Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 26 Februari 2012
Mazmur 25, digolongkan sebagai Mazmur Kepercayaan yang berisi tentang doa penyerahan diri dari seorang yang sadar akan dosanya, dan memohon pembebasan dari Tuhan terhadap kesesakan, akibat dari ancaman-ancaman lahiriah yang dialaminya. Menurut Marie Claire Barth, yang menarik di sini adalah, ketika pemazmur mengungkapkan imannya yang mencakup tiga aspek (ayat 1-3): Pertama, ia mengangkat jiwanya kepada Tuhan untuk berdoa. Artinya ia mengarahkan seluruh perhatiannya hanya kepada Tuhan. Kedua, ia menyerahkan diri sepenuhnya kepada Tuhan dengan keyakinan bahwa ia tidak mungkin dipermalukan oleh musuhnya, sebab Tuhanlah yang menjadi Pembelanya. Dan yang ketiga, ia menanti-nantikan Tuhan sedemikian rupa, dengan pengharapan janji Tuhan pasti digenapi. Kata “menantikan” terdapat 3 kali dalam perikop ini (ay 3, 5, 21).
Patut diperhatikan bahwa dalam penulisan Ibrani, jika terdapat kata yang diulangi, berarti hal itu merupakan suatu hal yang sangat penting. Kata “menantikan” dalam bahasa Ibrani “qawah” yang berarti, “mengharapkan sesuatu yang pasti datang.” Seperti penjaga malam yang menantikan pagi yang pasti datang. Atau petani yang menantikan tuaian yang pasti akan tiba dari tanaman yang dipeliharanya. Kepastian akan pertolongan Tuhan bukan bersumber dari usaha pihak manusia yang berhasil “membujuk” Tuhan. Tetapi datang dari kebaikan Allah sendiri. Yaitu rahmat Allah, artinya sama dengan rahim, cinta kasih seorang ibu terhadap anaknya. Dan kasih setia Tuhan berdasarkan perjanjianNya sejak berabad-abad (ay 5-6). Dengan demikian di dalam kelemahan dan kesesakkannya, pemazmur tetap merasa optimis akan kepedulian Tuhan, sebab ia percaya kepada Allah yang setia kepada janjiNya. Itu sebabnya dalam perspektif pemazmur yang juga seharusnya menjadi dasar iman orang percaya, bahwa: “Segala jalan TUHAN adalah kasih setia dan kebenaran bagi orang yang berpegang pada perjanjianNya dan peringatan-peringatanNya. (ay 10).
Sebab itu, marilah kita belajar dari iman dan pengharapan pemazmur yang tetap kuat dan teguh di tengah kerapuhan karena kelemahannya dan beban pergumulan yang berat. Ia memandang kepada Tuhan yang setia kepada perjanjianNya. Kebenaran Firman Tuhan memberi fakta sejarah kepada kita, bahwa sejak kejatuhan Adam dan Hawa di dalam dosa Allah telah berinisiatif untuk menyelamatkan manusia dari kebinasaan. Sebab itu Allah menjanjikan Seorang Juruselamat (Kej 3:15; Wah 12:17). Kemudian Allah mengadakan perjanjianNya dengan Nuh setelah peristiwa air bah (Kej 9:1-17). Selain itu Allah juga melanjutkan perjanjianNya yang kekal kepada Abraham (Kej 15), dengan Musa, dengan Daud (2 Sam 7: 16). Perjanjian Allah itu digenapi di dalam diri Tuhan Yesus Kristus (Mat.1:21-23). Di mana, Dia rela meninggalkan takhtaNya di sorga datang ke dalam dunia yang penuh dosa. Ia menyamakan diriNya dengan orang berdosa melalui baptisanNya (Mark 1:9). Bahkan Ia telah mengosongkan diriNya menjadi hamba (Flp 2:7). Ia yang tidak berdosa, turut merasakan semua kelemahan, pencobaan, penderitaan manusia, sampai akhirnya mati di atas kayu salib untuk menebus dosa manusia supaya oleh anugerahNya kita dapat berkenan kepada Allah dan diluputkan dari murka Allah (Rom 5:8-10; 1 Pet 3:18). Kebangkitan dan kemenangan Kristus inilah yang diberitakan atau diproklamirkan (kerysso = proclaim) bahkan sampai di dunia orang mati, yaitu orang-orang yang pernah menolak janji dan kebaikan Allah supaya segala kuasa, kekuatan, hujatan dan ketidakpercayaan dibungkam oleh dahsyatnya kuasa kemenangan Kristus. Akhirnya apa pun kondisi hidup kita belajarlah memandang kepada Kristus yang telah menggenapkan dalam diri-Nya segala janji Allah di atas kayu salib. Sebab itu Kitab Suci berkata kepada kita: “Barangsiapa yang percaya kepada Dia, tidak akan dipermalukan.” (Roma 10:11). Amin - RR -