Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 7 Maret 2021
Suatu hari, pada saat hari Paskah orang Yahudi sudah dekat, Yesus pergi ke Bait Suci di Yerusalem. Dalam Bait Suci didapati-Nya pedagang-pedagang lembu, kambing domba dan merpati, serta penukar-penukar uang. Ia membuat cambuk dari tali lalu mengusir para pedagang itu dan menyuruh mereka membawa pergi barang dagangan mereka dengan berkata: “Ambil semuanya ini dari sini, jangan kamu membuat rumah Bapa-Ku menjadi tempat berjualan” (Yoh. 2:16).
Melihat tindakan Tuhan Yesus itu, murid-murid-Nya jadi teringat pada ayat dalam Kitab Suci yang mengatakan: “Cinta untuk rumah-Mu menghanguskan Aku” (Yoh. 2:17). Mengapa mereka jadi teringat pada ayat itu? Sebab mereka tahu bahwa Tuhan Yesus melakukan pengusiran itu karena Ia mencinta Allah Bapa dan tidak menginginkan Bait-Nya diselewengkan. Selain itu para murid juga sadar bahwa hal tersebut tentu akan ditentang oleh pedagang-pedagang yang diusir dan pemimpin-pemimpin agama Yahudi yang berkolusi dengan mereka.
“Cinta akan rumah-Mu menghanguskan-Ku.” Kecintaan Tuhan Yesus kepada Bapa-Nya, membuat Tuhan Yesus berani mengambil resiko yang besar untuk mengusir para pedagang dari Bait-Nya yang kudus. Mungkin ada yang bertanya, “Mengapa Tuhan Yesus mengusir para pedagang dan penukar uang dari Bait Suci?".
Alasan pertama, Bait Suci yang seharusnya menjadi rumah doa dan tempat orang beribadah kepada Allah, tetapi pada saat itu sudah berubah fungsi menjadi pasar tempat orang-orang berjualan. Tempat yang dipakai berjualan itu ada pelataran Bait Suci, yang seharusnya menjadi tempat orang mendekatkan diri dan beribadah kepada Allah, baik orang-orang Yahudi awam maupun penganut-penganut agama Yahudi dari bangsa-bangsa lain.
Alasan kedua, penjualan hewan kurban dan penukaran uang di Bait Allah itu bukanlah membantu, melainkan memeras orang-orang yang hendak berkurban dan memberi persembahan. Harga hewan kurban di Bait Allah jauh lebih mahal dari harga di pasar. Bahkan ada persekongkolan dengan petugas Bait Allah untuk menyuruh orang-orang yang sudah membawa hewan kurban dari rumah untuk menukarkannya dengan penjual di Bait Allah dengan alasan memiliki kecacatan sehingga tidak layak dijadikan kurban. Penukaran uang untuk persembahan juga menjadi alat pemerasan. Dalam hidup sehari-hari rakyat menggunakan uang Romawi yang bergambar dewa-dewi atau kaisar, sehingga dianggap tidak dapat dijadikan uang persembahan ataupun untuk membayar bea Bait Allah. Mereka harus menukarkannya dengan uang khusus di halaman Bait Allah dengan kurs yang sangat tinggi. Itu sebabnya Tuhan Yesus mengatakan: “Bukankah ada tertulis: Rumah-Ku akan disebut rumah doa bagi segala bangsa? Tetapi kamu ini telah menjadikannya sarang penyamun!” (Mrk. 11:17).
Umat Allah pada masa kini juga diingatkan untuk memelihara kekudusan Bait Allah, bukan hanya dalam pengertian Gereja, tetapi tubuhnya sendiri (1Kor. 6:19). Selain itu, belajar dari Tuhan Yesus, orang-orang percaya harus berani menyuarakan kebenaran serta melawan pemerasan dan ketidakadilan, meskipun harus menanggung konsekwensi tidak disukai atau bahkan ditentang. Ingatlah firman Tuhan: “Cinta akan rumah-Mu menghanguskan-Ku.”
AL