Beras merah belakangan ini seringkali dijumpai di toko-toko beras. Lebih sehat, katanya. Konon dibanding beras putih yang biasa kita konsumsi, beras merah lebih sedikit indeks glikemiknya, dan tentunya hal ini bisa mencegah kadar gula berlebihan.Kadar seratnya juga lebih tinggi, karena dalam prosesnya hanya kulit luar yang dipisahkan, tidak seperti beras putih. Dan harganya, tentu saja lebih mahal dibanding beras putih.

Sudah setahun ini saya ikut mengonsumsi beras merah. Ingin sehat, alasannya. Rasanya yang lebih pera dibanding beras putih, saya hiraukan karena tujuan kesehatan. Rupanya melihat seringnya kami memasak beras merah, sopir saya mengoleh-olehi beras merah sepulangnya lebaran dari kampung. “Beras merah yang sudah dibersihkan merah-merahnya,” kata dia. Saya pun melihat penampakan beras merah yang warnanya putih dalam plastik, dengan beberapa butir kemerahan.
Rasa penasaran membuat saya segera menanak beras tersebut.

“Rasanya tidak seperti beras merah,” kata saya. “Warna nasinya pun jadi putih, walau ada sedikit semburat merah muda.”

“Iya Bu, karena di kampung orang-orang tidak suka beras merah, sehingga beras merah ini dibersihkan kulitnya menjadi putih,” jelas sang sopir. “Beras merah yang keras seperti makanan burung,” lanjutnya.

Lalu apa bedanya sekarang dengan beras putih? Pikir saya dalam hati. Bagaimana dengan kandungan serat, mineral, vitamin yang ada di kulitnya?

Dalam kehidupan ini jangan-jangan kita pun sama seperti mereka yang membuang kulit luar beras merah, demi sama dengan penampakan beras putih. Padahal justru itulah kelebihan kita. Berapa banyak waktu, tenaga, dan energi yang terbuang demi menyamai orang lain, padahal jangan-jangan kita membuang hal yang menjadi keunggulan kita.

Jangan pernah menyesal dan meminta maaf untuk menjadi diri kita sendiri. Jika kita adalah beras merah yang pera, jadilah beras merah, walaupun katanya seperti makanan burung, karena justru rasa pera dari kulitnya itulah yang memiliki berbagai kandungan mineral, serat, vitamin dan nilai jual yang lebih tinggi. Jangan dihilangkan atau dibuang demi menjadi beras putih yang rasanya pulen, penampakannya bersih. Kej 1:31a, “Maka Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” Karena Allah menjadikan kita semua, dengan sangat baik.