Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 12 Januari 2020
Peristiwa pembaptisan Yesus Kristus oleh Yohanes mengajarkan bahwa Ia menekankan pentingnya memiliki hidup yang patut di hadapan Allah. Baptisan Yohanes adalah baptisan sebagai tanda pertobatan (Mat. 3:11). Walaupun Tuhan Yesus tidak berdosa dan tidak memerlukan pertobatan, tetapi Dia justru datang kepada Yohanes untuk memberikan diri-Nya dibaptiskan. Mengapa? Perkataan-Nya kepada Yohanes Pembaptis memberikan jawabannya. Yohanes yang mengetahui siapa Yesus yang sesungguhnya berusaha mencegah Dia untuk dibaptis olehnya dengan berkata, “Akulah yang perlu dibaptis oleh-Mu, dan Engkau yang datang kepadaku?” Tetapi kata Yesus kepadanya, “Biarlah hal itu terjadi, karena demikianlah sepatutnya kita menggenapkan seluruh kehendak Allah” (Mat. 3:14-15).
Yesus Kristus memberikan diri-Nya dibaptis karena Ia mau menjalani hidup yang sepatutnya di hadapan Allah, yaitu menggenapi rencana-Nya untuk menyelamatkan orang-orang berdosa. Dengan memberikan diri-Nya dibaptiskan oleh Yohanes, Ia meneguhkan keberadaan Yohanes sebagai “suara yang berseru-seru di padang gurun” untuk mempersiapkan jalan bagi Sang Mesias, sebagaimana dinubuatkan oleh nabi Yesaya (Yes. 40:3). Dengan membaptiskan-Nya, Yohanes juga mendeklarasikan kepada orang banyak bahwa Yesus adalah orang yang sebelumnya telah ia beritakan sebagai “Anak domba Allah, yang menghapus dosa dunia” dan “yang akan membaptis dengan Roh Kudus dan api” (Mat. 3:11; Yoh. 1:29-33). Selain itu, baptisan Yesus menunjukkan identifikasi-Nya dengan orang-orang berdosa, sehingga Ia dapat menyelamatkan mereka melalui pengorbanan-Nya: “Dia yang tidak mengenal dosa telah dibuat-Nya menjadi dosa karena kita, supaya dalam Dia kita dibenarkan oleh Allah” (2Kor. 5:21).
Hidup yang patut di hadapan Allah adalah suatu keniscayaan bagi orang-orang beriman. Tuhan Yesus telah mengajarkan dan memberikan teladan akan hal ini. Orang-orang percaya sudah seharusnya hidup berkenan kepada Allah dan melakukan apa yang sepatutnya di hadapan-Nya.
AL