Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 12 Maret 2017

Setiap orang punya keyakinan bahwa ada sesuatu yang benar dan ada pula yang salah. Tetapi rupanya ada yang berada di antara keduanya. Tidak jelas apakah hal itu benar atau salah. Inilah yang sering disebut orang sebagai wilayah abu-abu.

Bagi orang Kristen, firman Tuhan adalah pedoman untuk mengetahui suatu hal itu benar atau salah. Misalnya mengasihi Allah, menghormati orang tua, menolong sesama dan berlaku jujur adalah hal yang benar. Membunuh, berzinah, mencuri, mengucapkan saksi dusta dan mengingini milik sesama adalah hal yang salah. Terhadap hal-hal yang benar ataupun yang salah orang-orang beriman dapat mengambil keputusan tegas untuk meresponinya, yaitu melakukan yang benar dan tidak melakukan yang salah. Tetapi yang menjadi masalah adalah: di dalam kehidupan sehari-hari adakalanya umat Tuhan menemui hal-hal yang masuk dalam wilayah abu-abu. Tidak ada pedoman yang jelas dalam Alkitab apakah hal itu benar atau salah. Hal ini membuat umat Tuhan bergumul tentang bagaimana sikap yang seharusnya dan apa tindakan yang mesti dilakukan terhadap hal itu.

Pada saat bergumul di wilayah abu-abu, apa yang harus dilakukan? Menjawab hal ini, marilah kita belajar dari Tuhan Yesus. Pada saat bergumul berat tentang apa yang harus dilakukan-Nya, Ia justru datang berlutut di hadapan Bapa dan berdoa kepada-Nya. Ia mengungkapkan pergumulan dan permohonan-Nya, namun tetap mengutamakan kehendak Bapa (Luk. 22:41-42).

Selain berlutut dan berdoa memohon pimpinan Allah, Satu Korintus 10:23-24,31 memberikan beberapa prinsip untuk mengambil sikap dan tindakan di wilayah abu-abu, yaitu prinsip:  
1. Berguna: Bukan segala sesuatu berguna, jadi pilihlah hal yang berguna.
2. Membangun: Lakukan hal yang membangun, dan jangan menjadi batu sandungan.
3. Kepedulian: Jangan hanya mencari keuntungan sendiri, tetapi perhatikan kepentingan orang lain juga.
4. Memuliakan Allah: Apapun yang dilakukan, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Allah.

AL