Enam hari sebelum Paskah, Yesus sengaja melalui Betania dalam perjalanan-Nya menuju Yerusalem. Yesus melakukan ini, karena ingin bertemu untuk terakhir kalinya dengan sahabat-sahabatNya, yaitu Lazarus, Marta, dan Maria.

Terakhir kali, karena Yesus tahu, bahwa sebentar lagi Dia akan menempuh Via Dolorosa untuk menuntaskan tugas-Nya ketika turun ke dalam dunia 33 tahun silam, yaitu menebus dosa manusia. Pertemuan Yesus dengan sahabatsahabat-Nya itu berujung dengan diadakannya perjamuan makan di rumah Lazarus, di mana seperti sebelumnya, Marta sibuk melayani Yesus dan orang-orang lainnya pada perjamuan makan itu.

Ayat 3

“Kemudian, Maria mengambil setengah kati minyak narwastu murni yang sangat mahal, lalu meminyaki kaki Yesus dan mengeringkannya dengan rambutnya. Maka, rumah itu dipenuhi dengan bau harum minyak wangi tersebut.” Tiba-tiba saja, datanglah Maria menghampiri Yesus, dan berlutut di dekat kaki-Nya. Hal ini mungkin sudah membuat orang-orang yang berada di ruangan itu bertanyatanya, apa yang mau dilakukan oleh saudara Lazarus tersebut? Kemungkinan besar mereka yang hadir sudah mengetahui keakraban Yesus dengan ketiga bersaudara itu, terutama dengan Maria. Tetapi mengenai perbuatan Maria yang seperti itu, pastilah di luar dugaan mereka. Keheranan orang banyak semakin menjadi-jadi, setelah Maria tanpa segan menuangkan seluruh isi minyak narwastu (murni) dari dalam botol yang dibawanya (kira-kira setengah liter) ke kaki Yesus. Kontan saja, seluruh ruangan berbau harum akibat minyak narwastu itu. Peristiwa yang mencengangkan ini tidak selesai sampai di situ. Maria mengeringkan kaki Yesus bukan dengan kain, melainkan dengan rambutnya sendiri.

Ayat 5

“Mengapa minyak wangi itu tidak dijual saja seharga tiga ratus dinar dan diberikan kepada orang-orang miskin?” Kejadian itu sebenarnya, walaupun membuat orang terheran-heran dan bertanya-tanya, tetapi tidak sampai membuat orang-orang yang hadir terganggu. Hanya satu orang saja yang terusik karena kejadian itu, yakni Yudas Iskariot. Ironis sekali, mengingat dia adalah salah seorang dari murid Yesus, orang yang mendapatkan pelayanan istimewa itu. Seharusnya sebagai murid, dia merasa bangga karena gurunya mendapatkan penghormatan dari Maria, saudara Lazarus, tuan rumah perjamuan makan saat itu. Alih-alih berterima kasih kepada Maria, Yudas malah mempertanyakan mengapa minyak narwastu yang berharga mahal itu dibuang begitu saja, bukannya dijual seharga 300 dinar untuk dibagikan kepada orang-orang miskin.

Pada masa itu, nilai 1 dinar itu setara dengan upah pekerja harian dalam satu hari (Matius 20: 2). Itu adalah suatu jumlah yang tidak kecil. Sebagai pembanding, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat upah nominal buruh/pekerja pada Februari 2019 naik sebesar 0,33 persen dibanding upah buruh tani pada Januari 2019.

Angka tersebut naik, yaitu dari posisi Rp 53.604 menjadi Rp 53.781 per hari. Pertanyaan itu (ayat 5) sepertinya sudah tepat dilontarkan seseorang ketika melihat kejadian tersebut, apalagi Yudas yang mengatakannya. Siapakah Yudas? Yudas adalah ‘bendahara’ kelompok Yesus dan muridmurid-Nya (Yohanes 13: 29). Dialah yang mengatur keuangan kelompok tersebut. Sayangnya Yudas bukanlah seorang yang jujur. Ayat 6 jelas menuliskan, bahwa dia adalah seorang pencuri, dan sepertinya sudah sering mengambil uang dari kas mereka untuk kepentingan pribadi. Jadi, kalau Yudas terusik dengan peristiwa penuangan minyak wangi yang berharga mahal, sangat wajar. Bayangkan saja jika minyak itu diberikan Maria masih dalam botol untuk persembahan kepada Yesus. Besar kemungkinan, Yudaslah yang diberikan tanggung jawab untuk menindaklanjuti apakah minyak itu disimpan atau dijual.

Kalau dijual senilai 300 dinar dan masuk dalam kas, bisa saja sebagian uangnya diambil untuk dirinya sendiri. Keserakahan Yudas terhadap uang tidak ditunjukkan secara terang-terangan. Dengan cerdik dia menambahkan kata-kata pemanis ‘dan diberikan kepada orang-orang miskin?’ sehingga banyak orang yang ikut bersimpati dengan ucapannya, dan mengaburkan tujuan pertanyaan yang sebenarnya, yaitu kesal dan merasa sayang melihat uang ‘dibuang-buang’ begitu saja.

Ayat 7

“Lalu, Yesus menjawab, “Biarkanlah perempuan itu, ia melakukannya sebagai persiapan untuk penguburan-Ku.” Yesus memberikan pembelaan terhadap tindakan Maria tersebut. Andai saja Dia tetap diam setelah Yudas melontarkan pertanyaannya, yang berpotensi mendapatkan simpati dari orangorang yang ada dalam ruangan itu, maka bisa jadi Maria akan di-bully oleh orang banyak. Padahal Yesus sangat mengetahui ketulusan hati Maria pada saat mengurapi kaki-Nya. Sangat besar kecintaan Maria kepada Yesus, sehingga dia rela memberikan semua yang berharga yang dimilikinya bagi Yesus. Apa saja yang berharga bagi Maria? Pertama adalah minyak narwastu. Menurut Yudas, harga minyak narwastu yang dituangkan Maria sekitar 300 dinar. Itu berarti Maria membelinya dengan uang simpanannya, yang tidak sedikit jumlahnya. Mungkin saja dia membelinya untuk digunakan pada acara penting, seperti pernikahan, atau untuk meminyaki jasadnya pada saat dia meninggal. Benda itu menjadi suatu barang yang sangat bernilai harganya bagi Maria. Kedua adalah rambutnya. Bagi wanita Yahudi pada masa itu, rambut merupakan lambang kehormatan.

Tradisi Yahudi mengharuskan wanita menutupi kepalanya dengan kerudung atau syal. Merupakan suatu kehinaan, apabila ada wanita dewasa yang terlihat rambutnya di muka umum. Maria bukan saja memperlihatkan rambutnya di muka orang-orang yang ada di perjamuan makan itu, bahkan dia menggunakan rambutnya untuk mengeringkan kaki Yesus. Ketiga adalah harga dirinya sebagai wanita baik-baik. Maria bukanlah wanita sundal yang sering bersentuhan dengan kaum pria. Dia adalah wanita baik-baik dari keluarga baik-baik.

Alkitab tidak pernah mencatat ada tindakan atau perilaku negatif dari Maria. Tetapi demi Yesus, Maria rela merendahkan dirinya, bahkan sampai menggunakan mahkota kepalanya untuk menyeka kaki seorang pria yang bukan suaminya, di hadapan orang banyak yang kebanyakan adalah kaum pria. Pembelaan Yesus akan perbuatan Maria ditambahkan dengan katakata ‘sebagai persiapan untuk penguburan-Ku.’ Ini sangat menarik, karena ucapan Yesus tersebut sangat menggambarkan peristiwa yang akan terjadi dalam waktu dekat (ayat 1), di mana Yesus akan menyelesaikan misi-Nya, menebus dosa seluruh umat manusia dengan mati di kayu salib.

Tetapi tidak ada seorang pun di ruangan itu yang menangkap arti ucapan Yesus tersebut. Mereka mungkin menganggap ucapan itu biasa saja, mengingat salah satu kegunaan minyak narwastu memang untuk meminyaki orang yang sudah meninggal, atau bisa juga mereka menganggap, Yesus berbicara untuk menetralisir ucapan Yudas yang sangat menyudutkan Maria. Yohanes mencatat, bahwa itulah kali pertama Yesus mengucapkan hal berkenaan dengan kematian-Nya. Ini menunjukkan, bahwa Yesus melihat bahwa perbuatan Maria bukanlah suatu kebetulan atau spontanitas. Peristiwa ini sungguh-sungguh merupakan bagian puzzle dari rencana penyelamatan manusia dalam diri Yesus. Maka dari itu, Yohanes mencatat kejadian tersebut dalam rangkaian perjalanan Yesus menuju Yerusalem, menuju via Dolorosa.

Ayat 8

“Sebab, orang miskin selalu ada bersamamu, tetapi Aku tidak selalu ada bersamamu.” Penegasan, bahwa Yesus sangat menyetujui perbuatan Maria, sekaligus menegur Yudas. Memberikan uang pada orang miskin dapat dilakukan kapan saja, tetapi pemberian kepada Yesus tidak selamanya bisa dilakukan. Yesus mungkin juga mau mengingatkan Yudas untuk jangan serakah terhadap uang, sehingga rela mengkhianati Gurunya. Yudas, sang bendahara, lebih banyak memikirkan nilai dari uang dibandingkan nilai dari pemberian itu sendiri. Memang benar, kalau Yudas tidak cermat dalam mengatur keuangan kelompok Yesus, maka secara manusia mereka akan kesulitan dalam membiayai kebutuhan hidup mereka, belum lagi biaya untuk pelayanan Yesus yang berpindah-pindah. Semua itu butuh biaya yang tidak kecil.

Tetapi Yudas melupakan satu hal yang sangat penting, yaitu Maria sedang memberikan sesuatu kepada Gurunya, Yesus, yang diakui Yudas sebagai pemimpin kelompok tersebut. Tidak semua harus dinilai dari nilai uangnya. Banyak orang seperti Yudas, yang berpikir lebih baik memberikan uang untuk orang miskin daripada memberikan bagi Tuhan. Pola pikir seperti itu memang baik, bahkan merupakan sikap yang mulia. Tetapi sangat perlu untuk memeriksa kembali tujuan sesungguhnya dari perbuatan memberikan uang tersebut.

Apakah sesuai dengan kehendak Tuhan? Apakah ada maksud lain, seperti ingin viral, atau disebut sebagai orang yang dermawan? Apakah ada perasaan takut disalahgunakan gereja, jika uangnya diberikan kepada gereja? Memang perbuatan baik yang paling mudah untuk dilakukan adalah memberi kepada orang miskin: langsung diterima oleh orangnya, mendapat ucapan terima kasih, dan sudah melaksanakan Firman Tuhan (Mat 25: 40). Ada yang salah dalam hal ini? Ya, kalau ada orang yang menganggap, bahwa dengan memberi sesuatu terhadap orang miskin, berarti sudah melakukan perbuatan yang berkenan kepada Tuhan, sehingga pada saat diminta untuk melayani Tuhan, dia akan menjawab, “Saya sudah melayani dengan melakukan perbuatan baik. Kalau untuk pelayanan, saya tidak bisa.” Karena itulah, Yesus berkata bahwa yang utama adalah melayani Tuhan, menolong orang miskin hanya salah satu dari sekian banyak wujud melayani Tuhan. Maria memberikan segalanya bagi Yesus. Semua yang dimilikinya.

Hartanya, status sosialnya, bahkan harga dirinya dipersembahkan buat Yesus. Apakah kita lebih tinggi derajatnya dibandingkan Maria, sehingga kita bisa tawar-menawar dengan Tuhan? Apakah kita layak untuk memilih pelayanan yang kita suka, walaupun itu bukan yang Tuhan butuhkan?

“Sebab orang miskin selalu ada bersamamu, tetapi Aku tidak selalu ada bersamamu.”