Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 24 Agustus 2025
Bacaan Alkitab: Yesaya 58:9b-14; Mazmur 103:1-8; Ibrani 12:18-29; Lukas 13:10-17
Untuk apa aturan dibuat? Seperti lampu merah, ia menjaga hidup. Tetapi ketika ambulans rumah sakit melintas, semua orang paham: kasih memerintahkan kita memberikan jalan. Bayangkan seandainya kendaraan menolak memberikan jalan dan menepi, dengan alasan ketaatan pada aturan, maka orang yang berada di ambulans bisa saja mati karena terlambat tiba di rumah sakit. Aturan yang baik berubah menjadi belenggu ketika terlepas dari tujuannya: memanusiakan manusia.
Di sinagoga pada hari Sabat, Yesus melihat seorang perempuan yang delapan belas tahun membungkuk. Ia memanggilnya, menumpangkan tangan, dan membebaskannya. Kepala rumah ibadat justru gusar: “Ada enam hari untuk bekerja!” Baginya, aturan adalah tujuan akhir; huruf harus ditegakkan meski manusia tetap terikat.
Yesus mengembalikan roh Sabat. Bagi-Nya, Sabat bukan penjara, melainkan ruang pemulihan. Aturan hanyalah sarana menuju kebaikan manusia dan kemuliaan Allah. Karena itu Ia berkata, “Seharusnyalah ia dilepaskan pada hari Sabat.” Logikanya sederhana: jika tali hewan saja boleh dilepas pada Sabat, apalagi seorang “anak Abraham”.
Kontrasnya tajam. Legalisme melihat orang sebagai kasus dan menunda kebaikan: “Tunggu hari lain.” Kasih melihat pribadi dan bertindak hari ini: “Engkau dilepaskan.” Legalisme sibuk menjaga pagar; kasih sibuk membuka pintu. Legalisme mengeraskan hati; kasih meluruskan yang bengkok sampai manusia berdiri tegak memuliakan Allah.
Bagaimana dengan kita? Aturan tetap perlu—ia melindungi. Namun ketika aturan menutup mata terhadap yang rapuh—lansia, difabel, dan mempunyai keterbatasan lain, maka kita harus kembali pada tujuan: memanusiakan manusia. Itu bisa berarti menyesuaikan liturgi agar lebih ramah, membuat jalur cepat pertolongan, atau sekadar duduk mendengar tanpa menghakimi.
Pada Hari Ulang Tahun ke-37 penyatuan sinode Gereja Kristen Indonesia ini, marilah kita memeriksa diri: apakah gereja kita terus berjuang untuk memanusiakan manusia? Kiranya Tuhan menolong kita.
Pdt. Wahyu Pramudya