Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 5 Juli 2020
Tuhan tidak suka kepada orang yang tinggi hati, sebaliknya Ia berkenan kepada orang yang rendah hati. Di dalam Alkitab dituliskan, “Allah menentang orang yang congkak, tetapi mengasihani orang yang rendah hati” (Yak. 4:6). Tuhan Yesus, Allah yang menjadi manusia, mengajarkan kepada murid-murid-Nya untuk menjadi pribadi yang rendah hati, dan Ia juga memberikan teladan bagi mereka.
Ia berkata: “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah kepada-Ku, sebab Aku lemah lembut dan rendah hati” (Mat. 11:29). Para murid dapat belajar banyak hal dari-Nya, dan salah satu hal yang sangat penting adalah kerendahan hati.
Ia mengajarkan bahwa orang-orang yang rendah hati lebih mengenal siapa diri mereka di hadapan Allah. Hal ini membuat mereka semakin menyadari bahwa diri mereka adalah orang bedosa dan membutuhkan belas kasih dari Allah. Kebenaran ini diajarkan-Nya dengan menggunakan perumpamaan tentang Orang Farisi dan Pemungut Cukai (Luk. 18:9-14).
Ia juga mengajarkan bahwa orang-orang yang rendah hati dapat mengenal dengan lebih baik siapa diri mereka di hadapan sesama (Luk. 14:7-11; Mat. 18:1-5). Mereka sama harkat dan martabatnya dengan sesama. Seandainya mereka punya kelebihan (kepintaran, kekayaan atau kedudukan), itu juga adalah anugerah dari pada-Nya, sehingga tidak perlu dijadikan dasar untuk meninggikan diri. Ia bahkan menegaskan: “Sebab barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan dan barangsiapa merendahkan diri, ia akan ditinggikan” (Luk 14:11).
Tuhan Yesus bukan hanya mengajarkan, tetapi juga memberikan teladan. Ia berkata, “sebab Aku lemah lembut dan rendah hati” (Mat. 11:29). Teladan kerendahan hati Yesus begitu nyata di dalam peristiwa inkarnasi, pelayanan dan pengorbanan-Nya di kayu salib (Flp. 2:5-11).
Ia memberikan teladan dalam inkarnasi-Nya. Tuhan Yang Maha Tinggi telah mengosongkan diri, mengambil rupa seorang hamba dan menjadi sama dengan manusia. Di dalam peristiwa inkarnasi, Ia tidak memilih dilahirkan di istana raja, rumah bangsawan atau pengusaha sukses, tetapi di dalam keluarga tukang kayu yang sederhana. Kesederhanaan hidup-Nya terungkap dalam pernyataan-Nya: “Serigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepala-Nya” (Mat. 8:20). Tuhan Yang Maha Mulia rela menjadi manusia yang fana dan papa: Ia lahir di kandang pinjaman, masuk Yerusalem dengan keledai pinjaman, mengadakan perjamuan di rumah pinjaman, dan sampai mati pun dikuburkan di kubur pinjaman.
Ia memberikan teladan dalam pelayanan-Nya. Raja di atas segala raja mau menjadi pelayan. Dia berkata: “Anak Manusia datang bukan untuk dilayani, melainkan untuk melayani dan untuk memberikan nyawa-Nya menjadi tebusan bagi banyak orang’ (Mat. 20:28). Teladan kerendah-hati-Nya dinyatakan pula dengan kerelaan-Nya membasuh kaki murid-murid-Nya (Yoh. 13:1-15).
Ia memberikan teladan melalui pengorbanan-Nya di atas kayu salib. Dia rela disesah, dihina dan disalibkan bagi kita, supaya kita beroleh penebusan dosa, diselamatkan, diperdamaikan dengan Allah, dan beroleh hidup yang kekal. Dia yang Maha Tinggi rela direndahkan serendah-rendahnya agar kita dapat diselamatkan dan dimuliakan.
Jika kita mengaku sebagai murid Tuhan Yesus, hendaklah kita belajar rendah hati dari Tuhan Yesus dan mencontoh teladan kerendahan hati-Nya. Jadilah pribadi yang rendah hati. Ingatlah perkataan Tuhan Yesus: “Pikullah kuk yang Kupasang dan belajarlah kepada-Ku, sebab Aku lemah lembut dan rendah hati.”
AL