Kejadian 1:26-31 dan Amsal 8:11-12

Dalam sebuah pelayanan, kita membutuhkan kreativitas. Ketika kita berbicara soal kreativitas, ada sebuah penelitian yang dilaksanakan oleh Harvard University. Mereka membagi kadar kreativitas seseorang berdasarkan tingkat usia. Demikian hasil penelitiannya:

• Anak usia 5 tahun: 95%

• Anak usia 10 tahun: 60%

• Dewasa (di atas usia 18 tahun): 2%

Dari hasil survei ini kita bisa simpulkan, bahwa semakin dewasa seseorang, kreativitasnya akan semakin berkurang. Kita akan memahami dan mengerti jika seorang anak kecil menggambar benang kusut dan menamai itu sebagai gambar burung. Namun, jika orang dewasa yang melakukan demikian, orang tersebut akan dianggap aneh. Kita semua tahu gambar burung bukan seperti itu. Gambar burung yang paling jelek tetapi benar menurut ketentuan umum itu seperti angka tiga tapi miring, lalu ada garis di bawahnya. Lalu, semakin lama kita belajar, gambar pohon itu ada dua garis, lalu ada awan di bagian atasnya. Gambar awan menyerupai gambar pohon, tetapi tidak ada garisnya. Gambar pemandangan, paling tidak ada dua atau tiga gunung dengan matahari di tengah-tengahnya, lalu ada jalan raya, dan di samping kanan-kirinya ada sawah. Semakin bertambah dewasa, kita semakin tidak lagi mempercayai adanya sinterklas, unicorn (kuda bertanduk yang dapat terbang), dan lain sebagainya.

Semakin dewasa, kita menjadi sulit berpikir, bahkan bertindak kreatif. Kita menjadi kurang dapat mengekspresikan kreativitas kita. Kita lebih cenderung mengikuti harapan-harapan dari lingkungan sosial kita, di sekolah, di lingkungan pekerjaan, dan maupun keluarga kita, karena sering kali, menjadi berbeda itu MASALAH! Inilah yang menjadi salah satu alasan kita enggan meng-explore kreativitas kita. Atau bahkan kita terlampau perfeksionis untuk dapat membuat orang lain senang/terkesan, karena serupa dengan mereka, sehingga kemudian kita membatasi diri kita sendiri untuk menjadi pribadi yang kreatif.

Pablo Picasso pernah berkata, “Every child is an artist. The problem is how to remain an artist once he grows up.” Jika diartikan secara bebas, ia mengatakan bahwa “Setiap anak adalah seorang seniman. Yang jadi masalah adalah bagaimana ia tetap menjadi seorang seniman begitu ia dewasa.” Padahal, Alkitab sendiri mengatakan bahwa Allah kita ini adalah Allah yang kreatif.

Ada banyak contohnya:

1. Dalam kisah penciptaan, kita membaca bahwa Allah menciptakan berbagai jenis binatang, tanaman, bahkan manusia yang berbagai macam (Kej. 1:26-30). Allah itu adalah Allah yang Mahakreatif.

2. Ketika bangsa Israel mengalami berbagai macam permasalahan dan pergumulan dalam perjalanan mereka dari Mesir menuju tanah perjanjian, terlihat begitu banyak cara kreatif Allah dalam menolong mereka, misalnya: membelah laut Teberau, memberi makan mereka dengan manna dan daging burung puyuh, memberikan air minum dari bukit batu, memimpin, melindungi, dan menaungi mereka dengan tiang awan dan tiang api. Ini adalah cara yang benar-benar kreatif. Pernahkah terpikir oleh manusia? Tidak!

3. Allah membuat keluarga Hosea menjadi alat peraga bagi bangsa-bangsa Israel dalam menyampaikan pesan-pesannya. Allah membuat Hosea menikahi seorang perempuan sundal, menamai anaknya dengan nama-nama yang tidak biasa: Yizreel, Lo-Ami, Lo-Ruhama.

4. Ketika berkomunikasi dengan umat-Nya, Allah melakukan cara-cara yang kreatif, seperti melalui penglihatan, mimpi, peristiwa alam, dan melalui Yesus Kristus (Ibr. 1:1-3).

5. Yesus – dalam pengajarannya juga menggunakan metode-metode yang kreatif. Supaya orang lebih paham, ada perumpamaan, ada tanya jawab, ada diskusi.

Allah kita adalah Allah yang Mahakreatif. Kejadian 1:26-31 mengatakan bahwa kita diciptakan seturut gambar dan rupa Allah, AGAR kita bisa melaksanakan misi atau tugas dari Allah untuk memelihara dan merawat seluruh ciptaan, atau dalam istilah lain, melayani Tuhan. Jadi, masing-masing kita diciptakan sebagai pribadi yang kreatif UNTUK melayani dan memuliakan Tuhan.

Dalam sebuah tulisan, dikatakan bahwa setiap orang Kristen adalah karismatik. Masing-masing kita diberikan karisma (Yunani: hadiah, jamak: karismata. Karis: anugerah. Karisma: karunia) oleh Allah. Ada berbagai macam contoh karisma yang ditunjukkan di dalam Alkitab, misalnya melayani, memberi, memimpin, mengajar, menjadi nabi, menolong, bahasa lidah, bijaksana, menjadi rasul, mengatur, murah hati, bernubuat, rela hidup sederhana, menggembalakan, menjadi syahid, menyembuhkan, membesarkan hati, mengusir setan, rela hidup membujang, mengabarkan Injil, suka memberikan tumpangan, cakap mengukir kayu, menenun kain, bahkan mengasah batu permata utk menghiasi bait Allah.

Dengan semakin berkembangnya zaman, semakin berubah pula karismanya. Ada yang hilang, ada yang bertambah, misalnya karisma bernyanyi dan bermain musik, membaca kitab Perjanjian Lama dengan bahasa Ibrani, yang ketika itu sudah menjadi klasik. Sekarang mungkin membaca Alkitab ini sudah tidak ada, bahkan berganti menjadi karisma yang lain, misalnya karisma menjadi penerima tamu.

Contoh-contoh ini memang mirip dengan bakat yang ada di luar lingkungan umat Allah, lalu apa persamaan dan perbedaannya? Persamaannya adalah, bakat dan karisma merupakan pemberian Tuhan, sama-sama berkaitan dengan pendidikan masa kecil dan perkembangan kepribadian yang bersangkutan. Perbedaannya, bakat bermanfaat untuk kepentingan pribadi atau masyarakat umum, sedangkan karisma diberikan Tuhan khusus untuk kehidupan gereja.

Karisma baru menjadi karisma kalau diterima dan dimafaatkan dalam ketaatan kepada Tuhan, BUKAN sebagai prestasi, melainkan sebagai anugerah Tuhan demi kebaikan gereja.

Yang mau saya katakan adalah, masing-masing kita punya kesempatan untuk melayani Tuhan dengan cara kita masing-masing, dengan kemampuan yang kita miliki, dan dapat BERTINDAK KREATIF SERUPA DENGAN ALLAH, asalkan:

1. Mau belajar

Ada sebuah pepatah yang mengatakan, “Rome wasn’t built in a day.” – Roma tidak dibangun dalam waktu sehari. Latar belakangnya, ketika itu Roma adalah bangsa yang maju, tetapi kemajuan itu tidak sekali jadi. Tidak ada yang instan. Lukisan yang indah pun harus melalui proses dari sebuah kanvas kosong yang dicoret-coret. Yang namanya manusia hidup, harus mau terus-menerus belajar. Tidak ada kata terlambat untuk belajar. Contohnya ayah saya belajar menggunakan handphone, susahnya setengah mati. Mengajarkannya sulit sekali, tidak bisa-bisa. Untunglah sekarang sudah lumayan bisa.

Untuk bisa berhasil atau sukses dalam segala bidang, kita tidak bisa hanya mengandalkan karisma yang kita miliki saja, tetapi harus terus diasah dengan latihan, atau belajar lebih dan lebih lagi, KARENA Tuhan ingin kita, anak-anak-Nya untuk terus belajar, agar di dalam kehidupan kita, kita semakin mengenal Allah, bahkan memuliakan Allah melalui apa yang kita miliki.

Yesus mengingatkan kita untuk terus menyempurnakan diri, hingga bisa menyerupai kesempurnaan Bapa. “Karena itu haruslah kamu sempurna, sama seperti Bapamu yang di sorga adalah sempurna” (Matius 5:48). Air yang tak bergerak lebih cepat berbau busuk. Kunci yang tak pernah dibuka lebih mudah seret. Mesin yang tidak dinyalakan lebih gampang berkarat. Hanya perkakas yang tidak digunakanlah yang disimpan di dalam lemari berdebu. Alam sudah mengajarkan hal ini. Jangan pernah berhenti belajar, atau kita akan segera menjadi tidak berguna.

2. Jangan takut berubah

Kita sering kali takut dengan perubahan, tidak nyaman dengan perubahan. Padahal, mau tidak mau, suka tidak suka, zaman akan berubah. Kalau kita membaca kisah-kisah di dalam Alkitab, kita melihat bahwa Tuhan pun berubah, bahkan membuat perubahan. Contohnya di kitab Kejadian, Allah mengubah terang menjadi gelap, Allah mengubah apa yang kosong menjadi berisi. Allah melakukan perubahan terhadap dunia. Dari kisah hidup nabi Hosea, kita belajar, bagaimana Allah menghukum lalu mencabut hukuman yang Ia berikan. Untuk menjadi kreatif, kita tidak perlu takut untuk berubah. Berubah ke arah yang lebih positif, tentunya. Semua ini untuk Allah, bukan untuk diri kita. Mau berubah dan mau belajar akan membuat pelayanan kita kepada Tuhan terus- menerus menjadi baru, disegarkan, bukan sekadar rutinitas belaka.

3. Bertindak dengan bijaksana

Amsal 8:11-12 mengatakan, “Karena hikmat lebih berharga daripada permata, apa pun yang diinginkan orang, tidak dapat menyamainya. Aku, hikmat, tinggal bersama-sama dengan kecerdasan, dan aku mendapat pengetahuan dan kebijaksanaan.” Allah bukan saja memberikan kita karisma atau karunia, kita juga sudah diberikan kesempatan untuk belajar, dan bahkan diberikan kebebasan untuk melakukan perubahan. Namun kita mesti ingat, Allah juga memberikan kita hikmat atau kebijaksanaan.

Ada banyak orang pintar, tetapi hanya sedikit orang yang berhikmat. Orang pintar hanya mengandalkan kepandaiannya, sedangkan orang berhikmat jauh melampaui itu. Orang berhikmat menggabungkan pengetahuan dan hati nuraninya di setiap hal dalam kehidupannya. Kita perlu paham, bahwa segala sesuatu yang kita miliki berasal dari Allah, oleh karena itu kita perlu meminta bimbingan dari Allah di dalam setiap tindakan dan keputusan yang kita ambil, agar apa yang kita lakukan, kita lakukan untuk melayani Allah dan memuliakan Allah.

Kiranya kita mau menjadi pelayan-pelayan Allah yang kreatif dalam melaksanakan misi Allah di dunia ini.

Sumber:

https://www.klikdokter.com/info-sehat/kesehatan-umum/sadar-atau-tidak-makin-tua-kemampuan-berimajinasi-kita-berkurang