lain sebagainya. Bagi Kristus, di dalam Matius 5:21-37, menghidupi pilihan untuk mengikuti kehendak Allah berarti menjalani hidup yang berdamai dengan siapa pun, menjaga dan memelihara kekudusan tubuh dan hidup pernikahan, serta berkata jujur dan benar. Hal ini dapat kita lakukan jika kita memiliki hati yang ramah, penuh belas kasih, penuh damai sejahtera, jujur, dan setia. Dengan demikian, kita dapat mewujudkan suasana kehidupan di dalam kasih persaudaraan, saling menghormati, saling percaya, dan saling membangun sesuai dengan apa yang Allah kehendaki bagi hidup kita.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pnt. Devina Erlin Minerva</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 12 Februari 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Ulangan 30:15-20; Mazmur 119:1-8; 1 Korintus 3:1-9; Matius 5:21-37</strong></p> <p style="text-align: justify;">Memilih merupakan bagian dari sebuah proses perjalanan kehidupan. Di setiap persimpangan, kita diperhadapkan dengan pilihan yang harus dipilih untuk melanjutkan perjalanan. Ada orang yang memilih sesuatu yang bernilai guna kepentingannya sendiri. Ada juga orang-orang yang menentukan pilihan untuk menyenangkan orang lain. Sebagai pengikut Kristus, kita diharapkan agar mampu mengambil pilihan yang sesuai dengan kehendak Allah. Sebab, ketika kita memilih menjalani kehidupan sesuai dengan kehendak Allah, kehadiran kita akan berdampak positif dan kita dapat mewujudkan perubahan yang lebih baik dalam kehidupan bersama.</p> <p style="text-align: justify;">Pilihan untuk hidup melakukan kehendak Allah bukan sekadar melakukan berbagai ritual dan tindakan keagamaan seperti rajin beribadah, tuntas membaca Alkitab sampai berkali-kali, rajin pelayanan, dan lain sebagainya. Bagi Kristus, di dalam Matius 5:21-37, menghidupi pilihan untuk mengikuti kehendak Allah berarti menjalani hidup yang berdamai dengan siapa pun, menjaga dan memelihara kekudusan tubuh dan hidup pernikahan, serta berkata jujur dan benar. Hal ini dapat kita lakukan jika kita memiliki hati yang ramah, penuh belas kasih, penuh damai sejahtera, jujur, dan setia. Dengan demikian, kita dapat mewujudkan suasana kehidupan di dalam kasih persaudaraan, saling menghormati, saling percaya, dan saling membangun sesuai dengan apa yang Allah kehendaki bagi hidup kita.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pnt. Devina Erlin Minerva</strong></p> Hidup Yang Berdampak (Yesaya 58:1-9; Mazmur 112; 1 Korintus 2:1-12; Matius 5:13-20) 2023-02-03T14:55:16+07:00 2023-02-03T14:55:16+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/hidup-yang-berdampak-yesaya-58-1-9-mazmur-112-1-korintus-2-1-12-matius-5-13-20 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 5 Februari 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 58:1-9; Mazmur 112; 1 Korintus 2:1-12; Matius 5:13-20</strong></p> <p style="text-align: justify;">Pepatah mengatakan <em>“gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama”</em> Pepatah ini hendak mengingatkan bahwa kelak yang akan dikenang dari manusia ialah segala jasa dan perbuatannya. Oleh karena itu, setiap kita semestinya menjaga sikap hidup agar senantiasa berkenan di hadapan Allah dan berdampak bagi sesama, karena sikap hidup itulah yang akan terus dikenang sepanjang waktu. Lalu pertanyaannya, apakah kita sudah menjaga sikap hidup dan hadir berdampak bagi sesama kita?</p> <p style="text-align: justify;">Sebagai murid Kristus, kita diingatkan bahwa identitas kita adalah “garam dan terang dunia” <strong>Garam</strong> berguna untuk memberi rasa makanan, mengawetkan makanan, dan mengobati penyakit. Sebagai garam dunia, murid-murid Kristus diajarkan untuk bersaksi melalui kehidupannya yang memberikan cita rasa pada dunia, melanggengkan apa yang baik, serta mengobati masyarakat yang sakit.</p> <p style="text-align: justify;">Selain itu, <strong>Terang</strong> berfungsi untuk menerangi di tengah kegelapan, memberikan petunjuk untuk mengarahkan pada jalur yang benar, dan memberikan peringatan terhadap bahaya. Sebagai terang dunia, murid-murid Kristus diajarkan untuk menjadi penerang di tengah keadaan dunia yang semakin gelap dan senantiasa bersaksi melalui kehidupan yang menjadi terang di tengah keluarga, tempat kerja, lingkungan masyarakat, dan dimanapun berada.</p> <p style="text-align: justify;">Oleh karena itu, hidupilah terus identitas kita sebagai garam dan terang dunia, lakukan setiap perbuatan yang berkenan di hadapan Tuhan, dan berdampak positiflah di tengah kehidupan bersama. Jangan sembunyikan terang dalam diri kita. Jangan biarkan rasa asin garam menjadi tawar sehingga tidak berguna.</p> <p style="text-align: center;">Do all the good you can<br>By all the mean you can<br>In all the ways you can<br>In all the places you can<br>At all the times you can<br>To all people you can<br>As long as ever you can<br>(John Wesley)</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pnt. Erma P. Kristiyono</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 5 Februari 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 58:1-9; Mazmur 112; 1 Korintus 2:1-12; Matius 5:13-20</strong></p> <p style="text-align: justify;">Pepatah mengatakan <em>“gajah mati meninggalkan gading, harimau mati meninggalkan belang, manusia mati meninggalkan nama”</em> Pepatah ini hendak mengingatkan bahwa kelak yang akan dikenang dari manusia ialah segala jasa dan perbuatannya. Oleh karena itu, setiap kita semestinya menjaga sikap hidup agar senantiasa berkenan di hadapan Allah dan berdampak bagi sesama, karena sikap hidup itulah yang akan terus dikenang sepanjang waktu. Lalu pertanyaannya, apakah kita sudah menjaga sikap hidup dan hadir berdampak bagi sesama kita?</p> <p style="text-align: justify;">Sebagai murid Kristus, kita diingatkan bahwa identitas kita adalah “garam dan terang dunia” <strong>Garam</strong> berguna untuk memberi rasa makanan, mengawetkan makanan, dan mengobati penyakit. Sebagai garam dunia, murid-murid Kristus diajarkan untuk bersaksi melalui kehidupannya yang memberikan cita rasa pada dunia, melanggengkan apa yang baik, serta mengobati masyarakat yang sakit.</p> <p style="text-align: justify;">Selain itu, <strong>Terang</strong> berfungsi untuk menerangi di tengah kegelapan, memberikan petunjuk untuk mengarahkan pada jalur yang benar, dan memberikan peringatan terhadap bahaya. Sebagai terang dunia, murid-murid Kristus diajarkan untuk menjadi penerang di tengah keadaan dunia yang semakin gelap dan senantiasa bersaksi melalui kehidupan yang menjadi terang di tengah keluarga, tempat kerja, lingkungan masyarakat, dan dimanapun berada.</p> <p style="text-align: justify;">Oleh karena itu, hidupilah terus identitas kita sebagai garam dan terang dunia, lakukan setiap perbuatan yang berkenan di hadapan Tuhan, dan berdampak positiflah di tengah kehidupan bersama. Jangan sembunyikan terang dalam diri kita. Jangan biarkan rasa asin garam menjadi tawar sehingga tidak berguna.</p> <p style="text-align: center;">Do all the good you can<br>By all the mean you can<br>In all the ways you can<br>In all the places you can<br>At all the times you can<br>To all people you can<br>As long as ever you can<br>(John Wesley)</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pnt. Erma P. Kristiyono</strong></p> Diundang Untuk Bahagia (Matius 5:1-12) 2023-01-29T17:13:11+07:00 2023-01-29T17:13:11+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/diundang-untuk-bahagia-matius-5-1-12 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 29 Januari 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Matius 5:1-12</strong></p> <p style="text-align: justify;">Kita diundang untuk bahagia. Tetapi undangan itu bukan untuk bahagia menurut cara dunia, melainkan bahagia menurut ajaran Tuhan Yesus, Bahagia menurut cara dunia memang berbeda dengan bahagia menurut cara Tuhan Yesus.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam tulisan ini, penulis mengajak pembaca melihat perbandingan kedelapan ucapan bahagia yang diajarkan Tuhan Yesus dengan kebahagiaan menurut cara dunia. Setelah itu, penulis hanya menguraikan tiga di antaranya, karena keterbatasan ruang untuk artikel ini.</p> <table style="border-collapse: collapse; border: initial solid initial;"> <tbody> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border: 1px solid windowtext;"> <p><strong><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Menurut cara dunia, berbahagialah orang yang:</span></strong></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: 1px solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p><strong><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Menurut ajaran Tuhan Yesus, berbahagialah orang yang:</span></strong></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: 1px solid;"> <p style="text-indent: -18pt; line-height: 90%; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">1.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Kaya</span></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">1.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Miskin di hadapan Allah</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: 1px solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">2.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Bersenang-senang</span></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">3.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Berdukacita</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: 1px solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">3.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Kuat dan berkuasa</span></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">3.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Lemah-lembut</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: 1px solid;"> <p style="margin: 0cm; line-height: 90%;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">4.&nbsp;&nbsp; Kenyang dan serba berkecukupan</span></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">4.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Haus dan lapar akan kebenaran</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: 1px solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">5.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Untung besar</span></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">5.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Murah hati</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: 1px solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">6.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Namanya terkenal</span></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">6.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Suci hati</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: 1px solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">7.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Mendapat kemenangan</span></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">7.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Membawa damai</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: 1px solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">8.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Hidup aman dan nyaman</span></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">8.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Dianiaya oleh sebab kebenaran</span></p> </td> </tr> </tbody> </table> <p style="text-align: justify;">"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat. 5:3). Kerajaan Sorga itu adalah karunia Allah, dan tidak dapat dibeli atau diusahakan manusia (Ef. 2:8-9). Orang yang merasa diri mampu cenderung mau mengandalkan dirinya sendiri mendapatkan selamat, sehingga semakin jauh dari Kerajaan Sorga. Sebaliknya, orang yang miskin di hadapan Allah, akan datang ke hadirat Allah dengan rendah hati, mengakui dosa-dosanya, serta memohon belas kasihan-Nya. Mereka itulah yang beroleh kasih karunia Allah dan yang empunya Kerajaan Sorga.</p> <p style="text-align: justify;">“Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.” (Mat. 5:4). Ini adalah dukacita terhadap dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan, baik dosa-dosanya sendiri ataupun dosa orang lain. Ini adalah dukacita terhadap ketidak-adilan, kefasikan dan kelaliman manusia. Petrus berdukacita dan menangis karena dosa dan kesalahannya (Mrk. 14:72). Ia beroleh pengampunan dan penghiburan dari Tuhan. Paulus berdukacita dan menangis karena melihat banyaknya patung-patung sesembahan orang-orang Atena, lalu dengan penuh semangat memberitakan Injil kepada mereka. Akhirnya ia mendapatkan penghiburan, karena banyak orang-orang Atena yang bertobat dan percaya kepada Tuhan (Kis 17:16-17, 33-34).</p> <p style="text-align: justify;">“Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi” (Mat. 5:5). Lemah lembut (meekness) bukanlah lemah gemulai atau lemah (weak). Tuhan Yesus adalah orang yang lemah lembut (Mat. 11:29), tetapi Ia dengan tegas mengusir para pedagang yang mengotori bait Allah dan mengganggu ibadah. Orang yang lemah lembut (meekness) tidak hanya menuntut hak-hak dirinya, tetapi hidup untuk kemuliaan Tuhan dan melayani sesama. Orang yang lemah lembut memiliki kepekaan terhadap suara Tuhan dan kebutuhan manusia. Contohnya adalah Bunda Teresa (Maria Teresa Bojaxhiu, 1910-1997).</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Andreas Loanka</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 29 Januari 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Matius 5:1-12</strong></p> <p style="text-align: justify;">Kita diundang untuk bahagia. Tetapi undangan itu bukan untuk bahagia menurut cara dunia, melainkan bahagia menurut ajaran Tuhan Yesus, Bahagia menurut cara dunia memang berbeda dengan bahagia menurut cara Tuhan Yesus.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam tulisan ini, penulis mengajak pembaca melihat perbandingan kedelapan ucapan bahagia yang diajarkan Tuhan Yesus dengan kebahagiaan menurut cara dunia. Setelah itu, penulis hanya menguraikan tiga di antaranya, karena keterbatasan ruang untuk artikel ini.</p> <table style="border-collapse: collapse; border: initial solid initial;"> <tbody> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border: 1px solid windowtext;"> <p><strong><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Menurut cara dunia, berbahagialah orang yang:</span></strong></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: 1px solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p><strong><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Menurut ajaran Tuhan Yesus, berbahagialah orang yang:</span></strong></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: 1px solid;"> <p style="text-indent: -18pt; line-height: 90%; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">1.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Kaya</span></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">1.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Miskin di hadapan Allah</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: 1px solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">2.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Bersenang-senang</span></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">3.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Berdukacita</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: 1px solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">3.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Kuat dan berkuasa</span></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">3.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Lemah-lembut</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: 1px solid;"> <p style="margin: 0cm; line-height: 90%;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">4.&nbsp;&nbsp; Kenyang dan serba berkecukupan</span></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">4.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Haus dan lapar akan kebenaran</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: 1px solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">5.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Untung besar</span></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">5.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Murah hati</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: 1px solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">6.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Namanya terkenal</span></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">6.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Suci hati</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: 1px solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">7.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Mendapat kemenangan</span></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">7.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Membawa damai</span></p> </td> </tr> <tr> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: 1px solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">8.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Hidup aman dan nyaman</span></p> </td> <td style="width: 146px; padding-right: 4px; padding-left: 4px; border-top: solid; border-right: 1px solid; border-bottom: 1px solid; border-left: solid;"> <p style="text-indent: -18pt; margin: 0cm 0cm 0cm 18pt;"><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">8.<span style="font-size: 7pt; line-height: normal; font-family: 'Times New Roman';">&nbsp;&nbsp;&nbsp;&nbsp; </span></span><span style="font-family: Calibri, sans-serif;">Dianiaya oleh sebab kebenaran</span></p> </td> </tr> </tbody> </table> <p style="text-align: justify;">"Berbahagialah orang yang miskin di hadapan Allah, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga” (Mat. 5:3). Kerajaan Sorga itu adalah karunia Allah, dan tidak dapat dibeli atau diusahakan manusia (Ef. 2:8-9). Orang yang merasa diri mampu cenderung mau mengandalkan dirinya sendiri mendapatkan selamat, sehingga semakin jauh dari Kerajaan Sorga. Sebaliknya, orang yang miskin di hadapan Allah, akan datang ke hadirat Allah dengan rendah hati, mengakui dosa-dosanya, serta memohon belas kasihan-Nya. Mereka itulah yang beroleh kasih karunia Allah dan yang empunya Kerajaan Sorga.</p> <p style="text-align: justify;">“Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.” (Mat. 5:4). Ini adalah dukacita terhadap dosa-dosa dan kesalahan-kesalahan, baik dosa-dosanya sendiri ataupun dosa orang lain. Ini adalah dukacita terhadap ketidak-adilan, kefasikan dan kelaliman manusia. Petrus berdukacita dan menangis karena dosa dan kesalahannya (Mrk. 14:72). Ia beroleh pengampunan dan penghiburan dari Tuhan. Paulus berdukacita dan menangis karena melihat banyaknya patung-patung sesembahan orang-orang Atena, lalu dengan penuh semangat memberitakan Injil kepada mereka. Akhirnya ia mendapatkan penghiburan, karena banyak orang-orang Atena yang bertobat dan percaya kepada Tuhan (Kis 17:16-17, 33-34).</p> <p style="text-align: justify;">“Berbahagialah orang yang lemah lembut, karena mereka akan memiliki bumi” (Mat. 5:5). Lemah lembut (meekness) bukanlah lemah gemulai atau lemah (weak). Tuhan Yesus adalah orang yang lemah lembut (Mat. 11:29), tetapi Ia dengan tegas mengusir para pedagang yang mengotori bait Allah dan mengganggu ibadah. Orang yang lemah lembut (meekness) tidak hanya menuntut hak-hak dirinya, tetapi hidup untuk kemuliaan Tuhan dan melayani sesama. Orang yang lemah lembut memiliki kepekaan terhadap suara Tuhan dan kebutuhan manusia. Contohnya adalah Bunda Teresa (Maria Teresa Bojaxhiu, 1910-1997).</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Andreas Loanka</strong></p> Let Your Light Shine (Yesaya 49:6) 2023-01-20T15:36:34+07:00 2023-01-20T15:36:34+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/let-your-light-shine-yesaya-49-6 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 22 Januari 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab: Yesaya 49:6</strong></p> <p style="text-align: justify;">"Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi."</p> <p style="text-align: justify;">Tugas menjadi terang bagi bangsa-bangsa, sering sekali kita dengar. Saking familiarnya, kalimat ini sudah menjadi hal biasa yang kehilangan rasa. Sama halnya dengan pernyataan bahwa setiap pengikut Kristus adalah garam dan terang dunia (Matius 15:14). Kalimat ini begitu indah dan sangat khas dalam kekristenan kita. Tetapi tugas ini memang bukan untuk sekedar diperdengarkan, tetapi untuk dilakukan atau diwujudkan.</p> <p style="text-align: justify;">Bagi orang Yahudi, tugas menjadi terang bagi bangsa-bangsa itu begitu sulit untuk dilakukan, berhubung hambatan pemahaman yang mereka miliki. Meskipun mereka sadar bahwa mereka telah menjadi bagian dari Janji Abraham dan keturunannya, bahwa mereka akan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa, toh dalam perjalanannya, mereka ternyata lebih memilih menjadi berkat bagi bangsa sendiri. Mereka lebih berorientasi ke dalam, yakni kepada diri sendiri. Maka, tugas menjadi terang bagi bangsa-bangsa, menjadi persoalan tersendiri dalam diri mereka. Mirip dengan apa yang dilakukan Yunus. Di satu sisi diperintahkan untuk membawa berita pengampunan bagi bangsa Niniwe, tapi di sisi lain dia tidak rela, kalau bangsa lain mendapatkan kasih dari Tuhan. Yunus lebih senang kalau Niniwe tetap tidak bertobat dan dihukum.</p> <p style="text-align: justify;">Sama halnya dengan para murid Yesus yang “kurang gairah” memberitakan Injil kepada bangsa lain, yang membuat mereka menugaskan itu kepada Paulus. Jadi sekali lagi, membawa terang bagi bangsa-bangsa itu ternyata tidak semudah mengucapkannya. Terutama karena hambatan pemahaman mereka sebagai bangsa ekslusif, yang membuat mereka akhirnya lebih berorientasi kepada diri sendiri, dari pada keluar, kepada dunia.</p> <p style="text-align: justify;">Itu sebab, melalui Yesaya, Tuhan mengingatkan mereka kembali: "Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi." Dalam kalimat yang lugas, kira-kira mau mengatakan begini : “Terlalu dangkal, kalau kamu hanya memikirkan kepentingan suku-suku Yakub (keturunan Israel). Kamu punya tugas yang lebih besar dari itu. Dan kamu punya potensi yang lebih besar untuk melakukan itu”.</p> <p style="text-align: justify;">Kita juga dipanggil menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. Menjadi terang yang bercahaya bagi dunia. Ada hal yang lebih besar dari apa yang selama ini sudah kita lakukan. Ibarat mobil, kita bisa melaju 100 km/jam. Tapi kita tidak menggunakan kemampuanmu sepenuhnya. Mungkin kita merasa sudah cukup, jika untuk diri kita sendiri. Tapi kita dipanggil bukan hanya hidup bagi dirimu sendiri. Kita dipanggil untuk menjadi berkat bagi lebih banyak lagi dan lebih banyak lagi orang. Jika kesadaran ini kita buka, tentu kehidupan kita akan makin berdampak.</p> <p style="text-align: right;"><strong><span style="text-align: justify; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); font-family: var(--body-font-family); font-size: var(--body-font-size); font-style: var(--body-font-style); letter-spacing: var(--body-letter-spacing); caret-color: auto;">&nbsp;Pdt. Natan Kristiyanto</span></strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 22 Januari 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab: Yesaya 49:6</strong></p> <p style="text-align: justify;">"Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi."</p> <p style="text-align: justify;">Tugas menjadi terang bagi bangsa-bangsa, sering sekali kita dengar. Saking familiarnya, kalimat ini sudah menjadi hal biasa yang kehilangan rasa. Sama halnya dengan pernyataan bahwa setiap pengikut Kristus adalah garam dan terang dunia (Matius 15:14). Kalimat ini begitu indah dan sangat khas dalam kekristenan kita. Tetapi tugas ini memang bukan untuk sekedar diperdengarkan, tetapi untuk dilakukan atau diwujudkan.</p> <p style="text-align: justify;">Bagi orang Yahudi, tugas menjadi terang bagi bangsa-bangsa itu begitu sulit untuk dilakukan, berhubung hambatan pemahaman yang mereka miliki. Meskipun mereka sadar bahwa mereka telah menjadi bagian dari Janji Abraham dan keturunannya, bahwa mereka akan menjadi berkat bagi bangsa-bangsa, toh dalam perjalanannya, mereka ternyata lebih memilih menjadi berkat bagi bangsa sendiri. Mereka lebih berorientasi ke dalam, yakni kepada diri sendiri. Maka, tugas menjadi terang bagi bangsa-bangsa, menjadi persoalan tersendiri dalam diri mereka. Mirip dengan apa yang dilakukan Yunus. Di satu sisi diperintahkan untuk membawa berita pengampunan bagi bangsa Niniwe, tapi di sisi lain dia tidak rela, kalau bangsa lain mendapatkan kasih dari Tuhan. Yunus lebih senang kalau Niniwe tetap tidak bertobat dan dihukum.</p> <p style="text-align: justify;">Sama halnya dengan para murid Yesus yang “kurang gairah” memberitakan Injil kepada bangsa lain, yang membuat mereka menugaskan itu kepada Paulus. Jadi sekali lagi, membawa terang bagi bangsa-bangsa itu ternyata tidak semudah mengucapkannya. Terutama karena hambatan pemahaman mereka sebagai bangsa ekslusif, yang membuat mereka akhirnya lebih berorientasi kepada diri sendiri, dari pada keluar, kepada dunia.</p> <p style="text-align: justify;">Itu sebab, melalui Yesaya, Tuhan mengingatkan mereka kembali: "Terlalu sedikit bagimu hanya untuk menjadi hamba-Ku, untuk menegakkan suku-suku Yakub dan untuk mengembalikan orang-orang Israel yang masih terpelihara. Tetapi Aku akan membuat engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa supaya keselamatan yang dari pada-Ku sampai ke ujung bumi." Dalam kalimat yang lugas, kira-kira mau mengatakan begini : “Terlalu dangkal, kalau kamu hanya memikirkan kepentingan suku-suku Yakub (keturunan Israel). Kamu punya tugas yang lebih besar dari itu. Dan kamu punya potensi yang lebih besar untuk melakukan itu”.</p> <p style="text-align: justify;">Kita juga dipanggil menjadi berkat bagi bangsa-bangsa. Menjadi terang yang bercahaya bagi dunia. Ada hal yang lebih besar dari apa yang selama ini sudah kita lakukan. Ibarat mobil, kita bisa melaju 100 km/jam. Tapi kita tidak menggunakan kemampuanmu sepenuhnya. Mungkin kita merasa sudah cukup, jika untuk diri kita sendiri. Tapi kita dipanggil bukan hanya hidup bagi dirimu sendiri. Kita dipanggil untuk menjadi berkat bagi lebih banyak lagi dan lebih banyak lagi orang. Jika kesadaran ini kita buka, tentu kehidupan kita akan makin berdampak.</p> <p style="text-align: right;"><strong><span style="text-align: justify; background-color: var(--body-bg-color); color: var(--body-text-color); font-family: var(--body-font-family); font-size: var(--body-font-size); font-style: var(--body-font-style); letter-spacing: var(--body-letter-spacing); caret-color: auto;">&nbsp;Pdt. Natan Kristiyanto</span></strong></p> Mendengar, Mengenal dan Mengikut Yesus (Yohanes 1:29-42 ; Yesaya 49:1-7 ; Mazmur 40:1-11 ; 1 Korintus 1:1-9) 2023-01-16T15:42:52+07:00 2023-01-16T15:42:52+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/mendengar-mengenal-dan-mengikut-yesus-yohanes-1-29-42-yesaya-49-1-7-mazmur-40-1-11-1-korintus-1-1-9 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 15 Januari 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yohanes 1:29-42 ; Yesaya 49:1-7 ; Mazmur 40:1-11 ; 1 Korintus 1:1-9</strong></p> <p style="text-align: justify;">Dalam <strong>Yohanes 1:29-42</strong> Yohanes dan para murid bertemu dengan Yesus dan memberi kesaksian dengan memperkenalkan Yesus sebagai “Anak Domba Allah yang menanggung”,</p> <p style="text-align: justify;">“lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa manusia” dilatarbelakangi dari dua unsur penting dalam Alkitab Ibrani dan kehidupan beragama orang Yahudi.<br>1. Yesus ibarat anak domba Paskah yang disembelih pada malam Allah menyelamatkan umat Israel.<br>2. Yesus dihubungkan dengan sosok hamba Tuhan yang menanggung dosa banyak orang dan ibarat anak domba yang dibawa ketempat pembantaian (Yes. 53:4-7,12).</p> <p style="text-align: justify;">Yesus sebagai anak domba Allah sebagai anak domba Paskah memiliki makna :<br>- Simbol pembebasan : pembebasan sebagai karya Allah kepada bangsa terpilih<br>- Anak domba adalah alat atau sara pembebasan itu. Yaitu Darah Anak domba yang harus mati untuk keselamatan seluruh bangsa.</p> <p style="text-align: justify;">Apa yang terjadi dengan para murid yang bertemu dengan Sang Anak Domba Allah? Para murid itu mengikut Yesus, lalu Yesus menoleh ke belakang dan berkata “Apakah yang kamu cari? Lalu apa jawab para murid: “Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?” (Yoh 1:38).</p> <p style="text-align: justify;">Apa artinya? Artinya “Kami ingin mengenal Engkau dengan begitu baik agar dengan demikian kami dapat menjadi sahabat-sahabat pribadi-Mu.” Yesus mengundang : “Marilah dan kamu akan melihatnya” (Yoh. 1:39). Mereka pun datang dan melihat di mana Ia tinggal, dan hari itu mereka tinggal bersama-sama dengan Dia.</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Konsekuensi panggilan dan pilihan Yesus :</strong><br>“Mari dan lihatlah” : “Mari” adalah ajakan atau panggilan kasih Yesus bagi orang yang dikehendakiNya dan “Lihatlah” kata melihat dalam pikiran Yohanes sama dengan tinggal atau berdiam.</p> <p style="text-align: justify;">Pengalaman tinggal bersama Yesus membuat Andreas terpesona dan mengajak Simon Petrus saudaranya dengan berkata, “Kami telah menemukan Mesias”. Ia pun membawa saudaranya kepada Yesus dan nama baru diperolehnya, “Engkau Simon, anak Yohanes, Engkau akan dinamakan Kefas” (Yoh 1:42).</p> <p><strong>Pdt. Santoni</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 15 Januari 2023</em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yohanes 1:29-42 ; Yesaya 49:1-7 ; Mazmur 40:1-11 ; 1 Korintus 1:1-9</strong></p> <p style="text-align: justify;">Dalam <strong>Yohanes 1:29-42</strong> Yohanes dan para murid bertemu dengan Yesus dan memberi kesaksian dengan memperkenalkan Yesus sebagai “Anak Domba Allah yang menanggung”,</p> <p style="text-align: justify;">“lihatlah Anak Domba Allah, yang menghapus dosa manusia” dilatarbelakangi dari dua unsur penting dalam Alkitab Ibrani dan kehidupan beragama orang Yahudi.<br>1. Yesus ibarat anak domba Paskah yang disembelih pada malam Allah menyelamatkan umat Israel.<br>2. Yesus dihubungkan dengan sosok hamba Tuhan yang menanggung dosa banyak orang dan ibarat anak domba yang dibawa ketempat pembantaian (Yes. 53:4-7,12).</p> <p style="text-align: justify;">Yesus sebagai anak domba Allah sebagai anak domba Paskah memiliki makna :<br>- Simbol pembebasan : pembebasan sebagai karya Allah kepada bangsa terpilih<br>- Anak domba adalah alat atau sara pembebasan itu. Yaitu Darah Anak domba yang harus mati untuk keselamatan seluruh bangsa.</p> <p style="text-align: justify;">Apa yang terjadi dengan para murid yang bertemu dengan Sang Anak Domba Allah? Para murid itu mengikut Yesus, lalu Yesus menoleh ke belakang dan berkata “Apakah yang kamu cari? Lalu apa jawab para murid: “Rabi (artinya: Guru), di manakah Engkau tinggal?” (Yoh 1:38).</p> <p style="text-align: justify;">Apa artinya? Artinya “Kami ingin mengenal Engkau dengan begitu baik agar dengan demikian kami dapat menjadi sahabat-sahabat pribadi-Mu.” Yesus mengundang : “Marilah dan kamu akan melihatnya” (Yoh. 1:39). Mereka pun datang dan melihat di mana Ia tinggal, dan hari itu mereka tinggal bersama-sama dengan Dia.</p> <p style="text-align: justify;"><strong>Konsekuensi panggilan dan pilihan Yesus :</strong><br>“Mari dan lihatlah” : “Mari” adalah ajakan atau panggilan kasih Yesus bagi orang yang dikehendakiNya dan “Lihatlah” kata melihat dalam pikiran Yohanes sama dengan tinggal atau berdiam.</p> <p style="text-align: justify;">Pengalaman tinggal bersama Yesus membuat Andreas terpesona dan mengajak Simon Petrus saudaranya dengan berkata, “Kami telah menemukan Mesias”. Ia pun membawa saudaranya kepada Yesus dan nama baru diperolehnya, “Engkau Simon, anak Yohanes, Engkau akan dinamakan Kefas” (Yoh 1:42).</p> <p><strong>Pdt. Santoni</strong></p> Menggenapi Kehendak Allah (Yesaya 42:1-9 ; Mazmur 29 ; Kisah Para Rasul 10:34-43 ; Matius 3:13-17) 2023-01-06T15:39:39+07:00 2023-01-06T15:39:39+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/menggenapi-kehendak-allah-yesaya-42-1-9-mazmur-29-kisah-para-rasul-10-34-43-matius-3-13-17 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 8 Januari 2023</em><em></em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 42:1-9 ; Mazmur 29 ; Kisah Para Rasul 10:34-43 ; Matius 3:13-17</strong></p> <p style="text-align: justify;">Pernahkah kita melihat ada seorang Kristen yang telah menerima Kristus sejak lama dengan melakukan pembaptisan, namun kehidupannya tetap tidak cukup baik dan benar? Lantas apa sebetulnya makna baptisan yang telah ia terima selama ini? Apakah hanya sekadar melakukan tradisi Kekristenan? Ataukah hanya untuk kepentingannya sendiri tanpa memiliki kedekatan dan kesungguhan hati untuk betul-betul masuk ke dalam persekutuan dengan Allah, memiliki relasi yang intim dengan-Nya, serta menghidupi kehendak-Nya?</p> <p style="text-align: justify;">Padahal, jika kita memperhatikan bacaan Injil pada hari ini di dalam Mat. 3:13-17, melalui pembaptisan Tuhan Yesus, kita dapat melihat teladan dan juga penggenapan janji keselamatan dari Allah melalui Tuhan Yesus Kristus. Ia mau hadir di tengah-tengah umat berdosa serta merendahkan diri-Nya dengan memberi diri untuk dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Ia dibaptis bukan karena Ia merupakan orang yang berdosa atau bercela di dalam kehidupan-Nya. Namun, baptisan yang Yesus lakukan merupakan tanda bahwa Ia menyatakan ketaatan-Nya untuk menggenapi kehendak Allah.</p> <p style="text-align: justify;">Hal ini jugalah yang mestinya dimiliki oleh para pengikut Kristus. Ketika kita memberi diri untuk dibaptis, berarti kita juga bersedia merendahkan hati dan diri kita untuk menaati kehendak Allah. Sebab, baptisan bukan sekadar tanda sahnya seseorang menjadi seorang anggota gereja dan memiliki iman Kristen, melainkan merupakan bentuk pemberian diri kita untuk melakukan kehendak Allah dalam hidup kita. Dibaptis juga berarti menerima kuasa Roh Kudus, yang akan memampukan kita untuk melakukan kehendak Allah di dunia. Jadi, ketika kita memberi diri dibaptis, itu artinya kita sedang menyatakan janji kita untuk menaati kehendak Allah di dalam kehidupan kita.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pnt. Devina E. Minerva</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 8 Januari 2023</em><em></em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Yesaya 42:1-9 ; Mazmur 29 ; Kisah Para Rasul 10:34-43 ; Matius 3:13-17</strong></p> <p style="text-align: justify;">Pernahkah kita melihat ada seorang Kristen yang telah menerima Kristus sejak lama dengan melakukan pembaptisan, namun kehidupannya tetap tidak cukup baik dan benar? Lantas apa sebetulnya makna baptisan yang telah ia terima selama ini? Apakah hanya sekadar melakukan tradisi Kekristenan? Ataukah hanya untuk kepentingannya sendiri tanpa memiliki kedekatan dan kesungguhan hati untuk betul-betul masuk ke dalam persekutuan dengan Allah, memiliki relasi yang intim dengan-Nya, serta menghidupi kehendak-Nya?</p> <p style="text-align: justify;">Padahal, jika kita memperhatikan bacaan Injil pada hari ini di dalam Mat. 3:13-17, melalui pembaptisan Tuhan Yesus, kita dapat melihat teladan dan juga penggenapan janji keselamatan dari Allah melalui Tuhan Yesus Kristus. Ia mau hadir di tengah-tengah umat berdosa serta merendahkan diri-Nya dengan memberi diri untuk dibaptis oleh Yohanes Pembaptis. Ia dibaptis bukan karena Ia merupakan orang yang berdosa atau bercela di dalam kehidupan-Nya. Namun, baptisan yang Yesus lakukan merupakan tanda bahwa Ia menyatakan ketaatan-Nya untuk menggenapi kehendak Allah.</p> <p style="text-align: justify;">Hal ini jugalah yang mestinya dimiliki oleh para pengikut Kristus. Ketika kita memberi diri untuk dibaptis, berarti kita juga bersedia merendahkan hati dan diri kita untuk menaati kehendak Allah. Sebab, baptisan bukan sekadar tanda sahnya seseorang menjadi seorang anggota gereja dan memiliki iman Kristen, melainkan merupakan bentuk pemberian diri kita untuk melakukan kehendak Allah dalam hidup kita. Dibaptis juga berarti menerima kuasa Roh Kudus, yang akan memampukan kita untuk melakukan kehendak Allah di dunia. Jadi, ketika kita memberi diri dibaptis, itu artinya kita sedang menyatakan janji kita untuk menaati kehendak Allah di dalam kehidupan kita.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pnt. Devina E. Minerva</strong></p> Sukacita Menyambut Hari yang Baru (Matius 25:31-46) 2023-01-07T15:13:06+07:00 2023-01-07T15:13:06+07:00 https://gkigadingserpong.org/warta-jemaat-renungan-mingguan/renungan-mingguan/sukacita-menyambut-hari-yang-baru-matius-25-31-46 Sekretariat GKI Gading Serpong sekretariat@gkigadingserpong.org <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 1 Januari 2023</em><em></em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Matius 25:31-46</strong></p> <h4 style="text-align: justify;"><strong>Selamat Tahun Baru, </strong></h4> <p style="text-align: justify;">Tidak perlu membayangkan tiga tahun terakhir ini adalah waktu yang tidak mudah dijalani. <strong>Pandemi Covid-19</strong> telah mengubah dunia kehidupan kita, tetapi pagi ini kita berbakti untuk bersyukur kepada Tuhan untuk tahun yang baru 2023.</p> <p style="text-align: justify;">Banyak orang berspekulasi jika tahun 2023 tidak yakin akan lebih baik, bahkan tahun sulit, resesi dan gelap. Buat saya hidup harus berpengharapan. "Berharap yang terbaik tetapi bersiaplah untuk yang terburuk". Jika Anda bertanya kepada saya, saya tidak tahu apa-apa, tetapi tetap berharap. Apa alasannya? Memang <strong>COVID-19</strong> telah mengubah dunia kita, tetapi tidak dapat mengubah Tuhan kita.</p> <p style="text-align: justify;">Firman Tuhan meyakinkan : Tuhan yang tidak pernah berubah di dunia yang selalu berubah, Tidak Pernah Mengubah Tuhan di Dunia yang Selalu Berubah <strong>(Wahyu 1:8)</strong>. Janji itu fakta karena kebaikan Tuhan adalah kenyataan yang konsisten dalam hidup kita. Hari ini, bahkan ketika kita memasuki tahun baru 2023, mari kita belajar dari <strong>Matius 25:31-46</strong>. Bagaimana bersikap dan menjalani tahun baru 2023.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam <strong>Matius 25:31-46</strong> menceritakan bagaimana Yesus sebagai hakim akan meminta pertanggungjawaban dari semua orang. Yang dipertanggung jawabkan bukan sejauh mana kemurnian ajaran, pelaksanaan ritual atau jumlah orang yang telah ditobatkan, tetapi yang harus dipertanggungjawabkan adalah apa yang telah dilakukan terhadap sesama yang miskin atau perbuatan kongkrit terhadap salah satu saudara yang paling hina yakni yang lapar, yang haus, yang asing, yang telanjang, yang sakit dan yang dipenjara. Artinya menyatakan kasih kepada sesama yang paling membutuhkan.</p> <p style="text-align: justify;">Dengan tegas dikatakan Yesus :”ketika aku lapar, kamu memberi aku makan, ketika aku haus, kamu memberi aku minum, ketika aku telanjang kamu memberi aku pakaian........sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukan untuk Aku” <strong>(Matius 25:31-46)</strong> dengan tegas dikatakan bahwa menolong orang yang paling hina berarti melayani Tuhan, tetapi mengabaikan orang yang paling hina berarti mengabaikan Tuhan dan tidak melayani Yesus, bukan pengikutnya.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Santoni</strong></p> <p><em>Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 1 Januari 2023</em><em></em></p> <p><strong>Bacaan Alkitab:&nbsp;Matius 25:31-46</strong></p> <h4 style="text-align: justify;"><strong>Selamat Tahun Baru, </strong></h4> <p style="text-align: justify;">Tidak perlu membayangkan tiga tahun terakhir ini adalah waktu yang tidak mudah dijalani. <strong>Pandemi Covid-19</strong> telah mengubah dunia kehidupan kita, tetapi pagi ini kita berbakti untuk bersyukur kepada Tuhan untuk tahun yang baru 2023.</p> <p style="text-align: justify;">Banyak orang berspekulasi jika tahun 2023 tidak yakin akan lebih baik, bahkan tahun sulit, resesi dan gelap. Buat saya hidup harus berpengharapan. "Berharap yang terbaik tetapi bersiaplah untuk yang terburuk". Jika Anda bertanya kepada saya, saya tidak tahu apa-apa, tetapi tetap berharap. Apa alasannya? Memang <strong>COVID-19</strong> telah mengubah dunia kita, tetapi tidak dapat mengubah Tuhan kita.</p> <p style="text-align: justify;">Firman Tuhan meyakinkan : Tuhan yang tidak pernah berubah di dunia yang selalu berubah, Tidak Pernah Mengubah Tuhan di Dunia yang Selalu Berubah <strong>(Wahyu 1:8)</strong>. Janji itu fakta karena kebaikan Tuhan adalah kenyataan yang konsisten dalam hidup kita. Hari ini, bahkan ketika kita memasuki tahun baru 2023, mari kita belajar dari <strong>Matius 25:31-46</strong>. Bagaimana bersikap dan menjalani tahun baru 2023.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam <strong>Matius 25:31-46</strong> menceritakan bagaimana Yesus sebagai hakim akan meminta pertanggungjawaban dari semua orang. Yang dipertanggung jawabkan bukan sejauh mana kemurnian ajaran, pelaksanaan ritual atau jumlah orang yang telah ditobatkan, tetapi yang harus dipertanggungjawabkan adalah apa yang telah dilakukan terhadap sesama yang miskin atau perbuatan kongkrit terhadap salah satu saudara yang paling hina yakni yang lapar, yang haus, yang asing, yang telanjang, yang sakit dan yang dipenjara. Artinya menyatakan kasih kepada sesama yang paling membutuhkan.</p> <p style="text-align: justify;">Dengan tegas dikatakan Yesus :”ketika aku lapar, kamu memberi aku makan, ketika aku haus, kamu memberi aku minum, ketika aku telanjang kamu memberi aku pakaian........sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang saudaraKu yang paling hina ini, kamu telah melakukan untuk Aku” <strong>(Matius 25:31-46)</strong> dengan tegas dikatakan bahwa menolong orang yang paling hina berarti melayani Tuhan, tetapi mengabaikan orang yang paling hina berarti mengabaikan Tuhan dan tidak melayani Yesus, bukan pengikutnya.</p> <p style="text-align: right;"><strong>Pdt. Santoni</strong></p>