banten paska 70th RI

Dalam rangkaian peringatan kemerdekaan Indonesia ke-70, GKI Klasis Banten mengadakan seminar pada Sabtu, 29 Agustus 2015, bertempat di SMAK Penabur, Gading Serpong, Tangerang, pukul 12.30-15.00. Acara yang bertajuk Banten Paska 70 Tahun, Menyambut Pilkada 2015 dengan Cerdas dibawakan oleh Dr. Victor Silaen (dosen FISIP UPH) dan Dr. H. A. M. Romly (Ketua Umum MUI Banten), dengan moderator Pdt. Santoni (GKI Gading Serpong).

Paparan tentang Banten

Dilihat dari sejarahnya, Banten itu tidak kenal menyerah,“ Dr. Haji Asep Muhammad Romly, dosen UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang menamatkan pendidikan S3-nya dari Universitas Indonesia, mengawali seminar dengan menjelaskan sejarah Banten, “ada untungnya, ada juga ruginya, karena sampai hancur pun Banten tidak menyerah bahkan sampai bangunan Kesultanan Banten tinggal puing-puingnya. Banten juga setia pada NKRI, pada waktu ibukota RI pindah ke Yogyakarta, Banten terisolir, apalagi saat itu muncul Negara Pasundan, tetapi Banten tetap menjadi bagian RI, tetapi karena kesulitannya, Banten sempat mengeluarkan uang sendiri yaitu ORIDAB (uang RI daerah Banten).”

Banten lepas dari Propinsi Jawa Barat setelah reformasi, yang direalisasikan ketika Gus Dur menjadi presiden, dengan harapan Banten menjadi lebih maju. Namun setelah 15 tahun menjadi propinsi ternyata tidak semua rakyat merasakan kenikmatan Banten sebagai propinsi, pembangunan masih tersendat, hanya elit-elitnya saja, masih ada rebutan kue, karena yang dipikirkan, “saya dapat apa?”

Banten terbagi 2, yaitu daerah industrial (seperti Serang, Cilegon) dan daerah pedesaan (seperti Pandeglang, Lebak, Rangkasbitung). Dari segi budaya, Banten memiliki karakter yang berbeda karena campuran dari 3 etnis, yaitu : Sunda, Jawa, dan Betawi. Tetapi saat ini, hampir semua etnis ada di Banten, karena itu sudah sepatutnya rakyat Banten memikirkan kemajuan bersama tanpa memandang etnis. Di Banten tidak pernah terjadi kerusuhan karena etnis, karena itu budaya kerukunan yang sudah ada harus dipelihara secara bersama, masjid dan kelenteng bisa hidup berdampingan.

Kendala yang dihadapi rakyat Banten adalah etos kerja. H. Romly mencontohkan daerah Banten Selatan yang kehidupannya ditunjang pertanian. Dulu, panen hanya setahun sekali, kemudian berleha-leha, mencukupkan diri dengan kehidupan yang ada sampai panen tahun berikutnya, padahal jaman sekarang lahan pertanian menyusut sedangkan jumlah penduduk bertambah. Kendala lain adalah masyarakat yang kurang semangat dalam pendidikan, sehingga ketika masuk sektor industri, mereka tidak sesuai dengan kriteria tenaga kerja yang dibutuhkan.

Melihat Banten secara keseluruhan, maka H. Romly menekankan perlunya pemimpin Banten yang “kuat”. Kuat dalam jaringan, kuat dalam program, kuat dalam keinginan memajukan daerah, kuat dalam keinginan untuk mensejahterakan penduduk, kuat dalam kasih sayang terhadap masyarakat dan tidak membedakan etnis. Rakyat Banten kiranya tidak memilih pemimpin yang mengabaikan penduduk, dan pemimpin yang biasa-biasa saja, tidak akan membawa manfaat untuk Banten.

Dan moral seorang pemimpin dalam Alquran menurut H. Romly adalah pemimpin harus merasa berat atas penderitaan umatnya, pemimpin harus punya keinginan yang tinggi dan besar untuk memberikan pengayoman dan kesejahteraan umatnya, pemimpin harus memiliki kasih sayang.

Pilkada Serentak

Pemilu adalah salah satu unsur demokrasi. Dan pada 9 Desember 2015, pemilihan kepala daerah akan digelar pertama kalinya secara serentak di 269 daerah, terdiri dari 9 propinsi, 36 kota dan 226 kabupaten di Indonesia, atau sekitar 53% dari total 537 propinsi dan kabupaten/kota yang ada di Indonesia. Ini adalah tahap pertama. Tahap kedua akan diselenggarakan Februari 2017, dan ketiga pada Juni 2018. Indonesia sendiri sudah dipuji dunia karena berhasil mengadakan pemilu secara periodik, memiliki multi partai, dan didukung pers yang bebas. Pada 12 November 2007, Indonesia mendapatkan Democracy Award dari IAPC (International Association of Political Consultans).

“Tetapi yang penting demokrasi harus didukung oleh rasionalitas dan moralitas, karena pemilu itu bukan tujuan, hanya sarana memilih calon pemimpin,” jelas Victor Silaen, Ketua Pengurus Yakoma PGI, “kita harus memanfaatkan pemilu untuk mendapatkan pemimpin yang berintegritas dan berkualitas.”

Oleh karena itu Victor Silaen menganjurkan agar semua masyarakat mempersiapkan diri sebelum 9 Desember 2015, mengosongkan kegiatan hari itu agar dapat turut serta memilih cakada (calon kepala daerah), mencari informasi sebanyak-banyaknya tentang profil para cakada sesuai dapil, telusuri website KPU dan website lainnya sebagai sumber informasi, bertanya ke sebanyak-banyaknya orang yang tahu tentang para cakada. Jangan menjadi golput, dan bila setelah diselidiki tidak ada yang bagus, pilihlah yang paling sedikit jeleknya dari yang jelek-jelek.

Victor Silaen memberikan kriteria cakada menurut dirinya yang sering dijadikan narasumber di berbagai gereja mengenai pemilu, antara lain: yang penting orangnya, bukan partainya; jenis kelamin tidak menjadi pertimbangan; usia di bawah 70 tahun supaya kondisinya masih prima selama menjabat sebagai pemimpin; berkualitas dan berintegritas; bermental berani dalam arti berani memutuskan sesuatu yang benar walaupun tahu ada resikonya; memiliki rekam jejak yang baik di masyarakat; kalau merupakan petahana/incumbent, evaluasi kinerjanya.

Pesta demokrasi ini harus didukung semua lapisan masyarakat, dan gereja harus memberikan arahan kepada jemaat mengenai pemilu. Banyak warga gereja yang tidak tahu akan memilih siapa, alangkah baiknya jika gereja dapat memberikan informasi kelebihan dan kelemahan para cakada, sehingga warga tidak asal mencoblos tanpa mengetahui informasi yang benar mengenai siapa yang dipilihnya.

Penutup

Dilihat dari kebutuhan pemimpin seperti apa menurut H. Romly untuk Banten, dan bagaimana kriteria pemimpin yang baik menurut Victor Silaen. Sudah sepatutnya kita dari sekarang mempersiapkan diri menyambut pilkada, mempelajari teknisnya, mengecek apakah sudah terdaftar di DPT, mencari informasi sebanyak-banyaknya, menyebarkan informasi tersebut ke sebanyak-banyaknya orang pula, agar pemimpin yang sesuai kriterialah yang menjadi pemimpin. Dan kitalah yang menentukannya.

Pada sesi tanya jawab, beberapa peserta mengeluhkan tentang sulitnya ijin pengurusan gereja maupun kesulitan mendapatkan ijin untuk tempat retreat, H. Romly sebagai Ketua MUI Banten mengisahkan satu kisah di Alquran tentang perang besar yang terjadi antara Romawi dan Persia, tercatat bahwa umat Islam senang Romawi menang, karena Romawi yang saat itu adalah umat Kristen merupakan saudaranya, bahkan di Alquran umat Kristen bukan disebut sebagai kafir, tapi ahlul kitab. Beliau menambahkan kerukunan umat beragama bisa terjalin baik dengan mengembangkan persahabatan antar tokoh-tokoh agama, pastur, pendeta, kyai, pedande, para pemimpin agama hendaknya saling berteman dan bersahabat, karena Indonesia adalah negara yang menganut pluraslisme. MUI sendiri menolak keras paham radikalisme dan terorisme.

Sebagai penutup, Pdt. Santoni dalam ringkasannya mengatakan bahwa Banten memiliki harapan. Kitalah sebagai umat yang Tuhan tempatkan di Banten yang menentukannya.