Hidup kita sering kali dibentuk oleh apa yang mata kita lihat. Kita merasa aman saat tabungan cukup, saat tubuh sehat, saat semua rencana berjalan sesuai harapan. Sebaliknya, kita mudah cemas ketika kenyataan tampak suram; usaha merugi, kesehatan menurun, relasi renggang. Padahal Tuhan sering kali bekerja di wilayah yang belum terlihat.
Abraham adalah contoh nyata. Di Kejadian 15, Tuhan berjanji akan memberinya keturunan seperti bintang di langit. Saat itu, Abraham sudah tua, istrinya mandul, dan secara manusia semua terlihat mustahil. Tetapi ia “percaya kepada Tuhan” (Kej. 15:6). Iman Abraham bukan hasil menutup mata dari kenyataan, melainkan keberanian memandang melampaui kenyataan; melihat Tuhan yang setia pada janji-Nya.
Pemazmur mengajak kita untuk berharap bukan pada kekuatan sendiri, tetapi pada kasih setia Tuhan yang mengawasi umat-Nya (Mzm. 33:18-22). Sementara penulis Ibrani mengingatkan: “Iman adalah dasar dari segala sesuatu yang kita harapkan dan bukti dari segala sesuatu yang tidak kita lihat” (Ibr. 11:1). Iman mengarahkan kita bukan pada apa yang ada di tangan sekarang, melainkan pada apa yang ada di tangan Tuhan.
Yesus dalam Lukas 12 menghibur murid-murid-Nya, “Janganlah takut, hai kamu kawanan kecil! Karena Bapamu telah berkenan memberikan kamu Kerajaan itu.” Yesus mengajarkan agar kita berjaga-jaga, bukan dengan kecemasan, tetapi dengan keyakinan bahwa warisan kita di surga jauh lebih pasti daripada harta yang bisa rusak di bumi.
Namun, jika kita jujur, melampaui apa yang kelihatan itu tidak mudah. Kita hidup di dunia yang menuntut bukti instan. Saat doa belum terjawab, kita bertanya-tanya: “Apakah Tuhan mendengarkan?” Saat jalan terasa buntu, iman kita mudah goyah.
Di sinilah iman menjadi perjalanan, bukan perasaan sesaat. Iman mengajak kita menafsir ulang realitas. Kita mungkin melihat sakit, tetapi iman melihat penghiburan yang Tuhan beri. Kita mungkin melihat kekurangan, tetapi iman melihat penyertaan yang cukup. Kita mungkin melihat masa depan yang buram, tetapi iman melihat janji Tuhan yang pasti. Kiranya kita terus berjalan dengan iman, seperti Abraham, yang percaya walau belum melihat. Sebab pada akhirnya, yang kelihatan itu sementara, tetapi yang tidak kelihatan itulah yang kekal.