Pada tanggal 1 – 3 Desember 2015, BPMS GKI bersama BPMSW GKI SW Jawa Timur, BPMSW GKI SW Jawa Tengah, dan BPMSW GKI SW Jawa Barat berkumpul di Wisma Sejahtera, Magelang, dalam rangka Rapat Kerja BPMS GKI. Rapat Kerja ini menggumuli hal-hal yang berkaitan dengan Calon-calon Pendeta GKI, persoalan-persoalan yang muncul sekitar persinggungan hukum gereja dan hukum Negara, serta keterlibatan pendeta GKI dalam partai politik. Pesan dari hasil Rapat Kerja BPMS dan BPMSW-BP yaitu :
1. Persidangan Gerejawi
Setiap persidangan gerejawi kita hendaknya dilakukan dalam rangka mencari kehendak Tuhan bagi kehidupan gereja-Nya dan dalam menyikapi aneka persoalan yang muncul dalam kehidupan bergereja.
2. Kader Pendeta GKI Angkatan V
Dalam rangka memenuhi kebutuhan Pendeta yang berkualitas, BPMS dan BPMSW-BPMSW menyadari bahwa proses kependetaan di GKI memerlukan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit. Waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit untuk memperlengkapi kader-kader Pendeta GKI sebanding dengan kualitas Pendeta yang kita harapkan dari seorang Pendeta GKI. Patut disyukuri bahwa di akhir tahun 2015 ini, ada 15 orang kader Pendeta GKI angkatan V, yang dalam Rapat Kerja ini sudah diterapkan untuk menjalani tahap perkenalan di jemaat-jemaat. Seluruh kader Pendeta yang ada berhasil menyelesaikan Pendidikan Persiapan Kependetaan dengan baik. Seluruh proses Pendidikan Persiapan Kependetaan dan Penetapan Penempatan Kader Pendeta GKI dilakukan dalam kesadaran GKI yang satu. Dengan demikian, kedepan diharapkan GKI memiliki Pendeta-pendeta yang semakin berkualitas dalam menggembalakan Jemaat Tuhan.
3. Hubungan Hukum Gereja dan Hukum Negara
Tidak dapat dipungkiri bahwa GKI ada di tengah situasi dunia yang terus-menerus berubah. Terhadap realitas ini GKI tetap bersikap terbuka terhadap perubahan zaman tanpa harus kehilangan identitas diri sebagai gereja. Dengan keterbukaan tersebut, seluruh anggota jemaat GKI perlu membekali diri dengan prinsip-prinsip bergereja yang hidup di GKI.
Dengan mempertimbangkan :
1. Hukum gereja (dalam hal ini Tata Gereja dan Tata Laksana GKI) diakui oleh negara sebagai perangkat hukum yang mengatur dan yang mengikat seluruh kehidupan bergereja dan orang-orang yang terhisap sebagai anggota gereja.
2. Dalam perspektif hukum, upaya mengambil langkah pidana dalam sebuah perkara adalah upaya terakhir dalam menyelesaikan suatu masalah atau perkara (ultimum remidium).
3. Dalam perspektif Tata Gereja dan Tata Laksana GKI, setiap dan semua anggota GKI mengikatkan dirinya menerima dan menaati Tata Gereja dan Tata Laksana GKI. Maka seluruh upaya hukum harus mengutamakan pemulihan harkat dan martabat semua pihak (restorative justice).
Maka BPMS dan BPMSW-BPMSW menegaskan bahwa seluruh persoalan yang terjadi di dalam dan/atau mengenai dan/atau berkaitan dengan gereja harus diselesaikan sesuai cara-cara gerejawi yang sudah diatur dalam Tata Gereja dan Tata Laksana GKI dan/atau yang sudah diputuskan oleh persidangan gerejawi yang berwenang.
4. Keterlibatan Pendeta dalam Partai Politik
BPMS dan BPMSW-BPMSW menyadari bahwa GKI harus terlibat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk dalam dunia politik. Hal ini sudah ditegaskan dalam mukadimah Tata Gereja dan sudah digumuli lebih lanjut dalam Rapat Kerja BPMS bersama BPMSW-BPMSW pada tahun 2004. Untuk itu, BPMS dan BPMSW-BPMSW menegaskan kembali bahwa :
4.1 GKI perlu mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk mempersiapkan anggota jemaat yang hendak berkiprah dalam politik praktis.
4.2 Pendeta GKI, baik yang sedang dalam struktur kepemimpinan maupun yang berstatus emeritus, yang terlibat dalam Partai Politik, harus melepaskan jabatan gerejawinya, sehingga ia lebih leluasa berkiprah dalam dunia politik praktis seperti anggota jemaat lainnya.
Kiranya kita bersama-sama dapat terus berderap satu menyikapi setiap pergumulan yang menghadang sebagai tantangan dan kesempatan bagi GKI untuk semakin memuliakan Tuhan, Sang Kepala Gereja.