Roh Kudus memiliki peranan yang penting dalam hidup setiap orang percaya. Ia melahirbarukan seseorang, agar bisa melihat dan masuk ke dalam Kerajaan Allah (Yoh 3:3,5). Ia bekerja di dalam diri seseorang, sehingga dapat insaf akan dosanya, bertobat, dan percaya kepada Tuhan Yesus (Yoh 16:7-8). Ia menolong orang yang percaya untuk dapat mengerti kebenaran, hidup dalam kebenaran dan meneruskan kebenaran (Yoh 16:13-15). Ia memberikan rupa-rupa karunia rohani bagi masing-masing orang percaya untuk melayani (Rm 12:6-8; 1 Kor 12:4-11), dan memberikan kuasa kepada mereka untuk bersaksi (Kis 1:8). Selain itu, ada satu hal yang perlu kita perhatikan, bahwa Ia juga memimpin orang-orang percaya untuk menghasilkan buah Roh (Gal 5:22-23).
Setiap orang yang telah percaya kepada Tuhan Yesus hendaklah menyerahkan dirinya untuk dipimpin oleh Roh-Nya. Orang yang dipimpin oleh Roh Kudus ditandai dengan adanya buah Roh dalam hidupnya. Buah Roh itu memiliki sembilan karakter, yaitu: kasih, sukacita, damai sejahtera, kesabaran, kemurahan, kebaikan, kesetiaan, kelemahlembutan, penguasaan diri (Gal 5:22-23).
Buah Roh Kudus itu membuat orang-orang percaya memiliki hidup yang mengasihi Allah, peduli pada sesama, dan dapat menguasai dirinya. Marilah kita memperhatikan kesembilan karakter buah Roh itu satu-persatu.
1. Kasih (Agape)
Kasih ditempatkan di posisi pertama karakter buah Roh, karena semua karakter buah Roh yang lain itu berhubungan dengan kasih (1 Kor 13:4-8). Kasih itu berasal dari Allah (1 Yoh 4:7), dan kasih adalah inti dari semua perintah Allah (Mat 22:37-40). Barangsiapa tidak mengasihi, ia tidak mengenal Allah, sebab Allah adalah kasih (1 Yoh 4:8). Begitu besar kasih Allah kepada kita, sehingga telah mengaruniakan Anak Tunggal-Nya untuk menyelamatkan kita (Yoh 3:16). Hendaklah kita mengasihi Allah, hidup saling mengasihi, dan mengasihi sesama.
Kasih (agape) adalah kebajikan yang tertinggi dan tidak bersyarat. Kasih mendorong kita untuk peduli dan berbuat kebajikan kepada orang lain, termasuk kepada orang yang mencaci dan menyakiti kita. Dengan kekuatan sendiri, kita tidak mampu mengasihi dengan kasih agape, tetapi Roh Kudus yang berada di dalam kita, yang memampukannya.
2. Sukacita (Khara)
Sukacita (khara) adalah kegembiraan dan kebahagiaan di dalam hati oleh Roh Kudus (Rm 14:17). Sukacita ini berbeda dengan sukacita dunia, yang dikarenakan mendapat keuntungan, keinginan dipenuhi, atau dapat mengalahkan lawan. Kita bersukacita karena percaya kepada Yesus Kristus, yang telah datang ke dunia untuk menyelamatkan manusia, dan akan datang kembali untuk memuliakan setiap orang yang percaya. Sukacita yang bersumber pada Tuhan itu (Rm 15:13; Flp 1:4,25) memberikan optimisme kudus sehingga kita dapat tabah menghadapi berbagai keadaan dan kesulitan.
Sukacita inilah yang tetap ada di dalam hati Paulus, kendati pun ia harus menderita karena Kristus. Di dalam penjara, rasul Paulus masih dapat bersukacita, dan menasihati jemaat Filipi untuk bersukacita. Ia berkata: “Bersukacitalah senantiasa di dalam Tuhan! Sekali lagi kukatakan: bersukacitalah!” (Flp 4:4).
3. Damai Sejahtera (Eirene)
Damai sejahtera (eirene) adalah damai sejahtera Kristus (Kol 3:15), dan merupakan karunia dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus (Rm 1:7; 1 Kor 1:3). Dengan perantaraan Kristus, Allah telah mendamaikan kita dengan diri-Nya (2 Kor 5:18), yang memperbaharui relasi kita dengan sesama dan diri sendiri. Di dalam salib Tuhan kita Yesus Kristus, kita sudah diperdamaikan dengan sesama, untuk memiliki relasi baru yang dipenuhi damai sejahtera (Gal 6:14-16). Di dalam Kristus Yesus, damai sejahtera Allah, yang melampaui segala akal, akan memelihara hati dan pikiran kita (Flp 4:7). Roh Kudus memimpin orang-orang percaya untuk hidup dalam damai sejahtera Kristus, yang dimanifestasikan dalam buah Roh.
4. Kesabaran (Makrothumia)
Kesabaran (Mokrothumia) punya pengertian panjang sabar dan tekun. Dalam berelasi dengan orang-orang lain, khususnya “orang sulit” atau orang yang sengaja hendak mempersulit kita, kita harus memiliki kesabaran. Orang Kristen yang memiliki kesabaran tidak akan membalas kejahatan dengan kejahatan, dan tidak mendatangkan celaka ke atas orang lain yang memusuhinya. Inilah sikap Allah terhadap manusia. Meskipun manusia berdosa dan melawan Allah, namun Ia tidak segera membinasakan mereka, melainkan menunjukkan kesabaran-Nya agar mereka berkesempatan untuk bertobat (1Tim1:16; 1Ptr3:20).
Kesabaran (Mokrothumia) sangat penting untuk meraih keberhasilan. Kesabaran membuat kita sabar menghadapi manusia dan tekun berkarya. Kesabaran membuat kita tidak gampang menyerah di dalam menghadapi kesulitan dan kegagalan, melainkan dengan bersandar pada Allah tetap tekun berusaha hingga mencapai keberhasilan.
5. Kemurahan (Khrestotes)
Kemurahan (khrestotes) berarti kebajikan yang dipenuhi dengan kemurahan hati. Kemurahan membuat kita peduli kepada sesama, dan bersedia menolong mereka yang membutuhkan, termasuk kepada mereka yang tidak menyenangkan. Buah Roh ini mendorong kita untuk terus menabur kebaikan, pada waktu orang lain menabur kejahatan. Kita sendiri memang sulit melakukan hal ini, tetapi Roh Kudus yang tinggal di dalam kita memampukannya.
6. Kebaikan (Agathosune)
Agathosune berarti kebaikan yang mengandung unsur memperbaiki dan mendisiplin. Menurut William Barclay, agathosune berarti kebaikan dalam pengertian yang luas, yaitu “kebajikan yang tersedia dalam segala perkara,” yang di dalamnya terkandung unsur marah dan disiplin. Barclay menjelaskan, bahwa Yesus menunjukkan agathosune (kebaikan) ketika Ia mengadakan pembersihan di Bait Allah, serta mengusir mereka yang menjadikan tempat itu seperti pasar; tetapi Ia menunjukkan khrestotes (kemurahan) kepada perempuan berdosa yang meminyaki kaki-Nya.
Orang Kristen yang dipimpin Roh Kudus akan menghasilkan buah Roh yang menyatakan kebaikan (agathosune), yang di dalamnya ada kebajikan, tetapi sekaligus disiplin. Di dalam masyarakat yang dipenuhi dengan kebobrokan moral, KKN, ketidakadilan dan kemiskinan, sangat dibutuhkan agathosune. Hanya dengan adanya kebaikan (agathosune) yang demikian, barulah kebenaran dan keadilan dapat ditegakkan, serta kepedulian pada semua lapisan masyarakat bisa diwujudkan. Inilah jalan untuk menciptakan masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera.
7. Kesetiaan (Pistis)
Anak-anak Tuhan perlu tetap memelihara kesetiaan (pistis) dalam hidupnya. Baik dalam hidup pribadi, keluarga, pelayanan, pekerjaan maupun bisnis, unsure kesetiaan sangatlah penting. Inilah buah Roh yang membuat kita menjadi orang yang layak dipercaya dan bisa diandalkan.
8. Kelemah lembutan (Proutes)
Kesetiaan hendaknya ditambah dengan kelemahlembutan (proutes). Kelemah lembutan bukan berarti lemah. Tuhan Yesus berkata, “Aku lemah lembut dan rendah hati” (Mat11:29), dan Alkitab menyatakan bahwa Musa “sangat lembut hatinya” (Bil 12:3). Tetapi tidak seorang pun dapat mengatakan bahwa Tuhan Yesus atau Musa adalah orang-orang yang lemah.
Orang yang lemah lembut peka pada situasi dan kondisi sekitarnya. Ia bisa marah pada saat yang tepat, dan tidak pernah marah pada saat yang tidak tepat. Tuhan Yesus yang lemah lembut, bisa marah dan mengusir semua orang yang berjual beli di halaman Bait Allah, membalikkan meja-meja penukar uang, dan bangku-bangku pedagang merpati (Mat 21:12), namun Ia tergerak oleh belas kasihan, ketika melihat orang banyak yang lelah dan terlantar (Mat 9:36).
9. Penguasaan Diri (Egkrateia)
Kesetiaan dan kelemah lembutan harus dilengkapi dengan penguasaan diri (egkrateia). Penguasaan diri biasa dipakai untuk seorang atlet yang mendisiplinkan tubuhnya (1 Kor 9:25), dan untuk usaha Kristiani dalam menguasai kebutuhan seks (1 Kor 7:9). Dalam bahasa Yunani sehari-hari, kata itu juga dipakai untuk mengungkapkan kebajikan seorang kaisar ideal, yang tidak pernah membiarkan kepentingan pribadinya mempengaruhi jalannya pemerintahan atas rakyatnya. Kebajikan seperti itulah yang membuat orang mampu mengendalikan diri sendiri, sehingga ia pantas menjadi pelayan Tuhan dan sesamanya.
Dengan pimpinan Roh Kudus, marilah kita menampakkan buah Roh dalam kehidupan kita. Buah Roh yang memiliki sembilan karakter itu, akan menolong kita memiliki hubungan yang indah dengan Allah, sesama, dan diri sendiri.