“…tetapi segala sesuatu adalah kepunyaan mereka… lalu dibagi-bagikan kepada setiap orang sesuai dengan keperluannya.”

Kisah Para Rasul 4:32c, 35c

Alkisah adalah sebuah pohon raksasa di dalam sebuah hutan hujan yang luas. Di antara semua pohon di hutan tersebut, pohon itu merupakan pohon terbesar dan tertinggi. Ia mudah terlihat dari segala penjuru hutan. Suatu hari, pohon tersebut berbuah. Ratusan hewan dari segala penjuru hutan pun datang menghampiri pohon itu untuk menikmati buahnya. Karena buah yang dihasilkan sangat banyak, hewan-hewan itu tidak perlu saling berebut.

Sepanjang hari, terlihat berbagai aktivitas hewan. Ada sekeluarga monyet yang menikmati buah dengan begitu lahap; burung-burung mematuknya; terlihat pula tupai menyimpan banyak biji di dalam mulutnya. Ada sekerumunan kalong yang terbang menghampiri; terlihat juga semut, kumbang, dan lalat mengerumuni sisa-sisa buah yang berjatuhan. Saat matahari terbenam, semua hewan pun meninggalkan pohon raksasa tersebut. Sudah banyak buah yang mereka nikmati.

Mungkin ada teman yang berpikir, jika buah di pohon tersebut habis, maka hutan itu tidak lagi memiliki sumber makanan bagi penghuninya. Akan tetapi, selagi para hewan itu pergi meninggalkannya, mereka menyebarkan biji-bijian dari pohon itu ke mana pun mereka pergi, baik secara sadar maupun tidak. Ada yang menguburnya di tanah, ada yang menyimpan di tempat yang sulit dijangkau hewan-hewan lain, ada juga yang membuang biji-bijian tersebut. Beberapa hari kemudian, biji-biji itu akan tumbuh menjadi pohon-pohon muda. Pohon-pohon itu akan tumbuh dewasa, berbuah, dimakan hewan-hewan, biji-bijian tersebar, dan siklus ini pun berulang sekali lagi. Siklus ini disebut sebagai “seed dispersal,” atau penyebaran biji. Siklus ini bertujuan agar hutan terus memiliki sumber makanan bagi hewan-hewan pemakan buah; sebuah berkat bagi penghuni hutan. Penyebaran biji menjadi sumber keberlangsungan hidup di hutan. 

Seperti itu pula, penyebaran berkat terjadi di segala tempat, termasuk di sebuah kota di padang gurun. Kota itu adalah Yerusalem, tempat tinggal jemaat mula-mula. Setelah para rasul bercerita tentang kebaikan Yesus, sekitar tiga ribu orang menerima kebaikan itu. Dikisahkan di Kisah Para Rasul 4:32-37, jemaat mula-mula merasa, bahwa “segala sesuatu adalah kepunyaan mereka” (32) dan “tidak seorang pun yang berkekurangan di antara mereka” (34). Mereka merasa kebaikan yang mereka miliki (baik materi maupun spiritual) tidak baik disimpan untuk diri sendiri.  Mereka mengumpulkan barang-barang yang mereka miliki, lalu membagikannya kepada orangorang yang memerlukan, sesuai kebutuhannya (ayat 35). Baik uang, ladang, ataupun hal-hal lain yang tidak disebutkan, semua dibagibagikan secara sukarela. Bisa dibayangkan, betapa banyak orangorang yang diberkati oleh tindakantindakan baik para jemaat mulamula. Para jemaat menghidupi ajaran Yesus, yang mengatakan bahwa apapun yang mereka lakukan kepada orang-orang yang membutuhkan, mereka pun melakukannya kepada Allah (Mat 25:40).

Jemaat mula-mula menyebarkan berkat yang sudah dimiliki kepada orang-orang. Tindakan mereka membuat kota Yerusalem menjadi lebih baik. Di hutan, hewanhewan menyebarkan biji-bijian dan membuat lingkungan hutan menjadi lebih baik. Dua kisah yang berbeda, tetapi memiliki makna yang sama. Mereka menyebarkan berkat berupa hal-hal penting dan bermanfaat ke lingkungan mereka, sehingga kehidupan menjadi lebih baik. Kita pun dapat melakukan hal yang sama. Tidak hanya hal-hal seperti memberitakan Injil ke pelosok pedalaman; hal-hal sederhana seperti berbagi makanan, membela teman yang di-bully, menolong orang tua, pun dapat menjadi sarana menyebarkan berkat bagi sesama. Satu aksi kebaikan dapat berdampak besar bagi orang-orang di sekitar kita. Kita berbagi berkat, karena Allah telah lebih dulu membagikan berkatNya kepada kita.