Tidak semua orang merasa dirinya benar-benar dipanggil oleh Tuhan. Banyak dari kita mungkin merasa terlalu biasa, terlalu lemah, terlalu sibuk, terlalu tidak layak. Tapi justru di situlah letak kekuatan panggilan Tuhan. Bahwa Tuhan tidak menunjuk mereka yang sempurna, melainkan mereka yang bersedia.
Dalam Lukas 10, Yesus mengutus tujuh puluh murid-Nya, untuk pergi ke kota-kota yang akan Ia kunjungi. Ia tahu betul bahwa perjalanan mereka tidak akan mudah. Yesus berkata, “Aku mengutus kamu seperti anak domba ke tengah-tengah serigala.” Ini bukan gambaran yang nyaman. Justru ini adalah peringatan bahwa hidup sebagai utusan Tuhan berarti berjalan di jalan yang tidak selalu nyaman.
Namun, yang menguatkan: Tuhan tidak pernah mengutus kita tanpa penyertaan-Nya. Ia tidak membekali para murid dengan senjata, melainkan dengan damai, kehadiran, dan otoritas atas nama-Nya. Tugas mereka bukan menaklukkan, tetapi membawa damai, menyatakan Kerajaan Allah, dan hidup dalam ketulusan yang nyata.
Pemazmur dalam Mazmur 66 mengingatkan kita bahwa Tuhan memang tidak selalu menjauhkan kita dari api dan air, dari tekanan dan ujian hidup. Tapi Ia juga tidak pernah membiarkan kita sendirian di dalamnya. Justru dalam proses itulah, Ia membentuk, memurnikan, dan memperlengkapi kita untuk menghasilkan buah yang kekal.
Hari ini, dan di minggu-minggu ke depan, mari kita jalani kehidupan dengan kesadaran yang baru: bahwa keberadaan kita bukan kebetulan. Di mana pun kita ditempatkan: di rumah, di kantor, di lingkungan sosial, Tuhan sudah lebih dulu menunjuk kita, mengutus kita, dan akan terus memperlengkapi kita.
Kita tidak harus mengerti segala sesuatu untuk bisa taat. Cukup melangkah setahap demi setahap, dan percaya bahwa Tuhan berjalan di depan kita.