Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 01 November 2015

Ada beberapa orang pekerja yang ditugaskan untuk membersihkan pekarangan rumah di dekat perkebunan tua. Di tempat itu ada sebuah kolam air yang sudah mati. Kolam itu sudah dipenuhi tanah dan semak belukar. Pada saat membersihkan kolam itu, mereka menemukan ada pipa air di sana. Mereka pun menelusuri pipa air itu hingga ke atas bukit. Rupanya di atas bukit itu ada satu sumber air yang mengalirkan air jernih dengan limpahnya.

Setelah mengadakan pemeriksaan, mereka menemukan penyebabnya. Penyebabnya adalah pipa air itu telah tersumbat oleh karat, tanah dan berbagai kotoran. Air tidak dapat mengalir ke kolam sebab hubungan kolam dengan sumber air telah terputus karena saluran airnya rusak.

Mereka kemudian membersihkan pipa itu dan memperbaiki saluran air yang rusak. Hal itu membuat air dapat mengalir ke kolam lagi. Kolam itu menjadi hidup dan dapat dimanfaatkan kembali.

Kehidupan manusia dapat diibaratkan seperti kolam air itu. Dosa-dosa dan pelanggaran-pelanggarannya telah membuat hubungannya dengan Sumber Air Hidup terputus, sehingga ia mati secara rohani (Ef. 2:1) dan hidupnya kering dan rusak. Putusnya hubungan dengan Allah mengakibatkan relasinya dengan diri sendiri, keluarga, sesama, serta lingkungannya menjadi rusak dan penuh dengan masalah.

Kristus telah melakukan karya pemulihan bagi manusia berdosa. Ia datang ke dunia untuk menyelesaikan masalah dosa manusia dan memulihkan hubungannya dengan Allah. Karya pemulihan Kristus digenapkan melalui kematian dan kebangkitan-Nya. Karya Kristus di atas kayu salib telah menebus manusia dari dosa, menguduskan dan membenarkannya, serta mendamaikannya dengan Allah. Karya Kristus melayakkan orang-orang percaya untuk menghampiri Allah dan beribadah kepada-Nya.

Kita sudah diselamatkan dan dikuduskan oleh Tuhan Yesus, sehingga kita dilayakkan untuk beribadah kepada Allah yang hidup. Masalahnya, bagaimana kita beribadah kepada Allah yang hidup?

Untuk menjawab pertanyaan itu, setidaknya ada tiga cara yang diajarkan Alkitab yang harus kita perhatikan. Pertama, mempersembahkan tubuh kita sebagai persembahan yang hidup, yang kudus dan yang berkenan kepada Allah: Itu adalah ibadah kita yang sejati (Rm. 12:1). Mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang hidup (bukan yang mati), membuat kita dapat dipakai oleh Allah untuk melayani-Nya dan menjadi saluran berkat-Nya bagi sesama. Untuk itu kita juga harus mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang kudus, yaitu senantiasa menjaga kekudusan hidup, bukan hanya di gereja tetapi juga di rumah, tempat kerja, di luar kota, atau di mana saja. Selain itu, kita pun harus mempersembahkan tubuh sebagai persembahan yang berkenan kepada Allah, yaitu dalam setiap pikiran, perkataan dan perbuatan kita, yang diutamakan adalah memperkenankan hati-Nya.

Kedua, semakin giat dalam kebaktian dan tidak melalaikan pertemuan-pertemuan ibadah. Alkitab mengatakan: “Janganlah kita menjauhkan diri dari pertemuan-pertemuan ibadah kita, seperti yang dibiasakan oleh beberapa orang, tetapi marilah kita saling menasihati, dan semakin giat melakukannya menjelang hari Tuhan yang mendekat” (Ibr. 10:25). Jadi, janganlah kita melalaikan waktu kebaktian, tetapi ajaklah seluruh anggota keluargamu untuk bersama-sama beribadah kepada Allah. Kita ikut kebaktian untuk menyembah dan memuliakan Allah, dan melalui ibadah tersebut kita diberkati untuk menjalani kehidupan sehari-hari sebagai saksi Kristus.

Ketiga, mengasihi sesama dan menolong orang yang mengalami kesusahan. Alkitab mengatakan: “Ibadah yang murni dan yang tak bercacat di hadapan Allah ialah mengunjungi yatim piatu dan janda-janda dalam kesusahan mereka, dan menjaga supaya dirinya sendiri tidak dicemarkan oleh dunia” (Yak. 1:27). Ibadah kepada Allah juga harus diwujudkan dalam tindakan nyata kepada orang-orang lain, khususnya mereka yang kesusahan. Pada masa itu anak-anak yatim piatu dan janda-janda adalah kelompok orang paling membutuhkan uluran tangan. Ingatlah bahwa Tuhan Yesus suatu waktu mengidentifikasikan diri dengan orang-orang yang susah dan membutuhkan, yaitu orang-orang yang lapar, haus, asing, tidak punya pakaian, sakit, dan terpenjara. Ia berkata: “Sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku” (Mat. 25:40).

Kita sudah disucikan oleh karya Kristus dan dilayakkan untuk beribadah kepada Allah yang hidup. Ibadah kepada Allah itu ternyata berdampak pada relasi kita dengan diri, keluarga, sesama, dan lingkungan kita. Ya, kehidupan kita sebagai orang berdosa yang telah dipulihkan Kristus dapat diumpamakan seperti sebuah kolam yang sebelumnya sudah mati dan kotor, tetapi sekarang telah dibersihkan dan dialiri air dari Sumber Air Hidup yang jernih. Kolam itu menjadi hidup dan sehat. Ikan-ikan bisa berenang bahagia di dalamnya, pemandangannya menjadi indah, dan orang-orang bersukacita berada di sekitarnya serta dapat menikmati kebaikannya.

AL