Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 18 December 2011

"Sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan,…" kalimat tersebut adalah perkataan Maria dalam Lukas 1:38. Ucapan ini muncul sebagai respons Maria atas kunjungan dari malaikat Gabriel yang memberitahukan perihal terpilihnya dia menjadi ibu dari Tuhan Yesus Kristus. Jika kita hanya melihatnya dari satu sisi maka kita akan memahami, bahwa respons Maria itu wajar sebab dia telah beroleh kasih karunia dari Tuhan. Siapa sih yang tidak senang atau bersyukur kalau hidupnya diberkati Tuhan? maka jika hanya dalam perspektif itu saja kita menilainya, betapa mudahnya untuk menerima semua itu. Bahkan seandainya kita berada dalam posisi Maria, pasti kita pun mudah mengeluarkan kalimat yang mungkin jauh lebih hebat dari ucapan Maria itu. Namun kalimat ini harus kita lihat juga dari sudut pandang yang lain, yaitu dari konteks yang utuh, sesuai dengan keberadaan Maria pada saat itu. Sehingga kita dapat melihat bahwa perkataan Maria bukan suatu hal yang mudah dan biasa-biasa saja. Tetapi sebuah kalimat yang luar biasa, yang tidak sembarang orang dapat mengucapkannya, apalagi mempraktekkannya. Sebab itu, marilah kita simak tantangan apakah yang bakal dihadapi Maria di balik anugerah Allah itu?

1. Perasaan malu, karena celaan, dll. Sebab hubungannya dengan Yusuf sedang dalam tahap yang belum memungkinkannya dapat mengandung. Walau pun telah menjadi suami istri, tetapi dalam budaya Yahudi, perlu jangka waktu tertentu untuk berkumpul sebagai suami istri.

2. Hubungannya dengan Yusuf suaminya terancam putus, masa depan berantakan sebab saat itu secara budaya yang menjunjung tinggi virginitas, Maria justru sedang dalam tahap "uji kesetiaan". Bagaimana mungkin justru di saat itu dia ketahuan hamil?

3. Ancaman hukuman dilontari dengan batu sampai mati (Ulangan 22:23-24).

Tantangan di atas baru sebagian kecil dari kesulitan jangka pendek yang bakal dihadapi oleh Maria. Bagaimana jangka panjangnya? Tentu kita sudah tahu apa konsekuensi yang kemudian dipikul oleh Maria sepanjang hidupnya. Dan dari awal Maria sudah mengerti betul apa konsekuensi yang akan diterimanya jika ia bersedia memenuhi panggilan Allah ini. Namun respons Maria sungguh luar biasa! dengan melontarkan kalimat:

"sesungguhnya aku ini adalah hamba Tuhan: jadilah padaku menurut perkataanmu itu". Apakah makna dari perkataan ini?

1. Kerendahan Hati. Di mana Maria menempatkan dirinya sebagai hamba (memakai kata Yunani "doule" yang berarti "hamba perempuan"). Sebagai orang Israel, Maria paham betul apa arti kata hamba. Hamba adalah seorang yang tak berhak menerima apa pun bahkan pujian atau terima kasih. Hamba hanya menjalankan tugas untuk menyenangkan hati tuannya. (Luk 17:7-10).

2. Ketaatan Total. Maria bukan hanya tahu menempatkan diri sebagai hamba. Ternyata Maria juga rela hati menerima semua kesulitan dan penderitaan dengan rasa syukur bukan dengan sungut-sungut apalagi pemberontakan. (Luk 1:46-56).

3. Kualitas Iman. Melalui ucapannya Maria seolah berkata "terserah pada Tuhan" Hal ini membuktikan seperti apa kualitas imannya. Sehingga

sekali pun banyak tantangan dan tanda tanya dibenaknya, bagaimana mungkin semuanya itu terjadi? (ay 34). Tetapi Maria percaya penuh akan sabda Tuhan bahwa: "…bagi Allah tidak ada yang mustahil" (Luk 1:37).

Memasuki minggu-minggu Advent ini, marilah kita belajar dari Maria. Sebab hidupnya menjadi contoh bagaimana sesungguhnya Advent digumuli dan disambut. Tidak ada pernik-pernik dan hiasan Natal nan gemerlap, tidak ada panitia dan anggaran, apalagi makanan enak atau pakaian baru. Tetapi yang ada hanyalah kerendahan hati, ketaatan total, percaya yang penuh kepada Allah, dan bagi Allah, itu sudah cukup! - RR-