Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 29 Januari 2017
Tahun Baru Imlek atau Sin Tjia pada awalnya adalah sebuah perayaan menyambut musim semi yang dilakukan oleh para petani di Tiongkok, yang biasanya jatuh pada tanggal satu bulan pertama menurut kalender lunar (bahasa Hokkian: Im Lek). Rakyat daratan Tiongkok zaman dulu beranggapan bahwa Tahun Baru Imlek berarti alam semesta hidup lagi sesudah berada dalam keadaan mati selama musim dingin. Bagi orang-orang Tionghoa perantauan saat ini, yang tidak lagi agraris, semangat Tahun Baru Imlek masih terus dipertahankan. Perayaan panen secara fisik telah bergeser kepada makna keberuntungan dan berlaku dalam pelbagai kehidupan.
Pada malam tahun baru seluruh keluarga besar berkumpul untuk makan bersama. Semua anggota keluarga akan pulang untuk makan “Thuan Yen Huan” (Makan bersama yang menyatukan keluarga). Mereka bercengkerama dan bersukacita menyambut tahun baru Imlek yang segera tiba.
Pada saat tahun baru Imlek seluruh anggota keluarga memakai pakaian baru. Anak-anak datang ke rumah orang tuanya, dan yang muda mengunjungi keluarga yang lebih senior. Pada saat itu setiap orang saling mengucapkan selamat dan saling memberkati. Para orang tua memberi ang pau kepada anak-anak sambil mengucapan kata-kata berkat. Anak-anak yang sudah berkeluarga juga memberikan ang pau kepada orang tuanya. Pemberian ang pau, yaitu uang yang dibungkus kertas merah, adalah suatu ungkapan kasih dan harapan agar orang yang menerima ang pau diberkati dengan kesehatan, umur panjang, kemakmuran, dan kebajikan.
Apakah orang Tionghoa yang Kristen boleh merayakan tahun baru Imlek? Orang Kristen Tionghoa boleh merayakan Tahun Baru Imlek. Tetapi apa yang dilakukan harus tetap berpatokan pada ajaran Tuhan Yesus.
Dalam merayakan Tahun Baru Imlek, orang Kristen Tionghoa harus tetap ingat Firman Tuhan: “Segala sesuatu yang kamu lakukan dengan perkataan atau perbuatan, lakukanlah semua itu dalam nama Tuhan Yesus, sambil mengucap syukur oleh Dia kepada Allah, Bapa kita” (Kolose 3:17).
AL