Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 26 Juli 2020
Sebagian orang kerap memahami Kerajaan Sorga sebagai suatu realita yang kelak akan dinikmati orang-orang Kristen, yaitu di masa yang akan datang. Pemahaman ini membuat orang-orang Kristen terjebak pada pola hidup yang terpolarisasi ke dalam dua macam esktrem. Pertama, hidup sekarang dengan cara dan standar dunia, sebab Kerajaan Sorga itu baru terjadi nanti dan di sana. Atau kedua, bersikap exklusif dan menutup diri dari pergaulan dunia, dengan maksud agar tidak tercemar, supaya nanti tatkala mereka dibolehkan menikmati Kerajaan Sorga, mereka dapat meneruskan pola hidup mereka sebagai warga Kerajaan Sorga. Kedua sikap ini bukanlah seperti yang Tuhan kehendaki.
Dalam Injil Matius, Kerajaan Sorga sama artinya dengan Kerajaan Allah. Kerajaan Sorga (Kerajaan Allah) dipahami sebagai suasana di mana Allah memerintah sebagai raja sepenuh-penuhnya dalam kehidupan manusia. Kerajaan Allah itu bukan hanya masalah nanti, tetapi sudah terjadi sekarang dan akan digenapi pada saat Tuhan Yesus datang kembali. Jadi sebenarnya Kerajaan Sorga itu bersifat “already and not yet,” sudah datang dan akan datang. Sudah datang pada saat kedatangan Tuhan Yesus yang pertama kali, dan akan digenapi/disempurnakan pada saat kedatangan Tuhan Yesus yang kedua kali.
Hidup sebagai warga Kerajaan Sorga mestinya bertumbuh dan berdampak positip. Perumpamaan tentang biji sesawi dan ragi, mengungkapkan kebenaran ini. Biji sesawi berawal dari hal yang kecil dan sederhana, kemudian bertumbuh menjadi besar. Ia bisa menjadi berkat, di mana burung-burung bersarang di sana. Ragi itu sedikit saja sudah bisa mempengaruhi seluruh adonan roti, sehingga menjadi empuk dan lentur serta siap dijadikan roti yang enak. Kerajaan Allah di bumi di mulai dari kecil dan sederhana, tapi kemudian bertumbuh menjadi berkat bagi banyak orang di seluruh dunia.
Hidup sebagai warga Kerajaan Sorga dipenuhi sukacita untuk dapat melepaskan harta yang dimiliki agar mendapatkan apa yang jauh lebih berharga. Perumpamaan tentang harta yang terpendam dan mutiara yang berharga mengajar kita untuk bersukacita melepaskan harta kita untuk mendapatkan harta yang tiada ternilai harganya. Para pengikut Yesus diundang memiliki dua sikap, yaitu: bersukacita melepaskan apa yang semula dianggapnya berharga untuk mendapatkan harta yang jauh lebih berharga, dan mempunyai daya juang untuk mencari dan mendapatkan apa yang sungguh-sungguh berharga itu. Ingatlah perkataan Tuhan Yesus: “Tetapi carilah dahulu Kerajaan Allah dan kebenarannya, maka semuanya itu akan ditambahkan kepadamu” (Mat. 6:33).
Hidup sebagai warga Kerajaan Sorga adalah berpengharapan pada Tuhan dalam segala keadaan. Perumpamaan tentang pukat yang dilabuhkan untuk mengumpulkan berbagai jenis ikan, mempunyai makna eskatologis, bahwa pada akhir zaman para malaikat akan memisahkan antara “ikan yang baik” (orang benar) dan “ikan yang tidak baik” (orang jahat). Para murid yang mula-mula adalah “penjala ikan,” telah dijadikan “penjala manusia.” Mereka akan mendapat “ikan yang baik” dan “ikan yang tidak baik.” Mereka tidak perlu kecewa dan putus asa, melainkan tetap hidup berpengharapan di dalam Tuhan, sebab Ia yang pada akhirnya akan menghakimi untuk memberi ganjaran, baik upah ataupun hukuman.
Kita sebagai warga Negara Indonesia, tetapi juga warga Kerajaan Sorga. Hendaklah kita menghidupi prinsip Kerajaan Sorga dalam konteks kehidupan kita kini dan di sini, baik di tengah keluarga, gereja,masyarakat, bangsa maupun dunia.
AL