“Pandanglah burung-burung di udara, yang tidak menabur, tidak menuai, dan tidak mengumpulkan dalam lumbung, namun Bapamu yang di surga memberi mereka makan. Bukankah kamu jauh lebih berharga daripada burung-burung itu? (Matius 6:26)
Kisah inspiratif edisi kali ini datang dari salah satu simpatisan GKI Gading Serpong. Petrus Tanuwijaya, 58 tahun, harus ikhlas menerima diagnosis penyakit langka, yang membatasi pergerakannya. Namun, melalui ketekunan dan tekad yang kuat, ia membuktikan bahwa semangatnya mampu mengatasi segala keterbatasan fisik.
Lemas di sekujur tubuhnya membuatnya didiagnosis sindrom Guillain-Barre, yang gejalanya hampir sama dengan Parkinson. Melalui perbincangan secara luring, ia mengungkapkan, betapa sulit dan berat menghadapi kenyataan. Ia mengalaminya setelah melewati penyakit COVID-19 varian Delta, yang marak pada tahun 2020.
Petrus masih tercatat sebagai anggota GKI Perniagaan, namun sejak sakit, ia pindah ke rumah ibunya di Gading Serpong. Sejak itu, ia menjadi sering beribadah di GKI Gading Serpong. Sebelumnya, ia tinggal di Pasar Baru, Jakarta Pusat.
Bertahun-tahun mengalami penyakit yang terbilang langka di Indonesia, tidaklah mudah bagi Petrus. Tak hanya menghadirkan tantangan fisik, tetapi juga dampak psikologis dan sosial yang kompleks. Namun, ia pantang menyerah menghadapi keadaan.
Ia pernah bermimpi, ada sosok hitam di sisi kanan, dan sosok putih di sisi kiri. Keduanya, tarik-menarik, membuatnya bagaikan di ambang kematian, hingga akhirnya sisi putih yang menang. Sekujur tubuh Petrus lemas, sehingga harus dilarikan ke rumah sakit, mendapatkan perawatan dan pengobatan.
Suka dan Duka
Layaknya sekeping koin yang memiliki dua sisi, Petrus mengalami suka dan duka. Ia harus berpindah rumah sakit sebanyak tiga kali, untuk menggapai kemajuan. Dukanya terjadi di rumah sakit pertama. Ia tidak bisa berjalan maupun berbicara, sehingga harus menjalani terapi jalan menggunakan alat bantu, dan terapi berbicara, seperti berlatih membunyikan huruf vokal “a, i, u, e, o”.
Ia juga harus mengonsumsi banyak obat saraf supaya bisa tidur. Ketika makan, ia harus menggunakan selang makan atau sonde selama tiga bulan. Karena jarak, ia memutuskan untuk pindah ke rumah sakit kedua, melakukan metode terapi yang serupa. Karena perkembangan kesehatannya nyaris tak ada kemajuan, ia memutuskan untuk pindah ke rumah sakit lain, hingga sekarang. Sukacita datang ketika Petrus mengalami kemajuan pesat akan kondisinya, setelah sebelumnya sama sekali tidak bisa berjalan ataupun berbicara. Di balik sakit yang diderita, ia jadi mengetahui keluarganya sangat menyayanginya dan menaruh perhatian kepadanya. Seluruh biaya terapi, obat-obatan, asisten, ditanggung oleh saudaranya. Teman-temannya bahkan sampai membuat grup bernama “Sahabat Petrus”. Dalam grup tersebut, temantemannya kerap mendoakan dan memberikan motivasi untuk Petrus, supaya tetap kuat dan tabah.
Hikmah lainnya, Petrus menjadi lebih dekat dengan ibunya. Jika dahulu hanya bertemu dua minggu sekali, sekarang menjadi setiap hari, bahkan setiap saat. Petrus mengingatkan kita untuk selalu bersyukur atas apa pun kondisi yang dialami, masih ada orang yang keadaannya lebih buruk.
Pada titik terendah dalam sakitnya, Petrus mengaku bahkan pernah sampai satu minggu tidak bangkit dari tempat tidur, karena stres. Salah satu pemicunya adalah ketika anjingnya tidak mau makan, hingga mati. Namun, sekarang ia sudah bangkit dan bersyukur atas segala hikmah yang ia terima. Ia merasa masih banyak orang yang tak seberuntung dirinya.
Tekad untuk Sembuh
Setiap hari Senin, ia bermain tenis meja yang merupakan kegemarannya, dan rutin melakukan terapi di rumah sakit setiap hari Selasa. Demi melatih keseimbangannya, dahulu ia pernah berguling-guling tanpa memakai baju di taman. Walaupun merasa malu, pikirannya hanya tertuju pada satu tujuan, yaitu sembuh. Setiap hari Rabu, ia juga pergi ke pusat kebugaran, menjalani latihan, dibimbing personal trainer-nya.
Setiap hari Jumat, ia berenang. Awalnya, ia berjalan di dalam air, lalu Petrus memakai pelampung untuk bisa berenang bolak-balik. Ia pernah hampir tenggelam ketika berenang, karena lantainya licin. Dengan sigap, asistennya meraihnya. Semangat dan keyakinan Petrus untuk memperbaiki kualitas hidupnya mampu memotivasi banyak orang.
Walaupun lelah akan rutinitasnya, ia tetap bertekun melakukannya dengan sukacita. Petrus mengawali kegiatan sehari-harinya dengan berdoa, lalu melanjutkan dengan latihan mulut selama lebih kurang 30 menit. Usai menyantap sarapan berupa oat dan telur rebus, ia membawa anjingnya berkeliling kompleks, lalu memberinya makan. Kembali mengisi perut dengan kue dan susu, ia melanjutkan dengan latihan angkat beban menggunakan barbel, dan latihan pernapasan guna memperpanjang napas, karena jika berbicara napasnya masih terasa pendek.
Selesai terapi, ia mandi, membaca Alkitab, lalu makan siang. Ia melanjutkan aktivitasnya dengan menjawab teka-teki, berkaraoke, dan mewarnai. Ketiga kegiatan itu dilakukan secara bergilir. Aktivitas siang hari ditutup dengan tidur siang selama satu jam. Ia mengisi aktivitas sorenya dengan makan buah dan berjalan-jalan sore. Setelah pulang, ia memberi makan anjingnya. Setelah membaca Alkitab, ia makan malam dan menonton TV. Usai melaksanakan doa malam, sebelum tidur, ia menyempatkan diri untuk latihan mulut.
Ada aktivitas rutinnya yang bahkan sering kali ditinggalkan banyak orang, yakni membaca Alkitab dan berdoa. Fakta menarik lainnya, ia menyisihkan waktu setengah jam setiap hari untuk berdoa. Ini adalah sikap yang patut kita tiru sebagai orang Kristen.
Walaupun kondisi fisiknya tidak sesempurna orang biasa, ia senang mendaki gunung, suatu aktivitas yang jarang dilakukan, bahkan oleh orang normal. Pada akhir tahun 2022, ia mengunjungi Labuan Bajo, Nusa Tenggara Timur, bersama saudara dan asistennya. Petrus bahkan mampu naik ke puncak Pulau Padar, sementara banyak wisatawan lain yang tak mampu mendakinya. Ia menyadari, upaya medis harus didukung dengan motivasi yang tinggi dari diri sendiri dan orangorang terdekat. Ia berterima kasih atas semangat dan dukungan yang terus diberikan oleh keluarganya. Imannya yang kuat membuatnya tetap bertahan di tengah-tengah cobaan.
Walau awalnya sulit menerima vonis, bahkan pernah membuatnya merasa kecewa kepada Tuhan, Petrus berharap dapat terus semangat dan bersabar, karena Tuhan tidak pernah meninggalkan anak-anak-Nya. Berdoa adalah kegiatan yang tak boleh ditinggalkan. Ia terus berupaya menerima diri, dan bersyukur dalam segala hal.
Harapan Petrus tentu agar ia bisa sembuh total dari penyakitnya. Satu hal yang pasti, di dalam Tuhan, tidak ada yang mustahil.
*Penulis adalah anggota jemaat GKI Gading Serpong.