Dalam kehidupan modern sekarang pun, banyak orang mengaku percaya kepada Tuhan, tetapi hidupnya menunjukkan seolah Tuhan itu “tidak hadir” atau bahkan “tidak hidup”. Tema kita hari ini, Percaya pada Allah yang Hidup, mengajak kita untuk meneguhkan iman yang sejati — iman yang berpegang pada Allah yang hidup, yang berkuasa atas hidup dan mati, yang setia dan tidak meninggalkan umat-Nya. 1. Allah yang Hidup Tidak Diam dalam Penderitaan (Ayub 19:23–27a). Ayub tetap percaya pada Allah yang hidup meski seluruh dunia seakan runtuh di hadapannya. Ia kehilangan harta, anak-anak, dan kesehatannya. Namun di tengah keluhannya, Ayub berkata dengan iman yang luar biasa: Ayub 19:25 “Tetapi aku tahu: Penebusku hidup, dan akhirnya Ia akan bangkit di atas debu.” Iman yang sejati tidak tergantung pada situasi, tetapi pada karakter Allah yang hidup dan setia. 2. Allah yang Hidup Mendengar Seruan Umat-Nya (Mazmur 17:1–9). Mazmur 17:8 “Lindungilah aku seperti biji mata, sembunyikanlah aku dalam naungan sayap-Mu.” Gambaran hubungan yang sangat dekat — Allah bukan hanya mendengar dari jauh, tetapi melindungi dari dekat. 3. Allah yang Hidup Meneguhkan Iman di Tengah Kebingungan Dunia (2 Tesalonika 2:1–5, 13–17). Allah yang hidup tidak meninggalkan umat-Nya di tengah kekacauan dunia. Ia terus bekerja menguduskan, meneguhkan, dan menghibur. 4. Allah yang Hidup Memberi Hidup yang Tidak Berakhir (Lukas 20:27–38). Yesus menegaskan: “Ia bukan Allah orang mati, melainkan Allah orang hidup, sebab di hadapan-Nya semua orang hidup.” (ay. 38). Kehidupan tidak berhenti di dunia ini. Orang yang percaya kepada Allah yang hidup memiliki pengharapan melampaui kematian. Percaya pada Allah yang hidup berarti percaya bahwa hidup kita tidak berakhir di kubur, tapi diteruskan dalam kemuliaan bersama Dia. Karena Allah hidup, maka harapan kita tidak pernah mati.