Pandemi Covid-19 telah berlangsung dalam kurun waktu yang cukup lama di Indonesia, sejak kasus pertama diumumkan Presiden Joko Widodo pada bulan Maret tahun lalu. Perasaan lelah dan jenuh sudah pasti dirasakan seluruh lapisan masyarakat dari berbagai usia. Kehidupan sosial pun berubah, sehingga seluruh masyarakat mau tidak mau harus bisa beradaptasi, termasuk gereja.

Masa pandemi Covid-19 dapat diibaratkan sebagai “cermin,” yang menunjukkan keaslian atau realita wajah pelayanan gereja, di mana gereja diuji untuk tetap melayani sesama di situasi yang tidak pasti ini. Pada kesempatan ini, saya akan membahas lebih detail pelayanan di Komisi Usia Indah (Usindah), berdasarkan wawancara dengan dua orang narasumber dan tiga pengurus komisi, didampingi oleh Penatua Erma Primastuti Kristiyono, S.Si, Teol.

Narasumber yang pertama adalah Oma Rini Praharjo, yang biasa dipanggil Oma Priyo. Beliau melayani di bidang transportasi lansia, Oma Priyo mengatur media transportasi yang menjemput lansia dari rumahnya masing-masing untuk bersekutu bersama di gereja, serta membantu pendataan jemaat di lansia. Kegiatan Oma Priyo seharihari adalah menjadi ibu rumah tangga dan mengurus toko kelontong milik keluarganya. Untuk saat ini, Oma Priyo belum keluar rumah karena kondisi pandemi yang rawan ini.

Tantangan terbesar bagi Oma Priyo adalah melawan kejenuhan selama di rumah saja. Untuk menyiasatinya, Oma Priyo menyibukkan diri dengan kegiatan rumah tangga. Berhubung Oma Priyo masih mengurus toko, beliau masih bisa menyapa para pembeli yang berbelanja di tokonya, terkadang tertawa dan bersenda gurau bersama. Yang paling dirindukan oleh beliau adalah bertemu dengan teman-teman sebayanya. Menurut Oma Priyo, melayani di Komisi Usindah merupakan suatu aktivitas yang menyenangkan, sehingga Oma Priyo tidak mengalami kejenuhan yang mendalam, walau harus melayani secara berbeda.

Pelayanan Oma Priyo di bidang transportasi harus terhenti sementara, karena usia lansia merupakan usia yang sangat rentan untuk beraktivitas. Sedangkan pelayan di bidang pendataan terkendala masalah komunikasi, seperti ada yang ketika ditelepon sedang sibuk. Miskomunikasi merupakan tantangan terbesar yang dialami beliau.

Oma Priyo berharap supaya pandemi Covid-19 cepat berlalu, sehingga ibadah onsite bisa dilaksanakan kembali, terutama persekutuan lansia. Kerinduan yang mendalam terhadap temanteman sebaya, untuk dapat bercanda bersama atau bertukar cerita, begitu dirasakan beliau. Oma juga rindu untuk melakukan pelayanan di bidang transportasi kembali.

Sedangkan narasumber yang kedua bernama Oma Adjie Karyati Santosa, yang biasa dipanggil Oma Adjie. Beliau melayani di bidang musik. Bersama dengan Ibu Yulia, Oma Adjie melayani di Paduan Suara Usindah. Di samping itu, beliau juga melayani di bidang alat musik angklung, jika ada pelayanan di luar GKI Gading Serpong. Karena pandemi, kegiatan Oma Adjie lebih banyak dihabiskan bersama keluarga.

Karena Oma Adjie merupakan anggota yang aktif di Usindah – beraktivitas tiga hari dalam seminggu, kondisi saat ini, di mana beliau harus berdiam diri di rumah, merupakan suatu budaya baru baginya. Sama seperti Oma Priyo, Oma Adjie juga mengalami kejenuhan. Namun, Oma Adjie tetap bisa mengatasinya dengan mengobrol lewat grup WhatsApp bersama teman-temannya. Sebagai anggota paduan suara, Oma Adjie terkadang juga mempelajari lagu baru, namun jarang dilakukan, karena dibutuhkan bantuan cucu atau anak untuk mengoperasikan internet. Menurut Oma Adjie, selama melayani di Usindah, beliau tidak merasa jenuh, namun beliau merasakan adanya kehampaan antar pengurus, seperti kurangnya kesigapan pengurus bila ada berita darurat, seperti jemaat yang meninggal atau sakit.

Pelayanan Paduan Suara Usindah menghadapi tantangan besar, karena tidak semua lansia bisa mengoperasikan internet. Ketika Oma Adjie ingin mempelajari suatu lagu, beliau hanya bisa mempelajarinya dari video di platform YouTube. Selain itu, kendala lainnya adalah sering terjadi tempo yang tidak sinkron. Meskipun banyak kendala yang dihadapi, mereka tetap bersemangat untuk belajar.

Sama seperti doa dan harapan Oma Priyo, Oma Adjie menambahkan, ia berharap agar semua anggota dan pengurus lansia tetap sehat, sehingga bila pandemi telah usai, persekutuan onsite dapat kembali diadakan, para lansia bisa saling berbagi cerita maupun pergumulan, dan saling mendoakan kembali. Oma Priyo dan Oma Adjie menyatakan, bahwa mereka merindukan persekutuan rutin offline lansia – terkadang, ada jemaat yang membawa makanan untuk dimakan bersama seusai persekutuan, serta latihan paduan suara dan angklung secara tatap muka. 

Oma Priyo dan Oma Adjie mengalami sukacita setiap ada kegiatan Persekutuan Usindah, mereka seperti mendapat siraman rohani kembali. Ketika diadakan rapat pengurus, mereka pun masih bisa bertatap muka dengan semua pengurus Usindah – walaupun tidak lengkap dan masih secara virtual, hal itu tidak memadamkan sukacita Oma Priyo. Terkadang, Oma Priyo bertelepon dan menanyakan kabar pengurus lansia, untuk sekadar melepas rindu.

Mengingat usia Oma Priyo dan Oma Adjie yang sudah tua, beliau terkadang membutuhkan bantuan anak atau cucunya untuk mengoperasikan Zoom, karena terkadang gambar dan suara yang tidak muncul, koneksi terputus, maupun masalah lainnya. Namun, Oma Priyo dan Oma Adjie tetap bersyukur, karena ada anak dan cucu yang bersedia membantu.

Bersyukur karena adanya kemajuan teknologi yang pesat, pengurus Usindah bisa saling bertelepon sambil bertatap muka lewat video call. Kemajuan teknologi merupakan anugerah Tuhan yang sangat dirasakan Oma Adjie dan Oma Priyo. Kegiatan gereja di Usindah mayoritas berupa obrolan WhatsApp, mengenai berita lansia yang sakit atau yang berulang tahun. Pengurus juga wajib hadir dalam rapat rutin bulanan via Zoom atau Google Meet. Kegiatan pelawatan tetap dilakukan, namun secara online, di mana setiap pengurus mendapat jatah sepuluh jemaat Usindah yang harus dilawat. Mayoritas ketika dilawat, para lansia hanya saling bertegur sapa, namun ada juga yang menceritakan pergumulan yang dihadapinya untuk didoakan bersama di grup WhatsApp Usindah. Ucapan syukur tetap dipanjatkan melalui renungan “Lilin Sukacita” dan persekutuan rutin setiap hari Rabu.

Ibu Vera serta Ibu Dini yang turut menemani wawancara Usindah hari ini juga menambahkan, durasi pertemuan lansia yang terbatas juga menjadi tantangan terbesar. Bila mereka ingin menanyakan kabar, mereka harus mencari-cari informasinya, dan terkadang sulit ditemukan. Ibu Vera bersyukur, karena dengan adanya vaksinasi, kegiatan melawat lansia di rumah sakit atau mendoakan lansia di rumah duka sudah boleh terlaksana, meski beliau tetap harus mematuhi protokol kesehatan yang berlaku.

Ibu Dini juga merasakan perubahan besar dalam hal berkomunikasi dengan para lansia. Biasanya sebelum atau sesudah persekutuan, para oma dan opa saling membagikan pengalaman hidupnya. Pengalaman adalah guru terbaik kehidupan. Itulah yang sangat dirindukan Bu Vera dan Bu Dini. Ibu Linda selaku ketua Komisi Usindah menyatakan juga kerinduannya terhadap Persekutuan offline Komisi Usindah, mengingat banyak lansia yang tidak bisa mengoperasikan internet, dan saat melakukan pelawatan, juga sulit karena dibatasi oleh pagar.

Di tengah pandemi, Komisi Usindah memiliki satu kegiatan baru, yaitu menghafalkan ayat. Kegiatan menghafalkan ayat dilaksanakan seminggu sekali. Mereka diberi ayat Alkitab yang harus mereka hafalkan dan catat di selembar kertas, kemudian beberapa pengurus yang ditunjuk mengambil kertas itu ke rumahrumah anggota Komisi Usindah. Demi memenuhi protokol kesehatan, mereka hanya mengambil kertas, dan tidak berani masuk ke rumah jemaat lansia, namun mereka tetap mendoakan para lansia dari depan pagar.

Kendala lainnya yang dihadapi, jika Ibu Linda mendapat kabar duka mengenai lansia yang berpulang ke Rumah Bapa di Surga, Ibu Linda tidak bisa hadir, mengantar, melawat, dan mendoakannya. Ibu Linda sangat menikmati pelayanan di Usindah, karena melalui Usindah, beliau jadi banyak belajar serta memetik pengalaman berharga dari para oma dan opa. Ibu Linda terharu dengan perjuangan dan kerinduan yang besar dari para oma dan opa untuk bersekutu, bahkan ada yang sampai harus pergi ke rumah tetangganya hanya untuk bersekutu.

Salah satu program yang menarik adalah melakukan pelawatan via telepon. Terkadang, pengurus sampai bingung untuk menyudahi obrolan oma dan opa, karena mereka sangat senang untuk bercerita. Antusiasme para oma dan opa yang begitu tinggi, sangat membuat mereka rindu untuk bersekutu secara onsite.

Ibu Linda, Ibu Vera, dan Ibu Dini mengharapkan hal yang serupa dengan Oma Priyo dan Oma Adjie, yaitu supaya pandemi cepat berlalu, dan pengurus selalu diberi kekompakan untuk saling mendukung, menguatkan, melengkapi, dan mendoakan para lansia. Mereka juga menambahkan, agar para oma dan opa, meskipun harus terpisah jarak, selalu sehat, tetap bersemangat menjalani kehidupan, dan terus menjadi berkat bagi keluarganya.