When a person can’t find a deep sense of meaning, they distract themselves with pleasure. (Viktor Frankl)

Makna Hidup

Katanya orang hidup untuk mencari makna. Viktor Frankl, seorang psikolog ternama, pernah mengatakan, “Ketika seseorang tidak dapat menemukan makna yang mendalam, mereka mengalihkan dirinya dengan kesenangan.”

Ada banyak kejadian di sekitar kita yang membuktikan hal ini. Misalnya, orang tetap pergi berlibur, meskipun mengetahui perjalanan menuju dan pulang dari tempat wisata selalu macet. Ada yang mengambil pinjaman online (pinjol) dengan bunga mencekik, demi menonton konser atau membeli gawai idaman. Bahkan, judi online (judol) yang terbukti menyeret jatuh banyak keluarga tetap diburu banyak orang. Perasaan senang yang meluap-luap terus diburu, karena perasaan itu seakan memberi makna pada hidup. Dengan demikian, upaya mengalihkan diri dengan kesenangan, seperti perkataan Viktor Frankl, nyata terlihat. Dalam kesibukan mencari kesenangan, orang seolah menemukan tujuan.

Tragisnya, banyak yang justru bercerita ketika kesenangan didapatkan, kehampaanlah yang ditemukan.

Sudut Pandang

Sudut pandang alternatif yang menarik untuk dicermati untuk mengatasi kehampaan hidup, adalah dengan cara memaknai hidup sebagai pembuka jalan bagi kehadiran Tuhan.

Di masa lalu, ada seseorang yang terlihat aneh, tetapi justru dianggap sebagai pembuka jalan bagi Tuhan. Ia dibesarkan dengan cara yang tidak biasa. Gaya berpakaiannya pun eksentrik. Pekerjaannya adalah mempromosikan karya orang lain. Ia memberikan hidupnya sebagai pembuka jalan, agar orang lain dapat berkarya. Di masa sekarang, orang tersebut biasanya mulai dikenang di awal bulan Desember. Popularitasnya meredup seiring dengan berakhirnya perayaan Natal. Memasuki bulan Februari, mungkin banyak orang sudah melupakannya. Ialah Yohanes Pembaptis (selanjutnya ditulis Yohanes). Ada banyak jejak kisah hidupnya, yang dapat menjadi inspirasi hidup di masa kini.

Setidaknya, ada dua hal dari kisah hidupnya yang dapat menjadi inspirasi. Yang pertama, ia mendedikasikan hidupnya sebagai pembuka jalan, agar orang lain berjumpa dengan Kristus, bukan dengan dirinya. Karyanya adalah agar pihak lain dapat berkarya. Ia bekerja habis-habisan, bukan agar dirinya yang mendapat pengakuan, melainkan Tuhan.

Ia memiliki banyak kesempatan untuk mengambil alih perhatian dari panggung utama. Misalnya, ketika ia ditanya oleh sekelompok orang, apakah ia seorang nabi, Mesias, atau Elia. Ia dapat saja mengambil kesempatan itu untuk menyejajarkan dirinya dalam deretan elite keagamaan, akan tetapi peluang itu tidak diambilnya. Bahkan, ia merendahkan dirinya dengan mengatakan, ia hanyalah orang yang berseru-seru di padang gurun. Bah, macam apa pulak ini? Bukankah setiap kesempatan harus dimanfaatkan? Minimal bisa ngetop dan dipuja karena status sosial,

Kenapa tidak 'ngaku aja dulu, nanti tinggal bikin klarifikasi dan ucapan minta maaf, seperti tren sekarang, ya kan?

Yohanes memilih tidak mengambil kesempatan itu. Bahkan, ketika jumlah follower-nya berkurang karena mereka beralih mengikuti Yesus, ia tidak keberatan. Bayangkan, kalau Yohanes mempunyai medsos di zaman sekarang. Berkurangnya jumlah follower tuh sesuatu banget! Hidup runtuh kalau tidak mendapat pengakuan sebagai tokoh elite! Kehilangan pengikut, jika memakai bahasa politik (karena Yohanes adalah tokoh yang berpengaruh, sebelum kemunculan Yesus), berarti ia kehilangan konstituen. Nah, itu jelas bencana!

Apa yang membuat dirinya tetap kuat bertahan? Mencari kesenangan lewat pengakuan orang lain bukanlah cara Yohanes memaknai hidup. Karena itu, hal tersebut tidak mengalihkan fokus hidupnya. Mengetahui dan menggenggam makna hidup sebagai pembuka jalan bagi Tuhan adalah sumber energinya. Yohanes menjalani “Ia harus semakin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh. 3:30). Ia berhasil memaknai hidupnya secara utuh.

Inspirasi kedua adalah, mengakui keterbatasan diri. Meski giat melayani, Yohanes tidak mau mendikte cara kerja Tuhan. Di akhir masa hidupnya, Yohanes justru dipenjarakan. Di penjara itu, ia sempat mengalami keraguan, apakah Yesus, yang kepada-Nya ia mendedikasikan hidup, adalah benar-benar sosok yang dinantinantikan. Dalam keraguan itu ia tidak berdiam diri, tetapi melakukan upaya meneguhkan imannya. Yohanes mengirim utusan untuk menemui Yesus. Setelah bertemu Yesus, utusan itu diminta kembali kepada Yohanes agar menceritakan karya Yesus. Namun demikian, kita tahu bagaimana akhir kisahnya. Yesus tidak membebaskan Yohanes dari penjara, meskipun Ia sanggup melakukannya. Yohanes mati di penjara, bahkan dengan kepala terpenggal.

Keraguan mungkin sekali menyerang hidup kita. Tuhan yang kita kenal, mungkin tidak bertindak seperti yang kita harapkan. Kisah hidup Yohanes justru menjadi inspirasi ketika kita berada dalam masa gelap. Seperti yang dialaminya, banyak orang pernah merasakan Tuhan terasa jauh dan seolah tidak dapat direngkuh. Keraguan Yohanes dan keinginannya untuk mengatasi hal itu menjadi inspirasi bagi kita dalam melewati masa-masa kegelapan.

“Persiapkanlah jalan untuk Tuhan” (Mrk. 1:3) dan “Ia harus semakin besar, tetapi aku harus makin kecil” (Yoh. 3:30). Kata-kata ini bagaikan tagline dahsyat yang mewarnai prinsip hidup Yohanes. Tagline ini mampu menjadi dasar perspektif yang memaknai hidupnya. Implikasi Praktis Hubungan kisah Yohanes dengan kita di masa sekarang? Dengan memahami perspektif ini, ternyata banyak implikasi praktis dalam memaknai hidup keseharian. Contohnya Alex, dalam kapasitasnya sebagai atasan di kantor. Ia mengambil sikap bahwa ia tidak hanya selalu berorientasi ke pencapaian target, dan tidak selalu mengedepankan hukuman atau imbalan atas kinerja timnya. Ia justru terlibat aktif mengembangkan kapasitas setiap individu dalam timnya. Ia menyediakan diri untuk berdiskusi, dan menempatkan dirinya sebagai kitab yang terbuka. Hal-hal ini ia lakukan, karena menyadari identitasnya sebagai pembuka jalan. Dengan begitu, bersikap adil, jujur, dan menjadi teladan bukan lagi soal perilaku semata. Ia memaknainya sebagai jalan agar orang lain menyaksikan karya Kristus melalui hidupnya.

Anita, seorang pemimpin kelompok diskusi Alkitab, tidak hanya berkutat mencari jawaban atas pertanyaanpertanyaan sulit anggotanya. Tidak hanya berjerih lelah mencarikan buku, jurnal, ataupun laman YouTube yang menarik tentang isuisu teologis, tetapi berperan aktif bertanya, dan juga menyediakan waktu. Ini dilakukan karena ia memahami prinsip, “I don’t care how much you know, until I know how much you care” Ia pun berusaha untuk mempelajari dasar-dasar konseling, karena ia menyadari sapaan personal lebih berdampak dibanding sapaan komunal. Kemampuan untuk menjawab pertanyaan memang penting (dan tentu saja akan membuat dirinya terlihat hebat), tetapi sapaan Kristus kepada anggotanya jauh lebih penting. Anita melakukan semua ini dengan kesadaran, “Ia harus semakin besar, tetapi aku harus makin kecil”.

Tino, seorang programmer, menciptakan piranti lunak untuk memudahkan antrean pasien di rumah sakit. Melalui karyanya, pasien dan pengantarnya dapat dengan mudah mendaftar, mengetahui perkiraan waktu tunggu, hingga membayar dan mengambil obat. Dewi, seorang content creator, membuat infografik yang mudah dipahami tentang alur pelayanan rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit, termasuk untuk layanan BPJS. Indra, seorang satpam, dengan ramah mengarahkan para pengunjung ke loket-loket yang diperlukan. Ia juga menjawab dengan sopan berbagai pertanyaan yang berulang. Sebenarnya, tindakan Tino, Dewi, dan Indra, adalah hal yang biasa. Tidak ada yang wow, karena itulah aktivitas keseharian mereka.

Pembedanya adalah cara memaknainya. Jika tindakan keseharian tersebut dimaknai sebagai mempersiapkan jalan bagi Tuhan, maka mereka mendapatkan makna yang mendalam untuk hidup yang dijalani. Mereka yang sering mengantre layanan publik tahu betul rasa gelisah, karena setiap saat dapat diserobot. Belum lagi perasaan kesal, karena tidak mengetahui berapa lama harus menghabiskan waktu di rumah sakit. Dalam antrean pasien dan pengantarnya tersebut mungkin ada yang sedang bersiap melayankan pemberitaan firman, ataupun sedang menyiapkan liturgi. Bisa jadi, ada pemilik usaha yang bertanggung jawab atas puluhan, bahkan ratusan karyawan, atau ada pekerja yang sedang berjibaku menata keuangan yang pas-pasan, dan lain sebagainya.

Kini, mereka tidak perlu waswas lagi, karena tahu tidak akan diserobot. Mereka dapat mengisi waktu dengan lebih baik, karena dapat memperkirakan waktu tunggu. Juga lebih tenang, sehingga tidak menambah beban atas sakit yang sedang dideritanya. Ketenangan yang didapatkan tersebut bagaikan sapaan Tuhan kepada mereka, yang jalannya dibukakan lewat karya seorang programmer, content creator, dan satpam.

Terbuka ruang yang sangat luas untuk memaknai hidup. Hidup keseharian kita adalah ruang untuk mempersiapkan jalan perjumpaan Tuhan dengan seluruh ciptaan-Nya. Bukan apa yang dikerjakan, tetapi alasan mengerjakannya. Meminjam perkataan Paulus kepada jemaat di Kolose, “Pekerjaan apa saja yang diberikan kepadamu, hendaklah kalian mengerjakannya dengan sepenuh hati, seolah-olah Tuhanlah yang kalian layani, dan bukan hanya manusia” (Kol. 3:23, BIMK).

Penutup

Mengalihkan diri dengan kesenangan, atau bahkan dengan kesibukan mencarinya, memang terasa menyenangkan. Hidup seakan-akan penuh makna, walaupun sudah banyak yang melihat hal itu menuju ruang hampa. Kisah Yohanes menawarkan suatu perspektif memaknai hidup. Jika dilihat dari kacamata Viktor Frankl, Yohanes tidak perlu lagi mengalihkan hidupnya dengan kesenangan. Perspektif yang ia genggam telah memberikan makna hidup yang dalam, “Persiapkan jalan untuk Tuhan” dan “Ia harus semakin besar, tetapi aku harus makin kecil”.

Mau coba perspektif ini?