Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 12 Juli 2020
Seorang penabur keluar untuk menaburkan benih. Benih-benih itu jatuh di empat tempat yang berbeda, yaitu ada yang jatuh di pinggir jalan, di tanah yang berbatu-batu dan di tengah semak duri, tetapi ada yang jatuh di tanah yang baik.
Di tiga tempat yang pertama, benih itu tidak mendatangkan hasil. Hanya di satu tempat benih itu mencapai tujuannya. Perumpamaan tersebut menceritakan bahwa benih yang ditabur di tanah yang baik itulah menghasilkan buah. Ada yang seratus kali lipat, ada yang enam puluh kali lipat, dan ada yang tiga puluh kali lipat.
Mengapa hal itu terjadi? Mengapa hasilnya berbeda?
Apakah penaburnya berbeda? Mungkin ada yang mengira bahwa penabur di tempat yang menghasilkan buah itu berbeda dengan penabur di ketiga tempat yang tidak menghasilkan buah. Ternyata tidaklah seperti itu. Tuhan Yesus dengan jelas mengatakan: “Adalah seorang penabur ke luar untuk menabur” (Mat. 13:1). Jadi, penabur di empat tempat itu adalah satu orang yang sama.
Apakah benihnya yang berbeda? Bisa saja ada yang menduga bahwa di tempat yang menghasilkan buah banyak itu ditabur benih unggul, sedang di ketiga tempat lainnya bukan benih unggul yang ditabur. Kenyataannya tidaklah demikian. Ketika Tuhan Yesus menjelaskan tentang arti perumpamaan itu, Ia mengatakan, “Benih itu adalah firman Allah” (Luk. 8:11; Mrk. 4:14). Benih yang sama, yaitu firman Allah, yang ditabur di keempat tempat itu.
Bila penaburnya sama dan benihnya sama, lalu apa yang membuat perbedaan? Kesuburan tanah! Faktor kesuburan tanah merupakan faktor penentu yang sangat penting. Tanah yang subur itu, menurut penjelasan Tuhan Yesus, adalah ”orang yang mendengarkan firman itu dan mengerti, dan karena itu ia berbuah” (Mat. 13:23).
Penabur yang setia seharusnya tidak hanya rajin menabur benih yang baik, tetapi juga harus bijak memilih tanah yang baik serta rajin mengerjakan tanah agar menjadi subur. Penabur yang setia tentu tidak akan menaburkan benih firman dengan sembrono. Menabur benih firman di pinggir jalan, di tanah berbatu, atau di tengah semak duri tidak akan menghasilkan buah. Tanah yang tandus harus diolah terlebih dahulu. Batu-batunya disingkirkan dan semak durinya dipotong. Tanah tersebut perlu diolah sedemikian rupa agar siap untuk ditabur benih firman Allah.
Untuk menggemburkan tanah, yaitu mempersiapkan hati manusia bagi firman, perlu ketekunan doa dan kesaksian hidup yang baik. Dengan mendoakan individu-individu dan kelompok-kelompok masyarakat, kita sedang mengundang Roh Kudus bekerja untuk mempersiapkan hati mereka bagi firman Tuhan. Dengan kesaksian, baik melalui presensi maupun charity, kita sedang membuka hati mereka terhadap Injil. Kehadiran anak-anak Tuhan haruslah menjadi garam dan terang dunia. Selain itu, kasih (Mat. 22:37-40) dan kepedulian (Mat. 25:34-40) harus dilakukan dengan sungguh-sungguh. Doa yang tekun disertai kesaksian hidup yang baik sangat berguna untuk menyuburkan tanah agar siap ditabur dengan benih firman Tuhan.
Penabur yang setia, sudah tentu tidak hanya menggemburkan tanah, tetapi juga rajin menaburkan benih di tanah yang telah dipersiapkan. Kesaksian dalam bentuk presensi dan charity sangat diperlukan, tetapi jangan menggantikan proklamasi, yaitu pemberitaan Injil. Penabur yang setia akan tekun mempelengkapi diri dan rajin menabur benih firman. Ia juga tahu kapan saatnya menggemburkan tanah dan kapan waktunya menabur benih, dan tidak akan mencampur adukkan keduanya atau mengacaukannya.
Penabur yang setia tidak hanya mengandalkan diri sendiri, melainkan bersandar pada Allah. Allah yang memberi hujan dan sinar mentari untuk mempertumbuhkan tanaman agar menghasilkan buah yang banyak. Ia juga yang memberikan Roh Kudus yang berkarya di dalam dan melalui penabur Firman serta bekerja di dalam diri orang-orang yang mendengarkan firman Tuhan. Dengan pertolongan-Nya penabur akan mendapatkan hasil yang berlimpah.
AL