Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 29 Juli 2012

Seorang gadis kecil menangis di dekat sebuah gereja yang kecil. Dia baru saja ditolak masuk gereja itu dengan alasan ‘sudah terlalu penuh’. “Aku tidak bisa ikut Sekolah Minggu”, tangisnya kepada bapak pendeta yang saat itu lewat di dekatnya. Melihat penampilannya yang begitu lusuh dan tidak terawat, bapak pendeta mencoba memahami alasannya kenapa anak itu tidak bisa ikut Sekolah Minggu. Bapak pendeta menggandengnya dan membawanya masuk, dan akhirnya menemukan tempat untuknya di satu kelas.

Anak itu begitu tersentuh hingga dia terus memikirkan tentang anak-anak lain yang tidak mempunyai tempat untuk mengenal Yesus. Kira-kira dua tahun kemudian, anak ini ditemukan meninggal dunia di rumah petaknya yang sangat sederhana. Orang tuanya memanggil bapak pendeta yang baik hati, yang sudah menjadi teman bagi anaknya itu, untuk mengatur pelayanan pemakamannya. Saat tubuh gadis kecil yang lemah ini dipindahkan, mereka menemukan sebuah dompet bekas yang sudah usang yang mungkin dipungutnya dari sampah. Di dalam dompet itu ada uang 57 sen dan sebuah catatan kecil dengan tulisan yang berbunyi, “Ini untuk membantu membangun gereja kecil menjadi lebih besar agar makin banyak anak yang bisa pergi Sekolah Minggu”. Selama dua tahun dia mengumpulkan uang itu sebagai persembahan. Bapak pendeta menangis saat membaca tulisan itu dan dia tahu apa yang harus dilakukannya. Dengan membawa tulisan itu ke mimbar, dia menceritakan kasih yang tulus dan kesetiaan yang dimiliki anak kecil itu kepada jemaatnya. Dia kemudian menantang para diakennya untuk segera bekerja dan mengumpulkan uang guna membangun gedung yang lebih besar.

Ternyata kisahnya tidak berakhir di situ. Sebuah surat kabar mempelajari kisah ini dan mempublikasikannya. Kisah ini dibaca oleh donatur yang kemudian menawarkan sebidang tanah bernilai ribuan dolar. Saat gereja menyatakan bahwa mereka tidak mampu membeli tanah itu, sang donatur itu mengatakan: “saya hanya minta dibayar 57 sen!”  Setelah itu, sumbangan pun mengalir dari berbagai pihak.  Anggota gereja memberikan sumbangan yang sangat banyak. Cek berdatangan dari berbagai tempat yang jauh. Dalam lima tahun pemberian si gadis kecil yang hanya 57 sen itu meningkat menjadi $250.000, satu jumlah yang sangat banyak untuk ukuran waktu itu.

Kini, bila saudara berada di kota Philadelphia, lihatlah ke bangunan Gereja Baptist yang mempunyai kapasitas 3.300 tempat duduk dan gedung universitas dimana ratusan mahasiswa dididik di dalamnya. Lihat juga Good Samaritan Hospital dan gedung Sekolah Minggu yang menampung ratusan murid sehingga tak satupun anak yang harus berada di luar karena tidak mendapatkan tempat. Dan di salah satu ruangan di gedung itu anda akan melihat gambar gadis kecil berwajah manis si pemilik uang 57 sen yang telah mengukir sejarah. Di sebelahnya ada gambar si pendeta yang baik hati, pendeta DR. Russel H Conwell, penulis buku “Acres of Diamond.”(http://btalented.wordpress..) Itulah keajaiban memberi, dengan hanya 57 sen, Allah dapat memakainya menjadi berkat yang besar.  Demikan pula halnya dengan kesaksian Firman Tuhan dalam Yohanes 6:1-21, ketika Tuhan Yesus memberi makan 5000 orang. Dimana hanya dengan 5 ketul roti 2 ekor ikan,  berasal dari pemberian seorang anak kecil (ay 9), ternyata dapat dipakai Allah memberi makan lebih dari 5000 orang!     

Kesaksian lain sehubungan dengan pemberian dialami oleh seorang bernama Cami Walker 31 tahun, tepatnya setelah sebulan menikah, Cami Walker didiagnosis menderita penyakit multipel sclerosis penyakit autoimun yang menyebabkan kerusakan saraf tulang belakang. Penyakit itu meruntuhkan semangatnya. Selama dua tahun sesudahnya, ia hidup dalam kepahitan, mengasihani diri, mengisolasi diri, dan kecanduan obat-obatan penghilang nyeri. Setelah bolak-balik masuk rumah sakit gara-gara kambuh dan gagalnya detoks yang dijalaninya, ia menuruti nasihat seseorang, yaitu memberikan pemberian selama 29 hari. Cami Walker membagikan pengalamannya dalam buku “29 Gift” apa yang dialaminya hari-demi-hari selama menjalani pemberian selama 29 hari itu, bagaimana pemberian itu berpengaruh pada pekerjaannya, kehidupan rumah tangganya, terapi pengobatan penyakitnya, serta upayanya untuk lepas dari kecanduan obat. Ia pun mengalami keajaiban dalam memberi.

Stephen Post, Ph. D. dan Jill Neimark dalam bukunya yang berjudul “Why Good Things Happen to Good People”.  Memaparkan keajaiban dan kekuatan memberi.  Berdasarkan pada penelitian ilmiah lebih dari 25 tahun oleh Institute for Research on Unlimited Love (IRUL), buku yang ditulis oleh Stephent Post dan Jill Neimark tersebut mengungkapkan penemuan-penemuan ilmiah terbaru yang menghubungkan tindakan memberi atau tingkah laku murah hati dengan kebahagiaan, kesehatan, dan umur panjang. Dengan kata lain, perbuatan memberi memiliki manfaat baik kepada yang diberi maupun manfaat secara fisik maupun non-fisik bagi sang pemberi.  Itu sebabnya Alkitab mengatakan: “lebih berbahagia memberi dari pada menerima.”

Tindakan memberi itu sebenarnya sederhana. Sebab seorang anak kecil pun  dapat melakukannya.  Tetapi mengapa memberi itu menjadi berat, susah dan rumit bagi kita? Pertama, berkaitan dengan motivasi dalam memberi. Banyak pemberian yang tidak menjadi berkat karena di dalamnya terselip motivasi keliru. Memberi bukan sebagai ungkapan syukur. Tetapi memberi sebagai “pancingan” untuk menerima sesuatu. Kedua, memberi tidak menjadi berkat karena memberi bukan dengan sukacita, tetapi memberi dengan berat hati. Hati kita begitu ‘melekat’ dengan harta yang kita anggap sebagai sumber kebahagiaan kita, sehingga sulit berbagi dengan orang lain. Ketiga, memberi tidak menjadi berkat jika dilakukan hanya untuk “pamer kesalehan.” Kristus menegaskan bahwa, ketika kita dipuji orang, engkau sudah mendapat upahmu atau sudah lunas dibayar dengan uang kontan disertai kuitansi sebagai tanda bukti. Semua pemberian kita selayaknya untuk kemuliaan Tuhan. Keempat, pemberian tidak menjadi berkat jika dilakukan dengan “kekuatan kita sendiri” setiap pemberian yang berkenan dan menjadi berkat selalu ketika mewujudkan iman akan kasih dan pemeliharaan Allah sebagai sumber berkat. Sehingga semua pemberian kita lakukan dalam kerendahan hati bukan dalam keangkuhan. Jadi akhirnya, bangunlah sikap memberi karena Kristus sudah terlebih dahulu memberi yang terbaik bagi kita, bahkan diriNya dipersembahkan untuk keselamatan kita…Amin -RR-