Hari Kamis, 6 Februari 2025, pukul 10.00 -12.30, terlihat para wanita berbusana cheongsam atau bernuansa merah berkumpul di Ruang Kana, Griya Kasih, Jl. Kelapa Gading Barat, Pakulonan Barat, Kecamatan Kelapa Dua, Kabupaten Tangerang, Banten, untuk bersama-sama mengikuti Perayaan Imlek Persekutuan Dewasa Sie Wanita GKI Gading Serpong. Tercatat ada delapan puluh peserta yang yang mengikutinya. Fony Suryana melayani selaku pembawa acara (MC) persekutuan yang bertema “Cerdik Seperti Ular, Tulus Seperti Merpati” (Matius 10:16) ini.

Dalam khotbahnya yang diambil dari Lukas 9:51-56, Pdt. Em. Samuel Santoso berkata, Tuhan Yesus konsisten dengan ajaran-Nya sendiri, “... Barangsiapa hendak mengikut Aku maka ia harus menyangkal diri.” Menyangkal diri artinya mengatakan tidak kepada diri sendiri. Kita seperti domba yang diutus ke tengah serigala. Dalam kehidupan ini, situasi yang kita hadapi tidak selalu indah, penuh kegembiraan, sukacita, ataupun kesehatan. Bisa saja kita diancam, dirugikan, atau disakiti orang. Tidak semua orang seperti diri kita. Ada yang tidak sepaham, tidak suka, atau bahkan membenci kita. Kita tidak dapat menyenangkan semua orang. Menghadapi orang-orang seperti itu, kita harus belajar bersikap bijaksana, artinya mengambil keputusan yang tepat dalam perkara/masalah yang tepat, pada saat yang tepat, dengan cara yang tepat.

Setelah ibadah usai, acara dilanjutkan dengan perayaan Imlek, yang dibuka dengan persembahan tarian oleh Kana Line Dance. Tiade Yunita dan Kesti Prasetiyawati memimpin acara permainan ini. Ada beberapa permainan yang dibawakan. Permainan pertama adalah lomba estafet mengambil permen dan snack menggunakan sumpit, untuk dimasukkan ke dalam gelas. Peserta berbaris memanjang ke belakang, secara estafet mengambil permen yang disediakan di atas meja untuk dimasukkan ke dalam gelas. Seluruh peserta terlihat antusias saat mencoba mengambil permen menggunakan sumpit. Terlihat sederhana, tetapi ternyata tidak semudah yang dibayangkan, sehingga tawa para peserta pun berkali-kali pecah.

Permainan kedua adalah lomba menirukan Patung Pancoran, tukang ojek, lampu merah, bunga matahari, dan dayung. Pada permainan ini, bila MC berseru, “Patung Pancoran!” maka peserta harus berdiri diam seperti Patung Pancoran. Bila MC berseru, “Tukang ojek!” maka peserta mengambil posisi berdua-berdua, seperti sedang berboncengan naik motor, mengeluarkan suara “bruuuummmm … bruuuummm!” Bila MC berseru, “Lampu merah!” maka peserta harus mencari teman, membentuk kelompok yang terdiri dari tiga orang, dengan posisi berbaris. Yang paling depan mengangkat tangan dan membuka-tutup jari-jari kedua tangannya, memperagakan lampu yang berkelap kelip. Bila MC berseru, “Bunga matahari!” maka peserta harus membuat lingkaran yang terdiri dari empat orang, serta membentangkan kedua tangan dari bawah ke atas berulang-ulang. Bila MC berseru, “Dayung!” maka peserta harus membentuk kelompok yang terdiri dari lima orang yang berbaris, dengan posisi seolah-olah sedang mendayung perahu. Dalam lomba ini, bila ada peserta yang tidak mendapatkan pasangan, entah itu berdua, bertiga, berempat, ataupun berlima, ia akan dinyatakan out dan tidak bisa melanjutkan ke tahap berikutnya. Peserta harus fokus saat bermain, untuk mengetahui apa yang MC katakan selanjutnya, apakah ia akan menyerukan Patung Pancoran, tukang ojek, lampu merah, bunga matahari atau dayung. Sepanjang permainan ini, semua peserta tampak sangat heboh dan antusias, penuh gelak tawa, dan terkadang tampak wajah-wajah yang gelagapan, sibuk mencari teman, sesuai dengan apa yang diserukan oleh MC.

Permainan terakhir adalah lomba menarik tali untuk mendapatkan hadiah/bingkisan Imlek. Pada permainan ini, para peserta diminta berbaris dan memilih salah satu tali, lalu mengguntingnya. Adapun bingkisan pada tiap tali bermacam-macam. Peserta mendapatkan bingkisan sesuai dengan yang terikat pada tali yang digunting. Wajah-wajah gembira terlihat, saat para peserta menerima hadiahnya.

*Penulis adalah pengurus Sie Wanita, Komisi Dewasa GKI Gading Serpong