“Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit, karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerja-pekerjanya untuk tuaian itu.”

Menyerahkan hidup sepenuhnya menjadi pelayan Tuhan penuh waktu, tak pernah terpikirkan sebelumnya oleh saya. Tak pernah terbayangkan oleh saya, bahwa saya akan menjadi pembicara di atas mimbar, dan berkobar-kobar memberitakan Firman Tuhan. Itu bukan cita-cita saya. Sebagaimana anak muda, saya juga punya cita-cita sendiri dalam hidup ini. Anda mau tahu apa cita-cita saya? Mungkin terkesan lucu, tetapi waktu saya masih muda, saya bercita-cita menjadi presiden. Saya ingin memimpin bangsa ini, dan mengadakan sebuah perubahan! Sebuah cita-cita yang mulia bukan? Ah, tapi saya masih mencoba berpikir realistis. Bagaimana mungkin seorang Kristen dapat menjadi presiden di negeri ini?

Saya pun mulai memikirkan ulang cita-cita saya. Pada waktu itu, banyak kasus pajak terjadi di bangsa ini, bahkan anak Tuhan pun banyak yang terlibat kasus tersebut, bahkan ada yang sampai melakukan korupsi. Dengan latar belakang pendidikan di IPS dan menyukai akuntansi, saya pun memutuskan, bahwa cita-cita saya adalah mengubah Indonesia melalui perpajakan. Wow, cita-cita yang mulia bukan?

Namun pada akhirnya saya tidak memilih untuk masuk ke dunia politik ataupun perpajakan, karena saya sangat meyakini, bahwa Tuhan memanggil saya untuk menjadi pelayan-Nya penuh waktu. Saya memutuskan untuk menjalani panggilan saya, dengan masuk ke sebuah seminari, untuk mempelajari Alkitab.

Saya menjalani panggilan saya dengan belajar penuh giat di seminari ini. Namun ketika memasuki tahun kedua, terjadi krisis dalam diri saya. Krisis keyakinan, apakah memang benar Tuhan sungguh-sungguh memanggil saya, dan mengapa saya ada di sini? Ternyata hal ini bukan hanya dialami oleh saya. Banyak anak muda, teman-teman saya, yang kuliah di jurusan Teologi ataupun yang tidak, seringkali merasakan krisis ini di tahun kedua mereka, bertanyatanya, “apakah ini jurusan yang tepat?”

Saya bergumul hebat dengan Tuhan. Saya bertanya kepada Tuhan, “Tuhan, bukankah menjadi presiden adalah suatu hal yang mulia? Mengapa Engkau memanggil saya ke sini? Tuhan, bukankah bekerja di perpajakan dengan benar adalah suatu hal yang mulia? Mengapa Engkau memanggil saya ke sini?”. Saya berdoa dan bergumul di hadapan Tuhan. Lalu saya membuka kitab suci saya, dan menemukan Matius 9:35-38 ini.

Firman Tuhan ini mengisahkan, bahwa Yesus berjalan keliling ke semua kota dan desa. Yesus berkeliling bukan untuk berjalan-jalan, tetapi untuk melakukan suatu tugas mulia. Yesus melihat kebutuhan mereka yang sangat mendalam, yaitu Injil. Mereka butuh disembuhkan dari penyakit, dan mereka butuh dikuatkan di dalam kelemahan mereka. Itulah mengapa Yesus memberitakan Injil dengan giat. Mereka semua membutuhkan Injil. Mereka semua butuh untuk mendengar, siapa Allah dan Mesias itu, yang datang ke dalam dunia ini. Yesus tidak hanya memberitakan Injil di dalam gereja, tetapi di jalan-jalan, dan di manapun Ia berada. Ia tak pernah lelah memberitakannya. Bukan hanya itu, kebutuhan akan kesembuhan juga penting. Karena itu kita lihat, banyak sekali mujizat yang Yesus lakukan dalam mengatasi penyakit ini. Semua karena Yesus melihat penderitaan mereka. Yesus peduli terhadap kesusahan mereka.

Tak berhenti sampai di sana, Yesus juga memerhatikan kelemahan mereka. Yang dimaksud dengan kelemahan ini bukanlah kelemahan fisik, melainkan kelemahan mental. Banyak tekanan zaman itu, yang membuat orang tertekan. Tekanan dari para pemimpin agama yang menambahkan perintah-perintah di luar Kitab Suci, sangat membebani umat. Tekanan zaman, seperti wanita tidak dianggap, wanita kelasnya lebih rendah, demikian juga anak-anak. Banyak orang yang menderita tekanan mental ini. Karenanya Yesus datang dan memberikan damai sejahtera dan kebebasan ini. Pelayanan Yesus adalah pelayanan yang holistik.

Mengapa sepertinya banyak sekali penderitaan pada zaman itu? Yesus pun sedih, dan melihat mereka seperti domba yang tidak bergembala. Apakah mereka sungguh-sungguh tidak memiliki gembala? Tidak. Mereka punya gembala. Mereka punya pemimpin masing-masing. Namun mereka bagaikan domba yang tidak bergembala, karena gembala mereka tidak mengurusi domba-dombanya. Domba-dombanya menderita begitu dalam. Domba-dombanya lapar dan haus akan kebenaran. Domba-dombanya tertekan atas semua tuntutan gembala. Namun gembala tak pernah peduli. Gembala enak-enak saja di takhtanya, sambil menikmati indahnya dunia. Sangat keji bukan?

Hari ini jika kita lihat di dunia, atau jika dipersempit, di dunia anak muda, ternyata hal itu juga masih nyata. Banyak orang yang mencari kebenaran sejati. Mereka belajar ke sana-sini untuk mengetahui, apakah kebenaran sejati itu. Mereka membutuhkannya. Kebenaran sejati hanya didapat di dalam Yesus. Mereka membutuhkan Injil. Hari ini pun di dunia, anak muda banyak yang mengalami sakit-penyakit. Terlebih lagi, sakit mental. Mengalami tekanan dari orang tua, orang tua yang menuntut, melakukan kekerasan, bukan orang tua yang ideal, pertemanan yang buruk, di-bully, direndahkan, dilecehkan, tak dipercaya orang lain, sakit hati, iri hati, menderita begitu dalam, bahkan sampai yang tak punya harapan di dunia ini. Perkembangan zaman yang begitu cepat, membuat hal ini semakin banyak terjadi di dunia ini. Mereka tak punya gembala. Mereka tak punya seorangpun yang dapat menolong mereka dalam hal ini. Keluarga tak peduli, teman-teman mengabaikan, bahkan gereja pun tutup mata. Dunia sekarang butuh seseorang yang peduli akan ini semua, bergerak dan berjalan untuk memulihkan dunia yang tidak ideal ini.

Yesus sadar akan kondisi dunia yang seperti ini. Ada banyak orang yang membutuhkan pertolongan. Karenanya Yesus berkata, “Tuaian memang banyak, tetapi pekerja sedikit, karena itu mintalah kepada tuan yang empunya tuaian, supaya Ia mengirimkan pekerjapekerjanya untuk tuaian itu.” Yesus sadar, bahwa kondisi dunia ini membutuhkan orang-orang yang mau melayani dan mengadakan suatu perubahan, sekalipun kecil, untuk menjadikan dunia tempat yang lebih baik. Yesus meminta engkau dan saya, untuk bersama-sama melihat ke sekitar kita, menganalisa kebutuhan sekitar, dan menolong mereka yang membutuhkan. Lihatlah, sekelilingmu, ada begitu banyak orang yang perlu ditolong.

Singkat cerita, hari itu, ketika saya bergumul di hadapan Allah dan merenungkan Firman Tuhan ini, ada suara berbisik di telinga saya, “Saya tidak meminta kamu untuk menjadi gembala bagi Indonesia. Tidak. Saya juga tidak meminta kamu untuk menjadi gembala di dunia perpajakan. Tidak. Tetapi Saya meminta kamu, untuk menjadi gembala bagi kawanan domba-domba-Ku, yang terlantar dan membutuhkan pertolongan.” Saya yakin itu suara Allah, yang berbicara kepada saya secara pribadi. Hari itu saya disadarkan dan dikuatkan kembali, bahwa tuaian di dunia ini sangat banyak, dan saya mendapatkan panggilan khusus untuk menjadi penuainya.

Hari ini, saya yakin Tuhan juga berbicara kepadamu, ketika engkau membaca ayat ini. Cobalah belajar untuk peka atas suara Tuhan, dengan melihat ke sekeliling, untuk mengetahui realita yang ada, lalu berbuat sesuatu sesuai dengan bidang kita masing-masing. Saya pun berdoa, agar setiap orang yang membaca tulisan ini peka akan satu hal, bahwa tuaian memang banyak, tetapi pengerja sedikit, dan mengambil langkah untuk menyerahkan diri menjadi pengerja tersebut di ladang pekerjaan kita masing-masing.

Ingatlah, jika kita dipakai Tuhan, itu bukan karena kita hebat, melainkan karena anugerah