Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 5 Oktober 2025
Bacaan Alkitab: Efesus 2:1-10
Saudara-saudara yang dikasihi Tuhan, dalam sebuah survei sederhana tentang fenomena keluarga di masa kini, para responden ditanya: “Apa yang paling melelahkan dalam kehidupan keluarga?” Jawabannya bervariasi—ada yang mengatakan kesibukan pekerjaan yang menyita waktu, ada yang mengeluhkan anak-anak yang terlalu sibuk dengan gawai hingga kehilangan percakapan, ada pula yang merasa rumah hanyalah tempat singgah tanpa kehangatan. Tetapi di sisi lain, ketika ditanya, “Apa yang paling menolong Anda bertahan dalam tekanan hidup?” hampir semua menjawab: “keluarga.” Ada paradoks yang nyata di sana. Keluarga bisa menjadi sumber keletihan, tetapi sekaligus sumber kekuatan. Di titik inilah kita dapat memahami betapa keluarga memiliki peranan penting, bukan sekadar tempat tinggal bersama, tetapi wadah di mana kasih Tuhan bisa dialami dan dinyatakan. Rasul Paulus dalam Efesus 2:1–10 menyingkapkan bahwa pada dasarnya manusia berada dalam keadaan mati karena pelanggaran dan dosa. Mati di sini bukan soal tubuh yang tak bernyawa, melainkan keadaan hidup yang kehilangan arah, tak mampu menikmati relasi dengan Allah, dan terjerat dalam arus dunia yang menjauhkan dari-Nya. Tetapi kasih karunia Allah tidak membiarkan kita berhenti di situ. Paulus memakai tiga kata kerja yang indah: Allah menghidupkan kita bersama Kristus, membangkitkan kita bersama Kristus, dan mendudukkan kita bersama Kristus di sorga. Ketika Paulus berkata bahwa Allah “menghidupkan” kita, ia ingin menegaskan bahwa hidup yang kita jalani bukan sekadar rutinitas biologis. Sama seperti sebuah televisi yang ada di ruang keluarga: ia bisa menyala, menampilkan gambar, dan membawa orang menikmati kebersamaan. Namun, ketika rusak, televisi itu tetap ada tetapi tidak berfungsi. Demikian pula hidup manusia tanpa Kristus: ada, tetapi tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Allah melalui Kristus datang untuk menghidupkan kembali, menyalakan tujuan, dan membuat kita menjalani hidup yang berarti. Lebih dari itu, Paulus berkata Allah “membangkitkan” kita. Gambaran ini erat dengan kebangkitan Kristus sendiri. Hidup yang dihidupkan tidak berhenti di titik bernapas kembali, tetapi juga diangkat dari kejatuhan. Seperti seorang anak yang jatuh dari sepedanya dan tidak mampu berdiri, lalu sang ayah mengulurkan tangan dan mengangkatnya kembali. Begitulah kasih Allah yang membangkitkan. Dalam kehidupan keluarga, kita pun dipanggil meneladani Allah ini: bukan hanya menyalahkan anggota keluarga yang jatuh, melainkan mengulurkan tangan, menolongnya bangkit, dan meneguhkan kembali langkahnya. Dan akhirnya, Paulus menegaskan bahwa Allah juga “mendudukkan kita bersama Kristus di sorga.” Kata ini menyiratkan bahwa kita tidak hanya dihidupkan dan dibangkitkan, tetapi juga diberi kedudukan mulia. Bayangkan seorang ayah yang membawa anaknya ke kantor. Anak itu mungkin merasa tidak berarti, hanya berdiri di pojok ruangan. Tetapi sang ayah menarik kursi di sebelahnya dan berkata, “Duduklah di sini, dekat dengan Bapak.” Itulah yang Allah lakukan kepada kita—memberi tempat, mengangkat martabat, dan menjadikan kita berharga. Dalam keluarga, panggilan ini berarti memberi ruang kepada setiap anggota: tidak ada yang diremehkan, tidak ada yang dipinggirkan, semua mendapat tempat yang layak dalam kasih. Saudara-saudara, ketika keluarga memahami bahwa Allah telah menghidupkan, membangkitkan, dan mendudukkan kita, maka keluarga itu dipanggil untuk menjadi perpanjangan tangan Tuhan. Artinya, keluarga menjadi sarana di mana kehidupan kembali dinyalakan, semangat yang jatuh kembali dibangkitkan, dan setiap anggota diberi tempat yang terhormat. Bayangkan betapa kuatnya kesaksian Injil bila rumah kita bukan hanya tembok dan atap, melainkan ruang di mana kasih Allah sungguh-sungguh dapat dirasakan. Karena itu, mari dalam Bulan Keluarga ini kita memandang kembali keluarga kita. Apakah rumah kita hanya menjadi tempat singgah yang dingin, ataukah telah menjadi perpanjangan tangan Tuhan yang menghidupkan, membangkitkan, dan memuliakan? Kiranya setiap keluarga Kristen dipakai Tuhan untuk menghadirkan kasih karunia-Nya, sehingga dunia pun melihat bahwa kasih Allah nyata, dimulai dari keluarga kita.