Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 13 Januari 2013

Suatu malam seorang pria yang sedang dalam kesusahan berdoa: “Bapa, Engkau tahu keadaan saya, uang saya sudah menipis, sahabat saya sudah lama meninggalkan saya, tugas-tugas menumpuk. Saya kesepian, gadis yang selama ini saya dekati menolak saya. Bapa, Alkitab mengatakan bahwa Engkau sangat baik, namun saya merasa tidak mengalami hal itu. Jika Engkau baik mengapa Engkau membiarkan saya mengalami semua ini! Sepertinya engkau tidak mengerti perasaan saya! Ya tentu Engkau enak di atas sana, tidak tahu rasanya menderita sebagai manusia seperti saya...”

Mungkin kita juga pernah menderita dan berpikir tentang Allah seperti itu. Bahwa Allah tidak peduli dengan penderitaan manusia. Benarkah begitu? Pembaptisan Yesus oleh Yohanes adalah salah satu peristiwa penting yang mau menunjukkan bagaimana solidaritas Allah terhadap kita manusia yang berdosa. Dimana baptisan Yohanes sebenarnya dikenal dan ditujukan untuk pertobatan. Namun Tuhan Yesus yang tidak berdosa justru menerima baptisan Yohanes. Dengan kata lain Yesus sebenarnya sedang mengindentifikasikan diriNya, menyamakan diri dengan orang berdosa sekali pun Dia tidak berdosa. Bahkan di sepanjang karyaNya Yesus selalu menghadirkan dan menampakkan dengan jelas kasihNya kepada orang-orang yang terpinggirkan. Dia lahir secara sederhana di sebuah kandang hewan. Dia merasa lelah, lapar dan haus. Dia pernah dikhianati, ditinggalkan sendirian di Taman Getsemani, Dia difitnah, Dia pernah diludahi, dicambuk, dan menderita sampai mati di atas kayu salib. Rasanya belum pernah ada manusia yang menderita sampai mati seperti Tuhan Yesus.  Dan yang mengherankan kita,  semua beban itu dipikulnya bukan karena kesalahanNya. Tapi karena dosa seluruh dunia yang ditimpakan kepadaNya! Filipi 2:6-8 mengatakan: “... yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraanNya dengan Allah sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diriNya sendiri, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diriNya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.”  

Lahir di kandang yang hina pada saat Natal. Menyamakan diri (pengindentifikasian) dengan pendosa pada saat menerima baptisan Yohanes. Dan puncaknya adalah pengosongan diri (kenosis) pada saat menjadi manusia dan hamba yang menderita sampai mati di atas kayu salib. Semuanya adalah bukti bagaimana solidaritas dari Kristus yang maha mulia untuk kita yang berdosa..... masihkah kita meragukan kasih dan kepedulianNya? Semestinya kita heran mengapa Allah mau memberi anugerahNya bagi kita? Dan bertanya: Mengapa Dia mau dan rela melakukan semuanya bagi kita yang berdosa....? Jika kita dapat memahami pertanyaan ini, pasti yang ada hanyalah rasa syukur yang dalam! Dan menyerahkan diri untuk melayaniNya   Amin.       

RR