Mengasihi anak dengan sepenuh hati bukan berarti memenuhi setiap permintaan anak, atau tidak pernah memarahi anak sama sekali. Namun yang dimaksud adalah mengasihi anak dengan bijaksana, sama seperti yang diteladankan Tuhan Yesus. Mengasihi dengan total, seperti Tuhan Yesus mengasihi Bapa dan umat manusia.
Sesungguhnya anak adalah anugerah. Salah satu cara supaya anak-anak tahu siapa diri mereka, adalah dengan menghargai mereka, sebagaimana kita menghargai sebuah hadiah. Selain itu, seperti yang tertulis dalam Mazmur 139:13, "Sebab Engkaulah yang membentuk buah pinggangku, menenun aku dalam kandungan ibuku", kita diingatkan, bahwa Tuhanlah yang merajut kehidupan seorang anak dalam rahim ibunya. Tidak ada yang kebetulan. Setiap detail adalah desain Tuhan sendiri. Saat anak memahami karya penciptaan ini, akan lebih mudah baginya untuk menerima perbedaan yang ada di sekelilingnya.
Jangan sampai karena terlampau menghargai pemberian Tuhan itu, malah membuat kita memanjakannya dan lupa mendidiknya, agar sampai masa tua ia berlaku benar di mata Allah. Amsal 22:6 berbunyi, “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanya pun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu”. Tuhan ingin supaya setiap orang tua juga mengajarkan tentang kedisiplinan kepada anak-anaknya. Anak perlu diberi tahu, bahwa kedisiplinan itu penting untuk membentuk hidup mereka.Didisiplin bukan berarti dihukum, tapi karena mereka dikasihi. Jadi penting bagi orang tua untuk kembali merangkul anak yang didisiplin, supaya mereka tidak merasa bahwa orang tuanya kejam dan tidak mengasihi mereka.
Amsal 3:5-6 berkata, "Percayalah kepada TUHAN dengan segenap hatimu, dan janganlah bersandar kepada pengertianmu sendiri. Akuilah Dia dalam segala lakumu, maka Ia akan meluruskan jalanmu". Dalam mengajar dan mendidik anak, kita semua tahu bahwa kita perlu bersandar kepada Tuhan. Lewat Amsal ini kita diyakinkan untuk mempercayai Tuhan dengan sepenuhnya. Tapi terkadang, alih-alih bersandar kepada Tuhan, kita malah mencoba memikirkan semuanya sendiri.Akan ada saat-saat dalam hidup kita sebagai orang tua, ketika kita bisa membagikan apa yang terjadi saat kita memercayai Tuhan hanya dengan separuh hati saja. Itu akan selalu mereka ingat. Kalau kita transparan pada anak-anak, mereka akan merasa bisa mendatangi kita dan berbagi masalah bersama.
Kita harus meneladankan dan membuat anak mengalami bagaimana Allah mengasihi kita semua dengan sepenuh hati, dan bahwa kita juga harus meresponi kasih itu dengan totalitas kasih yang sama dan sepenuh hati. Karenanya tertulis dalam Efesus 4:32, "Tetapi hendaklah kamu ramah seorang terhadap yang lain, penuh kasih mesra dan saling mengampuni, sebagaimana Allah di dalam Kristus telah mengampuni kamu". Kasih yang sepenuh hati itu diwujudnyatakan dalam kehidupan sehari-hari: bagaimana kita sabar terhadap setiap anggota keluarga kita, mengampuni satu sama lain, dan dengan penuh kasih mesra mengungkapkan dan menerima bahasa kasih dari sesama kita.
Selamat mencintai anak dengan penuh kasih sebagaimana Allah mengasihi kita. Tuhan Yesus mencintai setiap kita dengan kasih-Nya yang tak terbatas.