Apa Itu Liturgi?
Apakah ibadah Kristen itu ? Dalam bahasa Inggris, istilah yang dipakai untuk "ibadah” adalah worship, yang berasal dari kata Inggris kuno weorthscipe. Weorth (=worthy) berarti "layak" dan scipe (=ship) menunjukkan atribut respek atau hormat kepada seseorang. Jadi, ibadah (worship) adalah suatu pemujaan; pernyataan hormat kepada Tuhan yang dianggap layak disembah. Dalam bahasa Ibrani (PL), dipakai kata shachah yang berarti "menundukkan diri." Dalam bahasa Yunani (PB) digunakan kata proskuneo yang berarti menyembah atau "mencium tangan kepada." Jadi, ibadah adalah ungkapan penyembahan manusia di hadapan AllahNya. Namun dalam ibadah Kristen, komunikasi yang terjadi bukan hanya satu arah, melainkan dua arah. Martin Luther mendefinisikan ibadah sebagai saat dimana Allah berbicara kepada jemaat lewat FirmanNya (revelation) dan jemaat berbicara kepadaNya (merespons) dalam doa dan pujian. Jadi, dalam ibadah terjadi dialog (komunikasi) antara Allah dan jemaat. Masing-masing saling berinteraksi. Tuhan lebih dahulu berinisiatif menyatakan diri, baru kemudian jemaat menanggapi. Adanya dua pihak yang terlibat ini tergambar jelas dalam istilah bahasa Jerman untuk "ibadah": Gottesdienst. Kata ini bermakna ganda: Pelayanan Allah (God's service) dan pelayanan kita kepada Allah (our service to God).
Menarik sekali, bahwa kata "liturgi' berasal dari kata berbahasa Yunani: leitourgia. Asal katanya adalah laos (artinya rakyat) dan ergon (artinya pekerjaan). Jadi, liturgi adalah pekerjaan publik atau pekerjaan yang dilakukan oleh rakyat/jemaat secara bersama-sama. Jadi, liturgi adalah kegiatan peribadahan dimana seluruh anggota jemaat harus terlibat secara aktif dalam pekerjaan bersama untuk menyembah dan memuliakan nama Tuhan. Dengan pengertian ini, dapat dikatakan bahwa "liturgi" adalah "ibadah." Setiap ibadah Kristen (apapun denominasinya) harus bersifat liturgis; artinya melibatkan setiap orang yang hadir didalamnya. Ibadah dimana jemaat hanya menjadi penonton yang pasif bukanlah ibadah sesungguhnya. Oleh karena semua anggota jemaat harus terlibat aktif, perlu ditentukan kapan giliran mereka berpartisipasi dalam ibadah dan bagaimana bentuk partisipasinya (apakah menyanyi, berdoa, memberi persembahan, dll). Dari sini muncullah "tata ibadah"yang mengatur giliran partisipasi setiap orang. Tata ibadah sering disebut liturgi dalam arti sempit.
Banyak orang memiliki konsep yang keliru tentang ibadah. Kita cenderung memandang ibadah seperti pertunjukan teater. Yang menjadi aktor adalah pendeta dan pelayan ibadah lainnya. Penontonnya adalah anggota jemaat yang hadir, sedangkan sutradaranya adalah Tuhan. Konsep ini keliru karena memandang jemaat hanya sebagai penonton! Soren Kierkegaard, seorang teolog Eropa abad ke-19, mengatakan bahwa dalam ibadah Kristen, aktornya adalah jemaat. Sutradaranya adalah para pelayan ibadah (pendeta, liturgos, pemusik), sedangkan penontonnya adalah Tuhan! Tata ibadah adalah skenario drama yang harus dimainkan oleh anggota jemaat sebagai para pemeran.

Ibadah yang Hidup
Setiap gereja tentu ingin memiliki ibadah yang hidup dan menyegarkan. Belakangan ini banyak orang mencoba membuat ibadah di jemaatnya `lebih hidup' dengan mengganti liturgi yang ada dengan liturgi yang lebih populer atau trendy. Yang lainnya mengubah jenis nyanyian atau alat musik yang dipakai. Cara ini memang bisa membuat ibadah lebih semarak, lebih ramai, lebih populer, namun belum tentu menjadi lebih hidup! Sebuah ibadah baru dikatakan hidup jika melaluinya terjadi penyatuan dengan Allah (union with God), dimana lewat komunikasi selama ibadah, jemaat menjadi "sehati sepikir" dengan Allah. Jemaat menjadi sadar apa yang menjadi kehendak Allah bagi mereka. Apa hasilnya? Tuhan dimuliakan (glorification) dan orang percaya dikuduskan (sanctification). Jadi, ibadah yang hidup adalah ibadah yang melaluinya seseorang bisa mengalami perjumpaan dengan Tuhan dan perjumpaan itu mentransformasi hidupnya. Orang bisa rnerasakan kehadiran Tuhan menyapa mereka.
Sebenarnya Tuhan hadir dimana-mana, tidak hanya di gedung gereja saat ibadah berlangsung. Namun demikian, kerapkali kita lebih dapat merasakan kehadiran Allah dalam ibadah di gereja, sebab pada saat itu kita benar-benar memfokuskan diri kepada Tuhan. Hal ini dapat diumpamakan seperti selembar kertas yang tergeletak di sebuah lapangan parkir pada siang hari yang panas. Cahaya matahari bersinar merata di segala sudut, namun tidak dapat membakar kertas itu. Hanya jika ada orang membawa kaca pembesar lalu memfokuskan cahaya matahari ke atas kertas itu, kertas dapat terbakar. Begitu pula dalam ibadah. Saat jemaat sungguh mengarahkan hatinya kepada Tuhan, barulah mereka dapat merasakan hadirNya dan ditransformasi olehNya.
Persoalannya, bagaimanakah liturgi GKI bisa menciptakan transformasi hati didalam ibadah? Untuk itu kita perlu melakukan 'bedah liturgi' lebih dahulu. Kita perlu memahami benar pola dasar liturgi kita, sebelum bisa membangun strategi untuk menghidupkan ibadah lewat liturgi kita.  (bagian 1)

dikutip dari Seri Pembinaan Iman Kristen , ditulis oleh Pdt. Juswantori Ichwan, M. Th