Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 05 Agustus 2012

Manusia membutuhkan makanan dalam hidupnya. Kalau tidak makan ia akan kelaparan dan tidak dapat bertahan hidup.

Tuhan Yesus tidak mengabaikan kebutuhan jasmani manusia. Ketika Ia melihat orang banyak yang sedang lapar, Ia memberi mereka makan. Jumlahnya ada 5000 orang laki-laki, belum termasuk kaum ibu dan anak-anak. Ia memberi mereka makan dengan lima roti dan dua ikan yang dipersembahkan seorang anak-anak. Apakah cukup? Lebih dari cukup, bahkan ada sisa dua belas keranjang. Suatu mujizat telah terjadi.

Pada hari berikutnya orang banyak itu mengikuti-Nya sampai ke Kapernaum. Ia tahu mengapa mereka datang. Mereka datang karena perut lapar mereka telah dipuaskan dengan makan roti, bukan karena mereka memahami Dia yang telah memberi makanan itu (Yoh. 6:26). Tuhan Yesus berkata mereka: “Bekerjalah, bukan untuk makanan yang akan dapat binasa, melainkan untuk makanan yang bertahan sampai kepada hidup yang kekal” (Yoh. 6:27).  

Manusia perlu makan untuk hidup, tetapi ia tidak hidup untuk makan. Ada sesuatu yang lebih dari sekedar makan yang seharusnya dicapai oleh manusia. Pada saat Iblis mencobai-Nya untuk merubah batu-batu menjadi roti, Ia menjawab: “Ada tertulis: Manusia hidup bukan dari roti saja, tetapi dari setiap firman yang keluar dari mulut Allah” (Mat. 4:4).

Orang banyak tertarik pada roti, tetapi gagal melihat Sang Pemberinya. Inilah yang seringkali menjadi kegagalan manusia: Mendambakan berkat lebih dari pada Sang Pemberi Berkat. Masalah inilah yang menjadi awal bagi Tuhan Yesus Kristus untuk membicarakan tentang roti hidup.  

Ia berkata kepada mereka, “Akulah roti hidup” (Yoh. 6:35). Pernyataan itu sangat mengena bagi mereka. Mereka datang untuk mencari roti, tetapi roti itu hanya dapat mengenyangkan untuk sesaat. Ia datang untuk memberi roti hidup, sehingga mereka mendapat hidup yang kekal (Yoh. 6:39-40).  

Apa yang dimaksud dengan roti hidup itu? Tuhan Yesus berkata, “Akulah roti hidup”.  Roti hidup itu adalah diri Yesus Kristus sendiri, yaitu tubuh-Nya yang disalibkan di bukit Golgota untuk keselamatan dunia. Orang yang menerima roti hidup itu akan memiliki hidup yang kekal (Yoh. 6:39).

Bagaimana cara menerima roti hidup itu? Caranya adalah percaya kepada-Nya (Yoh. 6:40). Roti hidup itu diperoleh bukan dengan usaha atau perbuatan, tetapi dengan iman.


Dalam Perjamuan Kudus yang selalu kita rayakan, roti dan anggur yang kita terima merupakan lambang dari tubuh dan darah Yesus Kristus. Pada saat mengikuti Perjamuan Kudus, kita bersekutu dengan Dia yang telah mati dan bangkit. Kita bukan saja diingatkan pada pengorbanan Kristus di Golgota, tetapi juga pada tugas untuk memberitakan kematian-Nya sampai Ia datang (1 Kor. 11:26). Ingatlah perkataan Yesus, “Akulah roti hidup yang telah turun dari sorga. Jikalau seorang makan dari roti ini, ia akan hidup selama-lamanya, dan roti yang kuberikan itu ialah daging-Ku, yang akan Kuberikan untuk hidup dunia” (Yoh. 6:51). Tuhan Yesus memberikan tubuh-Nya bukan hanya untuk keselamatan kita sendiri, tetapi untuk keselamatan dunia.  

Banyak orang yang saat ini masih belum menerima Yesus Kristus, Sang Roti Hidup itu. Inilah tantangan bagi kita semua! Bagaimana Gereja “mengenyangkan” jemaat dengan hidangan utama Sang Roti Hidup di tengah-tengah berbagai persoalan hidup sehari-hari yang sangat nyata? Bagaimana memberitakan Kristus di dalam dunia yang cenderung menolak-Nya? Bagaimana memahami Kristus sebagai Roti Hidup di tengah-tengah masyarakat yang menderita gizi buruk dan busung lapar?

Yesus Kristus adalah Roti Hidup. Marilah kita menerima, membagikan, dan memberitakan-Nya! Ia telah mengerjakan bagian-Nya, marilah kita mengerjakan bagian kita! Sekarang!

AL