Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 14 April 2013
Pada usia 16 tahun, Jeanne Guyon (1648-1717) dipaksa menikah dengan pria cacat berusia 22 tahun. Namun dalam pernikahannya itu ia merasa sangat direndahkan. Suaminya kerap marah-marah dan bersikap melankolis. Ibu mertuanya seorang pengkritik yang kejam. Bahkan pembantunya pun berani merendahkan dia. Meski telah berusaha keras membaktikan diri kepada suami dan keluarganya, ia tetap dikecam dengan kejam.
Karena dilarang ke gereja oleh suaminya, ia mencari Allah melalui Alkitab dan beribadah secara sembunyi-sembunyi. Ia belajar bahwa di tengah keadaannya yang suram sekalipun, ia "berada dalam kondisi sangat baik, dalam tangan Allah yang aman". Dalam bukunya Experiencing The Depths Of Jesus Christ (Mengalami Kedekatan yang Dalam Dengan Yesus Kristus), ia menulis, "Sikap berserah penuh [kepada Kristus] merupakan kunci untuk mendapat pemahaman yang sulit dimengerti. Sikap berserah adalah suatu kunci dalam kehidupan rohani." Melalui persekutuan yang akrab dengan Kristus, akhirnya ratapan dan penderitaan madame Jeanne Guyon diubah oleh Tuhan menjadi pengakuan dan ketegaran iman yang luar biasa.
Mazmur 30, juga berisi tentang ratapan dari seorang yang mengalami sakit parah. “TUHAN, Allahku, kepadaMu aku berteriak minta tolong..... KepadaMu TUHAN aku berseru, dan kepada Tuhanku aku memohon: apakah untungnya kalau darahku tertumpah, kalau aku turun ke lobang kubur? Dapatkah debu bersyukur kepadaMu dan memberitakan kesetiaanMu? Dengarlah, TUHAN, dan kasihanilah aku, TUHAN, jadilah penolongku!” (ay 3a, 9-11). Melalui ratapan pemazmur di sini kita memahami ketidakberdayaan pemazmur ketika ia bergulat dengan maut!, ia sekarat dan berada di ambang kematian. Tetapi di tengah-tengah keadaan yang parah itu, sesuatu yang luar biasa terjadi. Allah mendengarkan doanya dan meluputkan dia dari maut! “....dan Engkau telah menyembuhkan aku. TUHAN, Engkau mengangkat aku dari dunia orang mati, Engkau menghidupkan aku di antara mereka yang turun ke liang kubur.“ (ay 3b-4). Penyembuhannya yang luar biasa itulah menimbulkan ucapan syukur yang melimpah. Pemazmur berkata: sebab sesaat saja Ia murka, tetapi seumur hidup Ia murah hati; sepanjang malam ada tangisan, menjelang pagi terdengar sorak-sorai....... Aku yang meratap telah Kau ubah menjadi orang yang menari-nari, kain kabungku telah Kaubuka, pinggangku Kauikat dengan sukacita.“ (ay 6, 12). Dan ternyata bukan hanya ucapan syukur yang diungkapkan oleh pemazmur. Melalui pengalaman imannya ini, lahirlah pengakuan iman yang sangat indah! Seperti apakah pengakuan iman pemazmur? :
• Pemazmur hanya mau BERGANTUNG kepada Tuhan yang sanggup meluputkan dia dari maut (ay 7-8).
• Pemazmur senantiasa mau BERSYUKUR atas hikmat dan kebaikan Tuhan yang tak pernah berkesudahan (ay 5-6).
• Pemazmur BERTEKAD mempersembahkan seluruh hidupnya kepada Tuhan (ay 5).
• Pemazmur BERKOMITMEN untuk memuliakan Tuhan selama-lamanya (ay 13).
Saudara, apakah kita menyadari bahwa di dalam Kristus, kita adalah orang-orang yang sudah terlepas dari bahaya maut? Bukankah kita juga adalah orang-orang yang pernah meratap karena kengerian lobang kubur? Tetapi hanya Kristuslah, melalui kebangkitanNya yang telah mengubah ratap tangis kita menjadi sorak-sorai. Itu sebabnya seperti pemazmur, rasul Paulus, Tomas dan murid-murid lainnya yang telah mengalami kuasa kebangkitan Kristus, marilah kita berkomitmen untuk setia kepada Kristus, mempersembahkan seluruh hidup kita untuk kemuliaan namaNya. Sebab musuh terbesar kita, yaitu sengat maut, kutuk dosa, dan kuasa iblis telah dipatahkan oleh kebangkitan dan kemenangan Tuhan Yesus Kristus. Kini kita dapat berjalan dengan menegakkan kepala menghadapi dunia yang penuh tantangan ini. Amin.
RR