Warta Jemaat GKI Gading Serpong, Minggu, 20 Oktober 2024
Bacaan Alkitab: Yesaya 53:4-12; Mazmur 91-9-16; Ibrani 5:1-10; Markus 10:35-45
Manusia memiliki berbagai kebutuhan dalam hidupnya. Betapapun sudah berkeluarga, bahkan sampai kematiannya, ia tetaplah makhluk berkebutuhan. Setelah kebutuhan fisiologis dan keamanan terpenuhi, manusia mencari kebutuhan penghargaan : pengakuan dari orang lain dan pencapaian diri. Lalu bagaimanakah kebutuhan ini terpenuhi. Ini yang menjadi pergumulan penting. Sebagai orang Kristen selayaknya kebutuhan tentang penghargaaan kita penuhi di dalam Kristus. Maksudnya adalah ego tidak mendikte, melainkan terus berupaya menjadi pelayan bagi orang lain. Jika ego mendikte maka ketidak – puasan terjadi. Sebab ego tidak akan pernah terpenuhi. Dampak dari itu semua adalah konflik, ke-tidak stabilan emosi dan kosong.
Dalam bacaan Injil kita hari ini dipersaksikan percakapan Tuhan Yesus, Yakobus dan Yohanes. Kita belajar dari sana bahwa kemuliaan memang didefinisikan sebagai keagungan atau kehormatan. Tetapi Tuhan Yesus menegaskan bahwa kita semua mesti menyadari bahwa asalnya dari Allah. Dengan demikian serahkanlah diri dan lakukanlah sesuatu bagi-Nya. Jadilah pelayan lebih tepatnya. Bukan sekedar lebih rendah untuk lakukan sesuatu bagi orang lain. Tetapi mampu untuk melayani, bukan menguasai. Klausa dalam 40, “…Itu diberikan…” menggambarkan makna “tebusan”: dibayar untuk membebaskan. Dengan Jadilah pelayan Tuhan yang menyerahkan diri secara total.
Apakah persaingan bisa terjadi dalam keluarga? Bersaing masakan siapa yang paling enak? Paling berprestasi? Siapa yang paling layak dapat banyak? Tuhan Yesus menasihati serupa dengan bagaimana percakapan-Nya dengan Yohanes dan Yakobus. Kalimat Tuhan Yesus, “Kamu tidak tahu apa yang kamu minta” yakni tentang cawan dan baptisan. Hal itu mengutarakan tentang penderitaan Kristus yang sampai pada kematianNya. Tidak ada juara, pemenang atau pun hadiah besar yang didapat. Pencapaian, dalam Kerajaan Allah, tidak bisa diperoleh melalui kompetisi atau persaingan status. Yang paling hebat, enak, berprestasi dan dapat paling banyak adalah yang melakukan penyerahan diri sepenuhnya pada Kehendak Allah.
Lebih tajam bahkan disampaikan dalam bacaan Yesaya 53. Ini berbicara tentang Spiritualitas Penebus: Seseorang yang tidak bersalah menanggung penderitaan orang lain, yang telah melakukan pelanggaran, demi keselamatannya. Jadi betapapun ia melakukan pelanggaran akan tetap tertolong oleh karena seseorang yang berjiwa spiritualitas penebus. Bahkan spiritualitas penebus sampai tidak melakukan perlawan dan rela memberikan diri-Nya tertindas. Sampai sedemikian taat, kerendahan hati dan kerelaan menanggungnya.
Marilah kita meneladani Kristus dalam kehidupan keluarga. Jadikanlah keluarga sebagai ruang untuk pertobatan, pelayanan dan pengorbanan. Sudahkah kita melayani satu sama lain tanpa pamrih? Sudahkah kita berkorban demi kesejahteraan bersama? Sudahkah kita rendah hati dalam setiap interaksi? Dan terutama sudahkah kita membangun budaya bersyukur?
Pdt. Pramudya Hidayat