Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 06 Januari 2013

Beberapa waktu yang lalu, tersiar berita tentang seorang tukang becak, mengayuh becaknya dari desa porong Sidoarjo menuju ke Jakarta, demi menyampaikan aspirasinya yang menuntut agar orang-orang di pemerintahan pusat mempedulikan nasib mereka yang menjadi korban lumpur Lapindo. Mengayuh becak dari Jawa Timur ke Jakarta tentu bukan perkara mudah, banyak sekali tantangan dan kesulitan yang menghambat di perjalanan. Termasuk cibiran orang-orang yang menganggap perjalanan itu hanyalah upaya mencari sensasi dan popularitas. Namun demi memperjuangkan kebenaran sang pengayuh becak akhirnya sampai juga di Jakarta dan dapat menyampaikan aspirasinya kepada orang-orang pusat.

Perayaan Natal juga selalu menampilkan kisah perjalanan para Majus yang datang ke Bethlehem dari negeri yang jauh di Timur. Menurut beberapa sumber, itu adalah wilayah Babel (Irak). Boleh dikatakan perjalanan mereka adalah perjalanan yang penuh bahaya.

Mengingat sistem transportasi yang masih bersifat tradisional tanpa infrastruktur apapun. Belum lagi masalah keamanan berupa ancaman dari para perampok yang tidak mengenal belas kasihan. Suku-suku yang menguasai wilayah tertentu yang harus mereka lalui.

Demikian pula halnya dengan tantangan alam, dimana badai gurun sewaktu-waktu menghadang perjalanan mereka. Itu sebabnya walaupun seringkali yang ditampilkan dalam drama Natal hanya ada tiga orang Majus, namun sebenarnya mereka berjalan dalam jumlah rombongan yang besar. Pertanyaannya sekarang, apakah motivasi dan kepentingan orang-orang Majus itu, sehingga mereka rela menempuh perjalanan jauh yang penuh resiko dan tentu saja ongkos yang sangat mahal itu? Ternyata Alkitab menjelaskan bahwa kedatangan mereka semata-mata hanya untuk mencari dan menyembah Sang Raja yang baru lahir (ay 2). Berbekal dari ilmu astronomi yang mereka miliki ditambah konsep ke-Mesias-an yang kemungkinan mereka miliki, karena pengaruh kepercayaan orang-orang Yahudi yang pernah menjalani pembuangan di negeri Babel dalam waktu yang cukup lama. Selain itu, mereka juga dituntun oleh bintangNya (ay 9).

Hal ini menunjukkan adanya campur tangan Allah yang berkarya di balik kisah perjalanan para Majus, sehingga FirmanNya digenapi. Semestinya perjalanan para Majus “mencari Tuhan” menjadi model perjalanan hidup kita dalam dunia ini. Sebab itu, apakah yang dapat kita pelajari dari napak tilas perjalanan orang Majus ini?
-    Mencari Tuhan harus menjadi tujuan utama dalam hidup kita di dunia ini
Ada kata-kata bijak yang mengandung kebenaran, bahwa: “Dunia adalah bagaikan jembatan dan orang yang bijak tentu saja tidak membangun rumahnya di atas jembatan.” Namun kenyataannya justru banyak orang yang membangun rumahnya di atas jembatan. Mereka lupa dunia ini hanyalah tempat penyeberangan sementara. Tujuan utama hidup di dunia ini adalah untuk mencari Tuhan. Dunia ini adalah tempat perziarahan kita menuju rumah Tuhan.

-    Mencari Tuhan harus dilakukan dengan tekun
Perjalanan mencari Tuhan, tidak selalu berjalan dengan mulus. Banyak sekali tantangan yang akan dihadapi. Sebab itu diperlukan ketekunan, kesabaran dan semangat pantang menyerah. Dalam perjalanan mengikut Tuhan bukankah banyak orang yang mundur di tengah jalan, hanya karena persoalan yang sepele? Masalah ketersinggungan,  merasa tak dipedulikan, merasa kurang puas dilayani, disambut, dll.

-    Mencari Tuhan dengan hati yang rela berkorban
Tidak diragukan lagi bahwa perjalanan orang Majus mencari Tuhan adalah perjalanan yang penuh dengan pengorbanan. Namun mereka siap bayar harga demi untuk berjumpa dengan Raja di atas segala raja. Mereka rela menempuh perjalanan jauh yang melelahkan dan penuh bahaya itu, asalkan dapat menemukan Raja yang baru lahir itu. Siapkah kita berkorban tanpa pamrih untuk mencari dan mengikut Tuhan?
-    Mencari Tuhan dengan hati yang tulus.
-    
Orang Majus mencari Tuhan semata-mata hanya untuk menyembah Sang Raja (ay 2).  Di mana mereka memberi persembahan yang terbaik, emas kemenyan dan mur.  Selain itu mereka mempersembahkan hati mereka,  juga lutut mereka untuk tunduk dan bersujud (ay 11).  Bahkan mereka taat kepada perintah Tuhan untuk tidak kembali kepada Herodes (ay 12).

-    Mencari Tuhan dengan hati yang beriman terhadap kebenaran
Akhirnya perjalanan dan pencarian yang melelahkan  itu  terbayar lunas ketika mereka berhasil menemukan Sang Raja yang baru lahir. Ternyata bukan di istana melainkan  di kandang yang kotor dan hina. Tetapi hal itu tidak menyurutkan semangat mereka, sehingga hati mereka yang penuh sukacita (ay 10). Semua itu terjadi karena hati yang percaya dan terbuka terhadap kebenaran, sehingga kandang hina bukan masalah untuk tetap bersukacita dan memuliakan Allah.

2013, waktu yang masih panjang untuk kita jalani....  Biarlah waktu yang kita jalani, kita jadikan sebuah perziarahan untuk mencari Tuhan. Sebab sesungguhnya hidup kita adalah  sebuah perjalanan menuju rumah Tuhan yang kekal. Marilah kita jadikan sikap para Majus sebagai model perjalanan dan pencarian kita, sehingga dapat dipastikan kita juga akan menemukan dan berjumpa dengan Sang Juruselamat. “...apabila kamu mencari Aku, kamu akan menemukan Aku; apabila kamu menanyakan Aku dengan segenap hati, Aku akan memberi kamu menemukan Aku, demikianlah Firman Tuhan,...” (Yer 29:13-14). Amin

 

RR