Mengenal Pola Ibadah GKI
Liturgi yang kita pakai di GKI berasal dari tradisi gereja Reformasi yang berbentuk dialog. Jadi, dalam liturgi GKI, dari awal sampai akhir terjadi dialog antara Tuhan dan jemaat. Dialog itu terjadi dalam empat babak. Itu sebabnya, pola ibadah yang kita pakai dikenal juga dengan nama The Fourfold Pattern of Worship (Empat Langkah Pola Ibadah). Pola ini diambil dari Yesaya 6:1-9 yang menjelaskan bagaimana nabi Yesaya menghadap Tuhan. Mari kita melihatnya lebih jauh.

LANGKAH PERTAMA: BERHIMPUN
Ibadah dimulai dengan langkah berhimpun, yang bertujuan mempersatukan hati jemaat. Prosesnya dimulai saat jemaat memasuki ruang ibadah. Orang perlu mengambil waktu sejenak untuk berdiam diri agar ia dapat menyadari kehadiran Allah. Kesadaran ini akan membuat hatinya terbuka dan siap untuk berdialog dengan Tuhan dalam ibadah.

Nyanyian Prosesi berfungsi menyatukan hati jemaat untuk datang menghadap Tuhan (Contoh: KJ 15 - "Berhimpun Semua"). Setelah itu, diadakan seremoni Penyerahan Alkitab (entry of the Bible) dari pemimpin ibadah kepada Pendeta,untuk menunjukkan bahwa ibadah didasari oleh Firman Tuhan. Pendeta lalu mengucapkan Votum dengan mengutip Mzm 124:8 "Pertolongan kita adalah dalam nama TUHAN yang menjadikan langit dan bumi." Lewat votum, jemaat mengaku bahwa mereka dapat beribadah hanya karena Tuhan memanggil dan rnenolong: menghimpun mereka menjadi satu. Pengakuan itu diaminkan dengan nyanyian "Amin." Selanjutnya, Pendeta menyampaikan Salam (greeting saluation) untuk mengingatkan jemaat bahwa Kristus hadir di tengah-tengah mereka. Lalu, untuk lebih menyatukan jemaat dan memfokuskan perhatian mereka pada ibadah, Pendeta memberikan Kata Pembuka. Bisa dengan membacakan Nats Pengantar yang akan mewarnai topik dialog hari itu, atau menyampaikan informasi tentang tema, tahun liturgi, atau memperkenalkan pengkhotbah tamu dari jemaat/gereja lain., sehingga mereka tidak lagi menjadi orang asing, melainkan dihimpun dan dipersatukan dengan jemaat.
Setelah dipersatukan, kini jemaat dibawa menghadap hadirat Tuhan dalam doa. Karena jemaat hadir sebagai umat yang berdosa di hadapan Allah yang suci, diadakanlah ritual Pengakuan Dosa. Setelah doa pengakuan dipanjatkan, Berita Anugerah (assurance of pardon) disampaikan. Pendeta sebagai hamba Allah menyatakan janji pengampunan Tuhan yang obyektif (tertera di dalam Alkitab), bukan subyekif (diampuni karena kuasa gereja). Ketika menerima pengampunan dosa, jemaat diperdamaikan kembali dengan Allah dan sesamanya. Oleh sebab itu mereka lalu saling bersalaman sambil berkata "Damai besertamu" (Peace be with you) dalam ritus Salam Damai (peace). Dalam liturgi lama, masih dibacakan Petunjuk Hidup Baru. Mengapa? Karena orang yang sudah diampuni dosanya harus diberi nasehat agar tidak jatuh lagi ke dalam dosa yang sama. Petunjuk Hidup Baru merupakan sebuah nasehat positif, yang direspons dengan Nyanyian Kesanggupan, sebagai pernyataan tekad bahwa jemaat bersedia mematuhi petunjuk itu. Dalam liturgi baru, Petunjuk Hidup Baru dimasukkan dalam langkah kedua: Firman. Setelah lagu kesanggupan dinaikkan, langkah pertama selesai. Jemaat telah berhimpun dan membereskan dosa-dosanya. Kini mereka siap menerima Firman Tuhan.

LANGKAH KEDUA: FIRMAN
Sebelum Firman Tuhan dibacakan, dinaikkan Doa Penerangan (prayer of illumination). Mengapa? Karena untuk dapat mengerti FirmanNya, hati kita perlu diterangi oleh kuasa Roh Kudus (2 Kor 3:14-16). Setelah itu barulah diadakan Pembacaan Alkitab. Dalam liturgi lama, hanya satu bagian Alkitab yang dibacakan. Namun dalam liturgi baru, dibacakanlah satu set bacaan (lection), mengikuti daftar bacaan (leksionari).Di antara pembacaan diselingi nyanyian Mazmur atau himne. Setelah itu, khotbah disampaikan.

Gereja Reformasi berpandangan bahwa Allah menyatakan diriNya dalam ibadah lewat Alkitab yang dibacakan dan dikhotbahkan. Saat Firman dibacakan dan dikhotbahkan, Yesus Kristus sendiri hadir di tengah jemaat dan menyapa jemaat. Tugas pengkhotbah adalah "menghidupkan” kata-kata dalam Alkitab hingga menjadi relevan bagi pendengar masa kini. Setelah mendengarkan Firman, jemaat memberi tiga jenis respons.

-    Respon pribadi dalam bentuk Saat Teduh. Jemaat masuk dalam keheningan untuk merenungkan apa makna firman yang baru disampaikan bagi mereka.

-    Respon bersama dalam bentuk Pengakuan Iman (Affirmation of Faith). Pengakuan Iman berisi rangkuman seluruh isi Injil. Ketika mengucapkannya, jemaat menegaskan kembali keyakinan mereka (" Aku percaya" ) akan berita Firman yang telah diberitakan. Pengakuan Iman juga mempersatukan jemaat sebagai bagian dari gereja segala abad dan tempat.

-    Respon bersama sebagai Imamat Rajani, dengan menaikkan Doa Syafaat bagi dunia (Prayers of the People). Lewat doa syafaat jemaat "menjangkau dunia." Oleh sebab itu doa syafaat hendaknya tidak hanya bersifat lokal, melainkan "seluas kasih Tuhan dan sama spesifiknya seperti belas kasihNya pada orang yang terlemah di antara kita." Doa syafaat ditutup dengan Doa Bapa Kami; induk segala doa.

LANGKAH KETIGA: PENGUCAPAN SYUKUR
Setelah menerima Firman, jemaat mengucap syukurr. Langkah ini diawali dengan memberi Persembahan. Di jemaat mula-mula, orang Kristen membawa roti dan air anggur sebagai persembahan, yang ditaruh di dekat pintu masuk. Ketika ibadah berlangsung, para diaken menyisihkan sebagian persembahan itu untuk dipakai pada Perjamuan Kudus. Setelah pemberitaan firman selesai, roti dan air anggur dibawa masuk menuju meja altar dan Perjamuan Kudus pun dimulai.

Roti dan anggur adalah makanan dan minuman sehari-hari masyarakat Timur Tengah. Mempersembahkan makanan dan minuman ke meja altar merupakan lambang persembahan hidup bagi Tuhan (Rom 12:1 ). Melaluinya jemaat mengakui: "Dari pada-Mulah segala-galanya , dan dari tangan-Mu sendirilah persembahan yang kami berikan kepada-Mu" (1Taw 29:14). Selain roti dan air anggur, jemaat mula-mula juga mengumpulkan persembahan uang untuk orang miskin sesudah kebaktian selesai (di kotak persembahan). Uang itu, beserta sisa roti dan air anggur dibagikan kepada orang miskin.

LANGKAH KEEMPAT: DIUTUS KE DALAM DUNIA
Langkah terakhir dalam liturgi adalah mempersiapkan jemaat kembali berkiprah dalam dunia sehari-hari. Ibarat mobil yang sudah diservis, jemaat kini harus bertugas kembali di dalam dunia. diutus ke dalam dunia. Ibadah di gedung gereja harus dilanjutkan dengan ibadah dalam hidup sehari-hari. Untuk menyiapkannya, jemaat perlu diutus.

Bentuknya berupa Nyanyian Pengutusan yang berfungsi menegaskan kembali pesan Firman Tuhan hari itu, sekaligus mengekspresikan tekad jemaat untuk siap diutus ke dalam dunia. Juga dalam bentuk rumusan kalimat Pengutusan (charge) yang diberikan oleh Pendeta. Agar sanggup melakukan tugas pengutusannya, dibutuhkan berkat. Oleh sebab itu Pengutusan disusul dengan Berkat (blessing/ benediction)," yang diambil dari Ul 6:24-26, Rom 15:13, atau rumusan lainnya. Berkat disambut dengan aklamasi "Haleluya!" (atau "Hosiana”/"Maranatha" sesuai tahun liturgi). Pada akhir ibadah, diadakan Penyerahan kembali Alkitab yang menandai kebaktian telah dijalankan sesuai Firman Tuhan. (bagian - 2)