Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 8 September 2024
Bacaan Alkitab: Markus 8:27-38
Seorang murid adalah pembelajar yang mengikuti ajaran sang guru dan kemudian menyebarkannya. Tetapi menjadi murid Tuhan Yesus lebih dari itu. Ia harus percaya kepada-Nya, mengikuti-Nya, dan melakukan apapun yang diperintahkan, tidak peduli harga dan resiko yang harus ditanggung.
Petrus mau mengikut Yesus, tetapi ia belum siap membayar harga dan menanggung resikonya. Pada saat ia mendengar perkataan Tuhan Yesus, bahwa Dia harus menanggung banyak penderitaan dan ditolak oleh tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat, lalu dibunuh dan bangkit pada hari ketiga, Petrus lalu menarik Tuhan Yesus ke samping dan menegor Dia (Mrk. 8:31-32). Mengapa Petrus menegor Tuhan Yesus ketika Ia mengajarkan tentang penderitaan salib yang harus ditempuh-Nya? Hal ini dilakukannya karena dia belum siap membayar harga. Petrus bukan saja tidak siap memikul salibnya sendiri, tetapi Ia malah menginginkan agar Tuhan Yesus tidak memikul salib-Nya.
Apa yang dipahami dan dilakukan Petrus lazim juga dijumpai pada kebanyakan orang pada masa kini. Sebelum terjadinya krisis moneter di akhir abad kedua puluh, teologi kemakmuran (bahasa Inggris: prosperity theology atau prosperity gospel) sangat laris dan diikuti banyak “orang Kristen”. Pada saat itu banyak orang yang suka pada teologi kemakmuran (teologi sukses), karena teologi kemakmuran itu mengajarkan bahwa kemakmuran dan sukses (kaya, berhasil, dan sehat sempurna) adalah tanda-tanda eksternal dari Allah untuk orang-orang yang dikasihi-Nya. Tetapi setelah terjadinya krisis moneter yang menyebabkan ekonomi berantakan, banyak orang-orang yang terdampak dan menjadi kecewa padanya sehingga teologi kemakmuran menjadi kurang populer lagi. Pada bacaan hari ini, Tuhan Yesus bukan mengajarkan teologi kemakmuran, melainkan teologi salib.
Tuhan Yesus marah kepada Petrus yang mencegah-Nya menapaki jalan salib dan menghardiknya dengan keras, “Enyahlah Iblis, sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia” (Mrk 8:33). Lalu Tuhan Yesus memanggil orang banyak dan murid-murid-Nya serta berkata kepada mereka: “Setiap orang yang mau mengikut Aku, ia harus menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Aku” (Mrk. 8:34). Jadi, untuk menjadi murid sejati dari Tuhan Yesus ada tiga yang harus dilakukan, yaitu: menyangkal dirinya, memikul salibnya dan mengikut Dia.
Orang yang mau menjadi murid sejati Tuhan Yesus harus menyangkal dirinya. Kata “menyangkal” berasal dari kata Yunani “aparneomai” yang artinya secara tuntas memungkiri diri atau dengan semaksimal mungkin memisahkan diri dari seseorang atau sesuatu. Kata “diri” adalah diri sendiri yang alamiah, penuh dosa, pemberontakan, serta manusia lama yang telah cemar oleh hawa nafsu (Efesus 4:22). Menyangkal diri adalah suatu pengakuan bahwa diri sendiri tidak mempunyai apa-apa yang patut dibanggakan di hadapan Tuhan. Menyangkal diri berarti penyerahan diri total kepada Tuhan, dan meletakkan kehendak Tuhan di atas kehendak pribadi. Si Aku turun dari tahkta hati, untuk mempersilahkan Tuhan bersemayam di takhta hatinya. Menyangkal diri berarti tidak memperlakukan diri menjadi yang nomor satu, melainkan memperlakukan diri seolah-olah tidak ada, hanya Tuhan saja. Seperti lirik lagu: ”Hidupku bukannya aku lagi tetapi Yesus yang hidup di dalamku.” Ia selalu siap mengatakan: ”Bukanlah kehendakku, melainkan kehendakMulah yang terjadi.” (bd. Luk. 22:42b)
Sekedar menyangkal diri saja belum cukup, tetapi juga harus memikul salib. Yesus berkata “memikul salib” untuk menantang mereka yang sungguh-sungguh ingin menjadi murid-murid-Nya agar siap berkorban. Bangsa Romawi menggunakan salib untuk menghukum dan mempermalukan pemberontak atau pelaku kejahatan besar. Salib mewakili kematian yang paling menyakitkan dan memalukan, di mana orang tergantung pada paku di kayu salib selama emam sampai tiga puluh jam untuk berdarah sampai mati, dan ditelanjangi di depan umum untuk dilihat semua orang. Kendatipun bagi dunia salib adalah simbol penderitaan dan penghinaan, tetapi bagi Tuhan Yesus salib adalah lambang pengorbanan kasih dan kemuliaan. Melalui pengorbanan-Nya di atas salib orang-orang yang berdosa ditebus dari hukuman dosa, diperdamaikan dengan Allah, dibenarkan karena iman, dan memiliki pengharapan untuk memperoleh hidup yang kekal. Bagi murid-murid Kristus yang sejati, memikul salib berarti mempersembahkan diri untuk hidup, melayani dan bersaksi bagi Tuhan, serta siap untuk menderita dari segala sikap tidak hormat, penolakan, penganiayaan, bahkan kematian yang dilakukan orang lain demi iman akan Tuhan Yesus. Tuhan Yesus berkata: ”Karena siapa yang mau menyelamatkan nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya; tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya karena Aku dan karena Injil, ia akan menyelamatkannya.” (Mrk. 8:35)
Murid sejati bukan hanya harus menyangkal diri dan memikul salib, tetapi juga harus mengikut Tuhan Yesus. Kata “mengikut” (akoloutheo) adalah dalam bentuk present tense, sebuah perintah dalam keharusan masa kini, yang menyerukan agar hal ini menjadi gaya hidup seorang murid. Artinya, mengikut Yesus adalah gaya hidup seorang murid yang dilakukan secara konstan, kontinu, dan konsisten. Mengikut Yesus berarti percaya kepada Tuhan Yesus dan terus-menerus berusaha untuk hidup sama seperti Kristus hidup (1Yoh. 2:6). Hidup sama seperti Dia di dalam pikiran, perkataan dan perbuatan. Mengikut Yesus juga berarti hidup dan berjalan dalam Dia (walk in Him). Dalam Kolose 2:6-7 diajarkan: ”Kamu telah menerima Kristus Yesus, Tuhan kita. Karena itu hendaklah hidupmu tetap di dalam Dia. Hendaklah kamu berakar di dalam Dia dan dibangun di atas Dia, hendaklah kamu bertambah teguh dalam iman yang telah diajarkan kepadamu, dan hendaklah hatimu melimpah dengan syukur.”
Pdt. Andreas Loanka