Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 26 Oktober 2025
Bacaan Alkitab: Lukas 18:9-17
Umat yang dikasihi Tuhan, mengelola kehidupan keluarga adalah sebuah tugas sekaligus panggilan kristiani yang seharusnya dilakukan dengan kesadaran dan tanggung jawab penuh. Namun kadang kala, kita menjadi pribadi yang gagal dalam mengelola panggilan tersebut. Salam satu bentuk kegagalan konkrit adalah ketika kita tidak mampu untuk merangkul anggota keluarga kita yang merasa tersisih atau justru dengan sengaja menyisihkan. Bentuk-bentuk penyisihan tersebut bisa sangat beragam, mulai dari mengabaikan peran orang tua yang dianggap tidak mampu mengikuti perkembangan zaman, lalai memperhatikan anak yang berkebutuhan khusus, tidak pernah mendengarkan pasangan, melupakan saudara yang dianggap memalukan nama baik keluarga dan sebagainya.
Umat yang dikasihi Tuhan, pada minggu ini kita diingatkan kembali untuk mengingat dan menjalankan panggilan kita yaitu merangkul anggota keluarga yang merasa tersisih dan merangkul kembali mereka yang selama ini kita sisihkan. Teks Lukas 18:9-17 berbicara tentang dua kisah penting yaitu tegoran Yesus terhadap orang farisi yang sombong dan tegoran Yesus terhadap terhadap murid-murid yang menghalangi anak-anak yang datang kepada-Nya. Dua kisah ini hendak menegaskan kepada kita bahwa Allah senantiasa berkenan untuk merangkul setiap orang yang dianggap kecil, hina dan rendah dalam pandangan dunia.
Lalu apa yang harus kita lakukan agar kita juga mampu meneladani Yesus: Pertama, mari menjadi pribadi yang tidak selalu merasa lebih benar dan lebih layak seperti yang digambarkan oleh orang Farisi. Mereka berdoa bukan untuk berjumpa dengan Allah tetapi untuk memposisikan dirinya lebih tinggi daripada pemungut cukai. Umat Tuhan, kita tidak dapat merangkul yang tersisih ketika kita selalu memposisikan diri kita lebih tinggi dari orang lain. Namun sebaliknya, ketika kita menempatkan diri kita sejajar dengan mereka, maka proses berempati, menerima, mengasihi itu dapat berjalan dengan baik. Kesombongan membuat kita selalu punya kesulitan untuk merangkul orang lain, tetapi kerendahan hati selalu menemukan cara untuk membawa kembali mereka yang tersisihkan. Kedua, untuk mendapatkan kembali mereka yang selama ini merasa tersisih atau yang disisihkan, maka kita diminta belajar dari karakter seorang anak kecil yang tulus untuk mengampuni. Umat Tuhan, kita mungkin punya banyak alasan ketika kita menyisihkan mereka: kecewa karena perilakunya, kesal karena sifatnya, marah karena kebiasaannya yang tidak pernah berubah dan sebagainya. Hari ini mari belajar dari anak-anak, yang selalu mau memaafkan dengan tulus. Mari kita mengingat kembali panggilan kita yaitu untuk mengasihi, memaafkan, memperlakukan setiap orang dengan kasih bukan dari mengingat masa lalunya. Merangkul berarti membuka lembaran yang baru dalam hidup kita. Merangkul berarti memberikan kepada seseorang kesempatan kedua untuk memperbaiki dirinya sekaligus kesempatan bagi kita untuk lebih menyatakan kasih. Selamat melanjutkan hidup dalam anugrah Tuhan. Selamat merangkul kembali dengan cinta dan ketulusan hati. Tuhan Yesus Memberkati