Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 11 September 2011
Pengorbanan itu indah! Pernyataan itu bukan suatu kata-kata klise semata, tetapi suatu realita yang dapat dialami orang-orang percaya.
Keindahan suatu pengorbanan tampak dalam diri Tuhan Yesus. Karena kasih Ia rela meninggalkan takhta surga untuk datang melayani di dunia fana. Ia rela mati di atas kayu salib untuk menebus manusia berdosa yang hina. Pengorbanan-Nya itu indah karena mendatangkan keselamatan bagi dunia dan kemuliaan bagi Allah.
Yesus Kristus tidak pernah melakukan kesalahan apapun baik di hadapan Allah maupun manusia (II Kor 5:21; I Pet 2:22). Dalam kehidupan-Nya di dunia Ia tidak pernah membawa kerugian bagi umat manusia, melainkan Ia selalu membagi kasih dan damai sejahtera. Melalui pelayanan cinta-Nya orang buta dapat melihat, orang lumpuh dapat berjalan, orang kusta ditahirkan, orang sakit disembuhkan, dan orang mati dibangkitkan. Ia mengajar dengan penuh kuasa dan memberitakan Injil damai sejahtra.
Ia tidak pernah berbuat salah, tetapi Ia rela menerima hukuman salib dengan lapang dada. Yesus Kristus menghadapi ketidakadilan dan angkara murka dari kaum alim-ulama Yahudi yang munafik maupun pemerintah Roma yang represif dengan lapang dada. Tuhan Yesus disesah dan disiksa. Ia dipaksa memikul salib menuju bukit Golgota. Dengan mengenakan mahkota duri di kepala-Nya, Tuhan Yesus dipaku di atas kayu salib yang nista. Kendatipun demikian, tidak ada kata sungut ataupun kutuk yang keluar dari mulut-Nya. Sebaliknya, segala kejahatan itu dibalasNya dengan pengampunan dan cinta. “Ya Bapa, ampunilah mereka, sebab mereka tidak tahu apa yang mereka perbuat,” itulah seru doa-Nya (Lukas 23:34). Yesus rela untuk mati di atas salib, karena Ia tahu bahwa itulah jalan untuk menyelamatkan umat manusia. Ia rela berkorban karena kasih-Nya pada orang-orang yang berdosa.
Jalan salib memerlukan korban. Tuhan Yesus telah melaluinya. Ia juga menghendaki agar kita berjalan di jalan salib bersama dengan-Nya. Menapaki jalan salib memang perlu pengorbanan, tetapi pengorbanan itu indah jika dilakukan di dalam kasih Tuhan. Pengorbanan itu indah karena memuliakan Allah di surga dan menjadi berkat bagi sesama di dunia.
Policarpus dari Smyrna (69-155 AD) adalah salah satu contoh dari pengorbanan yang indah. Murid rasul Yohanes ini adalah satu dari tiga pemimpin utama gereja pada abad kedua. Dua lainnya adalah Clement dari Roma dan Ignatius dari Antiokhia. Pada masa penganiayaan terhadap orang Kristen tengah merebak, pemimpin gereja adalah sasaran utamanya. Orang Kristen dituduh sebagai penganut atheisme yang menolak menyembah kaisar dan dewa-dewi Romawi. Polykarpus yang telah cukup lama dicari dan dikejar-kejar oleh tentara Romawi, akhirnya tertangkap ketika sedang berdoa di sebuah tingkap rumah salah seorang jemaat.
Polykarpus kemudian diminta dalam sebuah arena untuk menyangkal atheisme dan Yesus secara publik. Dengan senang hati ia menyangkal atheisme, namun dengan tegas menolak menyangkal Yesus. Tentu tujuan Roma adalah melemahkan hati orang-orang Kristen dengan penyangkalan Polykarpus. Dalam ancaman kematian, polykarpus mengucapkan kalimat yang kemudian sangat terkenal, “86 tahun aku telah menjadi hamba-Nya, dan tidak pernah Ia mengecewakan aku, bagaimana mungkin aku menghujat Raja Juru-selamatku?” (The Martyrom of Polycarp 9:12-13).
Polykarpus kemudian dibakar dengan api dan ditusuk dengan pedang. Namun kesetiaan Polykarpus menjadi inspirasi dan teladan bagi umat Kristen pada masa itu. Pengorbanannya membakar semangat dan memberi kekuatan bagi banyak orang Kristen yang sedang berada dalam penganiayaan. Pengorbanannya juga menjadi kesaksian yang indah bagi tentera-tentera Romawi dan orang banyak yang hadir di sana.
Dalam perjalanan mengikut Tuhan, terlebih lagi pada saat terjun ke ladang pelayanan, ada pengorbanan yang harus dipersembahkan. Korban waktu, uang, tenaga, pikiran, perasaan, dan bahkan nyawa. Namun semua pengorbanan itu tidaklah sia-sia. Di dalam kasih Tuhan, pengorbanan itu indah. -AL-