Dalam rangka merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan RI ke-79, Komisi Dewasa GKI Gading Serpong melakukan persekutuan dewasa sie wanita pada Kamis, 22 Agustus 2024, pukul 10.00 WIB. Tidak seperti biasanya, setelah persekutuan selesai, dilanjutkan dengan acara hiburan, yaitu berbagai perlombaan bagi peserta yang hadir. Perlombaan dilakukan dengan serius tetapi santai, hingga suasana dapat disimpulkan dengan satu kata: SERU!

Dress code bernuansa merah putih semakin menambah kemeriahan suasana kemerdekaan. Acara dimulai tepat waktu. Dihadiri oleh 69 peserta, terdiri dari pembicara, Pdt. Danny Purnama, sekretariat gereja satu orang, pengurus sejumlah lima belas orang, jemaat dewasa 49 orang, satu orang penatua pendamping komisi dewasa, dan jemaat baru sebanyak tiga orang.

Adapun tema persekutuan dewasa sie wanita ini adalah “Keberagaman adalah Kekuatan”. Persekutuan dilaksanakan di aula Kana, lantai 1 Gedung Griya Kasih, yang terletak di Jl. Kelapa Gading Barat Blok AG15, Pakulonan Barat, Kelapa Dua, Tangerang, Banten. Tampak dekorasi dan balon-balon bernuansa merah putih. Juga disediakan photo booth corner. Suasana meriah, diiringi musik yang bernuansa kemerdekaan, menyemangati setiap orang yang hadir.

Acara dibuka oleh worship leader Lelieyanti Sihite, yang dibantu oleh Djuita P. Sinsu dan Lenny Wongsonegoro sebagai singer, diiringi oleh pemusik Dewi S. Rohie, dengan menyanyikan lagu “Indonesia Raya”, dilanjutkan lagu “Kumasuki Gerbang-Nya”.

Lagu KK 123, “Kusiapkan Hatiku, Tuhan” mengantarkan jemaat untuk mendengarkan firman Tuhan. Khotbah didasari firman Tuhan yang terambil dari Kolose 3:8-15. Sebagai tubuh Kristus, kita semua berbeda-beda. Kita berasal dari berbagai suku-ras-golongan. Harus diakui, kerap kali kita melihat perbedaan itu sebagai suatu ancaman, yang berpotensi menimbulkan keributan, perpecahan, dan masalah, ketimbang memaknainya sebagai anugerah Tuhan, supaya kita bisa saling melengkapi.

Kolose 3:12a menyebut jemaat sebagai orang-orang pilihan Allah yang dikuduskan dan dikasihi-Nya. Kata “kudus” dalam bahasa Yunaninya adalah hagios. Apa artinya? Sering kita memaknainya hanya sebagai keadaan “suci, tidak bercacat, tidak bercela, tidak berdosa”. Secara harfiah hagios berarti BERBEDA dari yang umum/biasa. Demikian juga, orang Kristen disebut KUDUS karena ia berbeda (different) dari orang-orang pada umumnya. Apa yang membuat jemaat di Kolose dan juga anak-anak Tuhan berbeda dari orang-orang dunia? Dalam Tuhan Yesus, kita adalah manusia baru, ciptaan baru yang terus-menerus diperbarui, supaya makin mengenal Tuhan, Sang Pemilik Hidup ini. Dan, salah satu ciri manusia baru adalah mau menerima perbedaan yang ada, saling menghargai sebagai sesama anak Allah. Ayat 11 menyatakan: “…dalam hal ini tidak ada lagi orang Yunani atau orang Yahudi, orang bersunat atau orang tak bersunat, orang Barbar atau orang Skit, budak atau orang merdeka…”

Apa yang harus dilakukan supaya umat Tuhan yang berbeda-beda ini bisa saling menerima, dan melihat keberagaman sebagai kekuatan? Mereka perlu menanggalkan kebiasaan lama yang merusak (ayat 8-9). Paulus mengingatkan, sebagai manusia baru, ada bagian yang harus dibuang. Sama seperti pohon, jika ingin berbuah lebat, harus dibersihkan dari benalu dan dikurangi daunnya. Kemarahan, kegeraman, kejahatan, fitnah, kata-kata kotor, dan dusta adalah perbuatan-perbuatan yang kerap kali menghancurkan kebersamaan. Itu harus dibuang dari tengah persekutuan umat Tuhan.

Sejak dunia diciptakan, Allah memang menciptakan perbedaan. Jadi, perbedaan itu bukan kutukan, tapi justru anugerah, supaya kita bisa saling melengkapi dan menolong. Ketika Yesus menebus manusia dari dosa, kita semua menjadi milik-Nya. Tidak ada lagi orang ini dan orang itu. Bukan berarti tidak ada lagi suku-suku bangsa di dunia ini, tetapi semuanya dipersatukan oleh Kristus. Dalam ayat 11b, disebutkan, “… Kristus adalah semua dan di dalam segala sesuatu,” atau Chistos en pasin, yang bisa diterjemahkan sebagai “Kristus bagi semua dan di dalam semua”. Kehadiran Kristus adalah untuk semua orang, tanpa membeda-bedakan. Dan Ia juga mau berdiam di dalam hidup kita, orang-orang percaya yang menyambut karya-Nya. Kalau Yesus berkarya dan mau tinggal di dalam hidup semua orang, maka kita juga diminta untuk menghormati sesama, seperti kita menghormati Kristus, Pemiliknya.

Selain menanggalkan hal-hal yang merusak, menyadari Kristus hadir dalam hidup orang percaya, maka kita juga diminta untuk melakukan hal-hal yang membangun (ayat 12-13), yaitu belas kasihan, kemurahan, kerendahan hati, kelemahlembutan, kesabaran, dan pengampunan. Ini semua dapat menangkis hal-hal negatif tadi. Jika ini dapat dilakukan, maka akan tercipta suasana indah dalam persekutuan yang terdiri dari beragam orang ini.

Kasih berfungsi sebagai pengikat di tengah perbedaan (ayat14). Pembicara memberikan ilustrasi tentang hubungan antara menantu dan mertua. Kadang apa yang ada dalam benak kita, kecurigaan-kecurigaan yang ternyata tidak terbukti, malah menjadi racun. Racun itu bisa kita netralisasi dengan kasih. Perbedaan pikiran, kebiasaan, dll. tidak akan jadi racun yang menghancurkan, kalau kita mempunyai kasih. Kasih itulah yang akan mengikat erat kita, dan kasih itu pulalah yang akan menyempurnakan hubungan di antara kita. Relevansinya, hendaknya kita membuang stereotipe-stereotipe, anggapan-anggapan umum, atau generalisasi kelompok tertentu yang biasanya beredar di tengah masyarakat. Masing-masing pihak hendaknya berupaya menunjukkan itikad baik untuk hidup bersama.

Bukan sebuah kebetulan jika nama GKI memperlihatkan unsur “I”, yaitu Indonesia, dengan begitu jelas. Dari Tiong Hoa Kie Tok Kauw Hwee – gereja Tionghoa, dengan penuh kesadaran, pada tahun 1958, kita memilih untuk berganti nama menjadi Gereja Kristen Indonesia. Dengan cara itu, GKI ingin menyatakan identitas dirinya sebagai gereja Indonesia. GKI juga tidak ingin menjadi gereja dari dan bagi suku atau etnis tertentu saja, melainkan gereja bagi beragam suku serta etnis yang ada di Indonesia. GKI terbuka bagi siapa saja dan berkarya bagi siapa saja, di tengah keragaman yang ada. Karenanya, di GKI selain ada nama-nama “rekan seperguruan Thio Sam Hong dan Thio Bu Kie”, di sini juga ada Joko, Sitorus, Harahap, Sahetapy, Manuputty, Manuhutu, Sianturi, Bawole, Mandagi, Pingak, Kudjirihi, Hauteas. Kita patut bersyukur kalau gereja ini dipenuhi orang-orang dari beragam suku dan latar belakang sosial yang berbeda, karena di sanalah terjadi harmoni.

Lagu Persembahan terambil dari KK 379, “Bawa Persembahanmu”. Pnt. Nanik Handayani menaikkan doa dalam rangka HUT Republik Indonesia, sedangkan Pdt. Danny membawakan doa syafaat. Ibadah diakhiri lagu Pengutusan KK 600, “Serikat Persaudaraan”.

Seusai ibadah, dilangsungkan acara perayaan dengan antusiasme, kehebohan, dan semangat dari para peserta, dengan Kesti Prasetiyawati dan Tiade Yunita sebagai pembawa acaranya. Seluruhnya ada empat perlombaan yang diadakan, dengan membagi seluruh peserta menjadi enam kelompok.

Perlombaan pertama adalah estafet memindahkan gelas menggunakan sedotan. Gelas kertas dipindahkan dengan sedotan yang dijepit di mulut, dan dipindahkan dari peserta pertama ke kedua dan selanjutnya, tidak boleh sampai jatuh. Ibu-ibu berusaha memindahkan dengan berbagai cara, agar dapat memindahkan ke sedotan temannya dengan tepat dan cepat tanpa terjatuh, karena jika jatuh, harus diulang kembali dari pemain yang pertama. Sangat seru dan heboh.

Permainan kedua adalah permainan mencari teman. Salah seorang dari masing-masing kelompok ditutup matanya dengan pita, kemudian posisinya diacak, sehingga tidak berada persis di depan kelompoknya. Masing-masing teman di kelompoknya akan memanggil dan mengarahkan teman yang matanya ditutup, agar kembali ke kelompoknya. Ada yang berhasil kembali ke kelompoknya, tetapi ada juga yang tersesat, tidak berhasil menemukan teman-temannya, karena bingung mendengar suara-suara panggilan dari kelompok lain.

Permainan ketiga adalah memunggungi balon. Setiap kelompok dibagi menjadi tiga pasangan. Pasangan pertama membawa balon yang diletakkan di punggung masing-masing, dan dengan secepat mungkin membawa balon ke pasangan kelompoknya, yang sudah menunggu ujung ruangan. Tidak boleh terjatuh, tidak boleh memegang balon, dan saling memunggungi. Masing-masing berusaha berlari dengan cepat, tapi ada yang balonnya terjatuh, dan harus kembali lagi dari awal. Sungguh seru, karena semua kelompok saling menyemangati temannya yang sedang bermain. Ada yang cepat sekali membawa balon, tetapi ada juga yang tidak tuntas.

Permainan terakhir adalah “Tebak A atau B”. Permainan ini diikuti semua peserta, dengan membuat satu barisan ke belakang. Pembawa acara akan mengajukan pertanyaan dengan pilihan A atau B. Jika jawabannya A, maka peserta pindah ke kanan, dan pindah ke kiri bila jawabannya B. Pertanyaan yang dibacakan pembawa acara bukan hanya pengetahuan Alkitab, tetapi juga sejarah, dan pengetahuan umum. Seru sekali. Ibu-ibu pun sangat menguasai pengetahuan. Pada akhirnya, tinggal dua orang peserta, dan dimenangkan oleh seorang ibu yang menjawab pilihan plat AB atau AD untuk nomor pelat kendaraan di Yogyakarta dengan benar.

Untuk menambah kemeriahan perayaan, para pengurus sepakat memberikan bingkisan kepada semua yang hadir. Puji syukur kepada Tuhan, semua persiapan dan penyelenggaraan acara berjalan lancar dan penuh sukacita. Terpujilah nama Tuhan!

*Penulis adalah konselor dan penulis, anggota GKI Gading Serpong.