Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 31 Juli 2011
Menurut cerita yang dikirim seorang teman, ada seorang hartawan setengah baya yang melewati sebuah desa terpencil dengan mobil mewahnya.
Dari dalam mobil ia melihat seorang ibu yang mengumpulkan rumput sembari memakannya.
Karena heran dengan apa yang dilihatnya, maka ia pun menghentikan mobilnya, turun dan menghampiri ibu tersebut.
Dengan sopan ia bertanya, "Bu, mengapa ibu makan rumput?"
Ibu itu menjawab, "Saya ini seorang janda yang sangat miskin pak. Saya tidak punya uang untuk membeli beras. Maka rumput inilah yang dijadikan makanan".
Mendengar itu sang Bapak berkata, "Kalau begitu marilah ke rumah saya Bu!"
Si Ibu merasa senang mendengar tawaran tersebut. Namun ia pun segera ingat pada anak-anaknya. Maka katanya, "Tapi Pak… saya punya 3 orang anak!"
Mendengar perkataan ibu itu si Bapak berkata, "Sudahlah… tidak apa-apa. Ibu bawa saja semua anak-anak ibu sekalian!"
Lalu si Ibu memanggil anak-anaknya dan diajaknya naik ke mobil. Mobil pun berjalan menuju rumah Bapak tersebut.
Didorong rasa terima kasih yang bercampur rasa penasarannya, maka dalam perjalanan si Ibu berkata, "Terima kasih Pak! Kenapa Bapak baik sekali kepada kami?"
Dengan nada yang datar Bapak itu menjawab, "Ah nggak apa-apa Bu… Kebetulan rumput di rumah saya sudah panjang-panjang."
Di awal cerita sepertinya Bapak itu adalah seorang yang murah hati, tetapi di akhir cerita barulah diketahui bahwa ia adalah seorang yang tega memanfaatkan orang yang susah untuk kepentingannya sendiri.
Cerita itu adalah sebuah kisah. Tetapi bukankah cerita itu juga mencerminkan perlakuan sebagian orang terhadap kaum lemah dan papah? Sepertinya bermurah hati, tetapi sebenarnya bertega hati. Terdengar bemulut manis, tetapi sesungguhnya berhati pahit. Berpura-pura menolong, tetapi niatnya menodong.
Dunia ini sudah jenuh dengan orang-orang yang tega hati dan hanya memikirkan kepentingan dirinya sendiri. Dunia ini membutuhkan orang-orang murah hati yang mau memikirkan kesusahan orang lain dan bersedia membantu dengan tulus ikhlas.
Bukankah itu yang diajarkan oleh Tuhan Yesus? Tuhan Yesus berkata: "Hendaklah kamu murah hati, sama seperti Bapamu murah hati" (Luk 6:36). Ia juga berkata, "Berbahagia orang yang murah hati …." (Mat 5:7).
Pada saat Tuhan Yesus berkata "berbahagia orang yang murah hati …." (Mat 5:7), bahasa Aram yang dipakai untuk "murah hati" adalah "Khesed".Kata "khesed" itu mengandung arti "kemampuan untuk menempatkan diri benar-benar di dalam posisi orang lain itu, sehingga dapat melihat segala sesuatu dengan mata orang itu, memikirkan dengan pikirannya dan merasakan dengan perasaannya." Orang yang memiliki "khesed" bukan sekedar memberi karena memiliki uang lebih, apalagi punya niat memanfaatkan orang yang papah demi kepentingannya sendiri. Orang yang memiliki "khesed" mau turut memahami dan merasakan kesusahan orang lain dan benar-benar ingin memberi pertolongan. Pemberian itu didasari kasih dan kemurahan.
Kemurahan hati adalah salah satu sisi dari buah Roh Kudus (Gal. 5:22-23). Kata yang dipakai dalam ayat itu adalah "Krestotes" (Yun), yaitu suatu kebaikan atau kemurahan yang dilakukan untuk sesama. Kata ini dipakai 14 kali dalam PB. Dalam penggunaannya ada dua aspek yang penting untuk diperhatikan, yaitu:
1. Kebaikan/kemurahan itu berasal dari hati
2. Itu berguna dan berfaedah.
Dengan demikian, kemurahan hati membuat seseorang memiliki hati yang ikhlas untuk memberi dengan cara yang bermanfaat bagi orang lain.
Marilah kita belajar dari Allah tentang kemurahan hati (Luk 6:36). Alkitab menyatakan bahwa kemurahan hati Allah sampai ke langit (Mzm. 36:6; 103:1), tetapi kemurahan hati-Nya itu memenuhi bumi (119:64). Kemurahan hati Allah nyata dalam karya penciptaan, penebusan dan pemeliharaan-Nya. Ia senantiasa memberikan yang terbaik untuk kita karena Ia adalah Allah yang murah hati. Sebagai anak-anak-Nya sudah sepantasnya kita menyatakan hidup yang murah hati.
Kemurahan hati itu membawa manfaat bagi orang lain dan memuliakan Allah Bapa di surga. Contohnya perbuatan orang Samaria yang murah hati, yang mendatangkan manfaat bagi sesamanya dan memuliakan Allah (Luk. 10:33-37). Selain itu, kemurahan hati itu juga mendatangkan kebaikan dan kebahagiaan bagi orang yang melakukannya (Amsal 11:17; 14;21). Camkanlah apa yang dikatakan oleh Tuhan Yesus, "Berbahagialah orang yang murah hatinya, karena mereka akan beroleh kemurahan" (Mat. 5:7) - RR -