Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 25 December 2011
Sebuah survey di Amerika mengungkapkan topik yang paling populer dibicarakan saat ini, diambil dari judul-judul buku yang baru diterbitkan, dan didapati 5 besar yaitu: surga (2652 judul), uang (10344), seks (16065), Allah (18818), dan yang paling popular dibahas, ternyata adalah kasih! (30066).
Pasti bukan hanya di Amerika, di Indonesia pun kasih juga merupakan topik yang paling banyak dibicarakan, contohnya hampir semua lagu-lagu, judul film, sinetron, dll, semuanya bertemakan tentang kasih. Mungkin pada satu sisi kita senang bahwa kasih masih yang utama tetapi justru disanalah letak masalahnya. Sebab dunia memberi definisi yang berbeda tentang kasih. Sehingga arti kasih menjadi kabur bahkan bertolak belakang dengan pengertian yang sebenarnya. Dan yang paling fatal walau pun kasih banyak dibahas, tetapi kasih ternyata telah menjadi barang yang langka di abad ini. Itu artinya, manusia hanya pandai berbicara tentang kasih, tetapi tidak mempraktekkannya.
Itu sebabnya pemerintah China beberapa tahun yang lalu memuseumkan "6000 tangga cinta" yang telah dibuat oleh Liu Guojiang (72) sebagai tanda cinta untuk istrinya Xu Choqin (82). Selama 50 tahun Liu telah memahat anak tangga itu supaya istrinya dapat turun dari atas gunung tempat tinggal mereka, setelah mereka terusir dari lingkungan karena mempertahankan cintanya. Pasangan lansia dan kisah cinta mereka yang menyentuh ini kemudian ditemukan oleh para pengembara. Dan pada tahun 2006 pemerintah China telah memuseumkan penemuan ini. Mengapa? Tentu saja karena cinta kasih sudah menjadi barang yang langka! Sehingga perlu dilestarikan.
Bagaimana dengan kita?, orang percaya yang setiap tahunnya merayakan Natal? Bukankah merayakan Natal berarti merayakan tentang kasih Allah yang begitu besar bagi dunia ini? Seperti Firman Tuhan yang bersabda: "Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini, sehingga ia telah mengaruniakan anakNya yang tunggal…………." (Yoh 3:16). Kita pasti sangat hafal dan paham dengan ayat yang begitu popular ini. Namun bagaimana memaknai dan mempraktekkan kasih?, itu yang menjadi persoalan. Sebab bisa jadi justru kasih juga menjadi barang yang langka di antara kita yang merayakan kasih Natal. Sehingga atas nama agama yang semestinya mengamalkan cinta kasih, menyatukan perbedaan, mengampuni yang berdosa, dll. Namun yang terjadi seringkali justru sebaliknya. Bukankah atas nama agama seringkali terjadi saling tengkar, benci, ribut, menghadirkan fanatisme, kesombongan rohani, penghakiman, meributkan hal-hal kecil, sepele, sehingga saling menuding, menjatuhkan menjadi hal biasa? Dalam agama sering hal-hal yang sederhana dibuat sulit dan rumit, yang tidak ada, diadakan supaya orang lain menjadi susah. (contoh: Talmud, aturan-aturan agama orang Yahudi). Hal inilah yang membuat agama menjadi beban, bukan menghadirkan kelegaan, ketenangan dan damai. Sebab agama hanya seputar aturan, ritual dan perayaan tetapi jauh dari praktek kasih! Itulah sebenarnya kegelisahan yang dialami juga oleh Nikodemus sang pemimpin agama yang lelah dengan semua aturan agamanya tetapi jauh dari praktek kasih. Itu sebabnya, ia mencari Tuhan Yesus. Dan Tuhan berseru kepadanya: "supaya ia dilahirkan kembali" artinya: strat ulang! Membuang yang lama sehingga menjadi manusia baru di dalam Kristus! Bagi kita yang jenuh dan lelah dengan semua rutinitas perayaan-perayaan keagamaan yang jauh dari praktek kasih mungkin kita perlu mendengarkan seruan Tuhan Yesus kepada Nikodemus! "dilahirkan kembali!" Selamat merayakan Natal, selamat merayakan dan mempraktekkan kasih (1 Yoh 3:18) Amin - RR-