Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 13 September 2020

Bersaksi dapat kita lakukan dengan bermacam cara, dan salah satu di antaranya adalah dengan menerapkan hukum kasih. Hukum kasih itu bersifat vertikal dan horizontal (Mat. 22:34-40). Secara vertikal, mengasihi Allah dengan segenap hati dan dengan segenap jiwa dan dengan segenap akal budi (Mat. 22:37). Secara horizontal, mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri (Mat. 22:39).

Sebagai orang percaya hendaklah kita mengasihi Allah, sebab Allah telah lebih dahulu mengasihi kita. Kasih Allah terpancar dari terbitnya matahari hingga terbenam. Bahkan di malam yang gelap pun, cahaya kasih Allah tetap memancar untuk memberi pengharapan pada manusia. Kasih Allah yang besar dinyatakan melalui penciptaan, pemeliharaan, dan penebusan-Nya. Ia tidak saja menciptakan dan memelihara umat manusia, tetapi ketika manusia jatuh ke dalam dosa, Ia mau menebus dan menyelamatkannya. Kitab Suci menyatakan: “Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga Ia telah mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya tidak binasa, melainkan beroleh hidup yang kekal.” (Yoh. 3:16).

Ada beberapa alasan mengapa kita harus mengasihi. Pertama, karena kasih itu berasal dari Allah. Orang yang mengasihi, adalah anak Allah dan mengenal Allah (1Yoh. 4:7). Kedua, karena Allah mengasihi kita. Karena Allah sedemikian mengasihi kita, maka kita pun harus saling mengasihi satu sama lain (1Yoh. 4:11). Ketiga, supaya kasih-Nya menjadi sempurna di dalam kita. Jika kita saling mengasihi, Allah tetap di dalam kita dan kasih-Nya menjadi sempurna di dalam kita (1Yoh. 4:12).

Menerima dan mengalami kasih Allah, hendaklah dilanjutkan dengan memiliki kasih dan membagikan kasih kepada sesama. Kasih Allah pada kita mendorong kita untuk mengasihi sesama. Kasih Allah di dalam kita memampukan kita untuk mengasihi orang lain. Kasih Allah melalui kita membuat kita menjadi sarana untuk mengasihi dan menjadi berkat bagi banyak orang.

Mengasihi Allah dapat kita wujudkan dengan mengasihi orang-orang yang membutuhkan melalui tindakan yang konkrit (Mat. 25:33-40). Caranya bisa bersifat karitatif. Misalnya kepada orang yang tidak punya makanan kita beri ikan, sehingga dia tidak lapar lagi. Bisa juga dengan cara reformatif. Misalnya orang itu kita ajar juga cara memancing ikan, sehingga ia sendiri bisa mencari ikan untuk kebutuhan hidupnya. Bisa juga dengan cara transformatif. Misalnya mencari tahu akar masalah dalam diri orang itu dan lingkungannya, lalu mengadakan pembaharuan yang tepat dan berkesinambungan untuk mendatangkan keadilan, kesejahtraan, dan kedamaian.

Marilah kita belajar mengasihi dengan mengalami kasih Allah, memiliki kasih Allah, dan mengaplikasikan kasih Allah. Kita belajar dari Allah yang mengasihi dengan memberikan yang terbaik bagi kita, yaitu mengaruniakan Putra Tunggal-Nya untuk menebus dan menyelamatkan kita. Kiranya kita juga terdorong untuk memberi yang terbaik kepada sesama kita, agar mereka pun dapat mengalami kasih Allah melalui kita, dan dapat menjadi percaya kepada-Nya dan memperoleh anugerah keselamatan di dalam Dia.

AL