Kalau ditanya, bagaimana Anda dapat memelihara kesetiaan melayani? Jawabannya mungkin berkisar di seputar kemampuan, ketersediaan waktu, dan idealisme, bahkan mungkin juga karena ada kesenangan hati, supaya memperoleh pujian. Jawaban yang kita peroleh mungkin seperti ini, “Ya, senang melayani, sebab dengan begitu dapat memuaskan diri,” atau “suka sekali menolong dan membantu, saya jadi ikut berbahagia,” dan mungkin masih banyak lagi kalimat lain yang menunjukkan motivasinya. Sekiranya kita hanya melayani karena kemampuan, ketersediaan waktu, idealisme, dan kepuasan, maka kita tidak dapat memelihara kesetiaan setelah motivasi dan idealisme mengalami perubahan, bukan?
Melayani
Menurut KBBI, “melayani” berarti membantu menyiapkan (mengurus) apa-apa yang diperlukan seseorang, meladeni, menerima (menyambut) ajakan (tantangan, serangan, dan sebagainya), mengendalikan atau melaksanakan penggunaan senjata, mesin, dan sebagainya. Dalam konteks pelayanan gerejawi (diakonia), lebih tepat diartikan sebagai mempersiapkan dan melaksanakan satu atau lebih kegiatan penatalayanan gereja melebihi standar umum, dan disertai dengan motivasi sebagai tujuan bakti kepada Tuhan.
Ada orang yang dapat melayani dengan luar biasa, dengan waktu dan dana yang tidak terbatas, bahkan dapat memengaruhi banyak orang untuk turut serta dalam pelayanan. Menilai orang seperti ini, kita perlu berhati-hati. Kita dapat menilai kesetiaannya dari motivasinya melayani. Ada dua motivasi yang bisa menjadi latar belakang pelayanannya, yakni demi kepentingan diri sendiri, atau untuk memuliakan Tuhan.
Kita dapat mengambil contoh dari pelayanan Paulus. Dalam keprihatinannya terhadap semua jemaat, Paulus melayani dengan penuh kasih dan tidak mudah menyerah. Ia melayani Kristus dengan setia dan mau bermegah atas kelemahannya, demi kemuliaan Allah Bapa dan Tuhan Yesus Kristus, yang terpuji sampai selama-lamanya. Kita tahu, Paulus tidak berdusta. Dalam baik dan buruknya keadaan, tenaga serta dana, pelayanan gerejawi terus dilaksanakan dengan saksama, dan hanya didedikasikan bagi kemuliaan Tuhan. Inilah yang sepatutnya kita lakukan. Perhatikanlah apa yang dilakukan oleh Rasul Paulus tanpa kenal menyerah, meski dipenjara atau menghadapi penganiayaan dalam 2Korintus 11 :23-28.
“Apakah mereka pelayan Kristus? – aku berkata seperti orang gila – aku lebih lagi! Aku lebih banyak berjerih lelah; lebih sering di dalam penjara; menanggung pukulan di luar batas; kerap kali dalam bahaya maut. Lima kali aku menerima cambukan dari orang Yahudi, setiap kali empat puluh kurang satu pukulan, tiga kali aku didera, satu kali aku dilempari dengan batu, tiga kali mengalami karam kapal, sehari semalam aku terkatung-katung di tengah laut. Dalam perjalananku aku sering diancam bahaya banjir dan bahaya penyamun, bahaya dari pihak orang-orang Yahudi dan dari pihak orang-orang bukan Yahudi; bahaya di kota, bahaya di padang gurun, bahaya di tengah laut, dan bahaya dari pihak saudara-saudara palsu. Aku banyak berjerih lelah dan bekerja berat; kerap kali aku tidak tidur; aku lapar dan dahaga; kerap kali aku berpuasa, kedinginan dan tanpa pakaian, dan tanpa menyebut banyak hal lain lagi, bebanku sehari-hari, yaitu keprihatinanku terhadap semua jemaat.”
Ada juga tokoh Indonesia yang melayani dengan motivasi luar biasa, antara lain Kyai Sadrach (1835-1924), yang setia memperkenalkan kekristenan, walaupun menghadapi perlawanan dari otoritas kolonial dan kelompok adat (https://id.wikipedia.org/wiki/sadrach); dan Siauw Giok Tjhan (1914-1981), yang setia memperjuangkan keadilan sosial di Indonesia, walaupun menghadapi tekanan politik (https://id.wikipedia.org/Siauw_Giok_Tjhan).
Memelihara Kesetiaan
Menurut KKBI, “kesetiaan” adalah keteguhan hati, ketaatan, serta kepatuhan yang dikerjakan sedemikian rupa, yang terjadi dalam persahabatan atau perhambaan. Kita pun bisa bersikap setia karena dorongan motivasi. Jadi jelas, sebuah kesetiaan perlu dipelihara dan juga ditentukan oleh motivasi.
Kita tentu pernah menonton siaran berita di televisi. Acara tersebut tidak pernah terlambat, dan selalu tampil dalam durasi tertentu. Pembawa berita begitu setia hadir dengan berpenampilan menarik, dengan talenta dan kemampuan yang terus dilatih. Selain honor, mereka pun tentu mencari ketenaran. Contoh lainnya adalah pelayanan di dalam gereja, yang dilakukan untuk memuliakan Tuhan Allah. Dua hal tersebut dapat dilakukan dengan setia karena ada motivasi yang melatarbelakanginya. Nah, ternyata motivasi ini menjadi titik penting dalam setiap pelayanan, baik pelayanan sosial, pelayanan dalam dunia bisnis, maupun pelayanan di gereja.
Ada beberapa jenis motivasi yang dapat memengaruhi suatu pelayanan: pertama, karena ingin mendapatkan honor atau bayaran. Contohnya adalah para Youtuber, selebgram, influencer di Tik-tok, atau media sosial lainnya, yang melakukan kegiatannya untuk mengumpulkan jumlah follower, dan memproduksi tontonan untuk mendapatkan bayaran dari penyedia media sosial. Kedua, untuk mendapatkan pujian manusia. Ketiga, untuk mendapatkan pujian dari Tuhan. Keempat, karena ingin mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan. Ini hanya dapat dilakukan oleh pelayan yang memperoleh ketaatan dan kesetiaan yang diberikan oleh Allah sendiri, dengan merespons perintah Tuhan, dan dipersembahkan kembali kepada Tuhan.
Bila kesetiaan hanya dilandasi oleh keinginan untuk mendapatkan honor dan pujian, sesungguhnya yang akan kita dapatkan adalah kekecewaan. Sebaliknya, biarlah kesetiaan dilakukan hanya untuk mempersembahkan yang terbaik bagi Tuhan. “Karena itu, Saudara-saudaraku yang terkasih, berdirilah teguh, jangan goyah, dan giatlah selalu dalam pekerjaan Tuhan! Sebab, kamu tahu bahwa dalam persekutuan dengan Tuhan jerih payahmu tidak sia-sia” (1Korintus 15:58). Inilah yang seharusnya dijadikan motivasi kita dalam melayani.
Dalam hal pelayanan gerejawi, walaupun kita perlu memelihara kesetiaan melayani, hal itu tidak mudah. Sebab, walaupun sudah ditebus oleh Kristus, kita masih tinggal di dalam dunia ini. Kita masih dikelilingi perbuatan dosa, dan iblis selalu menggunakan tipu dayanya untuk menjauhkan kita dari kekudusan.
Kita melayani bukan karena inisiatif pribadi, melainkan karena dorongan Roh Kudus yang hadir dalam diri kita, orang percaya. Pekerjaan Roh Kuduslah yang selalu menolong, memberikan kekuatan, memimpin, serta memampukan kita untuk tekun mengerjakan pelayanan, untuk dipersembahkan kembali kepada Yesus Kristus, Tuhan kita. Ketahuilah, Allah menyertai kita senantiasa, sampai kepada akhir zaman.
Ada beberapa ayat Alkitab yang dapat memberikan kekuatan dalam memelihara kesetiaan melayani:
“Aku telah mengakhiri pertandingan yang baik, aku telah mencapai garis akhir, dan aku telah memelihara iman. Sekarang telah tersedia bagiku mahkota kebenaran yang akan dikaruniakan kepadaku oleh Tuhan, Hakim yang adil, pada hari itu, bukan hanya kepadaku, melainkan juga kepada semua orang yang merindukan kedatanganNya.” (2Timotius 4:7-8)
“Tetapi orang yang menanti-nantikan TUHAN mendapat kekuatan baru: mereka seumpama rajawali yang terbang dengan kekuatan sayapnya; mereka berlari dan tidak menjadi lesu, mereka berjalan dan tidak menjadi lelah.” (Yesaya 40:31)
“Beginilah hendaknya orang memandang kami: Sebagai hamba-hamba Kristus, yang kepadanya dipercayakan rahasia Allah. Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah bahwa mereka ternyata dapat dipercayai. (1Korintus 4:1-2) “Ketahuilah, Aku menyertai kamu senantiasa sampai akhir zaman.” (Matius 28:20b)
*Penulis adalah penatua GKI Gading Serpong.