Mencintai Nyawa Akan Kehilangan Nyawa
Yohanes 12 : 20 – 33

Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 22 Maret 2015

Bulan lalu saya mendapat kiriman video yang sangat tragis dan memilukan. Saya menangis saat menyaksikan video itu.  Dua puluh satu orang Kristen Koptik asal Mesir yang bekerja di Libya dipenggal secara keji oleh Kelompok Negara Islam Irak dan Suria (ISIS). Dalam video yang dirilis oleh ISIS pada tanggal 15 Februari 2015 tersebut, para milisi ISIS yang berbaju hitam-hitam tampak menyandera 21 pekerja Kristen yang berseragam jumpsuit orange di dekat pantai di daerah Tripoli. Para sandera tampak berlutut, lalu dipenggal secara bersamaan oleh kelompok militan ISIS yang mukanya ditutupi kain hitam.
Orang-orang Kristen itu tidak mau menyangkal iman mereka kendatipun mereka diancam hukuman mati. Bahkan pada saat darah akan mengucur dari leher mereka, kata-kata doa yang keluar dari mulut mereka, “Ya Rabbi Yasou”. Artinya “Oh Tuhan Yesus.”
Seandainya hal yang sama terjadi pada kita, akankah kita tetap teguh dalam iman kepada Tuhan Yesus? Penganiayaan terhadap orang Kristen terjadi bukan hanya di Timur Tengah, tetapi juga di tempat-tempat lain. Mungkin saja suatu waktu hal itu terjadi di tempat kita berada.
Tuhan Yesus telah mengingatkan kita tentang masa-masa penganiayaan yang akan menimpa orang-orang percaya. Ia berkata, “Semua itu Kukatakan kepadamu, supaya kamu beroleh damai sejahtera. Dalam dunia kamu menderita penganiayaan, tetapi kuatkanlah hatimu, Aku telah mengalahkan dunia.” (Yoh. 16:33). Ia juga berkata, “Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya, tetapi barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal.” (Yoh.12:25).
“Barangsiapa mencintai nyawanya, ia akan kehilangan nyawanya”               (Yoh. 12:25a). “Mencintai nyawa” artinya keinginan untuk mencari aman sendiri dan hanya mementingkan diri sendiri. “Kehilangan nyawanya” bisa dipahami dalam dua pengertian, yaitu menghancurkan kehidupannya di dunia ini atau kehilangan kesempatan untuk memperoleh hidup yang kekal. Orang yang egois dan mau cari aman sendiri akan menghancurkan kehidupannya sendiri dan juga orang-orang yang berada di sekitarnya. Selain itu, orang yang egois dan mau cari rasa aman sendiri sangat sulit untuk sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan Yesus, padahal hidup yang kekal hanya ada di dalam Dia (Yoh. 14:6; Kis. 4:12). Masa penindasan atau penganiayaan akan menjadi batu ujian untuk memperlihatkan apakah ia sungguh-sungguh percaya kepada Tuhan Yesus atau ia hanya memiliki iman yang dangkal (Mat. 13:20-21).
“Barangsiapa tidak mencintai nyawanya di dunia ini, ia akan memeliharanya untuk hidup yang kekal” (Yoh. 12:25b). “Tidak mencintai nyawanya” artinya tidak hanya mementingkan diri sendiri dan tidak mencari rasa aman diri semata. Orang yang “tidak mencintai nyawanya” senantiasa hidup memuliakan Tuhan dan menjadi berkat bagi banyak orang. Ia tidak lagi hidup bagi dirinya sendiri, melainkan bagi Kristus yang telah mengasihi dan menyerahkan diri-Nya untuknya (Gal. 2:20).  
Orang yang tidak “mencintai nyawanya” terus berkarya untuk untuk memuliakan Tuhan dan menjadi berkat bagi banyak orang. Ancaman dari orang-orang yang hendak mencelakakan dirinya tidak dapat menghalangi dia untuk berbuat yang baik. Gubernur DKI Jakarta adalah salah satu contohnya. Ia terus bekerja dengan sungguh-sunguh untuk memajukan kota dan mensejahterakan rakyat. Ia berani membenahi sistem yang korup serta menghadapi para koruptor yang menggerogoti uang Negara dan menyengsarakan rakyat. Kendati menghadapi berbagai tantangan dan ancaman, ia tidak gentar. Ia memegang prinsip dari firman Tuhan: “Bagiku hidup adalah Kristus dan mati adalah keuntungan. Tetapi jika aku harus hidup di dunia ini, itu berarti bagiku bekerja memberi buah” (Flp. 1:21-22).