Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 18 April 2021
Berbahagialah orang yang berdukacita (Mat. 5:4). Apa yang dikatakan Tuhan Yesus itu tidak lazim. Biasanya yang dikatakan berbahagia adalah orang-orang yang sedang mengalami hal-hal yang menyenangkan, misalnya berulang tahun, baru menikah, melahirkan anak yang sehat, naik jabatan, dan sebagainya. Tetapi Ia justru mengatakan bahwa orang yang berdukacita itulah orang yang berbahagia. Mengapa? Karena mereka akan dihibur (Mat. 5:4b).
Apakah yang dikatakan Tuhan Yesus itu akan lebih mudah dipahami kalau kita membandingkannya dengan 2 Korintus 7:10, yang menjelaskan tentang dua macam dukacita, yaitu dukacita menurut kehendak Allah dan dukacita yang dari dunia ini. Dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak mengecewakan. Dukacita yang dari dunia menghasilkan kematian.
Tentu Allah tidak mengabaikan setiap orang percaya yang berdukacita karena ditinggalkan orang yang dicintai, atau kehilangan sesuatu yang sangat berharga baginya, atau mengalami penganiayaan, melainkan Ia senantiasa memperhatikan dengan kasih dan memberikan pertolongan pada waktunya. Tetapi dukacita di dalam ayat Matius 5:4 ini bukan ditujukan pada dukacita dari dunia atau dukacita atas hal-hal yang fana, melainkan lebih ditujukan pada dukacita menurut kehendak Allah.
Dukacita menurut kehendak Allah terjadi pada saat seseorang melihat diri sendiri di dalam terang firman Tuhan serta menyadari bahwa dirinya telah jatuh di dalam dosa dan jauh dari hubungan dengan Allah, sehingga dengan cucuran air mata mengakui dosanya dan memohon belas kasihan-dari-Nya. Dukacita itu membuat hatinya hancur karena dosa-dosa yang telah perbuatnya, sehingga dengan sungguh-sungguh bertobat. Orang yang dengan hancur hati bertobat akan bersungguh-sungguh mengakui dosa dan dengan rendah hati menerima kasih karunia Allah di dalam Kristus Yesus. Selanjutnya, ia bersedia untuk terus-menerus dipimpin oleh Roh Kudus untuk menanggalkan dosa dan diperbarui untuk melakukan kehendak-Nya.
Tuhan Yesus mengatakan: “Berbahagialah orang yang berdukacita, karena mereka akan dihibur.” Orang yang berdukacita menurut kehendak-Nya akan mendapat penghiburan dari Allah sendiri, karena Ia berkenan kepadanya, mengampuninya dan membenarkannya. Ini merupakan penghiburan yang sejati.
Perumpamaan tentang orang Farisi dan pemungut cukai dalam Lukas 18:9-14 memaparkan tentang hal ini. Pemungut cukai itu menyadari bahwa dirinya adalah orang berdosa dan dengan hancur hati mengakuinya di hadapan Allah serta memohon belas kasihan-Nya: “Tetapi pemungut cukai itu berdiri jauh-jauh, bahkan ia tidak berani menengadah ke langit, melainkan ia memukuli diri dan berkata: Ya Allah, kasihanilah aku orang berdosa ini” (Luk. 18:13). Tuhan Yesus berkata: “Orang ini (pemungut cukai) pulang ke rumahnya sebagai orang yang dibenarkan Allah dan orang lain itu (orang farisi) tidak” (Luk. 18:14a). Pemungut cukai itu mendapatkan penghiburan sejati dari Allah, sebab ia yang sebenarnya tidak layak di hadapan- Nya justru mendapatkan belas kasihan-Nya dan dibenarkan-Nya.
AL