Kristus memiliki keagungan sebagai Raja di atas segala raja. Hal ini mengingatkan kita akan posisi-Nya sebagai pusat kehidupan dan pemerintahan ilahi atas dunia ini. Firman Tuhan dalam 1Timotius 6:14-15 menggarisbawahi tugas kita untuk mematuhi perintah Allah dengan tidak bercacat dan tidak bercela, hingga Yesus Kristus menyatakan diri-Nya pada waktu yang telah ditentukan. Ayat ini membawa kita pada pemahaman tentang kedatangan Kristus sebagai Raja di atas segala raja, adalah sebuah harapan yang menguatkan, sekaligus memanggil kita untuk hidup di bawah otoritas dan kasihNya.

Allah Sejati

Dalam kenyataannya, setiap manusia mencari sesuatu yang dapat menjadi pusat hidupnya. Namun, apakah yang benar-benar menjadi pusat hidup kita? Alkitab berulang kali mengingatkan, hanya Allah sejatilah yang layak mendapatkan tempat tersebut. Di dunia yang penuh dengan beragam keinginan dan godaan, tidak jarang manusia menjadikan berbagai hal sebagai “berhala” dalam hidupnya, entah itu kekayaan, jabatan, atau pengakuan dari orang lain. Tanpa kita sadari, berhala-berhala ini dengan mudah mengambil alih posisi Allah di hati kita.

Namun, 1Timotius 6:15 menegaskan, hanya Allah, yang oleh Rasul Paulus disebut sebagai “Penguasa yang satu-satunya dan penuh berkat, Raja di atas segala raja dan Tuan di atas segala tuan,” yang layak menjadi pusat kehidupan kita. Sebagai umat yang percaya, kita diundang untuk merefleksikan, apakah Allah benar-benar menjadi pusat hidup kita, atau kita telah terdistraksi oleh hal-hal lain, yang dapat menggeser posisi Allah sebagai Raja dalam kehidupan kita. Mazmur 16:4 menegaskan, sukacita sejati hanya ditemukan ketika kita setia kepada Tuhan, dan tidak mengejar ilah lain. Menjadikan Allah sebagai pusat hidup akan membawa kita pada pengenalan yang lebih mendalam tentang Dia, dan membawa pada damai sejahtera yang kekal.

Kasihilah Tuhan Allahmu

Perintah untuk mengasihi Allah dengan segenap hati, jiwa, dan kekuatan adalah perintah terbesar yang diberikan oleh Tuhan. Firman Tuhan dalam Ulangan 6:5 dan Matius 22:37-38 menyatakan, inti dari hukum adalah mengasihi Allah, bukan hanya melalui ritual keagamaan, tetapi seluruh aspek hidup kita. Mengasihi Tuhan berarti memberikan hati, pikiran, dan kehendak kita kepada-Nya, mengutamakan hubungan kita dengan Tuhan di atas segala hal lainnya.

Dalam dunia yang semakin mengabaikan nilai-nilai ketuhanan, kita perlu menyadari pentingnya menjaga kehangatan kasih kita kepada Allah. Mengasihi Tuhan bukanlah sekadar perasaan emosional, melainkan komitmen yang teguh untuk menjalankan perintah-Nya, dan mencerminkan kasih tersebut dalam setiap tindakan kita. Kasih yang sejati kepada Tuhan akan terlihat dalam cara kita berelasi dengan sesama, mengasihi mereka seperti yang Tuhan kehendaki, dan menjalani setiap tanggung jawab hidup dengan kesadaran, segala sesuatu adalah untuk kemuliaanNya. Dalam terang ini, kita diajak untuk terus membangun kasih yang semakin mendalam kepada Tuhan, Sang Raja, yang telah lebih dahulu mengasihi kita dengan pengorbanan-Nya. 

Mata Kasih Allah

Salah satu aspek yang membedakan Allah kita adalah kepedulianNya kepada semua orang, tanpa terkecuali. Di mata dunia, banyak orang dianggap kecil, tidak berarti, atau terpinggirkan. Namun, Allah dalam kasih karunia-Nya memandang setiap manusia berharga. Alkitab penuh dengan cerita tentang Tuhan, yang menunjukkan kasih karunia-Nya kepada mereka yang dianggap kecil oleh dunia, yaitu orang miskin, anakanak, orang asing, dan mereka yang terpinggirkan. Salah satu contoh yang sangat indah adalah bagaimana Yesus menyambut anak-anak yang dianggap remeh oleh orang dewasa pada zaman itu (Markus 10:13-16).

Melalui kasih-Nya, kita diingatkan, setiap manusia, tanpa terkecuali, adalah objek dari kasih dan perhatian Allah. Ketika menyadari, kita adalah bagian dari orang-orang yang kecil, tetapi mendapatkan kasih karunia yang besar, kita diundang untuk meneladani Allah dalam memperhatikan dan mengasihi sesama tanpa memandang status atau kedudukan. Kita diajak untuk tidak mengabaikan mereka yang dianggap rendah oleh dunia, melainkan melihat mereka dengan mata kasih Allah, yang memandang setiap orang dengan belas kasih dan penuh pengharapan.

Persiapkan Jalan Tuhan

Seperti yang dikatakan Yohanes Pembaptis, tugas kita sebagai umat Allah adalah mempersiapkan jalan bagi Tuhan. Persiapan ini bukan hanya sekadar ritual atau tradisi, tetapi juga menuntut pertobatan yang sungguh-sungguh. Yohanes Pembaptis menyerukan ini kepada orang banyak untuk menekankan, persiapan kedatangan Sang Raja dimulai dari hati yang bertobat dan hidup yang diubahkan. Persiapan ini bukan sekadar terjadi di permukaan, melainkan harus mencakup perubahan yang seutuhnya dalam kehidupan kita.

Menyiapkan jalan bagi Tuhan berarti membiarkan hidup kita menjadi refleksi kerajaan-Nya, membuang hal-hal yang tidak berkenan kepadaNya, dan membiarkan kasih-Nya bekerja di dalam kita. Menantikan kedatangan Yesus yang adalah Raja di atas segala raja, berarti kita dipanggil untuk menjalani hidup yang berpadanan dengan panggilan sebagai anak-anak Allah. Kita diundang untuk hidup dalam kebenaran dan kasih, menjadikan hidup sebagai saksi dari kasih dan kehadiran-Nya di dunia ini. Persiapan ini adalah sebuah proses yang memerlukan komitmen yang teguh, namun membawa kita kepada sukacita yang sejati, karena berada di jalan yang dipersiapkan bagi Sang Raja yang datang.

Kristus Pusat Hidup

Firman Tuhan dalam 1Timotius 6:14-15 mengajak kita menjalani kehidupan dengan mengingat, Yesus Kristus akan datang sebagai Raja di atas segala raja. Dengan demikian, menjadikan Allah sebagai pusat hidup, mengasihi-Nya dengan sepenuh hati, mengenal kasih karunia-Nya yang mencakup semua manusia, dan mempersiapkan jalan bagi-Nya. Ini adalah tanggapan yang layak atas anugerah dan panggilan yang telah Ia berikan kepada kita.

Kiranya kita semua dapat semakin teguh dalam iman, dan dipanggil untuk menjalani kehidupan yang selaras dengan panggilan kita sebagai umat-Nya. Kiranya Sang Raja di atas segala raja memerintah di hati kita, sehingga hidup kita menjadi saksi kasih dan kuasa-Nya di dunia ini.