Warta jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 02 September 2012

Apa arti ibadah Minggu bagi kita? Apa sebagai suatu kebiasaan sebagai orang Kristen harus ke gereja. Apa ibadah menurut Yesaya? Ibadah adalah perjumpaan dengan Tuhan.
Menurut Yesaya 6 : 1–8 ibadah mengandung tiga unsur pokok yaitu :
1. Yesaya 6 : 1 – 3 terjadinya perjumpaan dengan Tuhan.
Perjumpaan dengan Allah dalam ibadah bukan formalitas tapi perjumpaan yang didasarkan karena kerinduan, kerendahan hati dan ingin berserah total kepada Allah. Mengapa? Sebab Allah adalah Allah yang kudus dan besar.
Karena kita beribadah ingin berjumpa dengan Allah yang besar dan kudus maka hati (pikiran, perasaan, kehendak, seluruh hidup) hanya tertuju kepada Allah, sehingga puji pujian yang kita naikkan adalah pujian yang didasarkan pada penyerahan diri.
Nyanyian yang kita nyanyikan, khotbah yang kita dengar, dan doa yang kita naikkan serta persembahan yang kita berikan diungkapkan sebagai perjumpaan dengan Tuhan.

2. Yesaya 6 : 3 – 7 adanya kesadaran akan diri sendiri dan kesediaan diperbaharui
Seruan Yesaya, ”Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir” sungguh amat aneh. Mengapa Yesaya harus mengkaitkan kenajisan dengan bibirnya? Mengapa bukan dengan indera yang lain? Di sini Yesaya menyadari betapa mengerikannya dampak yang dimunculkan dari sebuah perkataan yang keluar dari bibir seseorang. Perkataan yang salah dan menyakitkan akan masuk menembus hati dan akan sangat sulit untuk dihapuskan.
Yesaya sadar bahwa tantangan terbesar yang dihadapi bangsa Yehuda pada saat itu adalah perkataan-perkataan yang keluar dari mulut nabi-nabi palsu dengan pemberitaan akan nubuat-nubuat palsu yang hanya bertujuan untuk memuaskan telinga bangsa itu dan jauh dari kebenaran.
Dalam perjumpaan dengan Allah, Yesaya melihat bahwa dirinya tidak layak. Ia adalah umat yang berdosa. Itu sebabnya dengan kesungguhan Yesaya menyesal, dan merintih, serta memohon ampun atas dosa dan perbuatannya dan Yesaya bertekad hidup baru.
Bagaimana penyesalan dosa kita, saat doa pengakuan dosa dan nyanyian pengakuan dosa? Kesungguhan atau formalitas? Ibadah yang kita lakukan akan sia sia belaka jika penyesalan hanya formalitas tidak disertai kesungguhan untuk diperbaharui dan menjadi baru.

3. Yesaya 6 : 7–8 memiliki kehidupan baru dan menjadi duta Allah
Di tengah kehancuran Yesaya, Tuhan tidak meninggalkannya. Tuhan berinisiatif bertindak dengan memerintahkan seorang malaikat-Nya (Serafim) untuk mangambil bara panas dari atas mezbah untuk disentuhkan pada bibirnya. Di sini Yesaya harus merasakan api kudus Tuhan membakar bibirnya. Ia harus mengalami kesakitan yang luar biasa akibat panas dari bara yang menyengat itu. Namun di dalam kesakitan itu, anugerah Tuhan justru dinyatakan.


Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: ”Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Maka sahutku: Ini aku, utuslah aku!” (Yesaya 6:8).
Setelah mengalami pengalaman-pengalaman yang menakjubkan, melihat kemuliaan dan kekudusan Tuhan, mengalami kehancuran diri akibat dosa, mendengar nyanyian agung dari para Serafim, merasakan api kudus Ilahi simbol pengampunan dosa, kini ia mendengar suara Tuhan berkata kepadanya, ”Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Sebuah pertanyaan serius yang Tuhan lontarkan kepadanya, dan Yesaya harus meresponinya. Pertanyaan ini merupakan sebuah tantangan dari Tuhan akan siapa yang bersedia diutus untuk menjadi utusan-Nya, menjadi juru bicara-Nya untuk menyatakan isi hati Tuhan pada Umat-Nya. Tanpa argumen apapun Yesaya dengan kejujuran dan kegentaran hati menjawab, ”Ini aku, utuslah aku!”
Tetapi Yesaya berkata, ”Ini aku”. Disini Yesaya dengan tegas menunjuk pada dirinya sendiri. Yesaya hendak mengatakan bahwa ia dengan sukarela menyerahkan dirinya untuk diutus dan Tuhan tidak perlu mencari utusan yang lain. Kemanapun, kepada siapapun dan apapun konsekuensinya baik itu penderitaan bahkan kematian sekalipun, ia akan pergi.
Ibadah tidak berhenti ketika kita menyanyi Haleluya 5 kali dan Amin 3 kali. Tetapi ibadah berlanjut dalam setiap detik dalam kehidupan kita, yaitu menjadi utusan utusan atau duta duta Tuhan dalam membawa Injil Tuhan.        SO