Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 29 Oktober 2023
Bacaan Alkitab: Filipi 2:1-13; Mazmur 127:1
Suatu kali dalam sebuah kelas katekisasi, pendeta yang mengajar bertanya kepada para peserta katekisasi, “Anak-anak, tahukah kalian mengapa dalam ibadah berkat diletakkan di bagian terakhir?” Seorang anak dengan lugu menjawab, “Supaya umat yang datang paling terlambat juga masih bisa dapat berkat, Pak Pendeta.” Pernahkah Saudara juga berpikir seperti anak itu? Berkat memang bagian yang penting dalam sebuah peribadahan. Namun peletakkannya di akhir ibadah tentu bukan untuk memberi pesan bahwa umat boleh datang terlambat. Berkat diberikan pada akhir ibadah, yakni setelah pengutusan, untuk meneguhkan umat terus menjalani ibadah dalam hidup sehari-hari, memuliakan Tuhan di rumah, di sekolah, di tempat kerja, dan di manapun kita berada. Berkat mengingatkan umat, bahwa Tuhan tidak berpisah dengan kita setelah kita keluar dari gedung ibadah, melainkan tetap beserta kita dalam kehidupan sehari-hari. Terlebih khusus, GKI menggunakan berkat Harun (berkat Imamat) yang tercatat dalam Bilangan 6:24-26. Berkat ini istimewa karena di dalamnya terkandung penghayatan iman orang percaya, yakni bahwa sukacita dan damai sejahtera dalam hidup kita sesungguhnya terjadi bukan karena hal-hal duniawi yang mudah hilang, melainkan karena kita merasakan kehadiran Allah (… Tuhan menyinari engkau dengan wajah-Nya, dan memberi engkau kasih karunia. Tuhan menghadapkan wajah-Nya kepadamu dan memberi engkau damai sejahtera).
Dalam kehidupan keluarga, berkat pun sesungguhnya dialami ketika kehadiran Tuhan dirasakan oleh setiap anggota keluarga. Seperti yang diungkapkan dalam Mazmur 127:1a, “Jikalau bukan TUHAN yang membangun rumah, sia-sialah usaha orang yang membangunnya.” Perlu diakui bahwa semakin hari, tantangan yang dihadapi oleh keluarga-keluarga bukan semakin sedikit, melainkan semakin banyak, dan sebagai keluarga kehidupan kita tidak selamanya mulus. Meningkatnya angka perceraian, KDRT, bahkan perselisihan antar-anggota keluarga yang berujung pada tindak pidana, semuanya itu menunjukkan bahwa membangun kehidupan keluarga saat ini tidaklah mudah. Karena itu, jika kita membangun keluarga hanya dengan kekuatan dan pengertian kita sendiri, semua itu akan sia-sia. Kita harus membangunnya di atas cinta Tuhan dan terus merawatnya dengan kesadaran bahwa Tuhan sendiri hadir di tengah-tengah keluarga kita. Dengan demikian, seberat apapun tantangan yang dihadapi oleh keluarga kita, kita tetap akan menjadi keluarga yang menerima berkat Tuhan.
Bagaimana cara agar keluarga kita menjadi keluarga yang diberkati? Berkat dan kehadiran Tuhan di tengah keluarga dapat dirasakan ketika setiap anggota keluarga menaruh pikiran dan perasaan yang sama dengan Kristus, yakni yang rela merendahkan diri untuk memperhatikan kepentingan anggota-anggota yang lain (Fil. 2:3-7). Dengan demikian, setiap orang dalam keluarga menjadi “Kristus-Kristus kecil” yang mengasihi anggota keluarga yang lain dan melayaninya dengan tulus hati. Terlebih ketika keluarga sedang diterpa pergumulan, kehadiran Kristus di tengah keluarga harus semakin dinyatakan lewat kesediaan untuk saling mendukung, menopang dan mendoakan. Sebuah keluarga menjadi keluarga yang diberkati bukan karena tidak pernah menghadapi masalah atau pergumulan, melainkan karena setiap anggota keluarga bersedia mengasihi dan melayani anggota lain seperti yang diteladankan Kristus, sehingga kehadiran dan damai sejahtera Allah dirasakan di tengah-tengah keluarga.
Pdt. Agetta Putri Awijaya